“Tolong selamatkan nyawa keduanya.” ucap Raffael.Ia pun hanya bisa memandangi saja brankar Marsya didorong masuk ruang gawat darurat. Pandangannya tertuju pada pintu yang tertutup rapat. Ia berdiri menyender pada dinding dengan hati tidak tenang.Waktu terasa lama bagi Raffael sesekali ia melihat jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. ‘Mengapa lama sekali tidak ada yang keluar dari ruangan tersebut?’ gumam Raffael.Didengarnya suara langkah kaki mendekat Raffael membalikan badan. Dilihatnya kalau kedua orang tuanyalah yang datang.“Raffa, bagaimana keadaan Natasya dan calon anak kalian?” Tanya ibu Raffaelyang dengan raut wajah cemas.“Entahlah, Bu! Saya juga tidak mengetahuinya,” Sahut Raffael.Iya kembali membalikan badan melihat ke arah pintu yang masih tertutup rapat. Rasa cemas semakin menjadi menghinggapi hati Raffael begitu ia menyadari sudah satu jam Marsya berada dalam ruangan tersebut.Raffael menegakan badan lalu berjalan mendekati pintu yang baru saja d
Sandoro menyipitkan mata ia berjalan mendekat ke arah Natasya. Dicekaunya dagu wanita itu dengan kasar. “Ayahku beberapa hari ini terlihat tidak sehat dan kau memperlihatkan perhiasan yang sebelumnya tidak pernah kau pakai. Bagaimana diriku tidak menjadi curiga kalau kau sedang merencanakan sesuatu kepadanya?”Natasya menghembuskan napas dengan kasar ia menarik lepas tangan Sandoro. Matanya menyala-nyala karena amarah. “Mengapa kau begitu bersikeras kalau ayahmu adalah orang kaya sementara kami hanya menempati rumah sederhana? Kehidupan kami pun tidak bermewah-mewahan!”Dengusan terlontar dari bibir Sandoro, ia bertepuk tangan memberikan senyum mengejek kepada Natasya. Dengan suara dingin ia mengatakan bahwa Natasya berpura-pura tidak mengetahui kekayaan ayahnya. Ia juga menuduh istri ayahnya itu sedang membujuk dan bersandira agar dapat memperoleh warisan.Tangan Natasya terulur hendak melayangkan tamparan ke wajah angkuh Sandoro. Akan tetapi, tangannya ditangkap oleh Sandoro hingga
‘Siap, Tuan! Begitu Anda dan Nyonya Natasya pulang kamar kalian sudah siap. Apakah saya harus memberitahukan kepada tuan Sandoro hal ini?’ Tanya orang kepercayaan Pratama di ujung sambungan telepon.‘Katakan saja kepadanya, tetapi apa pun yang terjadi kamu harus melanjutkan perintah yanng kuberikan!’ tegas Pratama melalui sambungan telepon.Selesai memberikan perintah melalui sambungan telepon Pratama memasukan ponsel ke saku jaket yang dipakai. Ia berjalan memasuki kamar rawat papi Natasya. Dilihatnya kalau mertua dan istrinya duduk saling berpegangan tangan.Mata Natasya terlihat sembab ketahuan sekali ia habis menangis dan Pratama tidak tega melihat. Dihampirinya lalu meletakan tangan di atas pundak Natasya meremas dengan lembut. “Tenanglah! Papi akan mendapat pengobatan terbaik. Kalau kau terrlihat sedih begini bagaimana bisa menguatkan papimu?”Natasya mengusap air matanya dengan cepat, ia mendongak menatap tepat netra hitam Pratama. Bibirnya terlihat bergetar hebat menahan isak
Natasya mengerjapkan mata sambil menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan kasar. “Urus saja urusanmu! Kau harus menghormatiku sebagai wanita yang menikah dengan ayahmu!”Ia menutup jendela mobil secara otomatis kemudian ia melajukan mobil dengan kencang. Diindahkannya panggilan dari Sandoro yang meminta ia untuk berhenti.Dalam waktu beberapa jam ia sudah sampai di rumah yang selama ini ditempatinya bersama dengan Pratama. ‘Kenapa sepi sekali? Di mana Pratama? Bukankah katanya tadi kalau ia pulang ke rumah?’ batin Natasya,Dicarinya Pratama sampai ke sudut rumah bukan karena ia merindukan pria itu. Hanya saja ia merasa penasaran tidak melihat keberadaan suaminya itu.“Pratama, di mana kamu?” seru Natasya setelah selama beberapa menit ia tidak juga berhasi menemukan keberadaan suaminya itu.Dikeluarkannya ponsel dari tas lalu ia tekan kontak Pratama. Panggilan itu dalam sekejap langsung diangkat oleh Pratama.‘Halo! Di mana, kamu? Saya sudah berada di rumah, tetapi tidak mel
Amarah Natasya naik ke ubun-ubun. Ia baru saja mendapatkan kejutan dari Pratama dan sekarang dirinya kembali menerima ejakan dari Sandoro. “Apa salahnya kalau aku menjadi nyonya besar di rumah ini? Aku istri dari pemilik rumah wajar bagiku untuk menyandang status itu! Mengapa kau tidak pergi saja kalau tidak menyukai kehadiranku di rumah ini?”Tangan Sandoro mencekau dagu Natasya dengan kasar. Tatapan matanya menyala dipenuhi amarah. Dengan suara mendesis ia berkata, “Kau menunjukan sifatmu yang sebenarnya. Kesialan bagimu karena aku tidak akan pernah pergi dari tempat ini. Takkan kubiarkan kau bebas menguasai seluruh harta yang tidak pantas untuk wanita sepertimu.”Natasya menggigit tangan Sandoro hingga pria itu melepaskan cekauan pada dagunya. Tidak hanya itu saja menggunakan kaki ia menendang paha bagian dalam Sandoro hingga pria itu bergerak menjauh dari Natasya.Hal itu tidak disia-siakan oleh Nataya untuk bergerak menjauh dari Sandoro. Ia akan keluar dari rumah tersebut karena
Natasya membelalakan mata mendengarnya. Ia tahu jawaban yang akan diberikan kepada Sandoro. “TIDAK! Lebih baik aku keluar biar saja ayahmu menilai diriku bagaimana. Ia pasti akan mendengar penjelasan dariku!”DItendangnya lutut Sandoro menggunakan kaki, hingga pria itu bergerak menjauh darinya. Ia tidak membuang waktu langsung saja membuka pintu. Dan tentu saja harus berhadapan dengan Pratama yang berdiri tepat di depan pintu kamar tersebut.“Natasya! Apa yang kamu lakukan di kamar putraku? Dan kenapa penampilanmu terlihat berantakan begitu? Kalian tidak melakukan hal yang tidka benar bukan?” tanya Pratama.Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya mendadak menjadi kering. Ia bingung untuk memberikan penjelasan kepada Pratama. Rasa percaya diri kalau suaminya akan mendengar apa yang ia katakan. Seperti tadi diucapkannya kepada Sandoro. Natasya menundukan kepala tidak sanggup menatap mata Pratama yang pastinya kecewa.Tangan Pratama terulur mengangkat dagu Natasya agar mendonga
Raffael menundukan kepala memandangi wajah putri kecilnya yang sedang tidur. Ia mengamati dalam diam wajah putih cantik dengan rambut berwarna pirang. “Ibu, di keluarga kita memang ada yang memiliki rambut pirang. Kurasa tidak perlu melakukan tes DNA karena ibu dari anakku juga sudah tiada.”“Kau bisa mengabaikan fakta yang ada di depan matamu, tetapi Ibu tidak akan memaksamu karena kaulah ayah dari anak itu,” ucap ibu Raffael dengan nada suara kecewa.Raffael mengangguk, ia mengangkat bayi mungil yang sudah membuka mata. Mungkin ia terbangun karena mendengar suara perdebatan dengan ibunya.“Halo, Sayang! Apakah kamu terbangun karena mendengar suara ayah?” tanya Raffael.Ia mencium wajah putrinya hinngga membuat bayi itu tertawa geli. Senyum terbit di wajah Raffael setelah lelah bekerja melihatwajah putrinya membuat rasa itu hilang.Digendongnya bayi itu menuju teras rumah kemudian duduk di kursi yang ada di sana. Dipandanginya dengan lekat bayi yang balik menatap dengan senyum dan ce
Raffael berhenti berjalan ia melihat kepada kedua orang tuanya secara bergantian. “Kalian tidak perlu khawatir diriku tidak sakit. Aku hanya mengambil ini ….” Dikeluarkannya kertas berisi hasil tes DNA lalu ia menyodorkan kepada ayahnya. “Aku akan pergi dan tentang pengurusan bayi itu sekretarisku yang akan mencarikan pengasuh untuknya.”“K-kau pergi! Kenapa dan kemana?” tanya ibu Raffael.Raffael mengangkat pundak kemudian berjalan menuju pintu keluar. Ia tidak merasa perlu untuk menjawab pertanyaan dari ibunya. Karena dirinya sedang menahan emosi yang terpendam. Satu sisi dirinya merasa jahat meninggalkan bayi yang baru saja ditinggal pergi ibunya.Hanya saja fakta kalau bayi itu bukan darah dagingnya membuat ia mengeraskan hati. Ia bahkan tidak merasa perlu mengucapkan kata perpisahan kepada bayi itu.***Natasya dengan terpaksa tinggal di rumah besar milik Pratama. Walaupun ia harus siap menerima sikap kasar dan membingungkan Sandoro. Yang terkadang juga bersikap lembut, serta te
Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia membalikan badan. Dilayangkannya senyum tipis kepada Ades. “Yang kulakukan sama sekali bukanlah urusanmu! Aku juga tidak peduli dengan apa yang kau tuduhkan.”Setelah mengatakan hal itu Sasha membalikan badan hendak berlalu pergi dari sana. Karena ia tidak mau berada lebih lama lagi di tempat yang sama dengan kekasih Raffael.Langkah Natasya terhenti ketika ia mendengar nada suara Ades yang terdengar mencemooh, “Tentu saja aku tidak akan mengatakan kepada Raffael kalau bertemu denganmu. Aku bahkan lebih suka kalau kau tidak menampakan dirimu di rumah itu lagi.”Wanita itu kemudian berlalu pergi dari hadapan Natasya. Membuat Natasya memandangi punggungnya dengan kesal.‘Mengapa wanita itu terus saja membuatku marah? Mereka berdua memang pasangan yang serasi,’ batin Natasya.Ia masuk mobil lalu duduk di balik kemudi. Dikemudikannya mobil menuju rumah sakit. Sesampainya di sana ia langsung membereskan administrasi untuk operasi papinya.Keesokan h
Tidak mau terjadi keributan Natasya bangkit dari duduknya. “Maaf, saya akan makan di dapur.”Dengan anggukan kepala ia berjalan keluar dari ruang makan. Saat melewatii Raffael dan kekasihnya, ia mengangkat kepala. Menatap pasangan itu dengan raut datar. “Akhirnya kau sadar diri juga! Semoga kau tidak berpura-pura amnesia dan kembali makan di ruangan ini,” sindir Ades.Natasya menghentikan langkah, ia menatap wanita itu dengan tajam. “Saya memang pengasuh di rumah ini. Sementara Anda adalah kekasih pemilik rumah ini. Akan tetapi, apakah kau yakin Raffael akan menikahimu? Karena kudengar ia pernah bertunangan lama, tetapi ia justru menikahi sahabat tunangannya.”Raffael menggeram marah. ia memberikan pelototan pada Natasya. Dicekalnya lengan wanita itu setengah menyeret ia membawa wanita itu keluar. Didorongnya dengan kasar, hingga punggung Natasya menempel pada dinding.Tangan Raffael berpindah memegang dagu Natasya dengan kasar. Sampai kuku-kuku jarinya terasa menusuk daging, tetapi
“Kau pengecut! Selalu memilih untuk pergi.” Raffael menatap tajam punggung Natasya.Langkah Natasya terhenti, tetapi ia tidak membalikkan badan untuk melihat Raffael. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tuan! Anda sudah mengatakannya dengan begitu jelas.”Dilanjutkannya kembali berjalan memasuki rumah. Sesampai di depan pintu kamar Tiara, ia membukanya pelan. Diliatnya kalau gadis cilik itu tidur dengan nyenyaknya.‘Akh, sebaiknya aku pergi keluar saja untuk mencari makan,’ batin Natasya.Ditutupnya kembali pintu kamar Tiara dan berjalan memasuki kamarnya sendiri. Diambilnya tas tangan berisikan dompet, serta ponsel. Setelahnya, ia keluar kamar menuruni tangga. Di bawah anak tangga ia berpapasan dengan Raffael yang akan naik. Sambil menundukkan kepala ia berjalan melewati pria itu.Tiba-tiba saja lengannya ditarik dengan kasar, hingga ia membentur dada Raffael. Suara kesiap karena terkejut lolos dari bibirnya.“Mau pergi kemana kau?” desis Raffael dengan suara tertahan.“Maaf, Tu
Nadi Natasya berdenyut cepat, ia menundukkan kepala tidak sanggup menatap mata Raffael. Agar pria itu tidak melihat kalau kata-katanya kembali melukai Natasya. “Terima kasih, untuk kesekian kali diingatkan. Maaf, saya yang sudah besar kepala.”Natasya berenang mengabaikan Raffael, ia berenang menuju Tiara yang berada dalam pelampungnya. “Apakah kamu mau turun dari tempatmu itu bermain air dengan Nanny?”Senyum cerah terbit di wajah Tiara, ia tidak mengetahui kalau nannynya sedang sedih. Gadis cilik itu merentangkan kedua tangan meminta diangkat dari pelampungnya.Dengan sigap Natasya melakukannya. Ia sengaja membawa Tiara berenang ke bagian yang terjauh dari Raffael. Suara tawa senang gadis cilik itu mampu menghibur Natasya membuatnya melupakan sejenak kata-kata kasar dari majikannya.“Apakah kau sudah lelah berenang? Kita naik ke atas ya karena hari sudah mulai gelap.” Ajak Natasya kepada Tiara.Anggukkan kepala Tiara berikan kepada Natasya. Selain sudah lelah, ia juga merasa mengant
Raffael terdiam, rahangnya mengetat dengan kedua tangan mengepal di samping tubuh. “Mengapa kau berpikir aku masih mencintai Natasya dan berhubungan kembali dengannya? Hubungan kami sudah lama usai. Kalau kau meragukan diriku silakan pergi dari hubungan ini.”Ades tidak puas dengan jawaban dari Raffal, tetapi rasa takutnya diputuskan pria itu jauh lebih besar. Ia harus mengalah kepada kekasihnya itu. Namun, tidak dengan Natasya. Akan diberikannya peringatan keras.“Maaf, Raff! Aku tidak bermaksud untuk meragukanmu. Hanya saja kehadiran wanita itu di rumah ini membuatku cemburu.” Ades memeluk Raffael erat. Untuk menunjukkan kalau dirinya takut kehilangan pria itu.Perlahan Raffael melepaskan pelukan Ades, ia hanya memberikan anggukan kemudian berjalan meninggalkan wanita itu seorang diri saja. Ades memandangi punggung Raffael sampai pria itu menghilang dari pandangan. Tampangnya terlihat cemberut saat ia dengan terpaksa keluar dari rumah itu. Ia harus bisa meyakinkan dirinya sendiri
“Apakah Nanny tahu siapa Om, itu?” Tanya Tiara dengan mata besarnya menatap penuh harap.Natasya mengalihkan tatapannya kepada Raffael. Ia ingin tahu apakah pria itu akan berkata jujur kepada anak kecil yang berdiri di antara mereka berdua.Raffael menegakkan badan dengan suara dingin, ia berkata, “Nannymu akan mengatakannya kalau ia berani.”Dengan suara pelan yang hanya bisa didengar Raffael, Natasya berkata, “Kenapa kau menjadi pengecut, Raff? Mengakui kalau gadis kecil ini adalah putrimu begitu berat.”Posisi Natasya yang berdiri begitu dekat saat berbicara, hingga dari posisi Ades berdiri. Terlihat seolah keduanya sedang berciuman. Dan hal itu jelas memancing rasa cemburunya.“Apa yang kalian berdua lakukan? Tidakkah kalian menghargai diriku dan juga ada anak kecil yang bisa melihat! Dasar pengasuh tidak tahu malu! Aku tahu kalau kau berusaha untuk menaikkan derajatmu menjadi Nyonya di rumah ini!” bentak Ades emosi.Sontak saja Natasya menjadi terkejut, ia langsung menjauhkan bad
“Hahaha! Kau sungguh menggelikan sekali. Mana mungkin kekasihku akan cemburu kepada pengasuh sepertimu. Ia tahu kalau kau bukanlah wanita yang akan menjadi pilihanku. Aku memintamu ke sini untuk mengingatkan agar kau tidak boleh menampakkan dirimu di hadapanku!” tegas Raffael.Hati Natasya terasa sakit mendengar ucapan kasar Raffael. Dirinya tidak dianggap sama sekali, padahal mereka pernah bertunangan. Sebegitu rendahnyakah status sebagai seorang pengasuh putrinya di mata Raffael?“Baik, Tuan! Saya mengerti. Saya akan berusaha agar kita tidak perlu bertemu. Karena tidak ada lagi yang perlu dibicarakan saya permisi.” Natasya bangkit dari duduk berjalan menuju pintu.Raffael juga bangkit dari duduknya, ia meletakkan tangan di atas tangan Natasya mencegah wanita itu membuka pintu. “Siapa yang mengatakan aku sudah selesai berbicara denganmu?”Natasya membalikkan badan hingga berhadapan dengan Raffael. Dan itu merupakan suatu kesalahan karena keduanya berada begitu dekat. Dia melangkah m
Natasya menelan ludah dengan sukar tenggorokannya terasa kering. Diambilnya gelas berisi air yang langsung ia minum. Setelahnya ia letakkan kembali gelas itu di atas meja.“Saya tidak ingin bertengkar di meja makan dan saya bekerja untuk Nona Tiara anak dari pemilik rumah ini. Yang kehadirannya belum diketahui oleh anak asuh saya.” Natasya melihat ke arah Tiara yang balas menatapnya.“Nanny, kita pergi saja dari sini. Kita makan di luar saja aku takut.” Tiara bangkit dari duduk. Ia menarik tangan Natasya menjauh dari tempat tersebut.Dengan senang hati Natasya memenuhi permintaan anak asuhnya itu. Sebelum keluar ia memberikan anggukan kepala kepada Raffael. Karena biar bagaimanapun juga pria itu adalah majikan yang selama ini tidak dilihatnya.“Siapa yang mengijinkan kalian keluar! Kembali ke tempat kalian kita makan bersama dan tidak ada perdebatan!” seru Raffael dengan nada suara dingin.Natasya menghentikan langkah diikuti oleh Tiara. Melalui genggaman tangan gadis cilik itu terlih
Sontak saja Ades menjadi terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Raffael. “Kau tidak becanda, bukan? Tentu saja aku bersedia.”Mata Ades berbinar senang, ia tidak menghiraukan fakta di depan matanya kalau Raffael tidak terlihat sama antusiasnya. Atau pun senang mendengar ia menyetujui apa yang dikatakan oleh pria itu.Dipeluknya pundak pria itu sambil mengecup pipinya sekilas. “Kuharap kau tidak menyesal dengan apa yang barusan kau katakan, Raff!”Raffael mengambil cawan berisi anggur disesapnya isinya sampai tandas dalam sekali tegug. Kalau berkata jujur kepada Ades tentu saja dirinya akan mengatakan menyesal. Ia tidak terlalu menyukai wanita itu karena bukanlah Natasya.“Bagaimana mungkin aku akan menyesal? Sementara kau adalah wanita cantik, serta mandiri sepertimu. Tentu saja kita berdua akan menjadi pasangan yang berbahagia dan membuat iri orang lain,” ucap Raffael dengan nada datar.Raffael bangkit dari duduknya mengulurkan tangan kepada Ades. Yang langsung disambut oleh wani