Share

4. DIMAS MAHENDRA

Author: Mada Elliana
last update Last Updated: 2023-02-19 12:30:47

Tidak ada satupun perempuan yang pernah dekat dalam hidup Dimas. Dulu, ketika SMA Dimas pernah mencoba mendekati salah seorang teman sekelasnya. Nama perempuan itu Nirmala.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Mala. Kecuali otaknya yang luar biasa. Dia tidak cantik seperti teman-temannya yang lain. Namun, si kulit sawo matang itu akan terlihat sangat manis jika sedang tersenyum. Seingat Dimas, selama dia mengenal Mala, tidak pernah sekalipun Dimas melihat Mala tampil wah. Dia sangat sederhana.

Namun, ternyata itulah awal mula Dimas harus meneguk kecewa. Setelah setahun melakukan pendekatan dan yakin kalau Mala juga memiliki perasaan yang sama dengannya, Dimas memberanikan diri untuk mengutarakan apa yang selama ini ada di hatinya.

“Maaf, aku nggak bisa jadi pacar kamu, Dimas.” Jawaban Mala yang disampaikan dengan lemah lembut itu mampu menghantam dinding hati Dimas. Siang menuju sore yang masih terasa menyengat seakan membakar kecewa yang kini mulai hadir di hati Dimas.

“Kenapa, Mala? Aku pikir selama ini kita dekat dan sangat cocok. Kamu juga tidak pernah menghindari perhatianku.” Dimas meremas rambutnya gamang.

“Kita nggak pantes. Kamu itu Mahendra. Aku tahu diri siapa aku. Kalau selama ini kita dekat, karena aku merasa kamu sangat baik. Aku tidak punya alasan untuk menjauhi kamu.” Mala menjawab dengan suara bergetar. Dimas dapat merasakan itu. Apalagi ketika Dimas melihat mata Mala. Ada genangan air yang sengaja ditahannya agar tidak keluar.

“Aku bukan Mahendra yang kamu bayangkan. Aku tidak sama dengan teman-teman kita yang selalu membanggakan nama belakang mereka. Aku suka kamu karena selama ini kamu tidak pernah membahas tentang keluargaku.” Suara Dimas seakan tercekat di tenggorokannya. Banyak sekali yang ingin dia katakan, namun akhirnya Dimas memilih diam.

Dimas bisa memahami apa yang ada di pikiran Nirmala. Kehidupa mereka memang sangat berbeda jauh. Dimas bisa masuk di sekolah elit itu jelas karena dia seorang Mahendra. Sulung dari Cipta Mahendra, salah seorang pengusaha yang setiap tahun tidak pernah bergeser dari posisi dua puluh orang terkaya di Indonesia.

Dimas terlahir sepaket dengan kemewahan dan tanggung jawab besar kepada keluarganya. Selain karena dia anak sulung, Dimas juga satu-satunya anak lelaki di keluarga itu. Kedua adiknya perempuan. Tidak mungkin mewarisi raksasa bisnis Mahendra.

Sejak kecil, kedua orangtuanya selalu memberikan yang terbaik untuk Dimas. Termasuk sekolah dan pergaulannya. Teman-teman Dimas bisa dihitung dengan jari. Itupun setelah mereka lolos seleksi oleh sang mama.

Lulus SMP, Dimas rencananya akan dikirim untuk melanjutkan sekolah di luar negeri. Di sini awal mula Dimas berani menolak perintah kedua orangtuanya. Dimas meminta agar bisa tetap sekolah di Jakarta. Setelah diskusi yang sangat alot, Dimas boleh sekolah di Jakarta. Tentu saja bukan sekolah sembarangan. Koneksi Mahendra yang sangat mengelindan, membuat semua selolah terbaik di Jakarta membuka lebar pintu masuk untuk Dimas.

Hal yang berbeda dialami oleh Nirmala. Gadis itu harus berjuang keras untuk bisa masuk di sekolah ini dengan mengandalkan beasiswa. Ayahnya yang bekerja sebagai satpam di sebuah pabrik garmen di Bogor dan ibunya yang berjualan kue rumahan membuat Nirmala awalnya urung daftar di sekolahnya sekarang. Namun, ketika membaca surat pemberitahuan yang mangabarkan bahwa Nirmala diterima dan berhak memperoleh beasiswa penuh, ayahnya tak ragu untuk menganggukan kepala tanda setuju terhadap pilihan putrinya.

Nirmala pindah ke Jakarta. Jangan dibayangkan dia tinggal di kost mewah. Dia menumpang di rumah pamannya yang merupakan adik dari ayahnya. Setiap hari, sepulang sekolah Nirmala akan membantu paman dan bibinya yang membuka kedai mie ayam bakso.

Pukul tiga dinihari Nirmala sudah bangun untuk menggoreng dan menyiapkan beberapa kue tradisional yang akan dia bawa ke sekolah dan dititipkannya di kantin sekolah. Meski tidak banyak, hasilnya sangat lumayan. Bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan harian Nirmala.

Tidak ada kamus pacaran dalam benak Nirmala. Baginya, pacaran hanya membuang-buang waktu dan mengganggu konsentrasinya dalam belajar. Meski dia juga memiliki ketertarikan yang sama kepada Dimas, namun Nirmala berulang kali mengingatkan dirinya kalau perasaan cinta itu hanya akan menghambat jalannya menuju masa depan. Bukan mustahil akan mempersulit Dimas juga. Nirmala sering mendengar dari teman-temannya yang orang kaya seperti Dimas. Mereka biasanya sudah dijodohkan sejak kecil oleh orang tua mereka. Tujuannya jelas, agar bisnis mereka tetap aman atau semakin berkembang.

“Kamu memang beda dari yang lain, Dim. Itulah mengapa aku bisa berteman baik dengan kamu. Tapi aku nggak bisa kalau jadi pacar kamu. Lebih baik kita fokus sekolah aja ya. Tenang, aku bakalan tetep jadi teman baik kamu kok.” Senyum teramat manis tersungging di bibir Nirmala.  

 Kalau ada yang ingin disesali dari hidupnya saat ini, Dimas akan mengatakan tanpa ragu bahwa nama Mahendralah yang sangat ingin dia ganti. Dimas sering membayangkan kenapa tidak dia saja yang harus memulai semuanya dari nol. Kenapa harus sang ayah Cipta Mahendra yang merintis semuanya?

Ya, kekayaan Cipta Mahendra memang bukan berasal dari warisan kedua orangtuanya. Cipta meraih semuanya berkat ketekunan, keuletan, dan kerja kerasnya yang tidak pernah mengenal waktu. Di usianya yang baru sepuluh tahun, Cipta sudah membantu orangtuanya berdagang hasil bumi di pasar.

Setiap uang yang dia peroleh selalu ditabungnya. Duduk di bangku SMP Cipta sudah berani menunggu kios di pasar tanpa ditemani orangtuanya. Lingkungan pasar mendidik Cipta agar punya daya saing dan daya juang. Perlahan tapi pasti, Cipta menyerap semua ilmu yang tidak akan pernah dia dapatkan di sekolah manapun.

Hidup Dimas berbeda dengan Cipta. Dimas dilahirkan saat ekonomi keluarganya sedang berada di puncak. Cipta tidak mau Dimas mengalami kekurangan yang dulu dia rasakan. Sekuat tenaga Cipta berusaha agar ketiga anaknya bisa hidup sejahtera dan tidak kekurangan secara ekonomi.

Namun Dimas menyikapinya lain. Dimas justru merasa apa yang diperolehnya selama ini malah membuatnya tidak bisa memiliki teman yang benar-benar tulus tanpa melihat embel-embel nama Mahendra. Dimas ingin hidup biasa saja seperti kebanyakan orang yang tinggal di belakang komplek perumahan mewah yang dia tempati.

Bahkan, untuk menjadikan Nirmala sebagai pacarnya saja, nama besar Mahendra kembali menjadi penghalang. Ketika di luar sana banyak perempuan yang berusaha keras mendapatkan perhatian darinya, Nirmala justru bergeming. Memilih untuk menjadi teman baiknya seperti yang sudah terjalin selama ini.

“Kamu tidak mau kasih kesempatan, Mala?” Dimas masih berusaha untuk menggapai hati Nirmala.

“Nggak Dim. Aku pikir lebih baik seperti ini. Kita tetap berteman supaya kelak tidak ada yang tersakiti.”

Dimas menyerah. Dia tahu arah pembicaraan Nirmala. Gadis itu takut dia akan ditolak oleh keluarga Dimas. Pada akhirnya, hubungan mereka malah tidak akan baik-baik saja.

***

Related chapters

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   5. PILIHAN JANU MAHIJA

    “Kamu harus yakin, Nak. Pergilah, kamu kuliah yang bener. Nggak usah mikirin Ibu. Di sini kan banyak tetangga. Ibu akan baik-baik saja.” Tangan keriput Maria mengusap lembut kepala Janu yang kini berada di pangkuannya. Anak lelakinya ini tetap saja manja meski kini sudah lulus SMA.“Tapi Bu, Bandung itu jauh. Janu kayaknya nggak bisa ninggalin Ibu sendirian di sini.” Setumpuk ragu kini tiba-tiba saja menyelimuti hati Janu.“Kamu laki-laki Nak. Kamu harus merantau. Kejar impian kamu. Ibu tahu, dari kecil kamu sudah seneng gambar. Kalau ada yang tanya kamu mau jadi apa, kamu pasti jawab mau jadi tukang gambar gedung-gedung tinggi kayak di Jakarta. Padahal kamu cuma liat dari TV. Gusti Allah dengar doa kamu. Makanya sekarang kamu diterima di ITB. Ini namanya takdir, Nak. Kamu harus kuat jalaninnya.” Bujuk Maria panjang lebar.Maria tahu, Janu sangat mengkhawatirkan dirinya. Sejak hamil Janu, Maria memilih berpisah dengan suaminya yang ketahuan selingkuh dengan teman sekantornya. Banyak y

    Last Updated : 2023-03-21
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   6. MENAKLUKAN ANDHIRA

    “Dhir, kamu dicariin tuh.” Niken duduk di samping Dhira yang sedang menikmati gudeg dengan santainya.“Siapa?” Dhira sedikit mendongak.“Siapa lagi kalau bukan sang pangeran bervespa putih. Tuh orangnya.” Niken menunjuk ke arah seseorang yang sedang mendekat ke arah mereka dengan dagunya.Dhira mengikuti arah yang ditunjuk Niken. Dilihatnya Dimas melambaikan tangan. Dhira membalasnya sambil menyuruh Dimas ke situ.“Katanya bukan pacar, tapi kok ya mesra gitu.” Niken mencibir.Dhira hanya tersenyum tak menanggapi ucapan Niken. Hampir seluruh teman satu angkatannya bahkan mungkin satu jurusan hukum tahu kedekatan Dhira dengan Dimas. Masalah ini juga yang menjadi alasan beberapa teman Dhira mundur teratur tidak jadi mendekati gadis manis itu.Memang, hampir tiap hari Dimas datang ke jurusan hukum mencari Dhira. Padahal Dimas mengambil jurusan ekonomi yang lokasi gedungnya lumayan jauh dari tempat kuliah Dhira. Tapi apa mau dikata. Cinta bisa mengalahkan segalanya.Benarkah mereka saling

    Last Updated : 2023-03-21
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   7. MALABAR... DETAK JANTUNG YANG MAKIN BERDEBAR

    “Betul kan yang ini gerbongnya?” Tanya Dhira sambil bolak balik melihat antara tiket di tangannya dengan gerbong kereta di depan matanya.“Betul kok. Udah cepetan masuk. Sebentar lagi kereta berangkat.” Dimas setengah mendorong punggung Dhira agar segera masuk.Keduanya kini sudah duduk di kursi sesuai nomor yang tertera pada tiket. Jam di pergelangan tangan Dhira menunjukan sudah hampir tengah malam. Entah mengapa kantuk masih belum juga datang menghampirinya. Dhira melirik ke samping kirinya, terlihat Dhimas sedang menikmati lagu yang didengarnya melalui earphone.Perjalanan ini di luar dugaan Dhira. Awalnya dia hanya cerita kepada Alma dan Niken tentang rencana kepulangannya ini. Ayahnya sedang tidak enak badan, kebetulan juga hari Kamis dan Jumat ini kuliahnya libur. Jadi Dhira memilih untuk pulang ke Bandung malam Kamis. Siapa nyana kabar itu begitu cepat sampai ke telinga Dimas. Tak sampai enam jam, Dimas sudah ada di kost-an Dhira dengan membawa dua buah tiket ke Bandung.“Kamu

    Last Updated : 2023-03-22
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   8. MENUNGGU JAWABAN

    Pagi yang riuh menjadi pemandangan biasa di Stasiun Bandung. Penumpang berhamburan turun dari kereta, pedagang asongan sibuk menawarkan dagangan yang dibawanya, pegawai gerai-gerai di dalam dan di luar stasiun bebenah merapikan lapak mereka, para penjemput memicingkan mata mendekati sanak saudara maupun pacar yang akan mereka jemput, tak lupa suara merdu pengamen sudah mulai terdengar seolah mengucapkan selamat datang.“Kita sarapan dulu.” Dimas mencekal pergelangan tangan Dhira. Menuntunnya turun dari gerbong bisnis yang mereka tumpangi.Kali ini Dhira hanya diam menurut kemana kaki Dimas melangkah. Semalaman Dimas berhasil membuat Dhira tidak bisa tidur karena memikirkan ucapan lelaki itu. Wajar jika pagi ini Dhira merasakan kepalanya pusing.Cafe yang ada di sebarang stasiun menjadi pilihan Dimas. Dia butuh secangkir kopi pahit lebih dari apapun. Bukan hanya gadis di sampingnya saja yang tidak bisa tidur, tanpa Dhira tahu, pikiran Dimas juga semalam berkelana menanti pagi. Dimas ya

    Last Updated : 2023-03-23
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   9. SAMBUTAN BI ASIH

    Dhira membuka pintu gerbang rumahnya dengan hati-hati. Sudah jam sepuluh lebih. Pasti kedua orangtua, kakak, dan adiknya tidak ada di rumah. Dengan langkah yang mengendap-endap Dhira berputar ke arah dapur. Tujuannya ya jelas, ingin mengagetkan Bi Asih. Selama Dhira tidak ada Bi Asih pasti hidupnya lebih tenang karena hanya ada Kaivan yang selalu mengganggunya. Jika Dhira dan Kaivan sudah bersama, bisa dipastikan Bi Asih jadi bulan-bulanan mereka.“Biiiiiiiiii...”“Gustiiiiii aya kunti, aya maling, aya garong, aya nu gelo, aya jurig, aya... aduh neng Dhiraaaa...” Bi Asih terduduk di lantai sambil mengelus dadanya.Bi Asih sedang merapikan isi kulkas ketika Dhira masuk dan memanggilnya dengan suara yang setengah menjerit. Posisi Bi Asih yang sudah setengah duduk membuat tubuhnya langsung terjengkang dan duduk dengan sukses.“Ish si bibi masih aja kagetan gitu. Hahahaha.” Dhira memeluk pundak Bi Asih.Perempuan yang sudah memasuki usia enam puluh tahun itu sudah dianggap menjadi bagian

    Last Updated : 2023-03-24
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   10. PENGHUNI BARU

    “Neng... Neng Dhira... Bangun Neng, ini dzuhurnya udah mau habis. Neng... Neng... Neng Dhira...” Bi Asih terus saja mengetuk pintu kamar Dhira. Sudah lewat dari jam dua siang dan Dhira belum terlihat bangun. Sudah menjadi kebiasaan Bi Asih sejak anak-anak masih kecil selalu mengingatkan kalau sudah waktunya sholat.“Iya, Bi iyaaaaa Dhira bangun.” Dhira menjawab sambil bangun dari tidurnya. Dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya terkumpul Dhira membuka pintu kamar dan berlalu begitu saja melewati Bi Asih. Dhira menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sedangkan Bi Asih melanjutkan pekerjaannya kembali di dapur. Sejenak Bi Asih sempat memperhatikan Dhira dengan mata berkaca-kaca. Bi Asih tidak pernah menyangka bayi mungil yang dulu selalu digendongnya kini sudah menjelma menjadi gadis manis yang sungguh luar biasa.Selesai sholat di musholla kecil yang terletak di salah satu sudut rumah itu, Dhira beranjak ke dapur. Perutnya kini benar-benar sudah sangat lapar. Andai tadi Bi Asih

    Last Updated : 2023-03-25
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   11. PEREMPUAN PENDAMPING DIMAS

    Jika Dhira sedang asyik berbincang dengan Janu, hal serupa tidak terjadi kepada Dimas. Di saat yang bersamaan pintu kamar hotel tempat Dimas menginap diketuk seseorang. Dimas masih setengah sadar karena baru saja tertidur. Otaknya tidak bisa mencerna siapa yang datang mengetuk pintu kamar dan ingin menemuinya. Bahkan Dimas masih merasa bahwa saat ini dia ada di kamar kostnya di Yogya.Dimas menyeret tubuhnya untuk membuka pintu dengan kesadaran yang masih belum ada setengahnya. “Si...a...pa...” Ucapan Dimas terhenti saat dia melihat kalau yang ada dibalik pintu itu adalah Roni. Anak buah sekaligus orang kepercayaan papanya yang memang ditempatkan di Bandung. Seketika mata Dimas membelalak karena tak percaya jika saat ini dia berhadapan dengan Roni.“Selamat siang, Mas Dimas. Maaf saya mengganggu. Ini perintah dari Tuan Cipta.” Roni sedikit membungkukan tubuhnya tanda menghormati Dimas. Untunglah Roni tidak menyebut Dimas sebagai Tuan Muda seperti anak buahnya yang lain.“Masuk.” Dim

    Last Updated : 2023-03-26
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   12 MAU JALAN SAMA SAYA?

    “Bapak sama Ibu nggak pulang?” Tanya Dhira kepada Kaiva. Dhira melirik jam dinding yang sudah tergantung di ruang tengah itu sejak dia masih SD.“Salah sendiri mau pulang nggak bilang-bilang.” Kaiva meleletkan lidah mengejek kakak perempuannya.Kaiva masih merasa dongkol karena Dhira pulang tanpa memberitahu dirinya. Padahal Kaiva sangat ingin sekali Dhira bisa membawakan bakpia asli Yogya yang sudah menjadi makanan kesukaan Kaiva sejak gigitan pertama. Saat itu Banyu yang sengaja membawakan bakpia itu untuk Kaiva. Sedangkan Dhira sama sekali tidak punya keinginan untuk membawakan oleh-oleh.Pertemuan mereka tadi sore sudah pasti membuat riuh rumah yang biasanya selalu sepi. Bi Asih memilih diam menjadi penonton yang baik. Sejak dulu Kaiva dan Dhira memang yang paling sering ribut dibandingkan yang lainnya. Bisa jadi hal ini dikarenakan jarak usia keduanya yang tidak terlalu jauh. Sedangkan dengan Langit dan Banyu, jarak mereka cukup lumayan jauh.“Kan emang Teteh tadinya nggak niat m

    Last Updated : 2023-03-28

Latest chapter

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   19. TETAPLAH DISISIKU

    Dhira benar-benar menjalankan rencananya untuk berpisah dari Dimas. Tanpa minta persetujuan dari Dimas lagi, Dhira mendaftarkan gugatan cerainya di Pengadilan Agama. Alasan yang dituliskan oleh Dhira adalah kekerasan dalam rumah tangga. Hanya itu satu-satunya alasan yang masuk akal dan bisa diterima dengan cepat. Kekerasan bukan sekedar fisik, tapi bisa juga psikis. Dhira menekankan bahwa kondisinya yang belum juga hamil menjadi pemicu utama kekerasan psikis yang dia terima dari pihak keluarga Dimas.Dimas juga sudah memeriksakan kondisi kesuburannya. Sesuai prediksi dokter, ternyata memang sperma Dimas yang kurang baik. Meski harapan untuk memiliki anak itu ada, tapi akan sangat sulit.Untuk meredam pemberitaan media yang selama ini selalu saja mengincar keluarga Mahendra, Dhira meminta bantuan temannya yang jadi pengacara supaya bisa membungkam mulut para pegawai di Pengadilan Agama. Sejak dulu, Dhira sangat tidak suka dengan publikasi dan berbagai pemberitaan. Meski dia tahu, sebag

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   18. LEBIH BAIK KITA AKHIRI

    Espresso yang tadi dipesannya sudah tandas. Dhira melirik ponselnya. Panggilan dari Dhimas sudah bertambah. Beberapa pesan juga terlihat memenuhi aplikasi yang sering Dhira gunakan. Tangan Dhira bergetar ketika memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Sudah terlalu lama dia menghabiskan waktu untuk melamun di sini. Sekarang atau nanti, dia dan Dimas harus tetap menghadapi kenyataan itu.“Halo, Dim...”Kamu di mana? “Di kafe seberang rumah sakit.”Oke. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.Benar saja, tak sampai setengah jam Dimas sudah datang. Langkah panjangnya segera menuju ke tempat istrinya itu duduk. Segera dipeluknya Dhira dengan hangat. Seolah mereka sudah tidak bertemu berhari-hari.“Ini apa-apaan sih. Malu diliatin orang.” Omel Dhira.“Emang kenapa? Kamu istriku. Kita nikah udah lima tahun, masa kamu masih aja malu kalau aku peluk di tempat umum.” Goda Dimas.“Ya tetep aja aku malu. Kamu lagi nggak sibuk? Kok bisa langsung ke sini?”“Urusan istriku jauh lebih penting dari ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   17. KITA JALANI DULU

    Menjelang dinihari saat kereta memasuki Stasiun Tugu. Sejak berangkat, ponsel Dhira nyaris tidak berhenti mendapatkan pesan dari Dimas. Entahlah, sejak obrolannya tempo hari Dhira merasa Dimas sedikit lebih protektif. Meski tidak Dhira pungkiri kalau sebelumnya juga perhatian Dimas selalu berlebihan untuk ukuran seorang sahabat. Apalagi saat ini, ketika lelaki itu sudah berterus terang tentang perasannya.Dimas sudah mewanti-wanti kalau dia yang akan menjemput Dhira. Tentu saja ucapan itu bukan izin melainkan hanya pemberitahuan. Jika setahun lalu Dimas yang bukan siapa-siapa saja sudah begitu antusias menjemput Dhira, bisa dibayangkan kondisinya sekarang ketika Dimas sudah setengah mengakui bahwa Dhira itu calon istrinya.Ups. Seketika Dhira merasa wajahnya sedikit menghangat. Ingatannya melayang ketika Dimas mengatakan calon istri. Benarkah Dimas sudah begitu yakin dengan perasaannya?“Hai.” Sapa Dimas sedikit kikuk ketika menghampiri Dhira yang sudah ada di pintu kedatangan.“Hei,

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   16. BUKAN PEREMPUAN BIASA

    “Tumben banget udah mau ke Yogya lagi.” Komentar Kaiva melirik Dhira. Saat ini Dhira dan keluarganya plus Janu sedang menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bi Asih. Sejak dulu, Anita sudah menetapkan kalau Sabtu Minggu itu wajib sarapan di rumah.Saat anak-anak masih sekolah, Anita bisa mengatur mereka untuk sarapan setiap hari. Namun ketika si sulung dan anak keduanya sudah kuliah, sarapan setiap hari menjadi sesuatu yang sulit direalisasikan. Langit dan Banyu kuliah di luar kota. Kaiva yang sejak kecil susah sekali bangun pagi, lebih sering melewatkan sarapan karena sudah terlambat untuk sekolah. Bagaimana tidak terlambat, setelah shalat Subuh, Kaiva lebih memilih untuk tidur lagi daripada bersiap sekolah.Ketika Langit kembali ke Bandung, Anita dengan tegas menyuruh sulungnya itu datang sarapan di Sabtu Minggu. Alhasil setiap Jumat sore Langit memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada harus repot di hari Sabtu berangkat pagi-pagi.“Males aja kalo mepet-mepet. Emangnya kamu. Ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   15. APAKAH INI CINTA?

    Setelah menutup paksa obrolannya dengan Dimas, Dhira merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar. Perlahan dia menelusuri hatinya. Perasaan apa yang kini ada untuk Dimas.“Dhir... kamu di dalam kan? Bunda masuk ya?”Anita bertanya sambil mendorong pelan pintu kamar Dhira. Tidak dikunci.“Kebiasaan deh ini anak, pintu kamar nggak pernah dikunci. Jangan-jangan kamu di Yogya juga suka lupa mengunci pintu kamar kamu ya? Bahaya loh Dhir. Gimana kalau ada orang iseng yang masuk kamar kamu. Duh ngebayanginnya aja Bunda mah udah ngeri. Kamu jangan bikin khawatir Bunda kamu ini dong.” Ucap Anita panjang lebar sambil melangkahkan kaki mendekati Dhira yang masih terbaring di atas kasurnya.“Heh, kamu denger omongan Bunda nggak?” Lanjut Anita.“Iya, Bundaku sayang. Dhira denger. Lagian di sini ngapain Dhira kunci kamar segala. Kalau Bunda mau masuk kan repot, Dhir kudu bangun bukain kunci.” Dhira memeluk erat Anita. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Dhira memang mendapat keun

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   14. RESAH DI SINI GELISAH DI SANA

    “Kamu mau ke mana Dim?” Tanya Yashinta saat melihat anak sulungnya itu sudah berpakaian rapi.“Pulang ke Yogya, Ma.” Dimas menjawab singkat.“Kok buru-buru? Kamu nggak kangen Mama? Sudah hampir dua tahun loh Dim kamu nggak pulang. Sekarang baru semalem di sini kamu udah mau ke Yogya lagi. Mama masih kangen sama kamu.” Gerutu Yashinta.“Bukan gitu, Ma. Dimas lupa kalau banyak tugas yang harus dikumpul hari Senin besok.” Dimas mencoba merayu Yashinta dengan memeluknya.“Alaahhh itu sih alasan kamu aja. Buktinya, kamu kemaren malah ke Bandung. Kalau Papa kamu nggak nyuruh anak buahnya bawa kamu ke sini, pasti kamu juga nggak inget pulang ke rumah kan?”“Nggak gitu Mamaku sayang. Beneran Dimas nggak sengaja ke Bandung. Kebetulan ada temen yang mau pulang ke Bandung, kebetulan juga Dimas kan udah lama banget nggak ke Bandung, sekali-sekali pengen juga lah maen ke sana sendiri.”“Temen apa temen? Katanya cewek. Mana ada kamu temenan sama cewek.” Rajuk Yashinta.“Beneran temen, Ma. Kemajuan

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   13. LARUT BERSAMA MALAM

    “Gimana rasanya jadi orang Bandung?” Tanya Dhira sambil menatap ke arah Janu.“Luar biasa. Bandung sangat menyenangkan. Semuanya jelas berbeda dengan tempat tinggal saya di Bengkulu.” Janu menjawab tanpa melihat ke mata Dhira. Bagaimana tidak, saat ini hatinya sedang jauh dari kata baik-baik saja. Biasanya Janu mencuri-curi kesempatan agar bisa melihat foto Dhira di ruang tamu Fauzi, kini sosok yang selalu memenuhi kerinduannya itu ada di depan mata Janu. Mata indah yang yang membuat Janu jatuh cinta pada pandangan pertama, malah sedang menatapnya lekat.Setelah hampir satu jam mengelilingi Kota Bandung, kini mereka memilih duduk di salah satu kursi yang ada di sudut Jalan Braga. Di langit, bintang begitu terang bersinar. Sementara di Jalan Braga lampu-lampu terlihat benderang berpijar. Dhira dan Janu duduk bersisian sambil memandang lalu lalang kendaraan yang tidak pernah berhenti sejak tadi.“Kamu asli dari Bengkulu ya?” Suara Dhira memecah kebisuan.“Nggak juga. Mama aslinya dari B

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   12 MAU JALAN SAMA SAYA?

    “Bapak sama Ibu nggak pulang?” Tanya Dhira kepada Kaiva. Dhira melirik jam dinding yang sudah tergantung di ruang tengah itu sejak dia masih SD.“Salah sendiri mau pulang nggak bilang-bilang.” Kaiva meleletkan lidah mengejek kakak perempuannya.Kaiva masih merasa dongkol karena Dhira pulang tanpa memberitahu dirinya. Padahal Kaiva sangat ingin sekali Dhira bisa membawakan bakpia asli Yogya yang sudah menjadi makanan kesukaan Kaiva sejak gigitan pertama. Saat itu Banyu yang sengaja membawakan bakpia itu untuk Kaiva. Sedangkan Dhira sama sekali tidak punya keinginan untuk membawakan oleh-oleh.Pertemuan mereka tadi sore sudah pasti membuat riuh rumah yang biasanya selalu sepi. Bi Asih memilih diam menjadi penonton yang baik. Sejak dulu Kaiva dan Dhira memang yang paling sering ribut dibandingkan yang lainnya. Bisa jadi hal ini dikarenakan jarak usia keduanya yang tidak terlalu jauh. Sedangkan dengan Langit dan Banyu, jarak mereka cukup lumayan jauh.“Kan emang Teteh tadinya nggak niat m

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   11. PEREMPUAN PENDAMPING DIMAS

    Jika Dhira sedang asyik berbincang dengan Janu, hal serupa tidak terjadi kepada Dimas. Di saat yang bersamaan pintu kamar hotel tempat Dimas menginap diketuk seseorang. Dimas masih setengah sadar karena baru saja tertidur. Otaknya tidak bisa mencerna siapa yang datang mengetuk pintu kamar dan ingin menemuinya. Bahkan Dimas masih merasa bahwa saat ini dia ada di kamar kostnya di Yogya.Dimas menyeret tubuhnya untuk membuka pintu dengan kesadaran yang masih belum ada setengahnya. “Si...a...pa...” Ucapan Dimas terhenti saat dia melihat kalau yang ada dibalik pintu itu adalah Roni. Anak buah sekaligus orang kepercayaan papanya yang memang ditempatkan di Bandung. Seketika mata Dimas membelalak karena tak percaya jika saat ini dia berhadapan dengan Roni.“Selamat siang, Mas Dimas. Maaf saya mengganggu. Ini perintah dari Tuan Cipta.” Roni sedikit membungkukan tubuhnya tanda menghormati Dimas. Untunglah Roni tidak menyebut Dimas sebagai Tuan Muda seperti anak buahnya yang lain.“Masuk.” Dim

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status