Share

10. PENGHUNI BARU

Penulis: Mada Elliana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Neng... Neng Dhira... Bangun Neng, ini dzuhurnya udah mau habis. Neng... Neng... Neng Dhira...” Bi Asih terus saja mengetuk pintu kamar Dhira. Sudah lewat dari jam dua siang dan Dhira belum terlihat bangun. Sudah menjadi kebiasaan Bi Asih sejak anak-anak masih kecil selalu mengingatkan kalau sudah waktunya sholat.

“Iya, Bi iyaaaaa Dhira bangun.” Dhira menjawab sambil bangun dari tidurnya. Dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya terkumpul Dhira membuka pintu kamar dan berlalu begitu saja melewati Bi Asih. Dhira menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu sedangkan Bi Asih melanjutkan pekerjaannya kembali di dapur. Sejenak Bi Asih sempat memperhatikan Dhira dengan mata berkaca-kaca. Bi Asih tidak pernah menyangka bayi mungil yang dulu selalu digendongnya kini sudah menjelma menjadi gadis manis yang sungguh luar biasa.

Selesai sholat di musholla kecil yang terletak di salah satu sudut rumah itu, Dhira beranjak ke dapur. Perutnya kini benar-benar sudah sangat lapar. Andai tadi Bi Asih
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   11. PEREMPUAN PENDAMPING DIMAS

    Jika Dhira sedang asyik berbincang dengan Janu, hal serupa tidak terjadi kepada Dimas. Di saat yang bersamaan pintu kamar hotel tempat Dimas menginap diketuk seseorang. Dimas masih setengah sadar karena baru saja tertidur. Otaknya tidak bisa mencerna siapa yang datang mengetuk pintu kamar dan ingin menemuinya. Bahkan Dimas masih merasa bahwa saat ini dia ada di kamar kostnya di Yogya.Dimas menyeret tubuhnya untuk membuka pintu dengan kesadaran yang masih belum ada setengahnya. “Si...a...pa...” Ucapan Dimas terhenti saat dia melihat kalau yang ada dibalik pintu itu adalah Roni. Anak buah sekaligus orang kepercayaan papanya yang memang ditempatkan di Bandung. Seketika mata Dimas membelalak karena tak percaya jika saat ini dia berhadapan dengan Roni.“Selamat siang, Mas Dimas. Maaf saya mengganggu. Ini perintah dari Tuan Cipta.” Roni sedikit membungkukan tubuhnya tanda menghormati Dimas. Untunglah Roni tidak menyebut Dimas sebagai Tuan Muda seperti anak buahnya yang lain.“Masuk.” Dim

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   12 MAU JALAN SAMA SAYA?

    “Bapak sama Ibu nggak pulang?” Tanya Dhira kepada Kaiva. Dhira melirik jam dinding yang sudah tergantung di ruang tengah itu sejak dia masih SD.“Salah sendiri mau pulang nggak bilang-bilang.” Kaiva meleletkan lidah mengejek kakak perempuannya.Kaiva masih merasa dongkol karena Dhira pulang tanpa memberitahu dirinya. Padahal Kaiva sangat ingin sekali Dhira bisa membawakan bakpia asli Yogya yang sudah menjadi makanan kesukaan Kaiva sejak gigitan pertama. Saat itu Banyu yang sengaja membawakan bakpia itu untuk Kaiva. Sedangkan Dhira sama sekali tidak punya keinginan untuk membawakan oleh-oleh.Pertemuan mereka tadi sore sudah pasti membuat riuh rumah yang biasanya selalu sepi. Bi Asih memilih diam menjadi penonton yang baik. Sejak dulu Kaiva dan Dhira memang yang paling sering ribut dibandingkan yang lainnya. Bisa jadi hal ini dikarenakan jarak usia keduanya yang tidak terlalu jauh. Sedangkan dengan Langit dan Banyu, jarak mereka cukup lumayan jauh.“Kan emang Teteh tadinya nggak niat m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   13. LARUT BERSAMA MALAM

    “Gimana rasanya jadi orang Bandung?” Tanya Dhira sambil menatap ke arah Janu.“Luar biasa. Bandung sangat menyenangkan. Semuanya jelas berbeda dengan tempat tinggal saya di Bengkulu.” Janu menjawab tanpa melihat ke mata Dhira. Bagaimana tidak, saat ini hatinya sedang jauh dari kata baik-baik saja. Biasanya Janu mencuri-curi kesempatan agar bisa melihat foto Dhira di ruang tamu Fauzi, kini sosok yang selalu memenuhi kerinduannya itu ada di depan mata Janu. Mata indah yang yang membuat Janu jatuh cinta pada pandangan pertama, malah sedang menatapnya lekat.Setelah hampir satu jam mengelilingi Kota Bandung, kini mereka memilih duduk di salah satu kursi yang ada di sudut Jalan Braga. Di langit, bintang begitu terang bersinar. Sementara di Jalan Braga lampu-lampu terlihat benderang berpijar. Dhira dan Janu duduk bersisian sambil memandang lalu lalang kendaraan yang tidak pernah berhenti sejak tadi.“Kamu asli dari Bengkulu ya?” Suara Dhira memecah kebisuan.“Nggak juga. Mama aslinya dari B

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   14. RESAH DI SINI GELISAH DI SANA

    “Kamu mau ke mana Dim?” Tanya Yashinta saat melihat anak sulungnya itu sudah berpakaian rapi.“Pulang ke Yogya, Ma.” Dimas menjawab singkat.“Kok buru-buru? Kamu nggak kangen Mama? Sudah hampir dua tahun loh Dim kamu nggak pulang. Sekarang baru semalem di sini kamu udah mau ke Yogya lagi. Mama masih kangen sama kamu.” Gerutu Yashinta.“Bukan gitu, Ma. Dimas lupa kalau banyak tugas yang harus dikumpul hari Senin besok.” Dimas mencoba merayu Yashinta dengan memeluknya.“Alaahhh itu sih alasan kamu aja. Buktinya, kamu kemaren malah ke Bandung. Kalau Papa kamu nggak nyuruh anak buahnya bawa kamu ke sini, pasti kamu juga nggak inget pulang ke rumah kan?”“Nggak gitu Mamaku sayang. Beneran Dimas nggak sengaja ke Bandung. Kebetulan ada temen yang mau pulang ke Bandung, kebetulan juga Dimas kan udah lama banget nggak ke Bandung, sekali-sekali pengen juga lah maen ke sana sendiri.”“Temen apa temen? Katanya cewek. Mana ada kamu temenan sama cewek.” Rajuk Yashinta.“Beneran temen, Ma. Kemajuan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   15. APAKAH INI CINTA?

    Setelah menutup paksa obrolannya dengan Dimas, Dhira merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar. Perlahan dia menelusuri hatinya. Perasaan apa yang kini ada untuk Dimas.“Dhir... kamu di dalam kan? Bunda masuk ya?”Anita bertanya sambil mendorong pelan pintu kamar Dhira. Tidak dikunci.“Kebiasaan deh ini anak, pintu kamar nggak pernah dikunci. Jangan-jangan kamu di Yogya juga suka lupa mengunci pintu kamar kamu ya? Bahaya loh Dhir. Gimana kalau ada orang iseng yang masuk kamar kamu. Duh ngebayanginnya aja Bunda mah udah ngeri. Kamu jangan bikin khawatir Bunda kamu ini dong.” Ucap Anita panjang lebar sambil melangkahkan kaki mendekati Dhira yang masih terbaring di atas kasurnya.“Heh, kamu denger omongan Bunda nggak?” Lanjut Anita.“Iya, Bundaku sayang. Dhira denger. Lagian di sini ngapain Dhira kunci kamar segala. Kalau Bunda mau masuk kan repot, Dhir kudu bangun bukain kunci.” Dhira memeluk erat Anita. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Dhira memang mendapat keun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   16. BUKAN PEREMPUAN BIASA

    “Tumben banget udah mau ke Yogya lagi.” Komentar Kaiva melirik Dhira. Saat ini Dhira dan keluarganya plus Janu sedang menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bi Asih. Sejak dulu, Anita sudah menetapkan kalau Sabtu Minggu itu wajib sarapan di rumah.Saat anak-anak masih sekolah, Anita bisa mengatur mereka untuk sarapan setiap hari. Namun ketika si sulung dan anak keduanya sudah kuliah, sarapan setiap hari menjadi sesuatu yang sulit direalisasikan. Langit dan Banyu kuliah di luar kota. Kaiva yang sejak kecil susah sekali bangun pagi, lebih sering melewatkan sarapan karena sudah terlambat untuk sekolah. Bagaimana tidak terlambat, setelah shalat Subuh, Kaiva lebih memilih untuk tidur lagi daripada bersiap sekolah.Ketika Langit kembali ke Bandung, Anita dengan tegas menyuruh sulungnya itu datang sarapan di Sabtu Minggu. Alhasil setiap Jumat sore Langit memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada harus repot di hari Sabtu berangkat pagi-pagi.“Males aja kalo mepet-mepet. Emangnya kamu. Ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   17. KITA JALANI DULU

    Menjelang dinihari saat kereta memasuki Stasiun Tugu. Sejak berangkat, ponsel Dhira nyaris tidak berhenti mendapatkan pesan dari Dimas. Entahlah, sejak obrolannya tempo hari Dhira merasa Dimas sedikit lebih protektif. Meski tidak Dhira pungkiri kalau sebelumnya juga perhatian Dimas selalu berlebihan untuk ukuran seorang sahabat. Apalagi saat ini, ketika lelaki itu sudah berterus terang tentang perasannya.Dimas sudah mewanti-wanti kalau dia yang akan menjemput Dhira. Tentu saja ucapan itu bukan izin melainkan hanya pemberitahuan. Jika setahun lalu Dimas yang bukan siapa-siapa saja sudah begitu antusias menjemput Dhira, bisa dibayangkan kondisinya sekarang ketika Dimas sudah setengah mengakui bahwa Dhira itu calon istrinya.Ups. Seketika Dhira merasa wajahnya sedikit menghangat. Ingatannya melayang ketika Dimas mengatakan calon istri. Benarkah Dimas sudah begitu yakin dengan perasaannya?“Hai.” Sapa Dimas sedikit kikuk ketika menghampiri Dhira yang sudah ada di pintu kedatangan.“Hei,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   18. LEBIH BAIK KITA AKHIRI

    Espresso yang tadi dipesannya sudah tandas. Dhira melirik ponselnya. Panggilan dari Dhimas sudah bertambah. Beberapa pesan juga terlihat memenuhi aplikasi yang sering Dhira gunakan. Tangan Dhira bergetar ketika memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Sudah terlalu lama dia menghabiskan waktu untuk melamun di sini. Sekarang atau nanti, dia dan Dimas harus tetap menghadapi kenyataan itu.“Halo, Dim...”Kamu di mana? “Di kafe seberang rumah sakit.”Oke. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.Benar saja, tak sampai setengah jam Dimas sudah datang. Langkah panjangnya segera menuju ke tempat istrinya itu duduk. Segera dipeluknya Dhira dengan hangat. Seolah mereka sudah tidak bertemu berhari-hari.“Ini apa-apaan sih. Malu diliatin orang.” Omel Dhira.“Emang kenapa? Kamu istriku. Kita nikah udah lima tahun, masa kamu masih aja malu kalau aku peluk di tempat umum.” Goda Dimas.“Ya tetep aja aku malu. Kamu lagi nggak sibuk? Kok bisa langsung ke sini?”“Urusan istriku jauh lebih penting dari ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   19. TETAPLAH DISISIKU

    Dhira benar-benar menjalankan rencananya untuk berpisah dari Dimas. Tanpa minta persetujuan dari Dimas lagi, Dhira mendaftarkan gugatan cerainya di Pengadilan Agama. Alasan yang dituliskan oleh Dhira adalah kekerasan dalam rumah tangga. Hanya itu satu-satunya alasan yang masuk akal dan bisa diterima dengan cepat. Kekerasan bukan sekedar fisik, tapi bisa juga psikis. Dhira menekankan bahwa kondisinya yang belum juga hamil menjadi pemicu utama kekerasan psikis yang dia terima dari pihak keluarga Dimas.Dimas juga sudah memeriksakan kondisi kesuburannya. Sesuai prediksi dokter, ternyata memang sperma Dimas yang kurang baik. Meski harapan untuk memiliki anak itu ada, tapi akan sangat sulit.Untuk meredam pemberitaan media yang selama ini selalu saja mengincar keluarga Mahendra, Dhira meminta bantuan temannya yang jadi pengacara supaya bisa membungkam mulut para pegawai di Pengadilan Agama. Sejak dulu, Dhira sangat tidak suka dengan publikasi dan berbagai pemberitaan. Meski dia tahu, sebag

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   18. LEBIH BAIK KITA AKHIRI

    Espresso yang tadi dipesannya sudah tandas. Dhira melirik ponselnya. Panggilan dari Dhimas sudah bertambah. Beberapa pesan juga terlihat memenuhi aplikasi yang sering Dhira gunakan. Tangan Dhira bergetar ketika memberanikan diri untuk menghubungi Dimas. Sudah terlalu lama dia menghabiskan waktu untuk melamun di sini. Sekarang atau nanti, dia dan Dimas harus tetap menghadapi kenyataan itu.“Halo, Dim...”Kamu di mana? “Di kafe seberang rumah sakit.”Oke. Tunggu di sana. Jangan kemana-mana.Benar saja, tak sampai setengah jam Dimas sudah datang. Langkah panjangnya segera menuju ke tempat istrinya itu duduk. Segera dipeluknya Dhira dengan hangat. Seolah mereka sudah tidak bertemu berhari-hari.“Ini apa-apaan sih. Malu diliatin orang.” Omel Dhira.“Emang kenapa? Kamu istriku. Kita nikah udah lima tahun, masa kamu masih aja malu kalau aku peluk di tempat umum.” Goda Dimas.“Ya tetep aja aku malu. Kamu lagi nggak sibuk? Kok bisa langsung ke sini?”“Urusan istriku jauh lebih penting dari ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   17. KITA JALANI DULU

    Menjelang dinihari saat kereta memasuki Stasiun Tugu. Sejak berangkat, ponsel Dhira nyaris tidak berhenti mendapatkan pesan dari Dimas. Entahlah, sejak obrolannya tempo hari Dhira merasa Dimas sedikit lebih protektif. Meski tidak Dhira pungkiri kalau sebelumnya juga perhatian Dimas selalu berlebihan untuk ukuran seorang sahabat. Apalagi saat ini, ketika lelaki itu sudah berterus terang tentang perasannya.Dimas sudah mewanti-wanti kalau dia yang akan menjemput Dhira. Tentu saja ucapan itu bukan izin melainkan hanya pemberitahuan. Jika setahun lalu Dimas yang bukan siapa-siapa saja sudah begitu antusias menjemput Dhira, bisa dibayangkan kondisinya sekarang ketika Dimas sudah setengah mengakui bahwa Dhira itu calon istrinya.Ups. Seketika Dhira merasa wajahnya sedikit menghangat. Ingatannya melayang ketika Dimas mengatakan calon istri. Benarkah Dimas sudah begitu yakin dengan perasaannya?“Hai.” Sapa Dimas sedikit kikuk ketika menghampiri Dhira yang sudah ada di pintu kedatangan.“Hei,

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   16. BUKAN PEREMPUAN BIASA

    “Tumben banget udah mau ke Yogya lagi.” Komentar Kaiva melirik Dhira. Saat ini Dhira dan keluarganya plus Janu sedang menikmati sarapan yang sudah disiapkan Bi Asih. Sejak dulu, Anita sudah menetapkan kalau Sabtu Minggu itu wajib sarapan di rumah.Saat anak-anak masih sekolah, Anita bisa mengatur mereka untuk sarapan setiap hari. Namun ketika si sulung dan anak keduanya sudah kuliah, sarapan setiap hari menjadi sesuatu yang sulit direalisasikan. Langit dan Banyu kuliah di luar kota. Kaiva yang sejak kecil susah sekali bangun pagi, lebih sering melewatkan sarapan karena sudah terlambat untuk sekolah. Bagaimana tidak terlambat, setelah shalat Subuh, Kaiva lebih memilih untuk tidur lagi daripada bersiap sekolah.Ketika Langit kembali ke Bandung, Anita dengan tegas menyuruh sulungnya itu datang sarapan di Sabtu Minggu. Alhasil setiap Jumat sore Langit memilih pulang ke rumah orangtuanya daripada harus repot di hari Sabtu berangkat pagi-pagi.“Males aja kalo mepet-mepet. Emangnya kamu. Ap

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   15. APAKAH INI CINTA?

    Setelah menutup paksa obrolannya dengan Dimas, Dhira merebahkan tubuhnya di kasur lalu menatap langit-langit kamar. Perlahan dia menelusuri hatinya. Perasaan apa yang kini ada untuk Dimas.“Dhir... kamu di dalam kan? Bunda masuk ya?”Anita bertanya sambil mendorong pelan pintu kamar Dhira. Tidak dikunci.“Kebiasaan deh ini anak, pintu kamar nggak pernah dikunci. Jangan-jangan kamu di Yogya juga suka lupa mengunci pintu kamar kamu ya? Bahaya loh Dhir. Gimana kalau ada orang iseng yang masuk kamar kamu. Duh ngebayanginnya aja Bunda mah udah ngeri. Kamu jangan bikin khawatir Bunda kamu ini dong.” Ucap Anita panjang lebar sambil melangkahkan kaki mendekati Dhira yang masih terbaring di atas kasurnya.“Heh, kamu denger omongan Bunda nggak?” Lanjut Anita.“Iya, Bundaku sayang. Dhira denger. Lagian di sini ngapain Dhira kunci kamar segala. Kalau Bunda mau masuk kan repot, Dhir kudu bangun bukain kunci.” Dhira memeluk erat Anita. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Dhira memang mendapat keun

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   14. RESAH DI SINI GELISAH DI SANA

    “Kamu mau ke mana Dim?” Tanya Yashinta saat melihat anak sulungnya itu sudah berpakaian rapi.“Pulang ke Yogya, Ma.” Dimas menjawab singkat.“Kok buru-buru? Kamu nggak kangen Mama? Sudah hampir dua tahun loh Dim kamu nggak pulang. Sekarang baru semalem di sini kamu udah mau ke Yogya lagi. Mama masih kangen sama kamu.” Gerutu Yashinta.“Bukan gitu, Ma. Dimas lupa kalau banyak tugas yang harus dikumpul hari Senin besok.” Dimas mencoba merayu Yashinta dengan memeluknya.“Alaahhh itu sih alasan kamu aja. Buktinya, kamu kemaren malah ke Bandung. Kalau Papa kamu nggak nyuruh anak buahnya bawa kamu ke sini, pasti kamu juga nggak inget pulang ke rumah kan?”“Nggak gitu Mamaku sayang. Beneran Dimas nggak sengaja ke Bandung. Kebetulan ada temen yang mau pulang ke Bandung, kebetulan juga Dimas kan udah lama banget nggak ke Bandung, sekali-sekali pengen juga lah maen ke sana sendiri.”“Temen apa temen? Katanya cewek. Mana ada kamu temenan sama cewek.” Rajuk Yashinta.“Beneran temen, Ma. Kemajuan

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   13. LARUT BERSAMA MALAM

    “Gimana rasanya jadi orang Bandung?” Tanya Dhira sambil menatap ke arah Janu.“Luar biasa. Bandung sangat menyenangkan. Semuanya jelas berbeda dengan tempat tinggal saya di Bengkulu.” Janu menjawab tanpa melihat ke mata Dhira. Bagaimana tidak, saat ini hatinya sedang jauh dari kata baik-baik saja. Biasanya Janu mencuri-curi kesempatan agar bisa melihat foto Dhira di ruang tamu Fauzi, kini sosok yang selalu memenuhi kerinduannya itu ada di depan mata Janu. Mata indah yang yang membuat Janu jatuh cinta pada pandangan pertama, malah sedang menatapnya lekat.Setelah hampir satu jam mengelilingi Kota Bandung, kini mereka memilih duduk di salah satu kursi yang ada di sudut Jalan Braga. Di langit, bintang begitu terang bersinar. Sementara di Jalan Braga lampu-lampu terlihat benderang berpijar. Dhira dan Janu duduk bersisian sambil memandang lalu lalang kendaraan yang tidak pernah berhenti sejak tadi.“Kamu asli dari Bengkulu ya?” Suara Dhira memecah kebisuan.“Nggak juga. Mama aslinya dari B

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   12 MAU JALAN SAMA SAYA?

    “Bapak sama Ibu nggak pulang?” Tanya Dhira kepada Kaiva. Dhira melirik jam dinding yang sudah tergantung di ruang tengah itu sejak dia masih SD.“Salah sendiri mau pulang nggak bilang-bilang.” Kaiva meleletkan lidah mengejek kakak perempuannya.Kaiva masih merasa dongkol karena Dhira pulang tanpa memberitahu dirinya. Padahal Kaiva sangat ingin sekali Dhira bisa membawakan bakpia asli Yogya yang sudah menjadi makanan kesukaan Kaiva sejak gigitan pertama. Saat itu Banyu yang sengaja membawakan bakpia itu untuk Kaiva. Sedangkan Dhira sama sekali tidak punya keinginan untuk membawakan oleh-oleh.Pertemuan mereka tadi sore sudah pasti membuat riuh rumah yang biasanya selalu sepi. Bi Asih memilih diam menjadi penonton yang baik. Sejak dulu Kaiva dan Dhira memang yang paling sering ribut dibandingkan yang lainnya. Bisa jadi hal ini dikarenakan jarak usia keduanya yang tidak terlalu jauh. Sedangkan dengan Langit dan Banyu, jarak mereka cukup lumayan jauh.“Kan emang Teteh tadinya nggak niat m

  • CINTA YANG TAK TERMILIKI   11. PEREMPUAN PENDAMPING DIMAS

    Jika Dhira sedang asyik berbincang dengan Janu, hal serupa tidak terjadi kepada Dimas. Di saat yang bersamaan pintu kamar hotel tempat Dimas menginap diketuk seseorang. Dimas masih setengah sadar karena baru saja tertidur. Otaknya tidak bisa mencerna siapa yang datang mengetuk pintu kamar dan ingin menemuinya. Bahkan Dimas masih merasa bahwa saat ini dia ada di kamar kostnya di Yogya.Dimas menyeret tubuhnya untuk membuka pintu dengan kesadaran yang masih belum ada setengahnya. “Si...a...pa...” Ucapan Dimas terhenti saat dia melihat kalau yang ada dibalik pintu itu adalah Roni. Anak buah sekaligus orang kepercayaan papanya yang memang ditempatkan di Bandung. Seketika mata Dimas membelalak karena tak percaya jika saat ini dia berhadapan dengan Roni.“Selamat siang, Mas Dimas. Maaf saya mengganggu. Ini perintah dari Tuan Cipta.” Roni sedikit membungkukan tubuhnya tanda menghormati Dimas. Untunglah Roni tidak menyebut Dimas sebagai Tuan Muda seperti anak buahnya yang lain.“Masuk.” Dim

DMCA.com Protection Status