Malam harinya…Thalita memainkan ujung rambutnya sembari menatap ke luar jendela kamar apartemennya. Tatapannya memang benar ke arah depan tapi saat ini fokusnya tak ada di sana. Pikiran Thalita tak tentu arah usai membaca pesan Baskara tadi sore di kantor. Pria itu mengatakan akan….Ah apa yang sebenarnya dipikirkan Baskara di dalam kepalanya? Entahlah…Nada dering ponselnya berbunyi. Thalita buru-buru melangkah mendekati benda pipih canggih miliknya di atas meja kecil di dekat tempat tidur. “Tante Jani? Tumben malam-malam begini menghubungi aku? Apa ada kaitannya sama Ibu, ya?” gumam Thalita dengan pikiran menerka-nerka. Thalita segera menekan tombol hijau miliknya, panggilan antara Tante dan keponakan pun tersambung. Wanita muda itu sengaja meletakkan ponselnya dalam mode loud speaker di atas meja.“Assalamualaikum, Thalita,” sapa hangat sang tante. Thalita tersenyum senang, sepertinya tantenya akan memberitahu dirinya informasi yang baik alih-alih hal yang membuatnya khawatir.
Kenapa yang ada di hadapannya saat ini adalah Junior? Kenapa bukan Baskara? Thalita merasa munafik sekarang. Bukankah seharusnya ia lega jika pria yang ada di hadapannya saat ini bukanlah Baskara. Tapi anehnya kenapa ia malah merasa kecewa? Junior kembali mengetuk pintu setelah menekan bel namun belum juga dibukakan oleh sang penghuni kamar. Thalita yang ada di dalam sana segera mempersiapkan diri agar dirinya bisa terlihat biasa-biasa saja di depan Junior. CeklekPintu terbuka lebar. Thalita mengulas senyum manis pada sang sahabat. “Maaf nunggu lama, oh ya ada apa kamu ke sini, Jun?” “Aku nggak dipersilakan masuk, nih? Kamu tega membiarkan seorang tamu tetap berdiri di depan pintu? Tega sekali kamu, Ta,” rajuk Junior menggoda si pemilik kamar. “Apaan sih, Jun. Ya sudah ayo masuk! Oh by the way, kamu sudah makan belum? Aku barusan masak, tapi cuma masak sop ayam, mau?” “Mau banget dong. Kebetulan aku belum makan. Habis dari lokasi pemotretan, aku langsung ke sini,” lapor Junior
Rico terlihat kebingungan ketika menenteng paperbag yang di dalamnya terisi beberapa harta karun milik Baskara sebelum memasuki mobil mewah tuannya. Baskara mengernyit heran. Ia pun segera meminta Rico untuk menyalakan mesin mobil agar secepatnya membawa dirinya ke apartemen Thalita. “Apa yang sedang kamu perhatikan, Rico? Kamu masih ingin bekerja denganku atau sudah bosan dan ingin mencari pekerjaan lain?”“Ah, begini Pak… bukan maksud saya seperti itu, Pak. Saya hanya merasa heran saja kenapa Bapak membeli barang-barang semacam ini? Saya masih tetap ingin bekerja dengan Bapak. Saya tidak memiliki keinginan untuk bekerja dengan orang lain, Pak,” aku Rico dengan nada yang sedikit terbata-bata.“Bagus kalau begitu. Lebih baik kamu segera mengantarku ke apartemen Thalita dan jangan banyak bertanya!” titah Baskara pada anak buah sekaligus kepercayaannya. ‘Ke apartemen Thalita? Ada urusan apa Pak Baskara semalam ini datang ke sana? Sebenarnya apa yang terjadi di antara mereka?’ Kerutan
“Kamu akan tahu hubungan seperti apa yang aku maksud!” tegas Baskara yang tanpa aba-aba langsung membopong tubuh Thalita ke atas ranjang.Pria itu bergerak mendominasi. Ia mencium Thalita tanpa perlawanan berarti dari wanita itu. Sekuat apa pun Thalita melawan, tak akan sanggup mengalahkan dirinya. Baskara yang diselimuti amarah segera melucuti pakaian Thalita walau wanita itu terus berusaha mendorong tubuhnya agar bergerak menjauh.“Kamu benar-benar membuatku marah, Sayang,” ucap Baskara ketika tubuh wanita itu tak lagi tertutup selembar kain pun.“Pak Baskara–” Tak ada gunanya melawan. Pria itu benar-benar menunjukkan kemarahannya pada Thalita yang telah ia anggap sebagai wanitanya.Baskara menjelajah ke setiap inci tubuh Thalita. Ia membuat Thalita yang awalnya menolak dan terus menolak kini mau tak mau memberinya celah untuk masuk ke dalam inti tubuhnya. “Aku tahu kamu juga menginginkanku, Thalita. Aku akan memuaskanmu,” bisik Baskara di daun telinga Thalita. Pria itu menekan s
Rico masih belum bisa mengatasi rasa heran yang menggelayut di dalam pikirannya. Sang bos mengajaknya check in di hotel hanya untuk…Mandi?Yang benar saja?! Apakah ada lelucon yang tak segaring ini? Akal sehatnya terus mempertanyakan. “Kalau kamu mau pesan makanan, pesan saja, nanti billnya masukkan ke dalam tagihanku,” kata Baskara yang secara tidak langsung mengembalikan kesadaran Rico ke dunia nyata. Rico tersentak kaget mendengar ucapan sang bos padanya sebelum mengambil jubah mandi dan menghilang ke dalam kamar mandi hotel yang dilengkapi fasilitas mewah. “Apa ini bedanya orang yang terlahir kaya dan orang miskin? Cuma mau mandi saja harus ke hotel. Kenapa nggak pulang ke rumah saja? Ck!” gumam Rico sembari geleng-geleng kepala. Nada dering Baskara yang ada di atas tempat tidur membuat fokus Rico terpecah. Ia menengok sekilas ke arah pintu kamar mandi dan ponsel tuannya secara silih berganti. “Nyonya Yola telepon, bagaimana ini? Haruskah aku memberitahu Pak Baskara kalau N
“Hei, ditanya kok malah melamun? Aku tuh lagi tanya sama kamu. Bukan meminta kamu melamun,” cecar Baskara ketika melihat sang bawahan belum menunjukkan tanda-tanda akan menjawab pertanyaan darinya. Baskara terlihat tak sabar. Ia masih menunggu jawaban sambil menajamkan indera penglihatannya ke arah Rico. “Saya juga bingung, Pak. Saya sekarang tidak memiliki pacar, bagaimana saya bisa tahu apa yang mereka inginkan? Tapi jujur, Pak, saya pernah melihat adegan romantis di film yang pernah saya tonton di bioskop sama mantan saya. Waktu itu saya melihat bahwa wanita yang baik dan tidak mata duitan seperti yang barusan Bapak katakan tidak akan meminta apa pun. Dia hanya ingin dicintai dengan tulus. Dengan semua sikap, tindakan dan bukti nyata. Bukan uang atau materi yang dia mau, tapi yang barusan saya katakan itu, Pak. Karena bagi wanita yang baik, cinta dan ketulusan nyata sudah menjadi bukti bahwa hubungan mereka memang pantas dijalani. Uang atau materi bisa dicari bersama-sama. Begitu
Bukannya langsung menjawab pertanyaan yang diajukan sang bos padanya, Rico malah terkekeh dengan santainya.“Kok kamu malah tertawa?” tanya Baskara heran. “Pertanyaan Bapak lucu soalnya. Maaf ya, Pak, saya nggak bisa menahan tawa.”“Letak lucunya di mana?” “Pertanyaan terakhir Pak Baskara tadi. ‘Jangan bilang kalau kamu menyukai Thalita?’ itu loh, Pak. Sekarang kalau dipikir-pikir pria mana di kantor yang tidak menyukai Thalita, Pak. Thalita adalah wanita yang sangat cantik, baik dan mudah beradaptasi dengan siapa pun. Tapi perasaan saya padanya hanya sebatas kagum, Pak. Mana mungkin saya berani memiliki perasaan lebih padanya? Saya sadar diri, Pak. Mana mungkin dia mau sama saya,” jelas Rico sembari tersenyum tipis.“Baguslah kalau kamu sadar,” timpal Baskara cepat. Ia memiringkan senyumnya lalu kembali ke kamar mandi.“Hah? Barusan Pak Baskara bilang apa? Sadar? Kenapa Pak Baskara bilang begitu? Aneh,” gumam Rico sambil mengelus bakal cambangnya begitu melihat sang atasan tak lagi
Baskara tak mau berdebat lagi. Tenaganya sudah terkuras habis di atas ranjang bersama Thalita. Dan ia tak akan menyesalinya. Sisa tenaga yang ia miliki tak akan mungkin disia-siakan.“Aku capek, Nek. Biarkan aku tidur sekarang,” keluh Baskara yang langsung disetujui sang kakek yang sedari tadi memilih diam.Teddy mengangguk sambil melambaikan tangan memberinya ijin untuk melenggang pergi dari hadapan mereka. Seruni yang menyaksikan hal itu hendak memprotes namun tak jadi ia lakukan karena kesadaran membawanya kembali ke dunia nyata. “Apakah dia masih marah padaku, Suamiku?” Seruni terdengar lemah dan memprihatinkan. “Semua sudah terjadi, Sayang. Biarkan mereka berdua memutuskan apa yang terbaik untuk ke depannya. Kita tidak perlu ikut campur. Baskara sudah dewasa dan bisa menentukan apa yang harus mereka berdua lakukan baik sekarang ataupun nanti. Sudah dua tahun mereka bersama, tapi kita tidak tahu apa yang sebenarnya mereka rasakan dalam pernikahan itu. Kalau mereka sudah tidak b
“Tentu saja bisa, Bu Jani. Saya mencintai Thalita dengan sepenuh hati. Sejak pertama bertemu dengannya, saya merasa nyaman dan ingin selalu bersama dengan dia. Padahal saya sadar saat ini saya masih terikat pernikahan dengan wanita lain. Tapi saya tidak bisa membohongi diri saya sendiri dan terus bertahan dengan wanita yang tidak saya cintai. Jika bukan Thalita, saya lebih memilih sendiri dan keputusan untuk menceraikan istri saya sudah bulat bukan karena adanya Thalita. Jika hal ini yang membuat Bu Jani merasa khawatir, saya akan menjelaskan segalanya sedari awal. Karena saya tidak mau bersama wanita lain, jika bukan Thalita orangnya.” Baskara menjawab lugas dan tegas. Baskara mengarahkan netra gelapnya ke arah Thalita berada. Wanita itu merasa canggung dengan situasi saat ini. “Oh seperti itu.” Jani menyahut singkat. “Pertanyaan kedua, semua orang pasti akan berpikiran buruk pada Thalita jika suatu hari kamu dan istrimu bercerai. Apa yang akan kamu lakukan jika semua orang mencemo
Semua mata tertuju pada kedua insan manusia yang tercipta begitu serasi. Thalita dan Baskara menghentikan ucapan mereka sejenak sebelum akhirnya sang penguasalah yang mengambil alih perseteruan. “Saya sudah menikah,” kata Baskara secara lantang yang membuat Jani membelalakkan matanya. Namun, belum sempat Tante dari sekretaris cantiknya angkat bicara guna menolak mentah-mentah dirinya, Baskara sudah melanjutkan kata-katanya. “Saya sudah dalam proses perpisahan dengan istri saya jauh sebelum saya mendapatkan hati Thalita. Perpisahan saya dan istri saya ini tidak ada kaitannya dengan Thalita. Thalita bukan perebut suami orang atau istilah jaman sekarang disebut dengan pelakor. Thalita adalah wanita yang baik dan saya cintai selama ini. Saya dan istri saya menikah bukan karena cinta. Dan saya tidak bisa melanjutkan pernikahan tersebut atas dasar keterpaksaan yang ujung-ujungnya hanya akan menyakiti perasaan satu sama lain. Maka dari itu saya memutuskan akan menikahi Thalita setelah saya
“E-eh maaf, Tante. Habisnya….” Thalita tak jadi melanjutkan kata-katanya. Ia melihat pemandangan tak terduga di sekelilingnya. Baskara masih menggenggam erat tangan Namira. Hal itu membuat Thalita bertanya-tanya dengan maksud Baskara melakukannya. ‘Apa yang sebenarnya Pak Baskara lakukan di tempat ini? Kenapa dia menggenggam tangan ibuku?’ Thalita menatap heran sekaligus mencoba mencari tahu dengan tujuan Baskara melakukan hal itu pada ibunya. Mencoba menyelami apa yang diperhatikan Thalita saat ini, Baskara pun melepaskan genggaman tangannya dari Namira. Ia tersenyum pada Namira lalu menatap penuh kerinduan pada Thalita. Senyuman tulus ia berikan pada wanita cantik yang telah ia renggut kehormatannya. Thalita salah tingkah. Wanita itu memalingkan wajahnya karena malu dan belum siap untuk menghadapi sikap Baskara yang tak terprediksi seperti barusan.“Thalita,” panggil Baskara yang membuat pandangan mereka segera bertemu.“Ada apa, Pak?” tanya Thalita refleks seperti di saat dirin
“Kalau kamu ingin tahu, datang saja ke sini!” ucap Baskara dengan santainya lalu mematikan panggilan tanpa menunggu tanggapan dari lawan bicaranya.Baskara tersenyum puas penuh akan hasrat kemenangan. Ia bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Tidak mungkin bagi Thalita untuk duduk diam dan tak melakukan apa pun usai diberitahu olehnya tentang keberadaannya di rumah masa kecil wanita itu.“Mohon maaf, Nak Baskara, sebenarnya ada apa ini, ya? Dalam rangka apa Nak Baskara datang ke sini membawa begitu banyak buah tangan? Dan barusan apa yang dikatakan Thalita? Apa dia akan menyusul ke sini?” cecar tanya Jani sebagai bibi dari wanita cantik yang amat disukai oleh pria matang di hadapannya.Baskara hanya tersenyum lalu menengok ke arah Rico sebelum akhirnya menatap kedua mata Namira, ibu kandung Thalita yang duduk di sebelah Jani. “Tujuan saya ke sini adalah… saya ingin mengungkapkan fakta bahwa saya adalah pacar Thalita. Hubungan kami sudah sangat serius. Jadi lebih tepatnya say
“Tidak dua-duanya, Pak!” ucap Rico mantap. Kegelisahan melanda. Rico benar-benar gelisah tak menentu. Hanya karena menawarkan bantuan, bagaimana ceritanya malah berakhir menjadi dua ancaman mengerikan semacam itu dari mulut sang bos?“Saya salah apa, Pak? Kenapa Bapak malah marah sama saya? Saya kan hanya menawarkan bantuan, Pak,” kejar Rico meminta penjelasan. Pria itu merasa harus menyelesaikan kesalahpahaman sebelum terjadi buru-buru lebih lanjut. “Tadi kamu bilang apa? Bunga tabur? Memangnya siapa yang mau ke kuburan? Hah?!” balas Baskara tak mau kalah dengan bawahannya.“Loh saya kira Bapak mau beli bunga karena mau ke makam. Kalau begitu saya yang salah, Pak. Tolong maafkan saya,” ucap Rico yang merasa bersalah dan tampak salah tingkah.“Ya memang kamu salah. Lagian siapa yang mau ke kuburan jam segini? Aku beli bunga itu mau ke dikasih ke seseorang. Yang pasti bukan untuk Nenek ataupun Yola. Apalagi ke kuburan jam-jam segini. Yang benar saja? Masa iya aku beli buah tangan seb
“Nggak ada maksud apa-apa, kalau kamu ingin tahu lebih jelasnya mendingan tanyakan saja langsung sama Nenekmu. Aku yakin kamu akan menemukan jawaban yang ingin kamu tahu langsung dari sumbernya. Sudah ah, aku mau pergi dulu. Ada banyak hal menyenangkan yang harus aku lakukan di luar. Lebih baik kamu menyingkir dari hadapanku. Sekarang!” usir Baskara pada Yola yang berada di ambang pintu seolah tak memberinya akses untuk segera keluar dari kamar. “Tapi Bas, aku harus ikut ke mana pun kamu pergi. Aku istri kamu, Bas,” ucap Yola terdengar memaksa. “Ikut aku? Ikut saja, tapi jangan kaget kalau besok akan ada pengacaraku yang mengurus perceraian kita. Ayo lakukan saja! Aku sudah nggak sabar untuk bisa bercerai darimu, wanita licik!” tantang Baskara dengan senyumnya yang sulit dijabarkan oleh lawan bicaranya.“Tapi Bas–”Baskara berlalu sembari melambaikan tangan. Pria itu berjalan santai tak peduli dengan ancaman Yola yang kekeuh ingin mengikutinya.Baskara menoleh ke belakang. Wanita it
‘Kalau aku tidak menguping apa yang kalian bicarakan, bagaimana aku bisa mencegah Baskara mengatakan sesuatu tentang David pada Nenek? Aku tidak akan pernah tinggal diam. Baskara tidak boleh memberitahu Nenek tentang David yang masih hidup. Aku harus melakukan sesuatu sekarang juga,’ batin Yola.Yola melangkah masuk dengan derai air mata yang membuat Seruni merasa iba. “Yola—” Seruni bangkit dari tempat duduknya karena tiba-tiba Yola berlari ke arahnya dan memeluknya. “Ada apa, Yola? Kenapa kamu menangis? Apa kamu mendengar semua yang kami bicarakan?” lanjutnya dengan ekspresi tak enak hati.“Aku mendengar semuanya, Nek. Aku—” Yola tak mampu berkata-kata. Ia berusaha menunjukkan betapa lemah dirinya saat ini terutama di depan Seruni. Hanya Seruni yang selalu ada di pihaknya dan menjadi garda depan untuknya di setiap waktu. “Yola—” Seruni menjeda ucapannya ketika melihat sang cucu hanya menyeringai sinis seolah tak memiliki empati sedikit pun pada Yola yang sedang berada dalam peluka
“Nenek sengaja menungguku di sini?” tanya Baskara basa-basi dengan seringai licik di wajahnya.“Jangan mengalihkan topik pembicaraan, Nenek ingin membicarakan sesuatu denganmu saat ini juga. Ayo kita bicarakan di ruang keluarga!” Seruni terdengar tak biasa. Wanita tua itu merasa harus menyelipkan kata-kata paksaan pada cucu kesayangannya.Baskara pura-pura mengendus bau badannya di balik jas mahal yang dikenakannya. “Tapi aku belum mandi, Nek. Nanti Nenek pasti merasa kesal kalau mencium bau yang tidak sedap di ruang keluarga saat kita sedang membahas banyak hal,” tolak halus Baskara guna menunda obrolan di antara mereka. Seruni hanya sendiri, tak ditemani Teddy. Baskara menoleh ke kanan dan ke kiri mencoba mencari keberadaan sang kakek. Tapi tetap saja hasilnya nihil. “Kita harus bicara sekarang juga. Nenek tidak menerima alasan apa pun. Lagipula Kakekmu juga tidak ada di rumah sekarang. Jadi tidak perlu menunggu kakekmu dan berpikir bisa mencari alasan lain.” Seruni menyambar leng
“Bercerai? Nggak! Aku nggak mau, Bas! Aku lebih rela memilih menunggu hatimu luluh untukku daripada bercerai darimu. Jangan mimpi kamu, Bas! Kita akan bercerai kalau akulah orang yang meminta kita untuk bercerai. Bukan kamu. Setidaknya ini adalah konsekuensi untukku karena menunggu selama dua tahun ini diabaikan olehmu. Aku percaya hatimu pasti akan kembali seperti dulu. Akan ada aku di dalam hatimu dan aku yakin hari itu akan datang cepat atau lambat.” Yola berucap lantang walau air mata terus mengiringi ucapannya.Baskara menyeringai masam. Ia mendengar ucapan Yola dengan ekspresi sinis. “Baskara, aku serius. Aku akan terus menunggu hatimu bersedia menerimaku kembali. Aku hanya mencintaimu, Baskara. Sejak aku tahu ‘David’ kabur dan mengalami kecelakaan, aku sadar bahwa dia bukan pria yang tepat untukku. Dia hanya memanfaatkan aku. Pria yang baik untukku adalah kamu. Cuma kamu. Aku yang salah karena pernah berselingkuh dengan pria seperti dia. Aku menyesal pernah menduakanmu hanya k