Share

Bab 4

Penulis: Ayu Kristin
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-08 12:28:49

Cekrek!

 

Terdengar seseorang membuka knop pintu. Namun rasanya aku malas sekali untuk bangun dan melihatnya. Aku masih ingin bermalas malasan di kasurku yg empuk menyaksikan acara komedian laki laki berambut merah yang sedari tadi mengocok perutku.

 

"Desi, ih kamu ini!" sergah Riri dengan wajah kesal sambil menenteng banyak kantong kresek di tangannya menghampiriku.

 

"Apa sih Ri, Aku masih sibuk nonton TV nih," balasku tanpa menoleh sedikitpun pada Riri.

 

"Bantuin dong ih!" protes Riri. 

 

"Iya, iya Ih!" Aku segera mengerjap bangun dan mengambil sebagian kantong yang ada di tangan riri dan meletakannya di atas meja makan.

 

"Lagian kamu belanja banyak banget sih Ri. Kan nyusahin diri kamu sendiri." Aku kembali menjauhkan tubuhku pada sofa yang berada di depan televisi.

 

"Heh, ini tu mumpung Des, mumpung lelaki tua itu banyak duitnya. Kan dia baru aja dapat proyek baru." Riri tertawa kegirangan, dasar matre. 

 

"Iya, mumpung di belanjainkan?" aku memonyongkan bibirku sedikit ke depan melihat pada Riri yang menarik kedua sudut bibirnya tersenyum lebar 

 

"Iya Des, kamu tau aja. Ini tuh rejeki anak sholeha, Desi," timpal Riri.

 

 

"Hahah ... bukan anak sholeha Ri, tapi jablai Sholeha." Aku tertawa terpingkal pingkal puas meledeki Riri.

 

"Yah, ngak apa-apa lah Des. Siapa juga yang mau seperti ini, mungkin ini sudah takdir kita." Riri pun tertawa terkekeh tak kalah hebohnya denganku  

 

"Eh itu kresek yang warna ijo pesenan spesialmu, aku kasih gratis, nggak usah bayar." Riri tertawa menujuk pada sebuah kantong kresek berwarna hijau.

 

"Dasar kamu!" aku mengerutu dan mengambil sebungkus nasi uduk dari dalam kresek yang berada di atas meja makan.

 

"Des kamu tau nggak, lelaki tua itu ngajakin aku nikah tau," ucap Riri  yang sedang menikmati sebatang rokok Marlboro mild di sampingku.

 

"Terus Lo mau gitu?" Aku yang masih sibuk mengunyah nasi uduk melirik pada Riri yang memasang wajah berpikir. 

 

"Ya, maulah Des. Lagi pula aku juga sudah capek Des kerja seperti ini terus," balas Riri sekilas melihat ke arahku.

 

"Emang kamu di madu. Bukankah si Broto itu sudah memiliki istri dan anak?" Aku menyudahi makanku. Akhirnya kenyang juga makan sebungkus nasi uduk terenak di kota Cilegon.

 

"Ya, ngak apa-apa sih Des. Yang penting kan dinafkahi," tukas riri mengepulkan asap rokoknya membentuk bulatan kecil yang mengudara.

 

"Yang namanya jablay semakin tua pasti semakin ngak laku Des. Apalagi sekarang anak masih ingusan aja udah pada jual diri ." Riri menjeda ucapannya dengan wajah getir.

 

"Aku juga rindu anakku Des, mamakku sekarang sudah sering sakit-sakitan. Aku pengen merawatnya di kampung. Aku sudah lelah bekerja seperti ini. Tidak mungkin juga selamanyakan aku jual diri. Aku pengen kaya orang-orang punya kekuarga yang harmonis, punya suami, dan keluarga," suara riri mendadak terdengar begitu berat. Seperinya ia sedang menahan embun yang sedari tadi menutupi pandangannya.

 

Aku memeluk tubuh mungil Riri agar ia bisa menumpahkan segala kegundahan dalam hatinya. Kubiarkan wanita itu terisak dalam pelukanku.

 

"Sepertinnya memang benar apa yang Riri katakan. Tidak mungkin seumur hidupku akan begini. Tapi lelaki mana yang mau menikah dengan wanita kotor sepertiku ini," batinku semakin mengembara jauh.

 

"Bodoh!" rutukku berdecak kesal pada pikiran sendiri.

 

Terlihat pandangan Riri jauh menerawang jauh. Sepertinya ia sedang memikirkan nasib yang akan ia jalani. Wanita keturunan sunda yang usianya terpaut jauh dariku ini memang sudah memiliki anak. Setauku kini anaknya sudah berusia 8 tahun. Dulu Riri dijodohkan oleh orang tuanya. Namun tabiat suaminya yang buruk membuat ia memutuskan untuk berpisah. Hingga akhir ia terjun menjadi seorang wanita pemuas nafsu karena tuntutan kehidupa. Meskipun begitu ia tidak pernah menceritakan hal yang sebenarnya kepada keluarganya nya. Yang meraka tau Riri di kota bekerja sebagai seorangpelayan restoran 

 

*****

 

Aku masih berdiri di depan pagar tinggi di hadapanku. Aku mengenakan celana jeans berwarna biru dan kaos street berwarna putih. Kuikat kuda rambut panjangku yang menjuntai.

 

Rasanya aku malas sekali masuk ke dalam pondok pesantren ini.  Keedarkan pandanganku ke sekeliling, netraku terus mencari gadis berkulit sawo matang pemilik rok dan kerudung biru laut yang pernah dipinjamankannya padaku. Namun tidak ada satu pun santri yang keluar atau masuk dari pintu pagar di mana kini aku berdiri di depannya.

 

Kulangkahkan high heelsku melewati halaman hijau yang lapang setalah mengumpulkan keberanianku. Rumput jepang yang tertanam rapi dan bunga-bunga yang menghiasi sepanjang jalan setapak yang kulalui sungguh indah dan membuat hati damai.

 

Kuedarkan pandanganku ke sekeliling. Beberapa gadis dengan kerudung yang hampir senada membuatku sedikit kesusahan untuk menemukan Salma.

 

"Itu dia!" gumanku saat melihat gadis itu sedang bersama kawan kawannya di depan pelataran teras sebuah kelas.

 

"Hay ... Hay!" Aku melambaikan tanganku pada Salma, namun seperti Salma sama sekali tidak mendengarku.

 

"Is, kenapa tidak dengar sih!" gerutuku kesal. padahal aku sudah berteriak sekeras mungkin agar Salma mendengar suaraku.

 

"Cari siapa Mbak?" 

 

Seseorang menepuk pundakku. Aku begitu terkejut, hampir saja jantungku mau copot dari tempatnya.

 

Aku membalikan tubuhku untuk memastikan siapa yang menepuk pundakku tadi. Takut jika bukan manusia. Ya Tuhan, pikiran apalagi ini .

 

Aku kembali tercekat. Lututku terasa lemas, saat melihat seorang lelaki dengan bulu halus di wajahnya. Bibirnya yang tipis dan hidungnya yang mancung. Sungguh aku sedang menikmati ciptaan Tuhan yang paling Indah yang belum pernah aku temukan sebelumnya.

 

"Mbak!" panggil lelaki itu menyeretku kembali dari lamunan. Segera aku menyadarkan diriku dan membuang rasa kagum yang membuatku seperti orang bodoh.

 

"Oh, itu aku sedang mencari ..," ucapku terbata bata. Sepertinya sulit sekali mengembalikan kesadaran diriku. Sialan. 

 

"Cari aku Gus!" celetuk seseorang yang membuatku terkejut, ia muncul dari belakang punggungku.

 

"Oh, ustadzah Salma!" Lelaki yang dipanggil Gus itu menggangguk lembut. Kemudian pergi meninggalkanku yang masih termenung karena pesonanya saat Salma tiba di hadapanku.

 

"Ada apa Mbak?" tanya Salma menatapku dengan tatapan aneh.

 

"Mau balikin baju kamu nih!" Aku menyodorkan sekantong plastik yang berisi baju Salma yang telah Ia pinjamkan kepadaku. Namun sorot mataku masih memperhatikan kepergian lelaki yang membuatku terpesona.

 

"Mbak, bilang terimakasih dong!" cetus Salma ketus membuatku segera menoleh ke arah wanita itu.

 

" Oh iya Mbak Salma, terimakasih!" Aku menimpalinya. 

 

"Mbak saya bilangin ya, jangan coba-coba dekati Gus Al, karena dia adalah target saya," ucap Salma sembari membuka matanya lebar padaku. 

 

Aku hanya diam dan mengabaikan ucapan Salma yang tidak begitu penting bagiku. Lagi pula buat apa dekat dengan lelaki sombong. Meskipun wajahnya benar-benar mengalihkan duniaku.

 

"Duh ... Apa sih Desi!" 

 

 

****

 

Bersambung ....

 

 

 

 

Bab terkait

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 5

    Aku masih duduk di tepi danau. Menikmati pemandangan beberapa orang yang sedang menghabiskan waktunya di danau ini. Terdengar tawa mereka berderai derai. Ada yang sibuk memancing, sibuk bermain dengan anak-anak mereka atau sekedar memadu kasih."Hay, Desi!" sapa seseorang yang membuatku terkejut. Aku memcoba melihat ke sekeliling. Tapi tidak siapapun yang berada di sekitarku."Apakah aku salah dengar?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri."Tidak kok, aku di sini!" Seseorang berdiri tepat di belakang punggungku ."Kenapa lelaki itu?" batinku semakin riuh ramai saat melihat kehadiran lelaki tampan itu. Perlahan ia berjalan mendekatiku, lalu menjatuhkan tubuhnya tidak jauh dari tempatku berada. Membuatku semakin gugup saja."Desi!" panggil Gus Al meluluhkan hatiku yang se

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 6

    Ini hari pertamaku berada di pondok pesantren lelaki yang mengajaku ta'aruf. Aku masih sibuk membantu wanita paruh baya bertubuh tambun.Orangnya cukup ramah dan juga baik. Aku hanya membantu memasukan nasi ke dalam piring piring yang sudah disediakan untuk para santri yang akan sarapan pagi ini. Dari subuh buta Bik Nah sudah membangunkanku. Padahal waktu subuh adalah waktu yang paling enak untuk tidur, tapi sudahlah hidup tidak melulu begitu."Neng itu tolong piring piringnya ditata di meja sana! Biar anak-anak tidak berebut nantinya," ucap Bik Nah menujuk deratan meja panjang yang berjajar di hadapanku.Segera aku memindahkan piring piring yang sudah di isi nasi tadi ke atas meja seperti yang Bik Nah perintahkan.Segerombolan anak-anak santri menyerbu kemudian duduk rapi di kursi yang telah disediakan. Aku pun segera berjalan menuju balik meja tinggi pembatas dapur, cukup agar aku tidak terlihat siapa

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-11
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 7

    Aku masih duduk di pinggir kolam ikan yang terletak di belakang pondok pesantren. Kolam yang berbentuk persegi panjang dengan jumlah 6 petak dan dikelilingi oleh pohon mangga. Aku duduk di atas amben (ranjang yang terbuat dari bambu) yang terletak di bawah pohon mangga menghadap langsung ke arah kolam. Berkali kali kumelempar kerikil kecil ke dalam kolam sehingga menimbulkan riak riak kecil. Aku berharap kekesalan dalam hatiku akan segera menghilang. Karena ucapan Bik Nah yang terang-terangan melarangku mendekati Gus Al terus terngiang di telingaku. Aku tahu maksud Bik Nah baik, hanya saja hatiku seolah tak ingin berdamai.Kulemparkan batu yang lebih besar agar menimbulkan riak atau bahkan ombak yang mampu melegakan kegundahanku. Padahal aku tau itu tidak mungkin. Sorot kemuning senja hampir menghilang seolah malam yang gelap akan segera menenggelamkanku dalam kehancuran.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-12
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 8

    Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu kamarku berkaki-kali. Aku masih meringkuk, membenamkan wajahku pada bantal bersarung hijau. Rasanya aku begitu kesal dengan lelaki yang kini tengah menghuni hatiku, begitu bodohnya aku yang terpesona dengan keluguan dan kesholehannya. Namun ternyata dia adalah seorang penipu yang ulung.TokTok! Tok!Gedoran pintu itu masih berlanjut, segera aku beranjak dari pembaringan dengan kesal menuju ke arah pintu.Cekreekkk!Aku membuka pintu kamarku. Pria dengan punggung bidang itu telah berdiri di depan pintu, menatap ke arah kantin yang terletak membelakangi kamarku. Memang kamarku terletak dekat dengan kantin, maklum kali ini aku sudah mirip sekali seperti babu, sial."Apa!" ucapku ketus kepada pria yang kini membalikan tubuhnya setelah mendengar bunyi derit pintu kamar yang terbuka."Kok sahutnya ketus gitu!"

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-13
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 9

    Aku memang suka mengajak anak santri di pondok pesantren Abah berjalan jalan keliling kompleks setiap sore hari. Selain untuk menyegarkan pikiran para santri, agar mereka juga mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar pondok pesantren. Entah kenapa ketika aku melewati sebuah jalan di gang sebelah pondok pesantren diriku ingin sekali berhenti, bukan karena hantu atau apapun yang pasti karena ada sosok wanita yang begitu cantik, yang menarik perhatianku.Sebenarnya bukan karena kecantikannya melainkan lebih dari kebaikannya. Aku sering melihat wanita bertubuh semampai itu memberikan uang atau makan kecil untuk para adik adik santri yang melintasi pagar kontrakannya. Dia pun tidak ragu menolong siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Aku kagum pada wanita yang masih belum aku ketahui namanya itu. Entahlah, sepertinya rasa di dalam hatiku ini lebih dari rasa kagum belaka. Terkadang hati kita yang belum baik saja masih suka merendahkan orang lai

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-15
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 10

    Akad nikah itu diucapkan dengan lantang dan lancar oleh pria yang mengenakan kemeja putih berbalut jas senada. Di sambut sorak Sorai para tamu undangan dengan ucapan "Syah". Tapi aksara itu sama sekali tidak keluar dari bibirku. Kulihat pengantin wanita dengan hijab syar'i berwarna putih itu terlihat berseri-seri. Diraihnya tangan Gus Al dan kemudahan mencium punggung tangan pria kekar itu. Tidak lupa Gus Al pun menjatuhkan ciuman di pucuk kencing Wanita itu hingga wajahnya bersemu merah menahan malu. Abah dan umi yang mendampingi pun terlihat terharu mereka saling berpandangan dan tersenyum. begitu juga dengan pria yang duduk di sebelah Puspa pasti itu ayah dari pengantin wanitanya. Berkali-kali pria itu mengusap lembut sudut netranya yang basah.Sementara aku hanya mampu duduk di antara barisan para tamu undangan. Menatap pria yang menjanjikan manisnya pernikahan padaku namun itu hanyalah ceritanya belaka. Ternyata dia justru meni

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-16
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 11

    POV DESINamaku Desi Anggraini, orang-orang mengenalku dengan panggilan Desi. Aku adalah wanita keturunan Jawa. Ibuku asli orang Purwodadi dan ayah kandung asli Pacitan. Namun, ketika aku berusia empat tahun ayah kandungku meninggal dunia. Kata ibu, ayah meninggal karena serangan jantung. Semenjak itu beban kehidupan bertumpu di pundak ibuku. Beban ekonomi yang semakin mencekik membuat ibu memutuskan untuk merantau di Jakarta.Hampir tiga tahun ibu berjualan di warung kelontong yang buka selama 24 jam. Jangan bayangkan keadaan kami yang hanya tinggal di trotoar jalanan ibukota. Sudah pasti hal itu sangat memprihatikan. Hingga suatu ketika ibu kenal dengan seorang pria bertubuh tegap dangan kulit hitam legam yang membuatnya jatuh cinta.Saat itu aku masih duduk di bangku sekolah dasar dan aku harus menerima keputusan ibu untuk menikah dengan ayah baruku. Awalnya pria yang bernama Joko itu sangat lembut padaku. Bahkan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 12

    POV DESI 2Aku tak hanya singgah di satu tempat hiburan saja. Banyak tempat hiburan yang paling ramai sekali pun telah aku jajaki di kota Jakarta. Hingga diriku sampai di kota Cilegon dan mengenal mami Dian dan Riri sahabat karipku itu. Dan di DINASTI inilah aku merasa nyaman menjalani lakonku sebagai seorang wanita malam. Perindustrian yang maju pesat membuat dunia hiburan di kota kecil ujung pulau Jawa itu pun memiliki omset lebih besar daripada kota lainnya.Bercinta dengan banyak pria membuatku semakin babal dan nyaman menjalani peranku tanpa harus mencintai. Namun, tak selamanya menjadi wanita malam itu selalu menyenangkan terkadang banyak juga dari kami yang tumbang karena penyakit seksual yang mematikan. Terkadang kami juga harus berebut pelanggan dengan anak kesayangan sang mucikari. Ah, Dunia malam tak selalu indah seperti yang mereka bayangkan.Indahnya polesan dan senyum yang mengembang di wajahku itu hany

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-22

Bab terbaru

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Ekstra Part

    Enam tahun kemudianMeskipun masih berusia tujuh tahun. Tapi kemampuan Ais menjadi hafiz Alquran tidak perlu diragukan lagi. Gadis kecil itu pernah menjuarai lomba Hafiz tingkat nasional dan mendapatkan juara satu."Ais, jangan lupa beroda ya!" tuturku seraya mengusap kerudung yang Ais kenakan."Iya Bude," sahutnya dengan nada semangat.Tangan Ais menggapai-gapai ke arahku yang duduk di sampingnya."Ais mau apa?" tanyaku menyetuh tangan Ais."Aku ingin memegang perut Bude!" sahutnya.Aku tersenyum lebar pada Ais, lalu mengarahkan tangan kecilnya menyentuh perutku yang sudah membesar."Adek, doakan Kakak Ais ya!" ucap gadis kecil yang mengenakan kerudung berwarna merah muda itu.Aku tersenyum kecil, megusap perutku yang membesar. Kemungkinan beberapa hari lagi aku akan segera melahirkan.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 89

    Prank!Ponsel yang menempel pada telinga Bilal tiba-tiba terjatuh. Begitu juga dengan tongkat yang menyangga tubuh Bilal. Lelaki itu terhuyun jatuh bersandar dari pada dinding tembok dan terisak."Bilal!" Uma berhambur menghampiri Bilal. Begitu juga dengan aku dan Dejah. Serta beberapa orang yang sedang membantu di rumah untuk mempersiapkan pesta pertunangan adik bungsuku, Dejah."Bilal, ada apa?" Uma panik melihat keringat dingin bercucuran dari tubuh Bilal yang menangis."Abang, ada apa Bang!" Dejah yang berada di samping kanan Bilal pun terlihat panik."Mang sholeh, tolong ambilkan minum! Kalian mundur berikan udara untuk Bilal," ucapku pada beberapa orang yang mengerumuni Bilal.Beberapa saat kemudian mang Soleh menyodorkan segelas air putih kepadaku dan aku segera memberikannya kepada Bilal."Minum dulu Bilal!" ucapku membantu Bilal untuk meneguk air

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 88

    Aku berdiri di samping ranjang Bang Arsya. Menjatuhkan tatapan lekat pada lelaki bertubuh kurus yang terbaring lemas di atas ranjang. Sementara Yuma, terus saja terisak melihat' kondisi Bang Arsya yang semakin kritis."Kata Dokter, Bang Arsya masih terpengaruh dengan obat bius. Bersabarlah dulu, nanti setelah efek dari obat bius itu habis pasti Bang Arsya akan siuman," dustaku menenangkan Yuma. Aku tidak ingin Yuma semakin menyiksa dirinya jika mengetahui keadaan Bang Arsya yang sesungguhnya.Wanita dengan gamis lusuh berwarna kecoklatan itu mengangguk lembut seraya mengusap pipinya yang basah."Makanlah dulu, pasti Ais juga lapar," ucapku mengingat Yuma pada balita yang masih menggantungkan air susunya."Tapi Bang Arsya!" Yuma menjatuhkan tatapan ragu padaku. Rasa sayang pada Bang Arsya tergambar jelas pada wajah Yuma."Tenang saja! Biar aku yang menjaga Bang Arsya," sahutku tersenyum pad

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 87

    Keadaan Bilal masih sama seperti dulu. Seumur hidupnya ia akan menjadi seorang lelaki yang lumpuh. Tapi sedikitpun Bilal tidak pernah mengeluhkan keadaannya. Lelaki yang menjadi tongkat estafet pondok harus berganti padaku. Kini akulah yang meneruskan dakwah keluar kota setiap kali ada undangan yang datang."Kak!" Bilal yang berjalan menghampiriku menuju teras rumah."Apa Bilal!" sahutku masih berfokus pada layar ponsel. Mengecek jadwal undangan yang sudah masuk."Sepertinya kakak harus menghentikan dakwah kakak!" tutur Bilal dengan suara parau.Seketika aku mengalihkan tatapanku pada lelaki yang duduk pada bangku di sampingku."Kakak butuh seorang pendamping. Kakak adalah wanita, dan sebaik-baiknya wanita adalah berada di dalam rumah," imbuh Bilal terdengar seperti sedang menasehatiku.Aku meletakkan ponsel di atas meja yang membelah antara aku dan Bilal. "Bilal, ini buka

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 86

    "Yuma!" Bang Arsya tercekat melihat kehadiran wanita berbadan dua yang berjalan menuju ke arah meja kami.Yuma menjatuhkan tubuh duduk pada bangku. Wajahnya terus saja menunduk tidak berani menatap kepadaku ataupun Bang Arsya."Maksud kamu apalagi, Mariyah?" Rahang Bang Arsya mengertak menatap tajam kepadaku.Aku membisu dengan membalas tatapan datar pada Bang Arsya. "Beberapa waktu lalu vonis mengejutkan datang dari Bilal. Dokter Iman mengatakan bahwa Bilal mengalami kelainan genetik. Dimana Bilal di katakan mandul seumur hidup.""Apa?" Bang Arsya mengerang menekan meja dengan kedua tangannya. Menatap padaku dan juga Arsya dengan tatapan tajam."Jangan gila kamu, Mariyah?" desis Bang Arsya bangkit dengan wajah merah menyala."Gila bagaimana, Bang?" sergahku mendongak dengan rahang menggertak."Apakah kamu saat ini sedang menuduhku?" kelakar Bang Arsya. Ur

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 85

    Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kafe tempatku berada. Pesan yang sudah kukirimkan pada Bang Arsya masih saja bercentang satu. Apakah Bang Arsya membohongiku lagi. Aku mendengus berat, aku harap ini hanyalah rasa kekhawatiranku saja.Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua mataku. Aku terkejut untuk sesaat. Aroma maskulin yang bergitu akrab dengan indera penciumanku membuatku tidak kesulitan untuk menebak siapa yang berada di belakang punggungku."Abang!" ucapku."Mariyah!" Bang Arsya melepaskan tangan yang menutupi kedua mataku. "Kok kamu tahu kalau itu, Abang!" serunya memutar tubuh bejalan menuju bangku yang berada di samping kiriku. Senyuman merekah pada kedua sudut bibir Bang Arsya.Meja kafe yang berbetuk persegi memiliki empat bangku pada setiap mejanya. Dengan beberapa lampu yang menggantung di setiap atas meja. Jika malam, kafe ini akan terlihat semakin indah dengan beberapa lampu hias yang lainy

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 84

    "Baiklah jika Kakak sudah siap untuk mendengarkan!" Ucapan Bilal terdengar bagitu aneh sekali. Membuat jantungku semakin berdebar karena penasaran."Lelaki yang sudah menghamili Yuma adalah suami Kak Mariyah, Bang Arsya!""Apa?" Aku tercekat, jantungku seperti copot dari tempurungnya. Tubuhku bergetar hebat dan lidahku pun terasa kelu. Hal ini sungguh sangat sulit untuk dipercaya.Aku kira perselingkuhan Bang Arsya dengan wanita asing itu sudah cukup mengguncang diriku. Kini sebuah fakta baru yang lebih buruk dari apa yang terlintas dalam benakku membuat aku semakin hancur.***"Bagaimana pengacara Ruhut, semua pelimpahan berkas atas nama saya sudah selesai kan?" tanyaku pada pengacara yang sudah membantuku untuk melimpahkan berkas perusahaan atas namaku. Karena, meskipun berkas-berkas itu ada di tanganku. Tapi berkas-berkas itu atas nama Bang Arsya, sesuai pemilik pertama.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 83

    "Untuk mendapatkan surga bagi seorang wanita itu menurutku sangat mudah. Hanya perlu taat pada suami, menjaga harta dan kehormatannya saat suami tidak ada, lalu melaksanakan salat lima waktu dan puasa." Aku melirik kepada Yuma yang mulai gelisah dengan nasehatku."Tapi pada kenyataannya masih banyak wanita yang gugur menjalankan hal ini." imbuhku tersenyum sinis, mungkin lebih menertawai diriku sendiri."Maaf Bang, mungkin aku belum bisa melakukan yang seperti Abang mau," tutur Yuma terdengar sendu."Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Yuma. Aku sudah menimbang semuanya. Aku sudah menjalankan salat istikharah agar aku tidak salah dalam melangkah dan aku sudah memutuskan semuanya dengan matang dan terbaik," ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.Yuma menaikkan kedua alisnya menatap kepadaku. "Keputusan tentang apa, Bang!" tanya Yuma dengan sorot mata penasaran."Maaf jika beberapa wa

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 82

    POV BILAL"Bapak sudah bisa pindah dari kursi roda! Tapi Bapak harus tetap berhati-hati ya jika menggunakan tongkat ini!" tutur suster Hani kepadaku dengan ramah.Aku mengangguk lembut. Wanita yang mengenakan seragam putih itu membantuku kembali duduk di tepi ranjang.Semenjak kejadian itu, aku kehilangan banyak hal. Aku harus kehilangan satu kakiku yang mendadak lumpuh, sebuah kenyataan bahwa aku mandul, dan kenyataan yang lebih pahit adalah bahwa wanita yang sangat aku sayangi ternyata sudah berkhianat kepada aku. Allah seperti membuka mataku, bahwa hanya pada Allah lah sebaik-baiknya tempat bergantung, bukan manusia."Baik suster Hani. Percayalah padaku, pasti aku akan sangat berhati-hati sekali," tuturku membalas ucapan suster Hani dengan senyuman."Kita tinggal menunggu kabar dari Dokter Iman. Jika beliau sudah mengizinkan Bapak Bilal pulang. Kemungkinan besok Bapak sudah diperbolehka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status