Share

Bab 2

Author: Ayu Kristin
last update Last Updated: 2021-08-07 19:18:55

    Gus Al masih memandangi wanita yang berjalan terseok-seok di ujung jalan. Di bawah temaram lampu yang remang remang hingga yang terlihat hanyalah bayangan wanita itu. Subuh memang sebentar lagi. Masih terdengar suara qiro' seorang santriwati yang merdu dari dalam masjid, yang menandakan bahwa sebentar lagi akan memasuki waktu subuh.

 

Dua orang bertubuh besar menghampiri wanita di ujung gang. Mencoba untuk mengodanya. Wanita berpostur tubuh tinggi ramping itu terlihat beberapa kali menepis tangan dari laki laki bertubuh besar yang hendak menyentuh area sensitifnya. Gus Al masih belum beranjak dari sembari masjid, tapi tangan lelaki itu terlihat sudah mulai mengepal siap untuk menghajar dua preman yang terus menggoda gadis di bawah temaram lampu jalan.

 

"Jangan!" teriak wanita itu memukul kepala plontos lelaki yang hendak menciumnya dengan tas. Suaranya nyaring terdengar hingga ke tempat Gus Al berada. 

 

"Ngak bisa dibiarkan!" guman Gus Al bergegas bangkit mempercepat langkah kakinya menuju ke tempat wanita itu berada.

 

Tubuh wanita itu kini telah terhuyun di tanah. Lelaki berkepala plontos itu hendak membuka hotpan yang wanita itu kenakan. Namun belum sempat ia melakukannya sebuah tinjauan mendarat mulus tepat mengenai pada bagian pipinya. 

 

Bruggghhhh......

 

Lelaki berkepala plontos itu tersungkur di  atas tanah dengan wajah meringis. Sesekali ia menyeka sudut bibirnya yang berdarah-darah.

 

"Heh, siapa kamu ikut campur urusan kita?" teriak lelaki berambut ikal terlihat kesal pada Gus Al yang mencampuri urusan mereka.

 

"Mau jadi jagoan, lo?" Lelaki botak itu beranjak bangun menjatuhkan tatapan tajam pada Gus Al.

 

"Jangan membuat kotor tempat ini!" ucap Gus Al sinis.

 

"Hahah ... sejak kapan kamu sibuk ngurusin jablay, pak ustaz?" Kedua lelaki itu menertawakan Gus Al.

 

Bogem mentah seketika mendarat pada hidung mancung Gus Al. Gus Al kini jatuh tersungkur di samping wanita yang tengah pulas tertidur karena mabuk. Gus Al berajak bangun, sesekali ia menyeka darah segar yang mengucur dari hidungnya.

 

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Gus Al seraya mendaratkan tinju kepada lelaki yang sedang setengah sadar karena mabuk itu.

 

Bough ... bough ... bough ... 

 

Kedua lelaki besar itu babak belur dihajar oleh Gus Al. Mereka tersungkur ke tanah tak beraturan. Tidak sekalipun mereka bisa membalas pukulan pendekar Banten itu. Gus Al membuat kedua preman itu lari kalang kabut.

 

"Rasakan kamu!" Sebuah senyuman mengembangkan dari bibir Gus Al melihat pada kepergian kedua preman itu.

 

Gus Al menghampiri wanita yang sedari tadi masih tersungkur di tanah. Beberapa kali Gus Al menepuk lembut pada pipi wanita itu. Namun sepertinya waktu itu sedang mabuk berat. Aroma alkohol menyeruak dari tubuh wanita yang tegulai tak sadarkan diri di depan Gus Al.

 

"Sepertinya aku tidak mungkin menurut dia bangun," gerutu Gus Al. Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk menggendong wanita asing itu.

 

"Neng, Neng Salma!" teriak Gus Al dari luar Masjid.

 

Sosok wanita angun berkulit sawo matang muncul dari dalam masjid. Wajahnya terlihat terkejut saat melihat Gus Al menggendong seorang wanita.

 

"Astaghfirullah Gus, siapa itu?" Salma tercekat. Satu tangannya membungkam mulutnya yang mengangga.

 

"Mari kita tolong dulu Neng ,kita bawa ke pondok santriwati. Kasian tadi dia di keroyok sama preman," sahut Gus Al dengan wajah panik.

 

"Baik Gus !" Salma berjalan tergesa gesah menuju pondok santriwati yang diikuti Gus Al di belakang  punggungnya.

 

Gus Al membaringkan wanita itu pada ranjang berukuran sedang. Sepertinya wanita itu tertidur begitu pulas sekali. 

 

"Gus, nemu wanita ini di mana?" tanya Salma yang sibuk menutupi paha mulus wanita yang mengenakan hotpan itu.

 

"Di ujung gang Neng, seperti nya dia mabuk berat. Kasian kalau sampai tidur di jalan bisa jadi tontonan warga," jelas Gus Al sekilas melihat pada wanita berada di pembaringan kemudian melihat kepada Desi.

 

"Baiklah Gus, lah itu hidung Gus kenapa" Salma menunjuk hidung Gus Al yang mengeluarkan darah segar ,wajah Salma terlihat sangat khawatir.

 

"Ngak apa-apa Neng ,nanti biar di obatin sama Uma aja," balas Gus Al mengusap darah yang keluar dari hidungnya. "Nitip dia ya Neng!" Gus al meninggalkan Salma yang masih mematung di buatnya. 

 

*****

 

POV DESI 

 

     Aku masih terduduk di bawah lampu kerlap Kerlip. Cahayanya yang berwarna warni adalah duniaku. Kuteguk lagi segelas minuman di hadapanku. Kugoyangkan kepalaku ke kiri dan kanan sesuai ritme musik remix yang sedang di putar. Sesekali kuhisap rokok Marlboro mild lebih dalam lagi hingga terasa masuk ke dalam rongga paru-paru. Kuhembuskan asap berbentu O dari bibir tipisku. Ehm ... inilah hidup indah yang sebenarnya.

 

"Des kemana Riri ?" Mami Dian duduk tepat di sebelahku.

 

"Riri, dia udah chek in duluan Mam," ucapaku menaikan nada suaraku agar Mami dia dapat mendengar suaraku.

 

"Kamu sendiri gimana?" Wanita paruh baya itu memandangku.

 

"Aku, sepertinya hari ini aku free Mam,"  jawabku asal. Karena memang hari ini aku sedang free. Mr Jung orang korea yang suka mengajakku jalan kemarin sedang pulang kampung halamannya.

 

"Bagaiman kalau kamu sama orang itu aja Des?" Ucap Mami Dian dengan menunjuk kepada lelaki yang sedang duduk di sudut ruangan.

 

 

"Siapa itu Mam, bayarannya gimana?" tanyaku pada Mami Dian. 

 

"Gampang Des aman Pokoknya." Mami Dian menyunggingkan senyuman 

 

"Oke Mom, boking sekarang deh!" Aku mengambil tas kecilku dan berjalan menuju lelaki laki bertubuh kurus yang sedari tadi memperhatikanku dengan tatapan nakal.

 

*******

 

    Sepanjang perjalanan lelaki itu bertanya banyak hal padaku. Hal-hal yang sangat membosankan. Namun demi uang aku harus menjadi orang yang mengasyikkan tentunya.

 

"Mau cek in di hotel mana, Om?" tanyaku sesekali menyesap rokok yang tinggal setengah di jariku.

 

"Hahaha .... kagak usah di hotel lah di mobil kan bisa." Lelaki itu meraih punggung tanganku dengan tatapan mesra.

 

"Hahh!" Aku membelalakan kedua mataku.

 

"Iniorang emang kagak punya duit atau gimana sih. Kalau kagak punya duit ngapain ngajak chek in jablai," gerutuku dalam hati.

 

Sssrrrrrrtt......

 

Laki laki itu memberhentikan mobilnya tepat di antara pepohonan yang rimbun. Aku mencoba melihat ke luar jendela, sepanjang mata memandang hanya pohon dan pohon yang nampak. Sesekali mobil lain masih melewati jalan itu. Namun bisa dihitung jari. Apalagi kini waktu sudah hampir dini hari, bisa kupastikan tidak akan ada kendaraan yang melintas di jalan gelap ini.

 

"Kok di sini Om?" tanyaku heran bercampur takut.

 

"Kita nggak ngapa ngapain kok cantik. Di sini kamu cuma menemani aku minum saja." Lelaki itu mengambil beberapa botol alkohol dari jok belakang mobilnya. 

 

"Is, kepalaku sudah terasa cukup pening lagi, karena tadi aku sudah cukup banyak minum," gerutuku dalam hati.

 

"Ambilah!" Lelaki itu menyodorkan sebotol minuman padaku. 

 

"Tapi kamu harus menghabiskannya," ucap lelaki itu penuh penekanan.

 

"Buset, ini orang gila kali ya," gumanku dalam hati.

 

Demi uang maka aku teguk minuman itu hingga habis. Kini pandanganku sudah mulai kabur. Bahkan untuk berdiri saja aku sudah sempoyongan. Sialan kenapa harus seperti ini di saat begini. Namun aku masih bisa sedikit menguasai diriku  meksipun kepala ini serasa berputar-putar.

 

Lelaki itu melepas ikat pinggangnya, sekerjap saja ia mencambukku bak sapi pembajak sawah. Aku mengerang kesakitan.  Aku teringat cerita Riri ketika ia mendapatkan tamu yang memiliki kelainan dalam berhubungan. Ia harus melukai dahulu sebelum bercinta.

 

Aku segera mancari knop pintu mobil, berkali lelaki itu menjambak rambutku hingga ikat ramputku pun terlepas dan rambut panjangku pun berderai. Ia terus menghujani tubuhku dengan siksaan tidak perduli sekalipun aku terus memohon ampun dan menangis.

 

"Haha ... rasakan ini jalang! Rasakan ini!" Suara berat lelaki itu terdengar jelas di gendang telingaku. 

 

Ya Tuhan, mana ini knop pintunya. Tanyaku masih terus meraba dengan menahan rasa sakitnya di cambuk oleh lelaki biadab itu. 

 

Cekret!

 

Yes, aku berhasil membuka pintu. Kutendang sekuat mungkin tubuh kurus lelaki yang berada di atas tubuhku, dan segera aku berlari tungang lalang keluar dari mobilnya. Aku terus berlari menembus gelapnya malam dan kejamnya hutan yang mengeluarkan suara suara aneh itu. Aku masih melihat bayangan lelaki kurus itu terus mengejarku di bawah penyinaran lampu jalan yang tak sebegitu terang. Rasanya aku sudah tak sanggup lagi berlari, tubuh ini seakan ingin rubuh dan menyerah tapi aku tidak boleh mati naas seperti ini.

 

"Jangan kabur kamu!" Langkah lelaki itu begitu cepet sekali hampir saja aku tertangkap olehnya.

 

"Tuhan tolong aku sekali ini aja!" pintaku dalam hati. Aku terus membaca mantra itu sepanjang kuayunkan kakiku dengan sempoyongan.

 

Sebuah sinar lampu mobil membuat silau pandanganku. Akhirnya aku sedikit lega melihat ada mobil yang melitas di jalan ini. Setidaknya aku bisa meminta pertolongan, pikirku.

 

Aku melambaikan tangan ku berkali kali ,mobil berwarna biru laut itu berhenti seketika .

 

"Pak buka pintunya pak, buruan! Tolong saya Pak!" Aku mengetuk kaca mobil supir itu dengan perasaan panik.

 

Seketika supir itupun membukan pintunya untukku, seoalah ia tau bahwa aku sedang dalam bahaya.

 

"Jalan Pak buruan, cepat!" ucapku tergesa gesah dengan wajah takut. 

 

Tanpa menjawab supir itu menginjak gas dan mobil taksi itu melaju dengan cepat. Aku menarik nafas panjang dan mendengus keras. Aku sedikit lega, aku kira aku akan mati malam ini .

 

Aku masih melihat lelaki kurus itu di sebrang jalan dengan mulut terus berkomat kamit melihat taksi yang aku tumpangi melaju di sampingnya. Mungkin orang itu sedang mengumpatiku atau entah lah, yang pasti aku tidak bisa mendengarnya dan yang aku rasakan saat ini adalah kepalaku terasa sangat pusing sekali. Nafasku mengebu bagaikan kuda pacu. Jantungku berdegup kencang seolah jatuh dari tempurungnya.

 

"Mau kemana Neng?" tanya supir taksi itu menatapku dari kaca spion mobil.

 

"Turun di gang Sadewa Cilegon aja, Pak." Aku menyandarkan kepalaku pada bangku mobil dan perlahan memejamkan kedua mataku.

 

"Baik neng!" Supir taksi itu mengangguk lembut. 

 

      Hampir subuh buta aku turun dari taksi. Aku sengaja tidak meminta supir taksi itu berhenti di depan kontrakanku karena gang menuju kontrakan begitu sempit sehingga susah untuk dilewati mobil. 

     

Aku masih berjalan sempoyongan, ingin sekali aku segera sampai di kamarku dan membenamkan tubuhku yang penuh luka memar akibat cambukan lelaki sialan itu pada kasur kesayanganku. Namun apalah dayaku dua lelaki yang sedang mabuk itu justru menghampiriku, mencoba untuk mengodaku.

 

"Hallo cantik, main sama Abang yuk!" ucap lelaki plontos itu sambil menyentuh daguku. 

 

"Apa sih!" Aku menepis kasar tangan lelaki itu. 

 

"Ayolah, temenin Abang neng. Nanti Abang kasih neng uang," ucap lelaki berambut ikal itu mendayu. 

 

"Jangan macam macam!" Aku memukul kepala plontos itu dengan tas jinjingku karena ia hendak menyentuh buah dadaku.

 

Kemudian ia mendorongku kasar hingga pelipisku menyentuh tembok yang keras dan setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi padaku.

 

 

Bersambung ...

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 3

    Kepalaku masih terasa sangat berat. Rasa kantuk ini menyergaku terus menerus. Aku mencoba membuka kedua mataku yang masih terasa lengket. Tetapi yang ada alam bawah sadar masih menari nari dalam pikiranku."Argh ... Sial!" decihku memegangi kepalaku yang terasa nyut nyutan. Sepertinya semalam aku terlalu banyak minum alkohol hingga membuatku seperti ini."Sudah bangun Mbak?" Suara seseorang berkata padaku memaksaku untuk tersadar.Aku mencoba membuka mataku perlahan. Sepertinya suara itu bukan suara Riri yang sedang membangunkanku. Suara ini begitu lembut sekali. Tidak seperti suara sahabatku yang bagaikan kaleng rombeng.Netraku melihat' bayangan perempuan sedang duduk di sampingku sambil meletakkan secangkir teh pada nakas. Benar saja ternyata dia bukan Riri. Gadis di depanku ini sepertinya lebih tua dariku melihat dandanannya yang begitu

    Last Updated : 2021-08-08
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 4

    Cekrek!Terdengar seseorang membuka knop pintu. Namun rasanya aku malas sekali untuk bangun dan melihatnya. Aku masih ingin bermalas malasan di kasurku yg empuk menyaksikan acara komedian laki laki berambut merah yang sedari tadi mengocok perutku."Desi, ih kamu ini!" sergah Riri dengan wajah kesal sambil menenteng banyak kantong kresek di tangannya menghampiriku."Apa sih Ri, Aku masih sibuk nonton TV nih," balasku tanpa menoleh sedikitpun pada Riri."Bantuin dong ih!" protes Riri."Iya, iya Ih!" Aku segera mengerjap bangun dan mengambil sebagian kantong yang ada di tangan riri dan meletakannya di atas meja makan."Lagian kamu belanja banyak banget sih Ri. Kan nyusahin diri kamu sendiri." Aku kembali menjauhkan tubuhku pada sofa yang berada di depan televisi."Heh, ini tu mu

    Last Updated : 2021-08-08
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 5

    Aku masih duduk di tepi danau. Menikmati pemandangan beberapa orang yang sedang menghabiskan waktunya di danau ini. Terdengar tawa mereka berderai derai. Ada yang sibuk memancing, sibuk bermain dengan anak-anak mereka atau sekedar memadu kasih."Hay, Desi!" sapa seseorang yang membuatku terkejut. Aku memcoba melihat ke sekeliling. Tapi tidak siapapun yang berada di sekitarku."Apakah aku salah dengar?" Aku bermonolog dengan diriku sendiri."Tidak kok, aku di sini!" Seseorang berdiri tepat di belakang punggungku ."Kenapa lelaki itu?" batinku semakin riuh ramai saat melihat kehadiran lelaki tampan itu. Perlahan ia berjalan mendekatiku, lalu menjatuhkan tubuhnya tidak jauh dari tempatku berada. Membuatku semakin gugup saja."Desi!" panggil Gus Al meluluhkan hatiku yang se

    Last Updated : 2021-08-09
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 6

    Ini hari pertamaku berada di pondok pesantren lelaki yang mengajaku ta'aruf. Aku masih sibuk membantu wanita paruh baya bertubuh tambun.Orangnya cukup ramah dan juga baik. Aku hanya membantu memasukan nasi ke dalam piring piring yang sudah disediakan untuk para santri yang akan sarapan pagi ini. Dari subuh buta Bik Nah sudah membangunkanku. Padahal waktu subuh adalah waktu yang paling enak untuk tidur, tapi sudahlah hidup tidak melulu begitu."Neng itu tolong piring piringnya ditata di meja sana! Biar anak-anak tidak berebut nantinya," ucap Bik Nah menujuk deratan meja panjang yang berjajar di hadapanku.Segera aku memindahkan piring piring yang sudah di isi nasi tadi ke atas meja seperti yang Bik Nah perintahkan.Segerombolan anak-anak santri menyerbu kemudian duduk rapi di kursi yang telah disediakan. Aku pun segera berjalan menuju balik meja tinggi pembatas dapur, cukup agar aku tidak terlihat siapa

    Last Updated : 2021-08-11
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 7

    Aku masih duduk di pinggir kolam ikan yang terletak di belakang pondok pesantren. Kolam yang berbentuk persegi panjang dengan jumlah 6 petak dan dikelilingi oleh pohon mangga. Aku duduk di atas amben (ranjang yang terbuat dari bambu) yang terletak di bawah pohon mangga menghadap langsung ke arah kolam. Berkali kali kumelempar kerikil kecil ke dalam kolam sehingga menimbulkan riak riak kecil. Aku berharap kekesalan dalam hatiku akan segera menghilang. Karena ucapan Bik Nah yang terang-terangan melarangku mendekati Gus Al terus terngiang di telingaku. Aku tahu maksud Bik Nah baik, hanya saja hatiku seolah tak ingin berdamai.Kulemparkan batu yang lebih besar agar menimbulkan riak atau bahkan ombak yang mampu melegakan kegundahanku. Padahal aku tau itu tidak mungkin. Sorot kemuning senja hampir menghilang seolah malam yang gelap akan segera menenggelamkanku dalam kehancuran.

    Last Updated : 2021-08-12
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 8

    Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu kamarku berkaki-kali. Aku masih meringkuk, membenamkan wajahku pada bantal bersarung hijau. Rasanya aku begitu kesal dengan lelaki yang kini tengah menghuni hatiku, begitu bodohnya aku yang terpesona dengan keluguan dan kesholehannya. Namun ternyata dia adalah seorang penipu yang ulung.TokTok! Tok!Gedoran pintu itu masih berlanjut, segera aku beranjak dari pembaringan dengan kesal menuju ke arah pintu.Cekreekkk!Aku membuka pintu kamarku. Pria dengan punggung bidang itu telah berdiri di depan pintu, menatap ke arah kantin yang terletak membelakangi kamarku. Memang kamarku terletak dekat dengan kantin, maklum kali ini aku sudah mirip sekali seperti babu, sial."Apa!" ucapku ketus kepada pria yang kini membalikan tubuhnya setelah mendengar bunyi derit pintu kamar yang terbuka."Kok sahutnya ketus gitu!"

    Last Updated : 2021-08-13
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 9

    Aku memang suka mengajak anak santri di pondok pesantren Abah berjalan jalan keliling kompleks setiap sore hari. Selain untuk menyegarkan pikiran para santri, agar mereka juga mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar pondok pesantren. Entah kenapa ketika aku melewati sebuah jalan di gang sebelah pondok pesantren diriku ingin sekali berhenti, bukan karena hantu atau apapun yang pasti karena ada sosok wanita yang begitu cantik, yang menarik perhatianku.Sebenarnya bukan karena kecantikannya melainkan lebih dari kebaikannya. Aku sering melihat wanita bertubuh semampai itu memberikan uang atau makan kecil untuk para adik adik santri yang melintasi pagar kontrakannya. Dia pun tidak ragu menolong siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Aku kagum pada wanita yang masih belum aku ketahui namanya itu. Entahlah, sepertinya rasa di dalam hatiku ini lebih dari rasa kagum belaka. Terkadang hati kita yang belum baik saja masih suka merendahkan orang lai

    Last Updated : 2021-08-15
  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 10

    Akad nikah itu diucapkan dengan lantang dan lancar oleh pria yang mengenakan kemeja putih berbalut jas senada. Di sambut sorak Sorai para tamu undangan dengan ucapan "Syah". Tapi aksara itu sama sekali tidak keluar dari bibirku. Kulihat pengantin wanita dengan hijab syar'i berwarna putih itu terlihat berseri-seri. Diraihnya tangan Gus Al dan kemudahan mencium punggung tangan pria kekar itu. Tidak lupa Gus Al pun menjatuhkan ciuman di pucuk kencing Wanita itu hingga wajahnya bersemu merah menahan malu. Abah dan umi yang mendampingi pun terlihat terharu mereka saling berpandangan dan tersenyum. begitu juga dengan pria yang duduk di sebelah Puspa pasti itu ayah dari pengantin wanitanya. Berkali-kali pria itu mengusap lembut sudut netranya yang basah.Sementara aku hanya mampu duduk di antara barisan para tamu undangan. Menatap pria yang menjanjikan manisnya pernikahan padaku namun itu hanyalah ceritanya belaka. Ternyata dia justru meni

    Last Updated : 2021-08-16

Latest chapter

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Ekstra Part

    Enam tahun kemudianMeskipun masih berusia tujuh tahun. Tapi kemampuan Ais menjadi hafiz Alquran tidak perlu diragukan lagi. Gadis kecil itu pernah menjuarai lomba Hafiz tingkat nasional dan mendapatkan juara satu."Ais, jangan lupa beroda ya!" tuturku seraya mengusap kerudung yang Ais kenakan."Iya Bude," sahutnya dengan nada semangat.Tangan Ais menggapai-gapai ke arahku yang duduk di sampingnya."Ais mau apa?" tanyaku menyetuh tangan Ais."Aku ingin memegang perut Bude!" sahutnya.Aku tersenyum lebar pada Ais, lalu mengarahkan tangan kecilnya menyentuh perutku yang sudah membesar."Adek, doakan Kakak Ais ya!" ucap gadis kecil yang mengenakan kerudung berwarna merah muda itu.Aku tersenyum kecil, megusap perutku yang membesar. Kemungkinan beberapa hari lagi aku akan segera melahirkan.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 89

    Prank!Ponsel yang menempel pada telinga Bilal tiba-tiba terjatuh. Begitu juga dengan tongkat yang menyangga tubuh Bilal. Lelaki itu terhuyun jatuh bersandar dari pada dinding tembok dan terisak."Bilal!" Uma berhambur menghampiri Bilal. Begitu juga dengan aku dan Dejah. Serta beberapa orang yang sedang membantu di rumah untuk mempersiapkan pesta pertunangan adik bungsuku, Dejah."Bilal, ada apa?" Uma panik melihat keringat dingin bercucuran dari tubuh Bilal yang menangis."Abang, ada apa Bang!" Dejah yang berada di samping kanan Bilal pun terlihat panik."Mang sholeh, tolong ambilkan minum! Kalian mundur berikan udara untuk Bilal," ucapku pada beberapa orang yang mengerumuni Bilal.Beberapa saat kemudian mang Soleh menyodorkan segelas air putih kepadaku dan aku segera memberikannya kepada Bilal."Minum dulu Bilal!" ucapku membantu Bilal untuk meneguk air

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 88

    Aku berdiri di samping ranjang Bang Arsya. Menjatuhkan tatapan lekat pada lelaki bertubuh kurus yang terbaring lemas di atas ranjang. Sementara Yuma, terus saja terisak melihat' kondisi Bang Arsya yang semakin kritis."Kata Dokter, Bang Arsya masih terpengaruh dengan obat bius. Bersabarlah dulu, nanti setelah efek dari obat bius itu habis pasti Bang Arsya akan siuman," dustaku menenangkan Yuma. Aku tidak ingin Yuma semakin menyiksa dirinya jika mengetahui keadaan Bang Arsya yang sesungguhnya.Wanita dengan gamis lusuh berwarna kecoklatan itu mengangguk lembut seraya mengusap pipinya yang basah."Makanlah dulu, pasti Ais juga lapar," ucapku mengingat Yuma pada balita yang masih menggantungkan air susunya."Tapi Bang Arsya!" Yuma menjatuhkan tatapan ragu padaku. Rasa sayang pada Bang Arsya tergambar jelas pada wajah Yuma."Tenang saja! Biar aku yang menjaga Bang Arsya," sahutku tersenyum pad

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 87

    Keadaan Bilal masih sama seperti dulu. Seumur hidupnya ia akan menjadi seorang lelaki yang lumpuh. Tapi sedikitpun Bilal tidak pernah mengeluhkan keadaannya. Lelaki yang menjadi tongkat estafet pondok harus berganti padaku. Kini akulah yang meneruskan dakwah keluar kota setiap kali ada undangan yang datang."Kak!" Bilal yang berjalan menghampiriku menuju teras rumah."Apa Bilal!" sahutku masih berfokus pada layar ponsel. Mengecek jadwal undangan yang sudah masuk."Sepertinya kakak harus menghentikan dakwah kakak!" tutur Bilal dengan suara parau.Seketika aku mengalihkan tatapanku pada lelaki yang duduk pada bangku di sampingku."Kakak butuh seorang pendamping. Kakak adalah wanita, dan sebaik-baiknya wanita adalah berada di dalam rumah," imbuh Bilal terdengar seperti sedang menasehatiku.Aku meletakkan ponsel di atas meja yang membelah antara aku dan Bilal. "Bilal, ini buka

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 86

    "Yuma!" Bang Arsya tercekat melihat kehadiran wanita berbadan dua yang berjalan menuju ke arah meja kami.Yuma menjatuhkan tubuh duduk pada bangku. Wajahnya terus saja menunduk tidak berani menatap kepadaku ataupun Bang Arsya."Maksud kamu apalagi, Mariyah?" Rahang Bang Arsya mengertak menatap tajam kepadaku.Aku membisu dengan membalas tatapan datar pada Bang Arsya. "Beberapa waktu lalu vonis mengejutkan datang dari Bilal. Dokter Iman mengatakan bahwa Bilal mengalami kelainan genetik. Dimana Bilal di katakan mandul seumur hidup.""Apa?" Bang Arsya mengerang menekan meja dengan kedua tangannya. Menatap padaku dan juga Arsya dengan tatapan tajam."Jangan gila kamu, Mariyah?" desis Bang Arsya bangkit dengan wajah merah menyala."Gila bagaimana, Bang?" sergahku mendongak dengan rahang menggertak."Apakah kamu saat ini sedang menuduhku?" kelakar Bang Arsya. Ur

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 85

    Kuedarkan pandanganku ke sekeliling kafe tempatku berada. Pesan yang sudah kukirimkan pada Bang Arsya masih saja bercentang satu. Apakah Bang Arsya membohongiku lagi. Aku mendengus berat, aku harap ini hanyalah rasa kekhawatiranku saja.Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua mataku. Aku terkejut untuk sesaat. Aroma maskulin yang bergitu akrab dengan indera penciumanku membuatku tidak kesulitan untuk menebak siapa yang berada di belakang punggungku."Abang!" ucapku."Mariyah!" Bang Arsya melepaskan tangan yang menutupi kedua mataku. "Kok kamu tahu kalau itu, Abang!" serunya memutar tubuh bejalan menuju bangku yang berada di samping kiriku. Senyuman merekah pada kedua sudut bibir Bang Arsya.Meja kafe yang berbetuk persegi memiliki empat bangku pada setiap mejanya. Dengan beberapa lampu yang menggantung di setiap atas meja. Jika malam, kafe ini akan terlihat semakin indah dengan beberapa lampu hias yang lainy

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 84

    "Baiklah jika Kakak sudah siap untuk mendengarkan!" Ucapan Bilal terdengar bagitu aneh sekali. Membuat jantungku semakin berdebar karena penasaran."Lelaki yang sudah menghamili Yuma adalah suami Kak Mariyah, Bang Arsya!""Apa?" Aku tercekat, jantungku seperti copot dari tempurungnya. Tubuhku bergetar hebat dan lidahku pun terasa kelu. Hal ini sungguh sangat sulit untuk dipercaya.Aku kira perselingkuhan Bang Arsya dengan wanita asing itu sudah cukup mengguncang diriku. Kini sebuah fakta baru yang lebih buruk dari apa yang terlintas dalam benakku membuat aku semakin hancur.***"Bagaimana pengacara Ruhut, semua pelimpahan berkas atas nama saya sudah selesai kan?" tanyaku pada pengacara yang sudah membantuku untuk melimpahkan berkas perusahaan atas namaku. Karena, meskipun berkas-berkas itu ada di tanganku. Tapi berkas-berkas itu atas nama Bang Arsya, sesuai pemilik pertama.

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 83

    "Untuk mendapatkan surga bagi seorang wanita itu menurutku sangat mudah. Hanya perlu taat pada suami, menjaga harta dan kehormatannya saat suami tidak ada, lalu melaksanakan salat lima waktu dan puasa." Aku melirik kepada Yuma yang mulai gelisah dengan nasehatku."Tapi pada kenyataannya masih banyak wanita yang gugur menjalankan hal ini." imbuhku tersenyum sinis, mungkin lebih menertawai diriku sendiri."Maaf Bang, mungkin aku belum bisa melakukan yang seperti Abang mau," tutur Yuma terdengar sendu."Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, Yuma. Aku sudah menimbang semuanya. Aku sudah menjalankan salat istikharah agar aku tidak salah dalam melangkah dan aku sudah memutuskan semuanya dengan matang dan terbaik," ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.Yuma menaikkan kedua alisnya menatap kepadaku. "Keputusan tentang apa, Bang!" tanya Yuma dengan sorot mata penasaran."Maaf jika beberapa wa

  • CINTA SANG KUPU-KUPU MALAM   Bab 82

    POV BILAL"Bapak sudah bisa pindah dari kursi roda! Tapi Bapak harus tetap berhati-hati ya jika menggunakan tongkat ini!" tutur suster Hani kepadaku dengan ramah.Aku mengangguk lembut. Wanita yang mengenakan seragam putih itu membantuku kembali duduk di tepi ranjang.Semenjak kejadian itu, aku kehilangan banyak hal. Aku harus kehilangan satu kakiku yang mendadak lumpuh, sebuah kenyataan bahwa aku mandul, dan kenyataan yang lebih pahit adalah bahwa wanita yang sangat aku sayangi ternyata sudah berkhianat kepada aku. Allah seperti membuka mataku, bahwa hanya pada Allah lah sebaik-baiknya tempat bergantung, bukan manusia."Baik suster Hani. Percayalah padaku, pasti aku akan sangat berhati-hati sekali," tuturku membalas ucapan suster Hani dengan senyuman."Kita tinggal menunggu kabar dari Dokter Iman. Jika beliau sudah mengizinkan Bapak Bilal pulang. Kemungkinan besok Bapak sudah diperbolehka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status