Di sebuah Cafe Ceria duduklah sepasang kekasih. Sekilas lihat mereka seperti pasangan yang bahagia.
Makan nasi goreng special rasa sambal ijo. Keduanya makan dengan lahap dan sekali-kali saling menyuapi satu sama lain. Bikin iri siapa saja yang melihat.
Cinta tumbuh seiring waktu, sebab dipupuk oleh kasih sayang dan perhatian. Namun cinta tetap akan memudar jika rasa itu telah menjadi hambar.
Mungkin sahabat menjadi cinta banyak terjadi. Akan tetapi, cinta menjadi sahabat sulit untuk dijelaskan, sikap posesif akan menghiasi hubungan tersebut.
selesai makan dua sejoli itu melanjutkan berbincang-bincang hal ringan selayaknya sepasang kekasih dimabuk cinta hingga ... Sang wanita mulai menyuarakan isi hatinya."Maaf Bang, hubungan kita sebatas sahabat, atau kakak adek saja. Bukan pacar lagi, Adek pengen putus." Ujar Zola to the point dengan wajah menunduk. Tangannya saling bertautan satu sama lain.
"Kenapa dek? Apakah kamu sudah bosan?" protes Fikar menahan sesak dihati. Menatap lekat wanita yang duduk dihadapannya.
Zola mendongakkan wajah. Menatap Iba lelaki dihadapannya. Tidak mungkin ia menyampaikan alasan yang sebenarnya.
"Nggak Bang, adek sayang dengan abang. Tetapi pengen hijrah, agar jika kita berjodoh, sudah siap menjadi wanita yang akan merindukan surga! Wanita yang menjadi Madrasah pertama untuk anak-anak nanti." sahutnya mantap. Meski tatapan itu menyembunyikan sesuatu yang lain.
Fikar mengulum senyum. Meskipun tadi sempat berburuk sangka kepada Zola, kekasihnya. Emang benar sih. Penampilan Zola sedikit berubah, pakaiannya terkesan agamis/hijaber. Hal itu membuatnya langsung percaya.
Terharu! Sudah jelas. Wanita dihadapannya memikirkan masa depan mereka. Sehingga Fikar yakin Zola adalah pilihan terbaik untuknya.
"Baiklah Dek, kita akan bersahabat! Tapi kenapa tiba-tiba minta putus? Kamu malu ya, pacaran dengan lelaki cacat sepertiku!" terka Fikar. Sebab ada yang mengganjal dihati.
Zola gelagapan. Ia menjadi salah tingkah, kalimat barusan terasa mengulitinya. Semakin menunduk. Takut jika Fikar mencari kebenaran dibalik kedua manik matanya.
Bagaimanapun mereka sudah lama mengenal karakter pasangan. Satu-satunya cara menyembunyikan sesuatu dengan bersikap tenang dan menetralkan perasaan.
Terlihat Zola menarik napas panjang. Lalu menatap tajam Fikar.
"Abang nggak boleh berburuk sangka gitu! Walaupun adek minta putus kan sudah dijelasin alasannya. Apalah maksudnya nuduh adek? Kita sudah lama kenal bukan sebulan, dua bulan ... Masa nggak bisa bedain?" ketus Zola tak terima tuduhan yang dilontarkan Fikar.Dia merengut, memasang wajah ngambek andalannya selama ini. Setidaknya mampu menghilangkan resah yang bersarang dihati gadis muda itu.
"Nggak dek! Abang hanya memastikan saja! Bahwa prasangka Abang salah." Jawab Fikar dengan wajah memelas.
Zola hanya diam dan bersikap cuek. Tak merespon apalagi melihat ke arah Fikar. Dia sibuk mengaduk-aduk pop ice permen karet dihadapannya.
Seolah tidak mendengarkan Fikar bicara.
Sudut mata gadis itu melirik Fikar yang tampak salah tingkah. Tersenyum tipis sebab tahu kalau Fikar tidak akan sanggup diabaikan apalagi dicuekin.
"Dek, Maaf ya! Abang nggak maksud nuduh. Maaf sudah buruk sangka. Janji nggak gitu lagi ..." lirih Fikar pelan berusaha menekan ego demi terbitnya seuntas senyum dari bibir wanita yang dia sayangi.
Dan Benar saja.
Zola tersenyum lebar dan merespon dengan anggukan.Lelaki itu bernapas lega. Kalau sudah ngambek biasanya lama membujuk Zola.
Mereka asik bercerita apa saja yang dialami selama tidak bertemu. Sebab Zola sudah memiliki pekerjaan tetap. Terkadang Fikar merasa risih melihat tatapan orang di Cafe mengarah ke kakinya yang cacat. Lelaki itu benci tatapan kasihan dari mereka. Membuat minder berdekatan dengan Zola yang sempurna.
Tiba-tiba Fikar kembali berkata yang membuat Zola mati kutu.
"Dek, Jangan pernah tinggalin abang ya? apapun alasannya. Akan tetapi, jika rasa sayang itu sudah hilang. Kasih tahu abang! Jangan langsung menghilang sebab Adek semangat hidup abang saat ini." Terang Fikar dengan wajah sendu.
Oh, Tuhan. Kenapa hal ini harus menimpa kami, pundakku terasa berat! Batin Zola.
Zola menatap lekat kedua manik Fikar. Tidak ada satupun kata yang ia ucapkan. Hanya anggukan pelan sebagai isyarat untuk meyakinkan Fikar. Ditambah senyum manis sebagai pelengkap.
Melihat ketulusan Zola, Fikar bisa bernapas dengan lega. Semoga apa yang disampaikan sama dengan dipikirkan.
🍒🍒🍒Kisah cinta Fikar dan Zola sudah terikat selama 4 tahun. Bukan waktu yang singkat.
Jika kredit motor mungkin sudah lunas selama 3-4 tahun. Keduanya sudah mengetahui keburukan satu sama lain. Orang tua mereka juga mendukung penuh hubungan mereka. Asal masih dalam hal wajar!
Zola Septia adalah anak dari orang tua yang sangat disegani dikampungnya. Mantan Pemuka Agama. Zola anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia perempuan satu-satunya. Masih duduk dikelas dua Sekolah Menengah Atas.
Berbeda dengan Fikar. Dia anak seorang petani.Ya. Petani perkebunan sawit berhektar-hektar. Orang tuanya kaya. Akan tetapi tidak terlihat. Sebab orang tua sangat tawadhu' Fikar anak tengah dari tiga bersaudara.
Kejadian malang itu mengubah seluruh kehidupan Fikar dan keluarga.
🍒🍒🍒
Siang ini Bu hasnah, ibunya Fikar. Merasa tak tenang. Perasaannya campur aduk. Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon kedua anaknya untuk memastikan keadaan mereka baik-baik saja.
Fikar dan Jeri tak dapat dihubungi. Sepertinya tidak membawa ponsel. Sebab samar-samar Bu Hasnah mendengar suara dering ponsel di kamar Sang Anak. Mereka dari siang sudah berangkat, tanding bola volly antar Kampung.
Bu Hasnah bangkit dari duduknya dan meletakkan ponsel jadulnya di atas nakas. Melangkah ke Dapur untuk mengambil wudhu lalu melakukan salat hajat. Meminta ketenangan dan keselamatan untuk anak-anaknya.
"Ya Allah, Zat yang Maha Mengetahui. Hamba ikhlas akan takdirmu. Jika sesuatu terjadi kepada keluarga ini. Berikanlah hamba kekuatan untuk tetap berdiri di atas kerapuhan hati."
Bu Hasnah bersenandika dalam hati diiringi dzikir yang menyejukkan. Tidak dapat dipungkiri kegelisahan itu begitu nyata.
"Hamba berserah diri kepada-Mu, Ya Allah." "Lirihnya.
Selesai berdzikir.
Hatinya kembali tenang. Ia pasrahkan semua kepada sang pencipta. Lalu melanjutkan aktivitas.
Sore telah berganti senja, udara terasa senyap. Dada Bu Hasnah berdebar hebat. Seakan alam turut merasakan kegundahan dan kecemasan yang dirasakan oleh seorang Ibu. Perasaan tak karuan. Akan tetapi, ia berusaha tetap tenang.
Hingga kabar itu datang mengejutkan Bu Hasnah ....
"Mbok, Fikar kecelakaan di sana! Dia ditabrak mobil. Cepat Mbok! Bang Jeri sudah disana, lagi cari bantuan." Teriak Anton--tetangga Bu Hasnah. Tanpa turun dari motor, panik tingkat Kampung.
🍒🍒🍒🍒
Bu Hasnah tergopoh-gopoh menaiki motor Anton. Baju kaos lebar, kain sarung melingkar rapi dipinggangnya, tidak lupa jilbab kebesaran ala emak-emak Zaman sekarang. Dalam perjalanan Bu Hasnah mencoba menghubungi Pak Harun, suaminya. Menggunakan HP Nokia Senter kesayangannya.Pak Harun bekerja di Pabrik kayu. Suaminya cukup terkenal dan disegani di Kampung sebagai Ninek Mamak. Panggilan tersambung namun tidak diangkat. Hingga beberapa kali tidak ada tanggapan.Bu Hasnah semakin cemas.Keadaan begitu genting jika harus menunggu kepulangan suaminya. Akhirnya wanita tua itu memutuskan meminta bantuan Anton untuk mengirimkan pesan.Sampai dilokasi kecelakaan. Sudah begitu ramai. Bu Hasnah memberikan ponsel jadulnya kepada Anton dengan tergesa. Ia berlalu merasuki kerumunan dan hilang dari pandangan Anton, tetangganya.[Assalamualaikum ... Datuk, Fikar kecelakaan di depan rumah Zainuddin. Mau diba
Perjalanan terasa jauh dan lama, tidak seperti biasanya. Jarak antara Kampung ke Kota sekitar sejam. Hujan mulai berhenti ketika memasuki perbatasan."Alhamdulillah hujan berhenti. Semoga Fikar mampu bertahan hingga ke Rumah Sakit." lirih Bu Hasnah pelan.Meskipun samar hanya diterangi lampu jalan. Fikar terlihat tidur lelap dipangkuan Sang Ibu. Saking sakitnya hanya bisa berpasrah diri. Dia kedinginan. Badannya menggigil, bibir pucat. Sebisa mungkin Bu Hasnah melindungi tubuh Anaknya dengan selendang.Ketakutan itu begitu nyata.Isak tangis tak bisa dibendung. Saat sampai di Rumah Sakit Fikar dalam keadaan kritis. Dua perawat datang membawa Brankar dorong untuk memindahkan pasien dari mobil.Fikar semakin lemah bibir membiru. Perawat membawanya ke ruang rawat sementara, UGD Rumah Sakit. Lukanya dibersihkan dengan alkohol, setelah steril Lalu dibalut dengan Kasa
Dua hari berlalu pasca operasi.Pagi ini perban dikaki Fikar harus dibersihkan, dibuka lalu diganti yang baru. Akan tetapi, bau amis memenuhi Kaki yang terluka. Dokter memeriksa dengan seksama, alhasil harus mengambil keputusan yang berat.Dokter yang memiliki name tag Azizah dibajunya mengajak Pak Harun ke ruangannya."Maaf Pak, di kaki Fikar terjadi pembusukan. Harus segera diambil tindakan operasi untuk amputasi untuk menghentikan penyebaran pembusukan ke daerah lain. Jika Bapak bersedia, silahkan tanda tangani perjanjian dulu. Secepatnya!" Jelas Dokter Azizah dwngan tegas. Menyodorkan berkas yang sudah dipersiapkan oleh asistennya."Baik Dok, saya bicarakan dulu dengan keluarga." Jawab Pak Harun, mengundurkan diri dari hadapan Dokter.Kebetulan ada tamu di ruangan.Mulailah mereka berdiskusi bersama mengenai permasalahan operasi Fikar. P
Hari mendekati Sore, sebentar lagi mulai gelap dan Jam kunjung pasien habis. Tiba-tiba sosok yang dinantikan oleh Fikar kehadirannya muncul juga.Ya ... Dia kekasih Fikar, Zola Septia.Awalnya gadis itu tidak ingin datang sebab takut kena prank. Saat mendapat kabar dari Jeri, Abangnya Fikar dua hari yang lalu."Assalamualaikum Dek, Fikar kecelakaan. Datanglah ke sini, Rumah Sakit S Ruang ICU. Jam kunjung sore dari jam 16:00-18:00. Cepat ya! Fikar yang nyuruh." Ucap Bang Jeri dengan nada datar.Zola tersenyum. "Bisa-bisanya kak Fikar nyuruh Abangnya untuk ngerjain aku. No, ketahuan!" gumam Zola. Menggeleng pelan sambil senyum simpul."Abang nggak usah bercandalah, mau ngerjain Adek ya?" Sahut Zola. Sebab sudah seharian kemarin Fikar tidak memberikan kabar.Jeri mulai sewot hatinya."Ya Allah Dek, seterahla
POV Fikar"Bang, Kampung sebelah lagi ada turnamen volly, kita ikut daftar yuk!" seruku.Beberapa saat setelah membaca status teman yang bertempat tinggal di kampung sebelah."Ayo, jam berapa mulai? Langsung daftar nih!" tanya Bang Jeri. Menatapku dengan tajam."Seperti Biasa." singkatku."Ayolah, OTW." sahutnya. Kami bersiap-siap menggunakan pakaian olahraga dan sepatu, lalu berangkat. Tak lupa pamitan dengan Ibu.Umur kami kakak beradik berjarak 2 tahun lebih tapi jangan salah. Justru badanku lebih tinggi dan besar hingga seringkali disangka kakaknya abangku.Nah bingungkan! Bang Jeri orangnya cuek, walaupun berbadan besar dan kurang tinggi (biar agak sopan) ia tetap percaya diri. Meskipun sering dibully beda fisik.-------------Setelah turnamen Volly, meskipun kami kalah dan tidak
Gadis Muda itu bangun subuh, ingin memasak sesuatu untuk dibawa ke Rumah Sakit. Ia kebingungan menu apa yang boleh dimakan oleh Bang Fikar."Daripada bingung, lebih baik aku tanyain Ibu Bang Fikar." gumamnya. Lalu mencari kontak Ibu dan mulai menekan panggilan. Dua kali dering langsung diangkat."Assalamualaikum, bagaimana kabar Ibu? Ini Zola mau tanya. Apa jenis makanan yang boleh dimakan Bang Fikar?" Ujar Zola to the point. Takut mengganggu istrahat Ibu."Waalaikumussalam, Alhamdulillah Baik. Ikan Gabus. Diolah jadi apa gitu, biar nggak ketahuan Fikar, soalnya dia nggak suka." Jawab Ibu pelan."Oh, baiklah Bu! Aku cari dulu ikannya." Zola mematikan sambungan telpon.Lalu melangkah ke dapur. Zola kebingungan. Dia juga nggak suka Ikan Gabus apalagi megangnya, geli jijik."Ih ... Coba cek kulkas dulu, semoga nggak ada!" liri
Tiga Bulan berlalu.Fikar melamun mengingat kenangan manis bersama Zola beberapa bulan lalu. Gadis itu mampu membuatnya tersenyum tanpa alasan yang pasti.Sejak kepulangan Fikar ke Rumah. Belum ada kunjungan dari Zola. Padahal sebulan di Rumah Sakit, hampir setiap hari gadis itu tanpa Absen mengunjunginya.Ketika ditanya Zola selalu beralasan motor nggak ada, lagi sakit, Rumah nggak ada yang jaga dan bla ... Bla ... Entah cuma sebagai alasan atau benaran, Fikar tidak tahu.Fikar berusaha berpositif thinking. Walaupun sejujurnya hati itu sangat resah dan gelisah.-----------------Dua minggu setelah pulang dari Rumah Sakit, Fikar hanya terbaring di atas kasur busa di tumpukkan bantal tinggi penyangga kepalanya.Tidak banyak yang bisa dilakukan Fikar. Geraknya sungguh terbatas. Makan diambilin dan disuapi, Buang Air
Sejak Kejadian yang dialami Fikar, tubuhku terasa kehilangan semangat untuk menjalani hidup. Kabar kecelakaan itu sangat mengejutkan. Tepat waktu sore itu, aku bersiap hendak pulang ke rumah. Bekerja sebagai pengawas di Pabrik kayu menyita sebagian besar tenaga dan waktu untuk keluarga, terkadang lembur hingga tengah malam, atau masuk hutan belantara mencari kayu berkualitas tinggi yang harga jualnya pun sangat tinggi. Semua lelah terbayar oleh gaji atau upah keringat yang bisa dikategorikan cukup besar untuk menafkahi istri dan ketiga putraku. Ditambah pula sebagian besar dari hasil kebun karet dan sawit warisan orang tua kami, maksudnya Hasnah dan diriku. Tidak lupa kadang diri ini berbagi rezeki dengan saudara dan sanak family agar dilancarkan dalam bekerja dan berusaha. ---------------- Hari ini tidak ada lembur, sedari pagi entah kenapa perasaanku tidak enak? Pikiranku melaya
Rintik Hujan membasahi Kampung Bukit Lawas. Beberapa orang memilih untuk menarik selimut kembali karena pagi yang gelap dan cuaca yang tidak mendukung tidak memungkinkan mereka ke Kebun. Begitu juga Fikar! Dia tertidur sangat nyenyak hingga matahari mulai meuncul di sela pentilasi udara kamarnya.Semalaman, dia kelelahan menanti kabar Zola, yang mendiaminya sejak kejadian Video itu tersebar luas di jaringan sosial.Fikar mengisik mata, menatap sekitarnya yang sepi. Hanya rintik hujan yang menghiasi siang dengan cuaca dingin, tapi matahari tetap bersinar. Kata Orang Kampung itu hujan panas berarti membawa penyakit bagi yang terkena rintikannya yang tidak terlalu deras."Ah, Kesiangan. Begadang tapi tidak membuangkan hasil!" Dia mendengkus sebal. Lelaki itu beringsut ke pinggir kasur. Dia ingin membuat air menggunakan tempat yang tersedia di kamarnya. Kondisi tubuh besar dan kaki sakit, membuatnya kesulitan jika harus menempuh kamar mandi yang cukup jauh dari kamarnya. Sakit membuat F
Di rumah mewah Perumahan Cendana. Seorang Wanita paruh baya dengan rahang mengeras dan wajah tegang menatap lekat gadis muda di hadapannya.Plak! Plak! Dua kali tamparan keras mendarat di pipi Gadis manis itu. Yang berhasil membuat Pipinya memerah bekasnya."Apa maksudnya ini, Beby?" teriak Bu Mawar, Ibunya Beby Annisa.Sungguh perbuatan Putrinya sudah melampaui batas. Seakan mencoreng nama baiknya sebagai Perempuan pekerja terhormat. Wanita itu melampiaskan amarah yang membelenggu terhadap putrinya dan juga ia merasa gagal sebagai orang tua. Semua fasilitas lengkap dia penuhi, apalagi kurangnya!Bukannya takut. Beby malah berbalik menatap ibunya sinis dengan senyum meremehkan. Apakah Ibu tidak sadar? Dia kurang kasih sayang dan perhatian selama ini."Kenapa kau berlagak seperti pela*cur murahan. Ibu malu Beby! Malu punya anak nggak punya harga diri kayak kamu!" bentak Bu mawar lagi.Dia terlalu gemas melihat Beby yang besikap pongah.Mawar menggeletukkan gigi, menahan geram. Namun,
Di dalam kelas IT C2"Teknologi bisa menaklukkan siapapun, membuat seseorang berambisi menciptakan sebuah karya ...." papar Seorang Dosen mengenakan kemeja Coklat itu di depan para Mahasiswa Jurusan IT.Sebut saja Namanya Dosen Narto yang dengan semangat 45 menjelaskan materi perkuliahan. Sorot mata tertuju padanya, kecuali satu Mahasiswa, Lelaki muda berkaca mata lensa itu sibuk pada pikirannya sendiri. Dia menatap kosong!"Jeri! Jeri!" Suara keras dan lantang sang Dosen tak mampu menarik perhatian Pemuda itu. Dia menatap sekilas lalu meneruskan lamunannya.Siapa yang tahu tentang masalahnya? Ya, Dia tengah memikirkan tahap menghentikan langkah penyebaran video asusila Adiknya."Jeri!" teriak Pak Dosen. Lagi, suara itu hanya angin lalu baginya yang sibuk dengan diri sendiri.Posisi duduk Jeri persis di pojok ruangan. Seseorang segera menyikut sikunya cukup keras. Ya, Dia teman yang duduk di sebelah Jeri."Apaan sih?" teriak Jeri kaget.Belum sempat temannya menjawab, tiba-tiba s
Langkah gadis itu terburu-buru. Semakin dekat ke tempat meletakkan motor maticnya. Mata Zola menyipit, menyadari gantungan di dekat jok, ada sebuah bingkisan. Dia yakin itu dari Fikar, yang sengaja digantung tanpa sepengetahuan dirinya.Segurat senyum terlukis dibibir Zola, sembari membelakangi Bu Hasnah, Jeri dan Fikar. Bergegas dia menaiki kendaraan tersebut berharap agar segera hilang dari sana secepat mungkin. Sebelum melajukan motor, gadis itu menyempatkan diri tersenyum menghadap ke arah keluarga itu. Hanya Bu Hasnah yang membalas senyuman itu, sedangkan kedua putranya ... Entahlah. Wajah datar."Saudara kandung sama aja! dasar menyebalkan," desis gadis itu mengendarai roda dua membelah jalanan.Selepas kepergian Zola."Ayo masuk! ngapain pada berdiri di situ," kata Bu Hasnah berlalu.Kedua putranya hanya diam dengan wajah datar seperti sebelum
"Eh, Dek. Kapan nyampai? Kok nggak kasih tahu," tanya Fikar pelongo saat menyadari pemilik rasa tersenyum manis di depannya."Sebenarnya A----- " ucapan Zola terpotong oleh kedatangan seseorang.Tiba-tiba Jeri datang dengan aura dingin bak kulkas berjalan. "Eh, anak ingusan datang!" serunya menatap Zola yang saat itu menggunakan jilbab marun dengan pakaian gamis modern."Bang," tegur Fikar.Ekspresi yang ditujukan sang Adik membuat dia tak mampu menahan tawa geli."Pas kamu tidur. Dia chat melulu, berisik! ya, Abang suruh datanglah. Jangan OMDO doang," celoteh Jeri tanpa rasa bersalah sambil memasang wajah tampan kebanggaannya.Telinga Fikar terasa panas atas perkataan Abangnya yang berlalu sesuka hati tanpa pamit menuju arah dapur. Zola tercengang, "Ada ya manusia seperti itu? Sumpah nyebelin tingkat kabupaten," jerit gadis itu dalam
Ukuran badan Fikar yang proposinal sebab mantan anggota Damkar, sulit untuk diangkat ke atas, walaupun tak terlalu jurang, tetap saja mereka kesulitan evakuasi. Lima orang tak cukup untuk membantu memapahnya, butuh beberapa orang lagi. Posisi jatuhnya di tepi jalan sehingga bagi yang kenal bakal berhenti dan ikut turun tangan.Tubuh Fikar dibarikan kemudian di atas motor becak yang sudah terlebih dulu ditarik ke atas, dan kondisi tak rusak parah. Jeri melajukan kendaraan roda tiga itu menuju rumah, jarak yang dekat tidak memakan waktu lama.Tubuh Fikar segera diangkat ke kamarnya, dan dibantu menyandarkan pada pinggir tempat tidur. Kamar redup dan sedikit berantakan adalah tempat ternyaman untuknya.Sejak dipindahkan, ringisan yang keluar dari bibir Fikar tak kunjung berhenti. Semua menatapnya kasihan! Lelaki itu benci tatapan iba yang disuguhkan padanya. Daripada emosi, dia memilih membuang wajah ke arah lai
Hadiah yang diberikan sang Ayah mampu membius pikiran Fikar. Dia tak mampu membayangkan hal lain, kecuali kesenangan yang akan diperoleh dengan mata berbinar-binar. Malam semakin larut tetapi kelopak matanya sulit ditutup. "Cepatlah Pagi, ya Allah." Kalimat pamungkas Fikar hari ini, malam ini dan mungkin dua hari kedepan. Dia begitu bersemangat, menanti matahari timbul diufuk timur. Capek rebahan, ubah posisi duduk. Lelah duduk, pindah main handpone, letih scroll-scroll akhirnya terlelap saat jam menunjukkan pukul 03:20 Wib. Begitu tak sabar menanti pagi, namun pada akhirnya Fikar tetap bisa tidur meski tidak seperti jadwal biasa. Bunyi ayam berkokok, membuat kelopak mata Fikar terbuka, setelah menguceknya. Dia segera bangkit mandi tanpa dibantu siapa pun. Belajar mandiri! Fikar begitu antusias. Bunyi tongkat besinya memenuhi ruangan yang sunyi sebab A
[Jangan marah berlama-lama, tak baik untuk kesehatanmu.]Centang dua, status online. Tapi, tak ada balasan dari Zola.Tak kunjung mendapat balasan, akhirnya Fikar terlelap tanpa berubah posisi.Pukul 00:21 Wib. Bunyi notifikasi Whatsapp begitu mengusik alam bawah sadarnya. Muncul pemberitahuan bahwa akun milik Zola beberapa menit yang lalu memperbaharui status terbaru.Suara notifikasi itu menelan keheningan malam, membuat dada yang menunggu berdebar hebat. Rasa kantuk segera ditepis lelaki disabilitas itu guna mengetahui status dari pemilik nada notifikasi itu, siapa lagi kalau bukan Zola.Tangan Fikar berulang kali mengucek matanya, kemudian meraba-raba area kasur dengan cahaya redup untuk mencari keberadaan benda pipih yang selalu mengisi hari-hari yang membosankan.Ponsel terlepas dari genggaman saat ia mulai terlelap. Saat ditemukan, te
Adinda attarjay, wanita blasteran Jawa thailand. Ibu asli Jawa sedangkan Bapak keturunan thailand dan telah menjadi pribumi, sebab puluhan tahun menetap di Indonesia.Wajah oval dengan mata sedikit sipit serta lesung pipi menambah manis perawakan yang dimiliki Dinda. Dia begitu cantik dan dikagumi setiap pria. Setiap yang menyukainya berlomba-lomba memenangkan hati gadis itu.Jika ada yang meminta menjadi pacar. Adinda telah menyiapkan jawaban sebagai tolakan secara halus tanpa menyakiti hati pengagumnya."Maaf, aku mau serius sekolah dulu.""Cinta tak harus jadian, buktikan saja perhatianmu!""Sayang banget! Aku pengennya kita serius ke jenjang pelaminan bukan pacaran.""Maaf, Aku bukan tipe pemilih, tapi hanya ingin seseorang yang mampu bertahan akan sikap burukku," balas Adinda sembari mencongkel upil dengan telunjuk.