Share

Bab 47

Penulis: Zayba Almira
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-02 15:12:20

Lorong yang sebelumnya dingin kini terasa semakin pengap. Lia berdiri di depan cermin besar yang tampak memancarkan aura gelap, tangannya gemetar saat ia menyentuh permukaannya yang dingin. Dean dan Raka berdiri di belakangnya, keduanya memasang ekspresi tegang.

“Lia, jangan bodoh,” ujar Raka, nadanya rendah namun penuh peringatan.

Dean maju selangkah, menarik tangan Lia perlahan agar menjauh dari cermin. “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau terlalu dekat. Ini bisa jadi jebakan.”

Namun, Lia tetap terpaku. Pantulan dirinya di cermin tidak hanya menampilkan wajahnya, tapi juga bayangan kabur di belakangnya. Seolah ada sosok lain yang berdiri di tempat mereka. Bayangan itu tidak bergerak seperti pantulan normal, tetapi memandang langsung ke arahnya dengan mata kosong yang penuh rasa sakit.

“Aku… aku harus tahu,” gumam Lia, hampir seperti berbicara kepada dirinya sendiri.

Raka menatap Dean dengan gelisah. “Kita harus menghentikannya sebelum sesuatu yang buruk terjadi.”

“Tunggu
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 48

    Langit-langit ruangan yang tinggi dan gelap tampak seperti menutup dunia mereka. Langkah kaki Lia, Dean, dan Raka bergema di sepanjang lorong batu, setiap bunyi langkah seperti palu yang mengetuk rasa cemas dalam hati mereka. Udara di sekeliling mereka terasa berat, seolah sesuatu sedang mengintai di kegelapan.Raka berjalan di depan, obor kecil di tangannya menjadi satu-satunya sumber cahaya. Wajahnya tegang, rahangnya mengeras. Sesekali ia melirik ke belakang, memastikan Lia dan Dean masih mengikutinya.“Kita sudah berjalan cukup jauh,” kata Dean, memecah kesunyian. Suaranya datar, namun ada nada ketidaknyamanan yang sulit disembunyikan. “Apa kau yakin ini jalan yang benar?”Raka tidak menjawab segera. Ia hanya menatap ujung lorong yang tampak seperti membentang tanpa akhir. “Aku yakin. Aku hanya… merasakannya.”Lia menahan napas, perasaan gelisah mengisi dadanya. “Merasa?” tanyanya pelan. “Apa maksudmu?”Raka berhenti dan berbalik, menatap Lia dengan sorot mata yang sulit diartikan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 49

    Cahaya matahari pagi mengintip dari sela-sela tirai perpustakaan tua itu, menyelimuti ruangan dengan kehangatan yang kontras dengan atmosfer tegang yang menyelimuti mereka. Lia duduk di kursi kayu yang keras, jari-jarinya mengetuk pelan permukaan meja. Pikirannya terus memutar ulang kata-kata pria tua tadi malam. Seraphis adalah kunci. Tapi untuk membuka apa?Dean dan Raka berdiri di dekat jendela, masing-masing tampak tenggelam dalam pikiran mereka sendiri. Keduanya berbeda seperti siang dan malam, tetapi dalam situasi ini, keduanya sama-sama bingung dan khawatir.“Apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Raka akhirnya, memecah kesunyian.Dean menoleh, ekspresinya penuh skeptisisme. “Kau sungguh percaya semua ini? Sebuah batu kuno, perang besar, dan sesuatu yang sedang ‘menunggu kita’? Ini terdengar seperti dongeng, bukan kenyataan.”“Kalau begitu, kenapa kau tetap di sini?” balas Raka dengan nada dingin. “Tidak ada yang memaksamu, Dean.”“Aku di sini karena…” Dean menggantungkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 50.

    Angin malam berembus perlahan, membawa serta aroma tanah basah dari lembah yang baru saja mereka tinggalkan. Lia, Dean, dan Raka duduk melingkar di sekitar api unggun kecil yang mereka buat di sela-sela reruntuhan. Ketegangan di antara mereka begitu nyata, seolah bisa disentuh.Lia menatap api yang berkobar di depannya, mencoba mengabaikan pandangan intens dari dua pria di sampingnya. Kepalanya masih dipenuhi dengan gambaran dari cahaya keemasan yang muncul di depan pintu besar tadi. Suara berbisik itu terus terngiang di telinganya, mengulang kata-kata yang sama: Pilihlah dengan bijak.“Apa yang kau pikirkan?” suara Dean memecah keheningan.Lia terkejut, menoleh ke arahnya. Tatapan Dean lembut, tapi matanya mengisyaratkan kekhawatiran yang mendalam.“Aku...” Lia terdiam sejenak, lalu menggeleng. “Aku hanya mencoba memahami semua ini.”“Tidak mudah memang,” gumam Raka sambil menambahkan kayu ke dalam api. “Tapi kita tidak punya pilihan selain terus maju.”Lia mengangguk pelan, tetapi h

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 51

    Udara malam menusuk kulit ketika mereka meninggalkan reruntuhan itu. Pepohonan di sekeliling mereka bergoyang pelan, seperti berbisik satu sama lain. Hanya bunyi ranting patah dan langkah kaki yang mengiringi keheningan mereka. Lia terus menggenggam kunci di tangannya, jari-jarinya yang pucat mencengkeramnya erat, seolah takut kunci itu akan menghilang.Dean berjalan di depan, mengamati jalan dengan penuh kewaspadaan. Tatapannya tajam, namun ada kilatan kekhawatiran di matanya. Di belakangnya, Raka menyusul dengan sikap diam, matanya tak lepas dari Lia."Lia," panggil Dean tanpa menoleh. "Kau yakin tidak apa-apa?"Lia terdiam sejenak. Napasnya masih sedikit tersengal, tapi ia mengangguk, meski Dean tidak bisa melihatnya. “Aku baik-baik saja,” jawabnya dengan suara pelan.Dean menghentikan langkahnya dan menoleh, menatap Lia dengan sorot mata yang sulit ditebak. “Kau tidak terlihat baik-baik saja. Jika kau merasa harus istirahat, katakan.”“Aku baik-baik saja, Dean.” Nada suara Lia teg

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 52

    Langit semakin gelap, seolah mencerminkan ketegangan yang tak kunjung mereda. Lia, Dean, dan Raka terus berlari melewati jalan setapak berbatu yang penuh dengan semak belukar. Napas mereka tersengal, tetapi suara langkah berat dari pengejar mereka memacu adrenalin untuk terus bergerak."Ke kiri!" seru Dean, menarik tangan Lia dengan cepat, mengarah ke jalan yang lebih sempit."Apa kau yakin ini bukan jalan buntu?" tanya Raka dengan nada tajam."Tidak ada pilihan lain!" balas Dean tanpa melambat.Mereka menyelinap di antara celah-celah batu besar, mencoba menghilang dari pandangan. Lia memegang kunci erat-erat di saku jaketnya. Rasanya seperti benda itu menjadi semakin berat, seolah menambah beban emosinya.Ketika suara langkah-langkah pengejar terdengar menjauh, mereka berhenti di sebuah ceruk kecil yang tersembunyi di balik bebatuan. Dean berdiri di depan, matanya tajam mengawasi sekitar, sementara Raka duduk di tanah, berusaha mengatur napas. Lia bersandar pada batu besar, tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 53

    Di balik pohon yang menaungi tubuh kecilnya, Lia memejamkan mata, mencoba meredam suara napas yang tersengal. Suara langkah kaki mendekat, berirama, seperti detik jam yang tak kenal ampun. Hatinya berdebar, pikirannya berpacu, membayangkan kemungkinan terburuk.Namun suara itu berhenti, dan hening mengambil alih. Lia membuka mata perlahan, mengintip dari balik batang pohon. Sosok itu, kini lebih dekat, berdiri dalam bayang-bayang malam.“Lia,” suara lembut itu kembali memanggil, kali ini lebih mendesak.Dia mengenali suara itu. Rasa lega bercampur kebingungan menyeruak dalam hatinya. Keluar dari persembunyiannya, Lia menatap pria yang berdiri beberapa langkah darinya.“Dean?” suaranya hampir berbisik.Dean mengangguk, wajahnya basah oleh keringat, jaketnya terkoyak, dan di lengan kirinya terlihat luka yang mengeluarkan darah segar. Namun, matanya tetap tajam, memandang Lia dengan penuh kekhawatiran.“Lia, kau baik-baik saja?” tanyanya, suaranya pelan namun tegas.Lia mengangguk pelan,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 54

    Pagi itu udara dingin terasa menusuk, tetapi ketegangan di tempat penampungan jauh lebih dingin. Lia duduk di pojok ruangan, memeluk lututnya sambil memandangi jendela yang dipenuhi embun. Cahaya matahari yang redup menyelinap masuk, tetapi tidak mampu menghangatkan hatinya yang diliputi rasa bersalah.Di sudut lain, Dean mengamati Lia dalam diam. Wajahnya tegang, matanya menunjukkan keletihan yang mendalam. Raka, meski masih terbaring lemah di tempat tidur, mencoba untuk menenangkan suasana."Lia," suara Raka terdengar serak tetapi lembut. "Kau tidak perlu menyalahkan dirimu terus-menerus. Semua ini bukan salahmu."Lia menoleh, matanya basah oleh air mata yang tertahan. "Bagaimana bisa bukan salahku? Jika aku tidak mengajak kalian ke sini, semua ini tidak akan terjadi."Dean akhirnya angkat bicara, nadanya tajam meski ia berusaha menahan emosinya. "Lia, berhentilah menyiksa dirimu sendiri. Kita semua memilih untuk datang ke sini. Tidak ada yang memaksa siapa pun."Lia menggigit bibir

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07
  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 55

    Malam terus bergulir, menggulung keheningan yang terasa menyesakkan. Di dalam tempat penampungan itu, api kecil di sudut ruangan memancarkan cahaya hangat, namun tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang bersemayam di hati mereka. Lia terjaga, matanya terpaku pada anak kecil yang masih tertidur lelap di sudut ruangan. Sesuatu tentang kehadiran anak itu terus mengusik pikirannya.Dean duduk di dekat pintu dengan tubuh tegap, matanya memandangi kegelapan luar. Sementara itu, Raka, meskipun masih lemah, bersandar di dinding kayu, mencoba mengatur napas yang berat."Dean," bisik Lia, suaranya nyaris tidak terdengar.Dean menoleh, tetapi tidak menjawab. Sorot matanya tetap tajam, penuh kewaspadaan.Lia menggigit bibirnya, mencoba menyusun kata-kata. "Apa kau benar-benar berpikir anak itu bisa menjadi ancaman?"Dean mendesah pelan, tidak ingin memulai perdebatan. "Aku tidak tahu, Lia. Tapi aku tidak ingin mengambil risiko. Dalam situasi seperti ini, kita tidak bisa mempercayai siapa pun."L

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 73

    Langit sore itu terlihat begitu cerah. Cahaya matahari yang lembut menyelimuti kampus, menciptakan suasana yang tenang meski ada banyak orang berlalu-lalang. Lia berjalan di samping Dean, langkah mereka seakan seirama meskipun kadang Lia terhenti, menatap langit dengan pikiran yang penuh."Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Dean, matanya memandang Lia dengan penuh perhatian. Tangannya yang besar menggenggam tangan Lia dengan lembut, seakan memberinya kekuatan.Lia menarik napas dalam-dalam, merasa tenang di dekatnya. "Aku hanya berpikir, apakah ini keputusan yang tepat. Mengakhiri masa lalu dan memulai sesuatu yang baru."Dean tersenyum, senyum yang selalu bisa membuat Lia merasa lebih ringan. "Keputusan itu tak pernah mudah, Lia. Tapi aku yakin kau sudah memilih dengan hati. Kau tak perlu ragu lagi."Lia mengangguk, meskipun ada sedikit rasa khawatir yang masih menghantuinya. Meninggalkan masa lalu memang bukan hal yang mudah. Namun, apa y

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 72

    Lia berjalan pelan di lorong kampus, matanya menatap lurus ke depan, meskipun pikirannya berkecamuk. Hari-hari terakhir terasa begitu berbeda. Kehadiran Dean yang semakin dekat membuatnya merasa nyaman, tetapi di sisi lain, bayang-bayang Raka masih mengintai di setiap langkahnya.Hari itu, Lia memutuskan untuk bertemu Dean setelah kuliah. Ia ingin berbicara lebih banyak, mengungkapkan perasaannya yang telah lama terpendam. Mereka sudah melewati banyak hal bersama, dan sepertinya inilah saat yang tepat untuk mengungkapkan segala sesuatunya dengan jelas.Sementara itu, Dean yang telah menunggu di taman kampus tersenyum ketika melihat Lia mendekat. Seperti biasa, senyum itu menghangatkan hati Lia. Ia tahu Dean adalah sosok yang selalu bisa membuatnya merasa tenang. Tak ada yang memaksanya untuk menjadi sesuatu yang bukan dirinya."Lia, kau datang juga," ujar Dean dengan suara lembut, namun penuh kehangatan. Matanya yang teduh menatap Lia dengan penuh per

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 71

    Hujan turun deras malam itu, menambah keheningan yang menyelimuti kamar Lia. Ia duduk di dekat jendela, memeluk lututnya sambil memandangi tetesan air yang membasahi kaca. Bayangan Raka masih terngiang di kepalanya, begitu pula kata-kata terakhir yang ia ucapkan.“Aku ingin kamu bahagia, Lia.”Namun, bahagia seperti apa yang sebenarnya ia inginkan? Apakah ia benar-benar tidak bisa bahagia tanpa Raka?Pikirannya berkecamuk. Ia merasa seperti tersesat di persimpangan jalan. Tapi di tengah kebingungannya, ada satu nama lain yang terus menyelinap masuk ke dalam hatinya: Dean.Dean, dengan senyumannya yang selalu memberi rasa hangat. Dean, yang meski tidak pernah ia duga, selalu berada di saat ia membutuhkan seseorang.Keesokan harinya, Lia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kampus. Ia membutuhkan ketenangan, atau setidaknya tempat di mana ia bisa mengalihkan pikirannya dari semua kekacauan ini.Langkahnya terhenti ketik

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 70

    Langit kampus dipenuhi awan kelabu, mencerminkan suasana hati Lia yang tak menentu. Langkahnya terasa berat ketika ia memasuki taman di depan gedung utama, tempat Raka biasa menunggu. Namun hari ini berbeda. Tidak ada Raka yang tersenyum hangat menyapanya. Yang ada hanya bangku kosong dan udara dingin menusuk.Lia merapatkan jaketnya, matanya menyapu sekitar, berharap ia hanya terlambat beberapa menit. Namun, semakin lama ia berdiri di sana, semakin nyata kenyataan bahwa Raka tidak datang.“Lia.”Suara itu membuatnya menoleh. Dean berdiri tak jauh darinya, mengenakan hoodie abu-abu dan jeans. Rambutnya berantakan seperti baru berlari, dan ada senyuman kecil yang menggantung di bibirnya.“Aku kira kamu nggak ke sini,” katanya sambil melangkah mendekat.Lia menatapnya dengan ekspresi campur aduk. “Aku nunggu Raka.”Dean mengangguk pelan, meski ada sesuatu di matanya yang sulit diterjemahkan. “Raka nggak bilang apa-apa ke kamu?

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 69

    Bab 68Malam itu, hujan turun dengan deras, menciptakan irama alami yang menenangkan. Lia duduk di dekat jendela kamarnya, menatap tetesan air yang berlomba-lomba menuruni kaca. Pikirannya melayang, mencoba mencerna peristiwa yang baru saja terjadi.Pertemuan dengan Raka di kafe sore tadi masih terngiang jelas di benaknya. Tatapan mata Raka yang penuh harap, kata-kata yang terucap dengan hati-hati, dan keheningan yang sesekali menyelimuti percakapan mereka."Lia, aku tahu ini sulit untukmu," kata Raka sambil menatap langsung ke matanya. "Tapi aku ingin kamu tahu, perasaanku padamu tulus. Aku siap menunggumu sampai kamu benar-benar yakin."Lia hanya bisa tersenyum tipis saat itu, tanpa mampu memberikan jawaban pasti. Hatinya masih bimbang antara perasaannya pada Raka dan Dean.Keesokan harinya, Lia memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota, berharap udara segar bisa membantunya berpikir lebih jernih. Langit cerah dengan awan putih berarak, angin sepoi-sepoi meniup lembut rambutnya.

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 68

    Malam itu, angin berhembus lembut, membawa aroma khas hujan yang baru saja reda. Lia duduk di teras rumahnya, menatap langit yang mulai cerah, dengan bintang-bintang yang bermunculan satu per satu. Pikirannya melayang, merenungkan pertemuannya dengan Raka dan Dean beberapa hari lalu.Ia telah menyampaikan keputusannya untuk tidak memilih salah satu dari mereka saat ini, dan meminta waktu untuk memahami perasaannya sendiri. Keduanya menerima keputusan itu dengan lapang dada, meskipun Lia bisa melihat kekecewaan di mata mereka.Sejak saat itu, Lia merasa ada jarak yang tercipta antara dirinya dengan Raka dan Dean. Mereka masih berkomunikasi, namun tidak seintens dulu. Lia memahami bahwa mereka memberi ruang baginya untuk berpikir, namun ia tak bisa menghindari rasa kesepian yang mulai menyelimuti hatinya.Suatu hari, saat berjalan-jalan di taman kota, Lia melihat seorang gadis kecil yang sedang bermain dengan anjing peliharaannya. Tawa riang gadis itu mengingatkannya pada masa kecilnya

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 67

    Langit mendung menggantung di atas kampus, memberikan suasana muram yang terasa selaras dengan perasaan Lia. Ia berjalan di koridor panjang menuju perpustakaan, mencoba mengalihkan pikirannya. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah beban keputusan yang ia hadapi menekan pundaknya.Pintu perpustakaan berderit saat ia membukanya. Di dalam, aroma buku tua langsung menyergap indra penciumannya. Tempat ini biasanya menjadi pelariannya, namun hari ini, ketenangan perpustakaan terasa terlalu sunyi.Lia melangkah menuju rak bagian belakang, tempat paling sepi yang biasa ia pilih untuk menyendiri. Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang pria yang sangat dikenalnya duduk di sudut ruangan, sibuk dengan laptopnya.Dean.Pria itu tampak tenggelam dalam pekerjaannya, wajahnya serius, jemarinya bergerak lincah di atas keyboard. Lia ragu sejenak, namun akhirnya mendekat. Ketukan kecil pada meja membuat Dean menoleh.“Oh, Lia,” ucapnya

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 66

    Lia duduk di kursi taman kampus, membiarkan angin pagi yang dingin menggoda rambutnya. Langit mendung di atasnya seperti mencerminkan pikirannya yang kacau. Beberapa mahasiswa berlalu-lalang, namun ia tidak memperhatikan mereka. Matanya tertuju pada buku catatan yang terbuka di pangkuannya, tetapi pikirannya jauh dari tulisan-tulisan yang memenuhi halaman itu.Dean menghampiri dari kejauhan, wajahnya terlihat serius. Tanpa banyak bicara, ia duduk di samping Lia. Aroma khas parfumnya menyapa hidung Lia, membuatnya sedikit tegang.“Lia,” Dean memulai, suaranya pelan namun tegas. “Kamu baik-baik saja?”Lia menoleh, mencoba menutupi emosi yang meluap dalam hatinya. “Aku baik,” jawabnya singkat, meski nada suaranya terdengar getir.Dean menarik napas panjang. Ia tahu Lia sedang berusaha keras menyembunyikan sesuatu. Selama ini, Lia selalu seperti itu—mencoba terlihat kuat meskipun hatinya sedang bergolak.“Kita nggak bisa terus kayak gini

  • CINTA DI BALIK BENCI   Bab 65

    Hari itu, Lia merasa ada yang aneh. Seperti ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang sedang menunggu untuk diungkapkan. Perasaan itu muncul begitu ia berjalan melewati ruang kelas, ketika ia melihat sebuah pesan di ponselnya.Pesan dari Raka."Bisakah kita bicara setelah sekolah?"Itu saja. Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Tetapi cukup untuk membuat hati Lia berdegup lebih kencang. Seperti ada beban yang tertahan di dalam dirinya yang akhirnya harus dilepaskan.Setelah jam sekolah selesai, Lia berjalan dengan langkah perlahan menuju tempat yang telah mereka sepakati. Sebuah taman kecil di sudut sekolah yang biasanya jarang didatangi orang. Raka sudah menunggu di sana, tampak lebih serius daripada biasanya."Raka," sapa Lia pelan, mendekat.Raka menoleh, dan matanya langsung menangkap perhatian Lia. Ada sesuatu yang berbeda di mata laki-laki itu hari ini. Bukan hanya kecemasan, tapi juga keteguhan."Kita perlu bicara," kata Raka, suaranya lebih berat dari biasanya. “Tentan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status