Di sebuah tempat...
Di dunia lain...
Seorang wanita tengah memperhatikan seseorang dari balik pohon besar di tepi danau.
Seorang laki-laki yang sedang duduk termenung di atas kayu yang memanjang di tepi danau. Kakinya berayun-ayun bebas sambil sesekali menyipratkan air yang terbawa oleh ujung-ujung kakinya yang tak beralas. Matanya terus menatap lurus ke depan. Seolah sedang menanti sesuatu yang akan datang dari balik bukit hijau nan asri yang terbentang luas dihadapannya.
Entah sudah berapa lama dia duduk disana tapi sepertinya dia belum berniat untuk beranjak. Bahkan sampai bunga-bunga berguguran, daun-daun kering yang rapuh beterbangan te
"Aku sudah bercerai dengan Katrina," ucap Hardin pada Luwi, saat mereka baru saja selesai makan malam bersama di apartemen Reyhan.Luwi tidak terlalu kaget mendengarnya karena dia sendiri sudah mengetahui sejak awal perihal permintaan khulu yang diajukan Katrina kepada Hardin sekitar satu bulan yang lalu. Dan ini adalah kali pertama Hardin kembali menemuinya setelah satu bulan terakhir ini.Mendapati madumu sudah diceraikan oleh suamimu dan otomatis menjadikanmu istri sah satu-satunya yang berhak atas diri suamimu, tidak perlu khawatir tersaingi, tidak perlu takut terbagi, pun tidak perlu pusing-pusing cemburu setiap hari. Harusnya hal itu membuat seorang Luwi lega dan bahagia. Hanya saja, apa yang tengah dirasakan Luwi sekarang justru berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya dia rasakan.&nbs
Luwi baru saja keluar dari apartemen Reyhan, dia hendak berangkat ke rumah sakit. Dia melangkah cepat menuju jalan raya dan mulai menyeberang jalan, menuju koridor busway. Hatinya benar-benar dirundung cemas.Semalam dia tertidur sangat nyenyak di apartemen sampai tidak mendengar beberapa panggilan dari rumah sakit.Lagi dan lagi, kondisi Reyhan kembali kritis.Tim medis yang menangani Reyhan di rumah sakit sebenarnya sudah menyerah, namun Opah dan Omah bersikeras untuk tetap melanjutkan pemasangan semua peralatan medis di tubuh Reyhan. Mereka yakin Reyhan pasti bisa bertahan. Meski Luwi sendiri sadar, raut wajah mereka tidak bisa menyembunyikan keputusasaannya terhadap kondisi Reyhan saat ini. Sama halnya dengan yang Luwi rasakan dalam hati kecilnya sendir
Degupan jantung itu kian berpacu seiring derap langkah yang semakin lama semakin kencang.Kekhawatirannya menjadi berlebih.Dia tidak ingin datang terlambat setelah beberapa jam tadi mendapatkan kabar yang membuatnya tak henti mengeluarkan air mata."Trina, Reyhan... Dia kritis..."Itu satu kalimat yang di ucapkan Kak Zaenab dikediamannya di Bandung saat Katrina tengah bergurau dengan Fatia di ayunan kayu belakang rumah mereka.Satu kalimat yang nyaris membuat Katrina merasa jantungnya hendak berhenti.Siluet-siluet percakapannya dengan Reyhan di masa lalu seo
"Selamat, ya Pak. Istri anda sekarang sedang hamil, masuk usia kehamilan lima minggu." ucap seorang dokter kepada Arman di sebuah klinik umum dimana Arman membawa Luwi dalam keadaan pingsan tadi.Mendengar hal itu, Arman sontak terkaget-kaget, hingga setelahnya dia justru malah tersenyum kaku, seraya garuk-garuk kepala."Apa, Dok? Hamil? Ta-tapi saya bukan suaminya, Dok." ucap Arman terbata.Luwi baru saja bergabung di samping Arman setelah dia diijinkan bangkit dari pembaringan oleh perawat disana."Oh begitu? Maaf saya tidak tahu. Habis saya pikir kalian ini suami istri," ucap sang Dokter jadi tidak enak hati."Tak apa Dok,
Katrina begitu bersemangat hari ini. Rencananya dia akan berangkat ke Jakarta untuk menjenguk Reyhan di antar oleh Kak Zaenab dan Mang Fu'ad.Senyum tak henti mewarnai wajahnya yang tertutup cadar. Manik matanya yang indah terbalut bulu mata lentik hitam itu terus berbinar. Memancarkan cahaya kebahagiaan yang tak terkira. Sinarnya tidak mampu menutupi, bahwa perasaan ini sungguh luar biasa hebatnya.Meki dalam hati Katrina terus mencoba untuk menetralkan perasaannya. Dia tidak ingin larut dalam perasaan yang seharusnya tidak dia berikan pada laki-laki yang bukan mahramnya. Baginya ini tak lebih dari refleksi perasaan syukur atas keajaiban yang telah dikaruniakan Allah pada Reyhan.Ya, hanya itu. Tidak lebih.
"Luwi, perkenalkan, ini Om dan Tanteku dari bogor. Sebenarnya mereka sudah lama sekali ingin menjenguk Reyhan, tapi aku baru mengajaknya hari ini karena kebetulan Reyhan juga baru siuman hari ini," ucap seorang wanita bercadar yang baru saja datang bersama dengan keluarganya. "Om, Tante, ini Luwi adiknya Reyhan,"Mereka bersalaman sejenak. Luwi mempersilahkan Qyrani masuk ke dalam ruangan rawat Reyhan.Reyhan yang saat itu sedang di suapi bubur oleh Gibran."Halo Gibran? Apa kabar? Sini tante bantu suapi Om Reyhan?" ucap Qyrani dan mengambil alih piring yang diberikan oleh Gibran.Bocah itu selalu menatap aneh pada Qyrani setiap kali wanita itu datang menjenguk Om nya ke rumah sakit. Dia sep
Gibran sudah tertidur sehabis mereka menunaikan shalat isya berjamaah tadi. Malam ini Gibran dan Hardin berencana menginap di apartemen Reyhan bersama Luwi sebab besok adalah weekend, sekolah Gibran libur dan Hardinpun tidak ke kantor.Hardin sudah sejak tadi duduk di sofa sendirian, sementara Luwi malah menyibukkan diri di kamar mandi. Entah apa yang dia lakukan? Pikir Hardin yang sudah terlanjur bosan menunggu Luwi yang tidak juga bergabung bersamanya di sofa depan TV.Dia baru saja menggeledah apa saja isi Kaset-kaset DVD yang dimiliki Reyhan di apartemen itu dan berharap dia menemukan blue film atau yang biasa dikenal dikalangan remaja saat ini dengan istilah, film bokep.Dan faktanya, tak ada satupun film dewasa yang dimiliki Reyhan di apartemennya. Te
Hari-hari datang, diam dan pergi.Menyisakan Luka yang mendalam bagi hati yang berharap akan sebuah keajaiban. Bagi hati yang berharap takdir berhenti mempermainkan kehidupan. Meski kenyataan memang tak selalu seindah harapan.Karena perasaan bersalah masih terus mengetuk-ngetuk pintu hati. Hingga terpaksa mengubur keberanian untuk sekedar mengungkapkan apa-apa yang dirasa.Lagipula bila perasaan itu diungkap dan pada akhirnya hanya akan menorehkan luka, jadi untuk apa? Lebih baik diamkan?Meski, dengan diampun hati tetap tidak akan bahagia.Bahkan dengan diam, masalah tidak akan pernah selesai.