Nyonya Xie menangis harus melepaskan wanita sebaik Christy Xu. Malam itu Hujan turun dengan Lebatnya .
Christy Xu pulang dengan berlari mengabaikan hujan dan petir. Dia baru saja membujuk Ibu dari orang yang dia cintai agar merestui pernikahan Putranya dengan wanita yang telah di pilih putranya. Christy Xu begitu mencintainya sehingga memilih melepaskannya jika itu membuat kaki-laki yang dia cintai bahagia. Christy Xu berlari sambil menangis, tiba-tiba langkahnya terhenti dan tersandung . 'Buuuugh' Christy pun terjatuh. Christy menghapus air hujan dan butiran-butiran air mata yang ada di wajahnya. "Tuan! Tuan kau ini kenapa?" tanya Christy sambil menggoyang-goyangkan tubuh pria yang tersungkur dan terlihat penuh darah itu. "Aaah, dia berdarah," ucap Christy dengan panik dan ketakutan. "Tuan! Tuan sadarlah," ucap Christy sambil memapah tubuh pria itu. Dengan tubuh kecil imutnya, Christy agak kesusahan mengangkat tubuh pria itu. Christy membawa Pria itu ke rumahnya. Dengan susah payah Christy memapah pria itu masuk kedalam rumahnya. Christy merebahkan tubuh pria itu di sofa, lalu terduduk dengan nafas tersengal-sengal di sampingnya dan menatapi pria asing tersebut. "Huuufh," Christy mencoba mengatur nafasnya lalu bangkit mengambil kotak P3K nya. "Apa yang terjadi pada pria ini," pikir Christy sambil membersihkan luka pada tubuh pria itu. Wajahnya nampak terlihat habis di pukul dan ada beberapa luka tusukan di tubuhnya. "Ini, ennn apa yang harus kulakukan dengan ini," ujar Christy bergumam pelan karena merasa takut dan gemetar. "Een, apa yang harus ku lakukan dengan luka ini ?" ucapnya sambil terus membersihhkan luka-lukanya dengan alkohol. Christy menghentikan pendarahannya dengan menakan pelan di bagian lukanya lalu menempelkannya dengan kain kasa. Christy ada mengganti pakaian pria itu dengan Kemeja Eric Xie yang masih ada di Apartemennya. Kemeja itu nampak pas di tubuh pria itu. Christy sangat merasa kelelahan dan tertidur di bawah sofa. Tak berapa lama Pria itu tersadar. Melihat Chrstiy tertidur. Lalu mencoba bangkit dari sofa, mencoba berdiri tapi malah terjatuh menindih tubuh Christy yg sedang terlelap tidur. "Aaah, apa yang mau kau lakukan?" tanya Christy ketakutan. "Kau bantu aku panggilkan taksi," ucap pria itu sambil menahan sakit. Christy memapah pria itu duduk di sofa. "Kau tunggu lah disini, aku akan mencoba mencari taksi," begitu Chirsty membuka pintu nampak Eric Xie tengah berdiri di depan pintunya. "Eric, sedang apa kau disini?" tanya Christy. Eric menarik lengan Chrity masuk ke dalam. "Apa kau sudah bicara dengan ibuku?" tanya Eric. "Iya," jawab Christy sambil mengepalkan tangan dan menahan tangis. "Kau pulanglah, aku sudah membujuk ibumu agar memberikan restu kepadamu. Mulai hari ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi," ucap Christy Xu. Eric menyadari jika sedari tadi ada yang memandangi mereka. "Kau .... kau siapa?" tanyanya. Christy teringat kalu dia baru saja membawa pria asing ke Apartemnnya. "Aku Edward, temannya," jawabnya enteng. Melihat kemejanya di pakaikan ke Edward hati Eric terasa panas. "Bagus sekali Christy. Nampaknya tidak memakan waktu lama untuk melupakanku," ucap Eric. "Eric aku sudah tidak menyambutmu lagi disini, kau pergilah," ucap Chirsty Xu. "Jika ada barang-barangmu yang tertinggal di sini aku akan mengirimkannya kepadamu," tambah Christy. Dengan hati marah Eric meninggalkan Apertemen Christy. Edward terus mengamati Christy yang sedang menahan tangis. "Apakah wanita ini baru saja di campakan," pikir Edward. "Kau tunggulah disini, aku aka mencarikan taksi untukmu," ucap Christy lagi. Tak berapa lama Christy menemukan Taxi, dan meminta bantuan Supir taxi tersebut untuk membantu memapah Edward. Christy menatap kepergian taksi tersebut. "Pria itu bahkan tidak berterima kasih kepadaku," ucap Christy sambil telak pinggang tidak percaya jika ada orang seperti itu. Christy kembali masuk ke Apartemennya. Matanya mulai berkaca-kaca kembali mengingat tiap sudut kenangan dengan Eric disini. Tujuh tahun, Christy Xu setia menunggu Eric di Kota kecil Sin chuan ini. Setia menunggu sambil merawat Nyonya Xie. Tiba-tiba Eric Pulang dengan membawa Seorang wanita yang tengah mengandung bayinya, dan meminta restu kepada Nyonya Xie. Ketika Nyonya Xie menolak memberikan restu, Eric mendatangi Christy untuk membantunya bicara membujuk ibunya agar mau merestui pernikahannya. Semakin di Ingat, isak tangis Christy semakin pecah. Christy membuang cincin pemberian Eric ke toilet flush. Hatinya terlalu sakit untuk memakainya. Karena terlalu lelah Chirsty terkena demam, namun tetap harus pergi bekerja. Dengan wajah pucat Christy duduk di dalam bus dengan pandangan kosong dan menyedihkan. Edward, mengenali Christy Xu, dan memandanginya dari dalam mobilnya yang berhenti sejajar ketika lampu merah. "Wanita itu tampak menyedihkan," ucap Edward enteng dan mengalihkan pandangannya. "Henry apa yang kau ketahui tentang kejadian semalam?" tanya Edward Gu. "Direktur, nampaknya itu adalah perbuatan salah satu wanita yang pernah dekat dengan Direktur." "Sial," batin Edward mengutuki Bethany. Hanya dia wanita yang mengetahui jika Edward ada takut gelap . Dan malam itu ketika di toilet pria, ada kesengajaan dengan merusak lampu di toilet tersebut pada saat itulah, Edward dianiaya orang-orang Bethany. Setelah habis dipukuli dan ditusuk mereka membuang Edward begitu saja di pinggir jalan. Jika saja malam itu Christy tidak menemukannya maka Edward sudah pasti akan mati kedinginan dengan sekujur luka di tubuhnya. Edward kembali ke Jiangmen City. Kota besar pusat ekonomi dan kebudayaan. Edward pergi ke kota Sinchuan karena baru saja mengakuisisi sebuah Pabrik kain. Edward kesana untuk meninjau keadaan pabrik yang akan memproduksi bahan kain-kain untuk di Supply ke Butik-butik besar di Jiangmen City. Satu tahun berlalu dari kejadian pahit Yang Christy alami. Dia memutuskan untuk pindah ke Jiangmen City. Temannya yang bernama Helen ada menawarkan dia pekerjaan sebagai staff administrasi di kantornya. Christy menerimanya karena merasa membutuhkan suasana baru untuk benar-benar bisa melupakan Eric. Kebersamaan selama tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar. Serpihan-serpihan ingatan tentang kenangan mereka masih ada yang menyesap di dalam hati. Christy mengurus segala sesuatu untuk kepindahannya. Mengurus pengunduran diri ke kantornya, dan mencari penyewa untuk apartemen yang dia tempati sekarang. Begitu mendapatkan penyewa, barulah Christy pergi ke Jiangmen City. Helen sudah menunggunya di stasiun kereta. Dua sahabat itu berpelukan karena merasa rindu. terakhir bertemu ketika mereka sama-sama memasuki Universitas. Karena masalah biaya Christy hanya bisa melanjutkan ke Universitas yang ada di Kota Sin chuan. Sementara Helen meneruskan ke Universitas yang ada di Jiangmen City. "Christy kau nampak semakin cantik saja," Ucap Helen memuji. "Tentu saja, semenjak dalam kandungan ibuku. Aku sudah di takdirkan menjadi cantik," jawab Christy serius setengah mecandai Helen. "Ayolah kita makan Hot Pot dulu, baru setelah itu kita pulang ke tempatku," ucap Helen sambil menarik Koper Chirsty dan mengajaknya menaiki taxi. Mereka makan hot pot di pinggiran kaki lima, untuk menghemat uang. Sewa tempat di Jiangmen city sangatlah mahal, karena itu Helen mengajak Christy untuk tinggal sementara dengannya.Christy menghentakan langkah kakinya dengan pasti. Hari ini adalah hari interviewnya di tempat yang akan meniadi kantor barunya. Wawancara dijalani dengan lancar dan sukses, Christy mendapatkan pekerjaan itu. "Helen, aku mendapatkan pekerjaan itu," ucap Christy dengan senang. Helen yang mendengarnya ikut senang untuk sahabatnya itu. "Aku akan menunggumu di rumah, aku akan memasak makan malam untukmu," ujar Christy. Christy berjalan keluar gedung dengan senyum riang, bertepatan dengan mobil Edward yang berhenti di depan pintu masuk. Mereka berpapasan di depan pintu masuk gedung. Namun nampaknya hanya Edward yang mengenali Christy. Karena sedikitpun Christy tidak menoleh kepadanya. "Enn, wanita itu benar-benar tidak mengenaliku," gumam Edward Gu tidak percaya. Ada Wanita yang mengabaikan dan melupakannya. Sepertinya hanya baru dia seorang. Chr
"Ceritakan hari pertama mu?" tanya Helen pada christy. Sambil merebahkan dirinya, Christy bercerita dengan menyedihkan . "Aaah Helen, kenapa ada Bos yang menyebalkan sepertinya," protes Christy. Helen mencubit tangan Christy, "Hei, kau tidak tahu betapa banyak karyawan wanita di kantor kita yang ingin memiliki kesempatan bisa berdekatan dengan Presdir kita," ucap helen. "Haaaah, aku dengan senang hati rela untuk bertukar posisi jika bisa," ucap Christy sambil tertawa. Jam 7. 30 pagi christy sudah di kantor. Mengecek file-file jadwal Presdir. Merapihkan laporan-laporan dari kepala-kepala departemen yang akan di tanda tangani Presdir. Tepat jam 08. 00 pagi. Presdir tiba di kantor "Selamat pagi Direktur," ucap Christy. "Bawakan kopiku!" perintah Edward. Christy mengangguk dan segera pergi ke Pantry untuk membuatkan kopi . Christy menaruh
Christy memukul-mukul kepalanya. "Ya Tuhan. Christy, kekacauan apa yang telah kau buat," batinnya menggeliat. "Habislah sudah karirku yang baru berusia beberapa hari ini," ucap Christy mau menangis dsn sendu dihati. Christy membuka pintu kamar itu pelan-pelan. Sepertinya Presiden Direktur sedang tidak ada, Christy mengendap-ngendap keluar sambil berjinjit agar gerakannya tidak terdengar. "Apa kau mau pergi membawa baju kemejaku?" ucap Edward. Tubuh Christy membeku . "Ketahuan," ucap Christy dalam hati sambil menggigit bibirnya. Edward berdiri bersedekap di depan Christy Xu. "Apakah wanita ini benar-benar akan pergi keluar dengan seperti ini," ucap Edward dalam hati sambil memandangi kemeja selutut yang dipakai Christy, menunjukan kaki jenjang panjangnya dan mepertegas jari-jari kacil kakinya yang imut. Edward mengambil Tas y
Chritsy Xu mengejar langkah Edward Gu. "Tuan apakah Nyonya besar galak?" tanya Christy. "Sebentar lagi kau bisa mengetahuinya," ucap Edward Gu. Mereka berdua sampai di Ruang Makan. Edward menggandeng tangan Christy, lalu membisikan sesuatu ke telinga Christy. "tersenyumlah"! perintah Edward Gu. Christy Xu memasang senyuman termanisnya. "Nyonya Gu, Selamat malam," Sapa Christy seraya memberikan hormat membungkukan badannya. Nyonya Gu, merasa senang melihat sopan santun Christy. Tinggal di tengah-tengah kota modern seperti ini, sudah jarang sekali menemui anak Gadis masih menjungjung nilai-nilai luhur norma. "Ya, ya . Gadis manis," ucap Nyonya Gu sambil menarik Christy untuk duduk di sebelahnya. Mereka bertiga duduk dengan tenang di meja makan bundar tersebut. Selesai makan Nyonya Gu mengajak Christy meminum Teh herbal untuk m
Christy Xu merasa merdeka ketika melihat susunan Jadwal kerja President Direktur. "Yes, dia akan melakukan perjalanan dinas ke Negri kincir Angin selama sepekan," ucap Christy dalam hati dan tersenyum dengan penuh kemenagan. "Dalam Sepekan hari-hariku akan penuh kedamaian," ucapnya lagi. "Apakah ada sesuatu yang menyenangkan hatimu?" tanya Yuri sang Sekretaris utama Presdir. "Aah, tidak. tidak ada apa-apa. Eem apakah kau akan ikut pergi dengan Presdir?" tanya Christy. "Tentu saja aku harus pergi, bukankah aku Sekretaris utamanya," hawab Yuri. "Kau hebat sekali Yuri, Sekretaris terhandal Presdir," ucap Christy memuji. Selama Christy bekerja disini, Christy tidak pernah melihat Yuri di jemput oleh Pria. "ya, ya bekerja dengan Presdir antik macam Tuan Gu itu tentu saja membuat Yuri menjadi tidak memiliki waktu untuk mengurus soal cinta," pikir Christ
Melihat Presdir Gu menatapnya dengan tatapan investigasi Christy pun langsung membela diri. "Tenang saja Presdir Gu, makanan yang baru saja kumasak ini aman dan steril," ucap Christy kepada Edward Gu. Christy hanya menyiapkan satu set makan malam, karena tadi meski makan sedikit dia sudah merasa kenyang. Bagaimana mungkin selera makannya tidak menghilang jika tadi baru saja di kejar-kejar dan digelitiki. "Direktur, silahkan menikmati makan malamnya," ucap Chirsty sambil berlalu pergi mandi. Christy nampak kebingungan melihat beberapa barang di kamar mandinya berubah. "Sikat gigi berpasangan," ucapnya sambil mengernyitkan alisnya. "Bukaknkah ini hanya kesepakatan saja untuk menemani dia berpura-pura, kenapa harus berakting sampai seserius ini," gumam Christy dalam hati sambil melihat Kimono yang sama yang tadi di pakai oleh Edward Gu. &nb
Mereka ke Kota Sin Chuan dengan menggunakan Pesawat. Agar lebih cepat ke tujuan. Sesampainya di Kota Sinchuan Eric segera membawa Christy ke Rumah Sakit. Perlahan Christy menghampiri tempat tidur Nyonya Xie. "Ma, aku disini". Ucap Christy seraya memegang lembut tangan Nyonya Xie. Mendengar suara Christy yang memanggilnya Nonya Xie pun terbangun. "Christy Putriku, kau disini". Ucap Nyonya Xie dengan senang. "Ya, Ma". Jawab Christy. Nyonya Xie memandang Eric, di matanya masih terisrat kemarahan pada Putranya itu. "Ma, sudahlah aku sudah msmbawa Christy ke sini bukan ?". Ucap Eric. "Kau ini, jika bukan karena perbuatanmu. Christy sudah akan benar-benar menjadi Putriku !". Ucap Nyonya Xie penuh kemarahan pada Putranya itu. "Ma, sudahlah. Aku akan selalu menjadi Putrimu . Ucap Christy menenangkan Nyonya Xie. Eric dan Christy mene
Ketika Eric dan Edward sibuk berdebat, Christy sudah bersiap rapi akan pergi ke Rumah sakit. Christy berlalu begitu saja melewati mereka berdua. Eric mengejar christy dan menarik lengan Christy. "Christy tunggu aku sebentar, kita pergi melihat Mama bersama-sama yah," ucap Eric. Christy terdiam memandnag Eric lalu melepaskan tangan Eric dengan kasar. "Tidak perlu aku bisa pergi sendiri," ucap Christy berlalu pergi. Giliran Edward Gu yang mengejar Christy. "Tunggu aku," ucap Edward seraya menarik tangan christy agar berjalan sejajar dengannya. Christy bersedekap di depan Edward. "Direktur Gu, apa lagi yang kau inginkan dariku," ujar Christy dengan ketus. "Hei, kau ini masih sekretarisku bukan?" tanya Edward menyindir. "Eheem, aku kesini karena sedang mengurus pekerjaan di Pabrik Textile Gu. Dan aku membutuhkan bantuanmu," ucap Edward. &nbs
Edward mendekati Christy dengan langkah tenang, meski jelas terlihat rasa khawatir menguasainya. "Christy..." suaranya lembut, tetapi sarat dengan perasaan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terlambat."Christy menatapnya dengan mata yang masih sedikit buram karena peristiwa barusan. Dia mencoba tersenyum, meskipun rasa lelah begitu nyata di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Edward. Kau menyelamatkanku... seperti biasa."Edward mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Christy. Jarinya yang hangat menyusuri pipinya yang masih sedikit basah oleh air mata. "Kau selalu kuat. Lebih kuat dari yang kau kira."Christy merasa ada sesuatu yang berubah dalam cara Edward menatapnya saat ini. Seolah-olah beban yang lama menghimpit perasaan mereka berdua mulai terangkat. Untuk pertama kalinya, ada kelegaan di antara mereka. Meski tubuhnya masih gemetar, hatinya mulai merasakan kehangatan dari kehadiran Edward yang begitu dekat."Edward..." Christy mencoba mengumpulkan kekuatannya unt
Saat Yvone mengangkat pisau, waktu seolah melambat. Wajahnya penuh kebencian, napasnya terengah-engah, dan matanya memancarkan kegilaan yang tak terkendali. Dia melangkah maju, siap menyerang Christy yang masih tergeletak lemah di lantai."Yvone! Jangan!" seru Edward dengan suara penuh kekhawatiran, namun Yvone sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan obsesinya yang tak terbendung.Christy, meskipun lemah, tahu bahwa ini adalah titik kritis. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lelah dan nyeri akibat pergulatan sebelumnya. Pisau yang dipegang Yvone berkilat di bawah cahaya ruangan, dan Christy hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan ketidakberdayaan.Tepat saat Yvone hendak menyerang, Edward melangkah cepat, berlari menuju Yvone dan meraih pergelangan tangannya. Gerakannya cepat dan tepat, tetapi Yvone melawan dengan sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Edward! Aku harus melakukannya! Aku harus menyingkirkannya!" teriak Yvone histeris, berusaha melepaskan
Christy berdiri tegak di ambang pintu kamar, tubuhnya masih lemah tapi tatapannya penuh determinasi. Dia yang biasanya bisa menyembunyikan kegelisahannya dengan tenang, kini terlihat sangat terganggu. Ruangan itu seolah dipenuhi oleh ketegangan yang kian memuncak."Yvone," ujar Christy lagi, kali ini lebih tegas. "Kau selalu berada di bayang-bayang, merancang sesuatu. Tapi Edward tidak akan tinggal diam lagi. Kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku di hidup Edward."Yvone tertawa kecil, namun senyumnya penuh kepahitan. "Kau tahu apa yang membuatku muak, Christy? Aku selalu pandai berpura-pura menjadi korban. Setiap orang di sekitarku akan berlutut untuk melindungiku, padahal aku tidak lemah dan tak berdaya!"Christy terdiam sejenak, menatap Yvone yang kini terlihat lebih seperti seseorang yang arogan manipulatif. "Yvone, kau yang membuat hidup ini menjadi pertarungan yang tidak pernah kuminta.""Omong kosong!" teriak Yvone, matanya berkilat marah. "Sejak kau muncul, semua or
Di ruangan kerja Edward, suasana semakin memanas. Jia He berkutat dengan laptopnya, berusaha mencocokkan untuk data dari rekaman dengan berbagai database, mencari tahu siapa wanita yang ditemui oleh Mark. Sementara itu, Edward berdiri dengan tangan mengepal, mengamati layar dengan mata menyipit, berharap petunjuk berikutnya segera muncul."Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Edward dengan nada mendesak.Jia He mengangguk cepat. "Aku sedang mengolah pengenalan wajah dari video. Prosesnya mungkin butuh sedikit waktu."Edward berjalan mondar-mandir, pikirannya melayang kembali pada Christy. Ingatan tentang malam ketika semuanya berubah terus menghantuinya. Jika dia tidak datang tepat waktu, pasti Christy terluka, dan jika itu terjadi dia pasti tidak akan bisa mengampuni dirinya. Namun, yang tidak bisa dia lepaskan adalah firasat bahwa ini bukan kebetulan."Tunggu!" seru Jia He tiba-tiba. "Aku mendapatkan kecocokan! Wanita yang terlihat bersama pelaku. Dia… ini sebaiknya kau lih
Sambil melajukan mobilnya, Yvone terus berpikir tentang apa yang terjadi. Meskipun di dalam hatinya ada rasa khawatir untuk Christy, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa sebal. Kenapa Christy selalu menjadi pusat perhatian? Bagaimana mungkin semua orang melupakan perannya dalam skenario yang sebenarnya?Di sisi lain, di dalam ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih, Jia He sudah mulai mendapatkan gambaran dari pemantauan kamera. "Oke, aku menemukan beberapa rekaman di area sekitar. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujarnya dengan penuh semangat. Edward mendekat ke layar, matanya menyipit fokus pada setiap gerakan yang ditampilkan."Ini dia!" seru Jia He. Layar menampilkan sosok seorang pria yang terlihat mencurigakan. Dia tampak gelisah, seperti sedang mencari seseorang. Edward menjulurkan lehernya, memperhatikan setiap detail."Ini rekaman dari beberapa jam sebelum kejadian," jelas Jia He. "Dia terlihat berbicara dengan seseorang sebelum Christy datang. Mungkin
Edward melajukan mobilnya sementara Christy masih menangis sampai tertidur. Dia membawa pulang Christy ke rumah tua Gu, berharap ibunya dapat menghibur Christy. Ketika sampai wanita itu masih terpulas di kursi mobil Edward.Dengan lembut Edward menggedong Christy masuk ke rumah tua, Nonya Gu langsung saja menghampiri, "Apa yang terjad?" tanyanya."Dia demam?" ujar Nyonya Gu sembari mengusap kening Christy.Nyonya Gu membuka pintu kamar tamu, lalu Edward nerebahkan Christy di ranjang besar itu. dia mengelus pipi halus wanitanya itu. hatinya merasa marah ketika mengetahui Christy akan di gagahi oleh pria lain. Sementara, dia selama ini benar-benar menjaga Christy seperti porselen tapi malah ada laki-laki asing yang sengaja ingin menjamahnya.Edward menarik Nyonya Gu keluar dari kamar tamu Lalu menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi. Mendengarnya jelas saja membuatnya marah, "Temukan siapa pun pelakunya, tak peduli jika kita mengenalnya.
Eric diberi tahu nomor kamar Christy lalu pergi kesana dengan membawa makanannya. Sementara itu Christy sedang berjuang melepaskan diri dari pelukan pria asing tersebut. Baju Christy sudah sedikit robek dan kesadaran Christy sudah mulai menghilang.'Prang' tangan Christy masih berhasil menjatuhkan lampu yang ada di nakas samping ranjangnya. Eric yang mendengar ada sesuatu yang salah segera saja menendang pintu kamar Christy kuat-kuat sampai terbuka.Eric terkejut melihat ada pria di atas tubuh Christy. Eric melihat kedua mata Christy yang memandanginya dengan mata memerah berurai air mata.Menghabiskan masa-masa bertumbuh bersama, Eric memahami wanita seperti apa Christy. Eric segera saja menerjang masuk dan meraih pria asing tersebut dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.Edw
Yvone Menyeret Mu Tian Xing kedalam toilet, "Kau akan mengancurkan semua rencanaku," ujar Yvone dengan marah. "Rencanamu?" tanya Mu Tian Xing. "Emmm … maksudku, rencana kita?" Kilah Yvone. "Dengar! aku tidak ingin hal ini terjadi lagi!" ujar Yvone dengan nada menekankan. "Jika kau ingin menyingkirkan Christy, maka ikuti pengaturanku," ujar Yvone. Mu Tian Xing "…." Dengan rasa kesal, Mu Tian Xing pun pergi meninggalkan Textile Gu. Yvone benar-benar kesal dibuatnya. Yvone mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangnya yang ada disana. "Bagaimana, apakah semua sudah siap?" tanya Yvone.&
Malam ini tidak ada lembur, karena itu Christy bisa pulang tepat waktu. Chirsty menerima pesan dari Edward agar tidak perlu pergi berbelanja karena Edward sudah mengisi penuh isi kulkasnya.Christy tiba dan masuk ke apartemennya, Christy melihat Edward berbaring malas di sofanya. Chirsty mengganti sepatunya dengan sandal rumah."Tunggu ya, sebentar lagi aku akan memasak untukmu," ujar Christy seraya membungkuk sedikit dan mencium kening Edward."Emm …." jawab Edward sambil terus memperhatikan acara televisi yang sedang dia lihat.Chirsty mencuci muka, tangan dan kakinya bersalin pakaian casual barulah mulai memasak untuk Edward. Edward menghampiri Christy ketika wangi makanan sudah mulai tercium. Edward memeluk Christy dari belakang dan meletakan dagunya di bahu Christy.&n