Yvone Menyeret Mu Tian Xing kedalam toilet, "Kau akan mengancurkan semua rencanaku," ujar Yvone dengan marah.
"Rencanamu?" tanya Mu Tian Xing.
"Emmm … maksudku, rencana kita?" Kilah Yvone.
"Dengar! aku tidak ingin hal ini terjadi lagi!" ujar Yvone dengan nada menekankan.
"Jika kau ingin menyingkirkan Christy, maka ikuti pengaturanku," ujar Yvone.
Mu Tian Xing "…."
Dengan rasa kesal, Mu Tian Xing pun pergi meninggalkan Textile Gu. Yvone benar-benar kesal dibuatnya.
Yvone mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangnya yang ada disana.
"Bagaimana, apakah semua sudah siap?" tanya Yvone.&
Eric diberi tahu nomor kamar Christy lalu pergi kesana dengan membawa makanannya. Sementara itu Christy sedang berjuang melepaskan diri dari pelukan pria asing tersebut. Baju Christy sudah sedikit robek dan kesadaran Christy sudah mulai menghilang.'Prang' tangan Christy masih berhasil menjatuhkan lampu yang ada di nakas samping ranjangnya. Eric yang mendengar ada sesuatu yang salah segera saja menendang pintu kamar Christy kuat-kuat sampai terbuka.Eric terkejut melihat ada pria di atas tubuh Christy. Eric melihat kedua mata Christy yang memandanginya dengan mata memerah berurai air mata.Menghabiskan masa-masa bertumbuh bersama, Eric memahami wanita seperti apa Christy. Eric segera saja menerjang masuk dan meraih pria asing tersebut dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.Edw
Edward melajukan mobilnya sementara Christy masih menangis sampai tertidur. Dia membawa pulang Christy ke rumah tua Gu, berharap ibunya dapat menghibur Christy. Ketika sampai wanita itu masih terpulas di kursi mobil Edward.Dengan lembut Edward menggedong Christy masuk ke rumah tua, Nonya Gu langsung saja menghampiri, "Apa yang terjad?" tanyanya."Dia demam?" ujar Nyonya Gu sembari mengusap kening Christy.Nyonya Gu membuka pintu kamar tamu, lalu Edward nerebahkan Christy di ranjang besar itu. dia mengelus pipi halus wanitanya itu. hatinya merasa marah ketika mengetahui Christy akan di gagahi oleh pria lain. Sementara, dia selama ini benar-benar menjaga Christy seperti porselen tapi malah ada laki-laki asing yang sengaja ingin menjamahnya.Edward menarik Nyonya Gu keluar dari kamar tamu Lalu menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi. Mendengarnya jelas saja membuatnya marah, "Temukan siapa pun pelakunya, tak peduli jika kita mengenalnya.
Sambil melajukan mobilnya, Yvone terus berpikir tentang apa yang terjadi. Meskipun di dalam hatinya ada rasa khawatir untuk Christy, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa sebal. Kenapa Christy selalu menjadi pusat perhatian? Bagaimana mungkin semua orang melupakan perannya dalam skenario yang sebenarnya?Di sisi lain, di dalam ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih, Jia He sudah mulai mendapatkan gambaran dari pemantauan kamera. "Oke, aku menemukan beberapa rekaman di area sekitar. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujarnya dengan penuh semangat. Edward mendekat ke layar, matanya menyipit fokus pada setiap gerakan yang ditampilkan."Ini dia!" seru Jia He. Layar menampilkan sosok seorang pria yang terlihat mencurigakan. Dia tampak gelisah, seperti sedang mencari seseorang. Edward menjulurkan lehernya, memperhatikan setiap detail."Ini rekaman dari beberapa jam sebelum kejadian," jelas Jia He. "Dia terlihat berbicara dengan seseorang sebelum Christy datang. Mungkin
Di ruangan kerja Edward, suasana semakin memanas. Jia He berkutat dengan laptopnya, berusaha mencocokkan untuk data dari rekaman dengan berbagai database, mencari tahu siapa wanita yang ditemui oleh Mark. Sementara itu, Edward berdiri dengan tangan mengepal, mengamati layar dengan mata menyipit, berharap petunjuk berikutnya segera muncul."Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Edward dengan nada mendesak.Jia He mengangguk cepat. "Aku sedang mengolah pengenalan wajah dari video. Prosesnya mungkin butuh sedikit waktu."Edward berjalan mondar-mandir, pikirannya melayang kembali pada Christy. Ingatan tentang malam ketika semuanya berubah terus menghantuinya. Jika dia tidak datang tepat waktu, pasti Christy terluka, dan jika itu terjadi dia pasti tidak akan bisa mengampuni dirinya. Namun, yang tidak bisa dia lepaskan adalah firasat bahwa ini bukan kebetulan."Tunggu!" seru Jia He tiba-tiba. "Aku mendapatkan kecocokan! Wanita yang terlihat bersama pelaku. Dia… ini sebaiknya kau lih
Christy berdiri tegak di ambang pintu kamar, tubuhnya masih lemah tapi tatapannya penuh determinasi. Dia yang biasanya bisa menyembunyikan kegelisahannya dengan tenang, kini terlihat sangat terganggu. Ruangan itu seolah dipenuhi oleh ketegangan yang kian memuncak."Yvone," ujar Christy lagi, kali ini lebih tegas. "Kau selalu berada di bayang-bayang, merancang sesuatu. Tapi Edward tidak akan tinggal diam lagi. Kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku di hidup Edward."Yvone tertawa kecil, namun senyumnya penuh kepahitan. "Kau tahu apa yang membuatku muak, Christy? Aku selalu pandai berpura-pura menjadi korban. Setiap orang di sekitarku akan berlutut untuk melindungiku, padahal aku tidak lemah dan tak berdaya!"Christy terdiam sejenak, menatap Yvone yang kini terlihat lebih seperti seseorang yang arogan manipulatif. "Yvone, kau yang membuat hidup ini menjadi pertarungan yang tidak pernah kuminta.""Omong kosong!" teriak Yvone, matanya berkilat marah. "Sejak kau muncul, semua or
Saat Yvone mengangkat pisau, waktu seolah melambat. Wajahnya penuh kebencian, napasnya terengah-engah, dan matanya memancarkan kegilaan yang tak terkendali. Dia melangkah maju, siap menyerang Christy yang masih tergeletak lemah di lantai."Yvone! Jangan!" seru Edward dengan suara penuh kekhawatiran, namun Yvone sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan obsesinya yang tak terbendung.Christy, meskipun lemah, tahu bahwa ini adalah titik kritis. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lelah dan nyeri akibat pergulatan sebelumnya. Pisau yang dipegang Yvone berkilat di bawah cahaya ruangan, dan Christy hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan ketidakberdayaan.Tepat saat Yvone hendak menyerang, Edward melangkah cepat, berlari menuju Yvone dan meraih pergelangan tangannya. Gerakannya cepat dan tepat, tetapi Yvone melawan dengan sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Edward! Aku harus melakukannya! Aku harus menyingkirkannya!" teriak Yvone histeris, berusaha melepaskan
Edward mendekati Christy dengan langkah tenang, meski jelas terlihat rasa khawatir menguasainya. "Christy..." suaranya lembut, tetapi sarat dengan perasaan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terlambat."Christy menatapnya dengan mata yang masih sedikit buram karena peristiwa barusan. Dia mencoba tersenyum, meskipun rasa lelah begitu nyata di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Edward. Kau menyelamatkanku... seperti biasa."Edward mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Christy. Jarinya yang hangat menyusuri pipinya yang masih sedikit basah oleh air mata. "Kau selalu kuat. Lebih kuat dari yang kau kira."Christy merasa ada sesuatu yang berubah dalam cara Edward menatapnya saat ini. Seolah-olah beban yang lama menghimpit perasaan mereka berdua mulai terangkat. Untuk pertama kalinya, ada kelegaan di antara mereka. Meski tubuhnya masih gemetar, hatinya mulai merasakan kehangatan dari kehadiran Edward yang begitu dekat."Edward..." Christy mencoba mengumpulkan kekuatannya unt
Nyonya Xie menangis harus melepaskan wanita sebaik Christy Xu. Malam itu Hujan turun dengan Lebatnya . Christy Xu pulang dengan berlari mengabaikan hujan dan petir. Dia baru saja membujuk Ibu dari orang yang dia cintai agar merestui pernikahan Putranya dengan wanita yang telah di pilih putranya. Christy Xu begitu mencintainya sehingga memilih melepaskannya jika itu membuat kaki-laki yang dia cintai bahagia. Christy Xu berlari sambil menangis, tiba-tiba langkahnya terhenti dan tersandung . 'Buuuugh' Christy pun terjatuh. Christy menghapus air hujan dan butiran-butiran air mata yang ada di wajahnya. "Tuan! Tuan kau ini kenapa?" tanya Christy sambil menggoyang-goyangkan tubuh pria yang tersungkur dan terlihat penuh darah itu. "Aaah, dia berdarah," ucap Christy dengan panik dan ketakutan. "Tuan! Tuan sadarlah," ucap Christy sam
Edward mendekati Christy dengan langkah tenang, meski jelas terlihat rasa khawatir menguasainya. "Christy..." suaranya lembut, tetapi sarat dengan perasaan. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika aku terlambat."Christy menatapnya dengan mata yang masih sedikit buram karena peristiwa barusan. Dia mencoba tersenyum, meskipun rasa lelah begitu nyata di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Edward. Kau menyelamatkanku... seperti biasa."Edward mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Christy. Jarinya yang hangat menyusuri pipinya yang masih sedikit basah oleh air mata. "Kau selalu kuat. Lebih kuat dari yang kau kira."Christy merasa ada sesuatu yang berubah dalam cara Edward menatapnya saat ini. Seolah-olah beban yang lama menghimpit perasaan mereka berdua mulai terangkat. Untuk pertama kalinya, ada kelegaan di antara mereka. Meski tubuhnya masih gemetar, hatinya mulai merasakan kehangatan dari kehadiran Edward yang begitu dekat."Edward..." Christy mencoba mengumpulkan kekuatannya unt
Saat Yvone mengangkat pisau, waktu seolah melambat. Wajahnya penuh kebencian, napasnya terengah-engah, dan matanya memancarkan kegilaan yang tak terkendali. Dia melangkah maju, siap menyerang Christy yang masih tergeletak lemah di lantai."Yvone! Jangan!" seru Edward dengan suara penuh kekhawatiran, namun Yvone sudah terlanjur dikuasai oleh emosi dan obsesinya yang tak terbendung.Christy, meskipun lemah, tahu bahwa ini adalah titik kritis. Dia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terlalu lelah dan nyeri akibat pergulatan sebelumnya. Pisau yang dipegang Yvone berkilat di bawah cahaya ruangan, dan Christy hanya bisa menatap dengan perasaan campur aduk antara ketakutan dan ketidakberdayaan.Tepat saat Yvone hendak menyerang, Edward melangkah cepat, berlari menuju Yvone dan meraih pergelangan tangannya. Gerakannya cepat dan tepat, tetapi Yvone melawan dengan sekuat tenaga. "Lepaskan aku, Edward! Aku harus melakukannya! Aku harus menyingkirkannya!" teriak Yvone histeris, berusaha melepaskan
Christy berdiri tegak di ambang pintu kamar, tubuhnya masih lemah tapi tatapannya penuh determinasi. Dia yang biasanya bisa menyembunyikan kegelisahannya dengan tenang, kini terlihat sangat terganggu. Ruangan itu seolah dipenuhi oleh ketegangan yang kian memuncak."Yvone," ujar Christy lagi, kali ini lebih tegas. "Kau selalu berada di bayang-bayang, merancang sesuatu. Tapi Edward tidak akan tinggal diam lagi. Kau tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku di hidup Edward."Yvone tertawa kecil, namun senyumnya penuh kepahitan. "Kau tahu apa yang membuatku muak, Christy? Aku selalu pandai berpura-pura menjadi korban. Setiap orang di sekitarku akan berlutut untuk melindungiku, padahal aku tidak lemah dan tak berdaya!"Christy terdiam sejenak, menatap Yvone yang kini terlihat lebih seperti seseorang yang arogan manipulatif. "Yvone, kau yang membuat hidup ini menjadi pertarungan yang tidak pernah kuminta.""Omong kosong!" teriak Yvone, matanya berkilat marah. "Sejak kau muncul, semua or
Di ruangan kerja Edward, suasana semakin memanas. Jia He berkutat dengan laptopnya, berusaha mencocokkan untuk data dari rekaman dengan berbagai database, mencari tahu siapa wanita yang ditemui oleh Mark. Sementara itu, Edward berdiri dengan tangan mengepal, mengamati layar dengan mata menyipit, berharap petunjuk berikutnya segera muncul."Apakah kau sudah mendapatkan sesuatu?" tanya Edward dengan nada mendesak.Jia He mengangguk cepat. "Aku sedang mengolah pengenalan wajah dari video. Prosesnya mungkin butuh sedikit waktu."Edward berjalan mondar-mandir, pikirannya melayang kembali pada Christy. Ingatan tentang malam ketika semuanya berubah terus menghantuinya. Jika dia tidak datang tepat waktu, pasti Christy terluka, dan jika itu terjadi dia pasti tidak akan bisa mengampuni dirinya. Namun, yang tidak bisa dia lepaskan adalah firasat bahwa ini bukan kebetulan."Tunggu!" seru Jia He tiba-tiba. "Aku mendapatkan kecocokan! Wanita yang terlihat bersama pelaku. Dia… ini sebaiknya kau lih
Sambil melajukan mobilnya, Yvone terus berpikir tentang apa yang terjadi. Meskipun di dalam hatinya ada rasa khawatir untuk Christy, dia tidak bisa menahan diri untuk merasa sebal. Kenapa Christy selalu menjadi pusat perhatian? Bagaimana mungkin semua orang melupakan perannya dalam skenario yang sebenarnya?Di sisi lain, di dalam ruangan yang dipenuhi dengan teknologi canggih, Jia He sudah mulai mendapatkan gambaran dari pemantauan kamera. "Oke, aku menemukan beberapa rekaman di area sekitar. Mari kita lihat apa yang bisa kita temukan," ujarnya dengan penuh semangat. Edward mendekat ke layar, matanya menyipit fokus pada setiap gerakan yang ditampilkan."Ini dia!" seru Jia He. Layar menampilkan sosok seorang pria yang terlihat mencurigakan. Dia tampak gelisah, seperti sedang mencari seseorang. Edward menjulurkan lehernya, memperhatikan setiap detail."Ini rekaman dari beberapa jam sebelum kejadian," jelas Jia He. "Dia terlihat berbicara dengan seseorang sebelum Christy datang. Mungkin
Edward melajukan mobilnya sementara Christy masih menangis sampai tertidur. Dia membawa pulang Christy ke rumah tua Gu, berharap ibunya dapat menghibur Christy. Ketika sampai wanita itu masih terpulas di kursi mobil Edward.Dengan lembut Edward menggedong Christy masuk ke rumah tua, Nonya Gu langsung saja menghampiri, "Apa yang terjad?" tanyanya."Dia demam?" ujar Nyonya Gu sembari mengusap kening Christy.Nyonya Gu membuka pintu kamar tamu, lalu Edward nerebahkan Christy di ranjang besar itu. dia mengelus pipi halus wanitanya itu. hatinya merasa marah ketika mengetahui Christy akan di gagahi oleh pria lain. Sementara, dia selama ini benar-benar menjaga Christy seperti porselen tapi malah ada laki-laki asing yang sengaja ingin menjamahnya.Edward menarik Nyonya Gu keluar dari kamar tamu Lalu menceritakan tentang apa yang baru saja terjadi. Mendengarnya jelas saja membuatnya marah, "Temukan siapa pun pelakunya, tak peduli jika kita mengenalnya.
Eric diberi tahu nomor kamar Christy lalu pergi kesana dengan membawa makanannya. Sementara itu Christy sedang berjuang melepaskan diri dari pelukan pria asing tersebut. Baju Christy sudah sedikit robek dan kesadaran Christy sudah mulai menghilang.'Prang' tangan Christy masih berhasil menjatuhkan lampu yang ada di nakas samping ranjangnya. Eric yang mendengar ada sesuatu yang salah segera saja menendang pintu kamar Christy kuat-kuat sampai terbuka.Eric terkejut melihat ada pria di atas tubuh Christy. Eric melihat kedua mata Christy yang memandanginya dengan mata memerah berurai air mata.Menghabiskan masa-masa bertumbuh bersama, Eric memahami wanita seperti apa Christy. Eric segera saja menerjang masuk dan meraih pria asing tersebut dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.Edw
Yvone Menyeret Mu Tian Xing kedalam toilet, "Kau akan mengancurkan semua rencanaku," ujar Yvone dengan marah. "Rencanamu?" tanya Mu Tian Xing. "Emmm … maksudku, rencana kita?" Kilah Yvone. "Dengar! aku tidak ingin hal ini terjadi lagi!" ujar Yvone dengan nada menekankan. "Jika kau ingin menyingkirkan Christy, maka ikuti pengaturanku," ujar Yvone. Mu Tian Xing "…." Dengan rasa kesal, Mu Tian Xing pun pergi meninggalkan Textile Gu. Yvone benar-benar kesal dibuatnya. Yvone mengambil ponselnya, lalu menghubungi orangnya yang ada disana. "Bagaimana, apakah semua sudah siap?" tanya Yvone.&
Malam ini tidak ada lembur, karena itu Christy bisa pulang tepat waktu. Chirsty menerima pesan dari Edward agar tidak perlu pergi berbelanja karena Edward sudah mengisi penuh isi kulkasnya.Christy tiba dan masuk ke apartemennya, Christy melihat Edward berbaring malas di sofanya. Chirsty mengganti sepatunya dengan sandal rumah."Tunggu ya, sebentar lagi aku akan memasak untukmu," ujar Christy seraya membungkuk sedikit dan mencium kening Edward."Emm …." jawab Edward sambil terus memperhatikan acara televisi yang sedang dia lihat.Chirsty mencuci muka, tangan dan kakinya bersalin pakaian casual barulah mulai memasak untuk Edward. Edward menghampiri Christy ketika wangi makanan sudah mulai tercium. Edward memeluk Christy dari belakang dan meletakan dagunya di bahu Christy.&n