"Paman... apakah monster itu mengejarku?" wajah Mary Aram pucat pasi, ia sangat ketakutan dan kebingungan. "Paman...""Oh Astaga," Boa Moza kembali menghampiri Mary Aram. Pria itu mendekap erat dan membawa masuk Mary Aram ke dalam kabin pribadinya."Tidak ada monster di kapalku! Tetap di dalam kabin, jaga Hegan Boa untukku," Boa Moza menatap mata Mary Aram lekat-lekat. Dengan cepat ia memagut bibir indah Mary Aram.Sejenak waktu terasa berhenti, napas hangat saling bertemu menciptakan kedamaian. Hanya terdengar detak jantung keduanya menguasai keheningan kabin."Bisakah kau menjaga Hegan Boa?" suara lembut Boa Moza menggugah hati Mary Aram."Mary Aram akan berusaha," ia menyandarkan keningnya sejenak pada tubuh bidang Boa Moza. "Namun Mary Aram sangat takut.""Bagus, tidak ada yang perlu ditakutkan," Boa Moza mengecup kening Mary Aram, lalu meraih kemeja tanpa mengancingkannya. Kemudian pria itu segera keluar kabin dan menguncinya dari luar. Menyadari dirinya hanya berdua dengan Hegan
Sosok yang berdiri di ambang kabin itu memang elegan dan tampan, namun entah mengapa bulu kuduk Mary Aram berdiri? Hatinya dicekam ketakutan.Perlahan Mary Aram menyusup kembali ke bawah meja, sambil memeluk erat Hegan Boa."Mengapa orang itu ada di sini?" Mary Aram sangat ketakutan, "Monster itu! Monster itu akan datang jika orang itu ada di sini.""Mary Aram, tidak ada monster di kapal ini," Boa Moza berusaha meraih Mary Aram yang menyusup semakin jauh ke bawah meja.Mendapati Mary Aram kembali bersembunyi, hati Abee Bong Moja bagai disayat sebilah pisau. Pria itu melangkah masuk ke dalam kabin."Mary Aram, aku Abee Bong Moja. Kita harus bicara," pria itu mendekat pada meja."Jangan mendekat! Monster itu akan datang menyeretku ke pondok di tengah hutan," mata indah itu menatap ke segala penjuru kabin.Bagai kucing liar yang terdesak, sikap Mary Aram sangat waspada. Ia mendekap erat Hegan Boa seolah takut jika monster datang mengambilnya."Mary Aram, jangan begini! Jangan kau melupak
Dua pria itu menghentikan duelnya, mendapati jendela kabin terbuka, tidak ada siapapun di bawah meja, Boa Moza segera keluar kabin dengan panik."Oh Astaga! Mary Aram?" tanpa berpikir panjang Boa Moza melompat keluar jendela dan langsung terjun ke laut. Beberapa pria anak buah Boa Moza sudah berada di dalam laut mencari Mary Aram.Melihat Mary Aram muncul di permukaan laut, Abee Bong Moja melemparkan pelampung ke laut. Seseorang berhasil meraih Mary Aram mendekat pada pelampung.Dengan sekuat tenaga Boa Moza berenang ke arah Mary Aram, begitu melihatnya menggigil ketakutan Boa Moza segera meraih keponakannya itu."Kau?!" Betapa terkejutnya Boa Moza mendapati pria yang menolong Mary Aram. Segera ia melayangkan tinju ke wajah orang itu. "Berani sekali kau muncul di hadapanku?""Boa Moza, kau sangat tidak sopan!" Keluh orang itu."Tidak perlu bersopan santun jika berhadapan denganmu. Segera ceraikan keponakanku!" Boa Moza berenang meraih pelampung."Paman, monster itu mencoba menangkapku
"Joseph Boa… Kini kau adalah kepala keluarga Boa Moza. Masa depan keturunan Boa Moza, semua berada dalam kebijaksanaan dirimu," tuan besar Felix Aram kembali tersenyum. Senyuman bijaksana penuh kedamaian, tanpa ambisi maupun keserakahan."Aku dan kakak besarmu Ferdinand Aram hanya sebagai penasehat saja, kami fokus pada niat pengabdian kami sebagai Aram, menjadi tabib untuk masyarakat. Mengenai Mary Aram, jika ia bersedia menikah denganmu, tidaklah masalah jika kalian menikah.""Terima kasih Kakak, aku akan menjaga anak-anak kalian dengan baik," hati Boa Moza sangat lega mendapat persetujuan dari tuan Felix Aram.Kehidupan baru, dimulai bagi Mary Aram. Kota St Peter memang tidak sebesar Kota St John, namun kota St Peter lebih indah dari kota St John. Jika St John kota modern, kota St Peter cenderung tradisional. Masyarakat St Peter cenderung menggunakan kereta kuda untuk transportasi, Juga pemandangan dan suasana kota St Peter lebih nyaman dan lebih bersih. Meski berada di pesisir ko
"Aku cinta padamu Mary Aram," perlahan Boa Moza mencurahkan kasih sayang pada Mary Aram, kasih sayang yang tidak terbatas."Paman… andaikan waktu dapat diputar, andaikan kala itu Mary Aram mengetahui yang sebenarnya, Mary Aram lebih menginginkan bersama Paman tentunya," mata sendu menyimpan kesedihan membuat hati Boa Moza trenyuh."Bukankah kini Mary Aram telah bersama Paman? Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan."Dalam pelukan hangat Boa Moza, selalu ada kedamaian di sana. Cinta tulus, kasih sayang berlimpah, perlindungan yang aman."Ah! Paman! Sudah pukul delapan!" sekonyong-konyong Mary Aram bangkit dan melompat dari pembaringan, gerak cepatnya membuat ia terjungkal."Sayang, kau selalu saja ceroboh," tegur Boa Moza terkejut."Paman, bukankah Paman harus bertemu klien pagi ini?" Mary Aram kalang kabut menggantikan pakaian Hegan Boa, serta menyiapkan susu dan perlengkapan bocah itu."Hari ini Mary Aram akan membawa Hegan Boa kuliah, jadi Paman dapat fokus dengan pekerjaan."Kerja cep
Sebuah helikopter terbang melintas di udara, kemudian terbang rendah di lapangan sepak bola kampus.Mendengar kegaduhan suara helikopter, Hegan Boa menggeliat terbangun."Hegan Boa, kita pulang berjalan kaki ke kantor ayah. Kita membeli makan siang terlebih dahulu untuk ayah," Mary Aram melangkah menuju food court kampus.Sembari duduk menunggu makanan yang dipesan, ia menunjuk ke arah helikopter, "Hegan Boa sayang, lihat! Helikopter itu sungguh hebat. Kelak kau pun dapat memiliki helikopter, bahkan pesawat dan kapal dagang seperti milik ayah."Hegan Boa tertawa menatap Mary Aram, dari mata bulatnya tampak jika ia anak yang pintar. Bocah lucu itu mengoceh seolah mengerti apa yang dikatakan oleh Mary Aram."Hegan Boa anak ibu yang tampan, ibu sangat sayang kepadamu," Mary Aram terus mengecup hidung Hegan Boa.Mengacuhkan tatapan sinis dan sindiran para mahasiswa perempuan di sekitarnya, Mary Aram meracik sebotol susu untuk Hegan Boa.["Hei Juliete Aaron! Sepertinya pria yang duduk diba
Dengan gerakan tidak terduga, bagai seekor 'Pi Hu', rubah ekor panjang Muara Mua. Mary Aram berlari melesat menghajar Juliete Aaron, tinjunya tepat mengenai hidung mahasiswa perempuan itu hingga terkapar seketika ke tanah."Kau menginginkan bunga ini? Ambil saja untukmu!" Mary Aram meraih seikat di atas meja lalu memukulkannya ke wajah Juliete Aaron."Jika hanya bunga seikat untuk apa berebut denganmu? Aku memiliki banyak kebun bunga, aku tidak kekurangan bunga!"Seperti yang dilakukan Juliete Aaron terhadap Hegan Boa, demikian pula Mary Aram memukul mata mahasiswa itu bertubi-tubi dengan bunga seikat hingga bunga-bunga itu hancur berantakan.Bukan hanya itu, Mary Aram membungkuk mencengkram kemeja Juliete Aaron, dan mencolok kedua mata perempuan itu dengan jarinya. "Apa salah anakku kepadamu? Jika bola mata anakku cedera, kucongkel matamu sebagai gantinya!"Juliete Aaron berusaha melepaskan diri, dari mulutnya masih mengeluarkan kata-kata makian yang sangat kasar dan merendahkan mart
"Paman…" Mary Aram membantu melepaskan jas dan dasi Boa Moza, kemudian menggulung lengan kemeja agar pamannya itu dapat santai menikmati makan siang."Paman apakah kita tidak mengabari ibu Hegan Boa?"Boa Moza terdiam sejenak, lalu menggeleng tersenyum. "Tidak! Ia telah membuang Hegan Boa. Aku masih bisa mengurus anakku dengan baik."Boa Moza kembali melanjutkan makan siangnya dengan nikmat, seolah tidak ada masalah. Hati Mary Aram trenyuh menatapnya, ia tahu jika pamannya itu menyembunyikan kekecewaan yang mendalam akan mantan kekasihnya."Paman, aku sangat sayang padamu. Aku berjanji mengasuh Hegan Boa dengan baik."Boa Moza kembali tersenyum, "Kau tidak makan siang?""Aku belum lapar," Mary Aram membereskan kotak makan siang Boa Moza. Ia beranjak mencari tempat sampah dan bermaksud ke kafetaria untuk membeli air mineral."Nona Mary Aram! Anda ditangkap atas penganiayaan Nona Juliete Aaron," Dua orang petugas kepolisian dan seorang pria berjas hitam datang menghadang. Seorang dari p