Semilir angin di tengah laut, masuk melalui celah jendela. Di ruang pribadi Boa Moza yang nyaman, tidak bosan-bosannya Mary Aram menimang Hegan Boa."Ayah, lihatlah Hegan Boa sangat tampan. Mary Aram sangat menyayangi Hegan Boa."Tuan Besar Felix Aram terkekeh bahagia menatap wajah lucu keturunan laki-laki keluarga Boa Moza. "Ya, anak ini begitu tampan dan lucu. Ayah lega, keluarga kita telah memiliki penerus laki-laki.""Ayah, paman Ferdinand Aram kini juga memiliki seorang anak laki-laki," Mary Aram terus mengecup pipi wangi Hegan Boa."Jika anak laki-laki kakakku Ferdinand Aram menjadi tabib atau dokter, ia akan meneruskan nama Aram. Namun jika menjadi pedagang, ia akan meneruskan nama Boa Moza."Tuan besar Felix Aram trenyuh menatap betapa sayangnya Mary Aram terhadap Hegan Boa, seharusnya yang berada di pangkuan anaknya itu adalah anak Mary Aram sendiri. Sebersit rasa bersalah telah mengambil sel telur Mary Aram, tanpa sepengetahuan anaknya itu."Nak, kau tampak sangat menyayangi
"Keterlaluan Kau ini! Lancang sekali kau ingin mati?" Boa Moza mengguncang tubuh Mary Aram dengan sangat marah."Paman, entahlah! Aku tidak mengerti akan diriku. Rasa sakit itu begitu menguasai hatiku, pedih menusuk jantungku," Mary Aram menangis di sela sesak napasnya. "Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa hatiku sangat sakit?""Dengar! Aku habiskan sepanjang waktu hidupku untuk mengasuhmu! Beraninya kau mengabaikan kasih sayangku?""Adakah hal yang Paman dan ayah sembunyikan dariku? Aku merasa sebagian waktuku habis hanya untuk tidur, dan selalu bangun di tempat yang berbeda," Mary Aram memeluk lengan Boa Moza, "Paman aku sangat takut,""Bukankah ada Paman bersamamu?" Nada bicara Boa Moza kembali melunak."Paman, jangan tinggalkan aku," Mary Aram menyusup dalam pelukan hangat Boa Moza pamannya."Mary Aram, bagaimana jika pernikahan adat berlanjut pada pernikahan yang sebenarnya?" Hati Boa Moza ikut sakit akan trauma yang membayangi Mary Aram."Paman, Mary Aram telah melakukan
"Paman... apakah monster itu mengejarku?" wajah Mary Aram pucat pasi, ia sangat ketakutan dan kebingungan. "Paman...""Oh Astaga," Boa Moza kembali menghampiri Mary Aram. Pria itu mendekap erat dan membawa masuk Mary Aram ke dalam kabin pribadinya."Tidak ada monster di kapalku! Tetap di dalam kabin, jaga Hegan Boa untukku," Boa Moza menatap mata Mary Aram lekat-lekat. Dengan cepat ia memagut bibir indah Mary Aram.Sejenak waktu terasa berhenti, napas hangat saling bertemu menciptakan kedamaian. Hanya terdengar detak jantung keduanya menguasai keheningan kabin."Bisakah kau menjaga Hegan Boa?" suara lembut Boa Moza menggugah hati Mary Aram."Mary Aram akan berusaha," ia menyandarkan keningnya sejenak pada tubuh bidang Boa Moza. "Namun Mary Aram sangat takut.""Bagus, tidak ada yang perlu ditakutkan," Boa Moza mengecup kening Mary Aram, lalu meraih kemeja tanpa mengancingkannya. Kemudian pria itu segera keluar kabin dan menguncinya dari luar. Menyadari dirinya hanya berdua dengan Hegan
Sosok yang berdiri di ambang kabin itu memang elegan dan tampan, namun entah mengapa bulu kuduk Mary Aram berdiri? Hatinya dicekam ketakutan.Perlahan Mary Aram menyusup kembali ke bawah meja, sambil memeluk erat Hegan Boa."Mengapa orang itu ada di sini?" Mary Aram sangat ketakutan, "Monster itu! Monster itu akan datang jika orang itu ada di sini.""Mary Aram, tidak ada monster di kapal ini," Boa Moza berusaha meraih Mary Aram yang menyusup semakin jauh ke bawah meja.Mendapati Mary Aram kembali bersembunyi, hati Abee Bong Moja bagai disayat sebilah pisau. Pria itu melangkah masuk ke dalam kabin."Mary Aram, aku Abee Bong Moja. Kita harus bicara," pria itu mendekat pada meja."Jangan mendekat! Monster itu akan datang menyeretku ke pondok di tengah hutan," mata indah itu menatap ke segala penjuru kabin.Bagai kucing liar yang terdesak, sikap Mary Aram sangat waspada. Ia mendekap erat Hegan Boa seolah takut jika monster datang mengambilnya."Mary Aram, jangan begini! Jangan kau melupak
Dua pria itu menghentikan duelnya, mendapati jendela kabin terbuka, tidak ada siapapun di bawah meja, Boa Moza segera keluar kabin dengan panik."Oh Astaga! Mary Aram?" tanpa berpikir panjang Boa Moza melompat keluar jendela dan langsung terjun ke laut. Beberapa pria anak buah Boa Moza sudah berada di dalam laut mencari Mary Aram.Melihat Mary Aram muncul di permukaan laut, Abee Bong Moja melemparkan pelampung ke laut. Seseorang berhasil meraih Mary Aram mendekat pada pelampung.Dengan sekuat tenaga Boa Moza berenang ke arah Mary Aram, begitu melihatnya menggigil ketakutan Boa Moza segera meraih keponakannya itu."Kau?!" Betapa terkejutnya Boa Moza mendapati pria yang menolong Mary Aram. Segera ia melayangkan tinju ke wajah orang itu. "Berani sekali kau muncul di hadapanku?""Boa Moza, kau sangat tidak sopan!" Keluh orang itu."Tidak perlu bersopan santun jika berhadapan denganmu. Segera ceraikan keponakanku!" Boa Moza berenang meraih pelampung."Paman, monster itu mencoba menangkapku
"Joseph Boa… Kini kau adalah kepala keluarga Boa Moza. Masa depan keturunan Boa Moza, semua berada dalam kebijaksanaan dirimu," tuan besar Felix Aram kembali tersenyum. Senyuman bijaksana penuh kedamaian, tanpa ambisi maupun keserakahan."Aku dan kakak besarmu Ferdinand Aram hanya sebagai penasehat saja, kami fokus pada niat pengabdian kami sebagai Aram, menjadi tabib untuk masyarakat. Mengenai Mary Aram, jika ia bersedia menikah denganmu, tidaklah masalah jika kalian menikah.""Terima kasih Kakak, aku akan menjaga anak-anak kalian dengan baik," hati Boa Moza sangat lega mendapat persetujuan dari tuan Felix Aram.Kehidupan baru, dimulai bagi Mary Aram. Kota St Peter memang tidak sebesar Kota St John, namun kota St Peter lebih indah dari kota St John. Jika St John kota modern, kota St Peter cenderung tradisional. Masyarakat St Peter cenderung menggunakan kereta kuda untuk transportasi, Juga pemandangan dan suasana kota St Peter lebih nyaman dan lebih bersih. Meski berada di pesisir ko
"Aku cinta padamu Mary Aram," perlahan Boa Moza mencurahkan kasih sayang pada Mary Aram, kasih sayang yang tidak terbatas."Paman… andaikan waktu dapat diputar, andaikan kala itu Mary Aram mengetahui yang sebenarnya, Mary Aram lebih menginginkan bersama Paman tentunya," mata sendu menyimpan kesedihan membuat hati Boa Moza trenyuh."Bukankah kini Mary Aram telah bersama Paman? Tidak ada lagi yang perlu dirisaukan."Dalam pelukan hangat Boa Moza, selalu ada kedamaian di sana. Cinta tulus, kasih sayang berlimpah, perlindungan yang aman."Ah! Paman! Sudah pukul delapan!" sekonyong-konyong Mary Aram bangkit dan melompat dari pembaringan, gerak cepatnya membuat ia terjungkal."Sayang, kau selalu saja ceroboh," tegur Boa Moza terkejut."Paman, bukankah Paman harus bertemu klien pagi ini?" Mary Aram kalang kabut menggantikan pakaian Hegan Boa, serta menyiapkan susu dan perlengkapan bocah itu."Hari ini Mary Aram akan membawa Hegan Boa kuliah, jadi Paman dapat fokus dengan pekerjaan."Kerja cep
Sebuah helikopter terbang melintas di udara, kemudian terbang rendah di lapangan sepak bola kampus.Mendengar kegaduhan suara helikopter, Hegan Boa menggeliat terbangun."Hegan Boa, kita pulang berjalan kaki ke kantor ayah. Kita membeli makan siang terlebih dahulu untuk ayah," Mary Aram melangkah menuju food court kampus.Sembari duduk menunggu makanan yang dipesan, ia menunjuk ke arah helikopter, "Hegan Boa sayang, lihat! Helikopter itu sungguh hebat. Kelak kau pun dapat memiliki helikopter, bahkan pesawat dan kapal dagang seperti milik ayah."Hegan Boa tertawa menatap Mary Aram, dari mata bulatnya tampak jika ia anak yang pintar. Bocah lucu itu mengoceh seolah mengerti apa yang dikatakan oleh Mary Aram."Hegan Boa anak ibu yang tampan, ibu sangat sayang kepadamu," Mary Aram terus mengecup hidung Hegan Boa.Mengacuhkan tatapan sinis dan sindiran para mahasiswa perempuan di sekitarnya, Mary Aram meracik sebotol susu untuk Hegan Boa.["Hei Juliete Aaron! Sepertinya pria yang duduk diba