Bibi Dolores terdiam sejenak, jauh di dalam benaknya, juru masak setia itu kebingungan memutar otak untuk memberi penjelasan bijaksana pada Mary Aram."Nona Muda, itu adalah cincin pernikahan milik Nyonya Muda," bibi Dolores tersenyum lembut."Cincin pernikahan Nyonya Muda? Mengapa ada di dalam laciku?""Nona Muda sangat teliti dalam menyimpan barang. Maka dari itu, tuan muda Amar Mea Malawi menitipkan cincin pernikahan istrinya pada Nona Muda agar tidak hilang.""Begitukah?" Mary Aram termangu. "Kemana istri kakak besarku? Ada apa dengan mereka? Mengapa aku sama sekali tidak tahu mengenai kehidupan pernikahan kakak besar?""Dan mengapa kamarku disatukan dengan kamar kakak besar? Aku bukan anak kecil, yang harus ditemani ketika tidur! Aku tidak suka dengan dua boneka beruang ini!""Banyak sekali pertanyaan dan protes Nona Muda," bibi Dolores menyuapkan makan malam ke mulut Mary Aram."Tentu saja banyak pertanyaan dalam benakku," Mary Aram menatap mata bibi Dolores mencari kebenaran. "A
Suara yang sangat dirindukan, aroma wine yang sangat dirindukan, genggaman erat yang memberi perlindungan."Abee Bong Moja? Akhirnya kau pulang?" hati Mary Aram melonjak girang."Ya! Aku sudah kembali, Mary Aram," genggaman itu berganti menjadi pelukan. Pelukan hangat menciptakan rasa damai."Abee Bong Moja, aku sangat bahagia kau kembali," Mary Aram segera membalikkan badan hendak balas memeluk orang yang sangat dinantikan itu.Namun betapa terkejut Mary Aram ketika mendapati Miriam Aram kakak sepupunya bersandar manja pada punggung Abee Bong Moja."Jadi memang benar kata orang, Abee Bong Moja menjalin hubungan dengan kakak sepupu?" bagai dibanting dari puncak gunung ke dasar jurang, Mary Aram benar-benar sangat hancur hatinya."Mary Aram, bukan begitu!" dengan cepat Abee Bong Moja mendekap erat Mary Aram."Lama aku menahan rindu, menanti kepulanganmu. Meski tanpa kabar berita, aku tetap berkirim surat padamu. Dan sekarung surat berisi seluruh perasaanku, kembali tanpa satupun yang te
Sebelum semuanya benar-benar gelap dan sepi, sayup-sayup masih terdengar pria itu bertanya, "Siapa nama kakak besarmu?""Amar Mea Malawi…"'Bagaimana ini? Mengapa tiba-tiba sekujur tubuhku kaku dan kebas?' Mary Aram menjadi panik akan dirinya, serasa jiwanya ditarik keluar dari raganya. 'Abee Bong Moja! Aku sangat takut.'Debur ombak di tepi pantai, sangat menggetarkan hati. Semilir angin di laut membuat kepala sedikit pusing. Sosok pria yang hangat berwibawa berjalan di hadapan Mary Aram menyusuri pantai."Mary Aram! Begitu aku selesai dengan pendidikanku, aku akan segera kembali menikahimu,""Aku pegang janjimu Abee Bong Moja.""Aku berjanji, pulang membawa kemapanan untuk hidup sejahtera bersamamu."Punggung itu begitu kokoh, namun rasanya hari ini memang hari terakhir dari hubungan cinta.Gemuruh ombak di laut berganti dengan alunan musik sendu, bagai memecah perasaan. Serasa setengah dari jiwa, terbang melayang entah kemana?'Abee Bong Moja… hatiku sangat sakit! Serasa ingin mati
"Kakak Besar, bisakah aku menggantungkan hidupku padamu?" Dalam kesenduan Mary Aram jatuh dalam pergulatan mesra tanpa sehelai benang."Ya Mary Aram, aku sangat cinta padamu. Gantungkan hidupmu padaku, aku menjadikanmu ratu dalam hatiku," betapa bahagianya Amar Mea Malawi, mendapati Mary Aram telah kembali dalam pelukannya dengan sukarela.Saling memagut, saling membelai, saling memuja, Gerak ritmik seirama saling mendesak, membawa keduanya bersama naik ke puncak peraduan bersimbah peluh.Amar Mea Malawi benar-benar bahagia menuntaskan hasrat kerinduan bertabur benih."Kita baru saja menyatu, namun kau akan segera pergi ke St John untuk melanjutkan pendidikan dokter. Tidak bisakah kau tetap bersekolah di St Martin?""Tidak, semua berkas kepindahan sudah diterima oleh Universitas St John, dan pamanku telah membayar lunas biaya pendidikan. Aku tidak bisa mencabut kembali berkas dan uang pamanku.""Aku tidak kuat menahan rindu," Amar Mea Malawi kembali mendesak ke dalam diri Mary Aram.
"Paman…aku sudah berjanji pada kakak besar, untuk kembali padanya setelah menyelesaikan pendidikan dokter," Mary Aram menunduk, ia bingung harus bagaimana?Meski perasaannya terhadap Amar Mea Malawi biasa saja, namun kelembutan Amar Mea Malawi membuatnya nyaman. Ia ingin melupakan Abee Bong Moja, jadi tidak ada salahnya menerima cinta Amar Mea Malawi."Paman, aku ingin melupakan Abee Bong Moja. Dan lagi kakak besar sangat baik dan sayang kepadaku, tidak ada salahnya menerima cinta kakak besar."Boa Moza kehilangan akal menghadapi kebodohan Mary Aram, 'Astaga! Andaikan kau ingat apa saja yang telah Amar Mea Malawi perbuat padamu?'Pria itu tidak dapat berkata-kata, ia hanya bisa menarik napas panjang. "Amar Mea Malawi tidak baik untukmu, percayalah pada Paman! Jangan sampai kau menyesal di kemudian hari.""Paman, Mary Aram sangat bingung," dengan sendu Mary Aram memeluk lengan Boa Moza."Paman harus menikahimu, agar martabatmu tetap terjaga," Boa Moza prihatin dengan masa depan keponak
Menatap seorang anak laki-laki berparas tampan dengan mata bulat jernih berbaring mengoceh di dalam ranjang bayi, membuat Mary Aram langsung jatuh hati."Lihat Paman! Hegan Boa sangat tampan dan lucu! Ia sangat mirip dengan Paman ketika bayi, ha ha..." Mary Aram membuka tas, mengeluarkan secarik foto dari dompetnya."Oh ya?" Boa Moza menatap haru bocah bayi di hadapannya.Bibir anak itu begitu menggemaskan, merah merekah dihiasi air liur yang menetes. Rambutnya berwarna coklat tembaga. merupakan ciri khusus orang Muara Mua."Hegan Boa? Kau memang anakku, bibir dan rambutmu adalah bibir dan rambut Boa Moza," Boa Moza menggendong Hegan Boa.Ia membandingkan wajahnya dengan foto di tangan Mary Aram. "Benarkah Hegan Boa sangat mirip denganku?""Ya Paman, sangat mirip!" Mary Aram terpukau dengan kemiripan yang akurat itu. "Paman, aku ingin menggendongnya.""Hegan Boa sayangku, panggil aku lbu," Hegan Boa kecil menatap Mary Aram dengan mata terbelalak, lalu menangis. "Ah, bagaimana aku bisa
Semilir angin di tengah laut, masuk melalui celah jendela. Di ruang pribadi Boa Moza yang nyaman, tidak bosan-bosannya Mary Aram menimang Hegan Boa."Ayah, lihatlah Hegan Boa sangat tampan. Mary Aram sangat menyayangi Hegan Boa."Tuan Besar Felix Aram terkekeh bahagia menatap wajah lucu keturunan laki-laki keluarga Boa Moza. "Ya, anak ini begitu tampan dan lucu. Ayah lega, keluarga kita telah memiliki penerus laki-laki.""Ayah, paman Ferdinand Aram kini juga memiliki seorang anak laki-laki," Mary Aram terus mengecup pipi wangi Hegan Boa."Jika anak laki-laki kakakku Ferdinand Aram menjadi tabib atau dokter, ia akan meneruskan nama Aram. Namun jika menjadi pedagang, ia akan meneruskan nama Boa Moza."Tuan besar Felix Aram trenyuh menatap betapa sayangnya Mary Aram terhadap Hegan Boa, seharusnya yang berada di pangkuan anaknya itu adalah anak Mary Aram sendiri. Sebersit rasa bersalah telah mengambil sel telur Mary Aram, tanpa sepengetahuan anaknya itu."Nak, kau tampak sangat menyayangi
"Keterlaluan Kau ini! Lancang sekali kau ingin mati?" Boa Moza mengguncang tubuh Mary Aram dengan sangat marah."Paman, entahlah! Aku tidak mengerti akan diriku. Rasa sakit itu begitu menguasai hatiku, pedih menusuk jantungku," Mary Aram menangis di sela sesak napasnya. "Sebenarnya apa yang telah terjadi? Mengapa hatiku sangat sakit?""Dengar! Aku habiskan sepanjang waktu hidupku untuk mengasuhmu! Beraninya kau mengabaikan kasih sayangku?""Adakah hal yang Paman dan ayah sembunyikan dariku? Aku merasa sebagian waktuku habis hanya untuk tidur, dan selalu bangun di tempat yang berbeda," Mary Aram memeluk lengan Boa Moza, "Paman aku sangat takut,""Bukankah ada Paman bersamamu?" Nada bicara Boa Moza kembali melunak."Paman, jangan tinggalkan aku," Mary Aram menyusup dalam pelukan hangat Boa Moza pamannya."Mary Aram, bagaimana jika pernikahan adat berlanjut pada pernikahan yang sebenarnya?" Hati Boa Moza ikut sakit akan trauma yang membayangi Mary Aram."Paman, Mary Aram telah melakukan