Raina tidak bisa membendung rasa sakitnya saat ini. Mungkin jalan terbaik adalah pergi meninggalkan Devano. Kali ini dia malu dengan dirinya sendiri. "Kau tampak sedih?”Suara itu membuat Raina terlonjak kaget, dia menoleh dan mendapati Dokter Richard berdiri di pintu, menatapnya cemas, "Apakah kau baik-baik saja?” Tanyanya kembali dengan sorot mata yang tajam.Dokter tersebut tersenyum dan segera memeriksa kondisi Raina, dia penasaran dengan kehidupan Raina meskipun terlalu ikut campur urusan rumah tangga orang lain tetapi ada satu hal yang membuat dia makin penasaran.Kenapa hidupku tidak bisa biasa-biasa saja? Tiba-tiba Raina merasa sedih atas perjalanan hidupnya. Dihadapkan pada Dokter Richard yang selalu tampak ceria dan tanpa beban membuat Raina ingin menangis, dan matanya mulai berkaca-kaca. Ingin sekali dia terjun di dunia medisnya bukan terjerumus di dunia Devano yang arogan."Hei... Hei…!” Seketika dokter Ricahard mendekati ranjang dan menyentuh lengan Raina, "Kenapa, Rain
Hospital 19.00Malam ini Paris turun hujan dengan deras. Kilatan petir terlihat di balik jendela rumah sakit. Tidak ada bintang dan bulan. Raina paling takut dengan suara gelegar petir yang memekakkan telinga. Sebelum orang tuanya ada setiap kali ada petir Raina selalu bersembunyi di balik tubuh hangat mereka meskipun umurnya diatas belasan tahun. Sunyi. Hanya jam dinding yang bersuara. Raina sudah tidak sabar lagi untuk kabur dari Devano. Sesekali dia memainkan jarinya menunggu dokter Richard datang. Raina menggerutu dalam hati, kenapa si dokter ini Ama sekali? Raina takut jika ketahuan dengan Devano. Pasalnya Casanova tersebut seperti memiliki indra ke enam.Malam ini adalah jadwal pemeriksaan Raina oleh Dokter Richard, lelaki itu datang tepat waktu, kali ini membawa perawat perempuan. Raina langsung mengernyitkan dahinya. Untuk apa dia membawa seorang perawat perempuan?Ketika Lana menyadari Dokter Richard memasuki ruangan, dia langsung terduduk tegak dan waspada."Dokter..." Rain
Suasana kota Paris saat ini lumayan sepi. Hujan masih turun dengan derasnya. Raina lega bisa kabur dari Devano, tapi apakah Devano akan menemukannya karena sudah beberapa kali dia kabur selalu tertangkap basah olehnya. Di lain sisi dia senang bisa memakai baju seorang perawat. Dokter Richard mengendarai mobilnya dengan tenang menembus kensunyian jalan raya, mereka lalu tiba di belokan ke luar kota, menuju jalanan yang masih sepi. Raina yang selama ini diam karena menahan rasa tegang dalam perjalanan menoleh dan menatap Dokter Richard penuh rasa ingin tahu,"Terima kasih atas bantuannya. Saya tidak tahu harus bilang apa lagi selain rasa terima kasih saya. Oh iya, kita akan kemana dokter?" Rasa penasaran muncul di otak Raina. Apakah dia akan membawanya di rumah atau hotel. Astaga, jika hotel Raina sedikit trauma.Dokter Richard menoleh lalu tersenyum manis, "Ke rumah di pinggiran kota, tempatnya seperti villa di pegunungan, kau akan aman di sana dan Tuan Devano tidak akan bisa menjangk
Suasana di ruang CCTV terlihat sangat tegang. Para IT rumah sakit masih sibuk menyelusuri kejadian di mana Raina kabur dari rumah sakit. Devano dengan muka yang serius masih terus menatap layar. Segera mungkin Devano tahu dengan siapa Raina kabur. Setelah lima belas menit barulah terlihat Raina dengan memakai baju perawat sedang di gandeng tangannya oleh Mr Kay alias Dr Richard.Devano sangat geram apa yang di lakukan mereka. Terutama Raina. Bodoh sekali perempuan itu. Tangannya tidak henti-hentinya mengepalkan kedua tangannya. Urat nadi terlihat jelas di tubuh Devano. Devano menggebrak meja. Kemarahannya tidak bisa dia bendung. Raina harus di beri pelajaran karena sudah mulai melawan Devano.“Apakah CCTV ini real?” Tanya Devano sedikit terengah, berharap kalau ini tidak nyata adanya.“CCTV ini sangat real, Tuan Devano. Di gambar itu terlihat jelas bahwa istri anda tengah bersama dokter Richard.”Devano langsung bangkit dan memegang kerah petugas IT. Jawaban yang dia lontarkan membuat
Tanpa menjawab apa-apa, Devano memutus sambungan telepon. "Kurang ajar, wanita banyak sekali masalah dalam hidupku!" makinya sambil menyentakkan kabel earphone yang terpasang di telinga. Ia memukul setir mobil sebagai sasaran kekesalannya.Devano terpaksa kembali ke kantor meski sebenarnya ingin sekali pulang ke rumah untuk beristirahat sejenak. Sejak tiga bulan Raina menghilang bak di telan bumi. Jiwa Casanovanya pun berlanjut. Natasya menjadi pelampiasan hasratnya.Devano berusaha menenggelamkan diri dalam pekerjaan. Semakin sibuk maka semakin sedikit otaknya berpikir hal-hal lain yang memang ingin diabaikan. Sayang kenyataannya Devano justru menjadi sulit berkonsentrasi dan terus memikirkan Raina.Kalimat terakhir Natasya terus terngiang di kepalanya. Mau tak mau membuat Devano itu mengingat-ingat lagi kebersamaan terakhirnya bersama wanita berkaki jenjang itu. Sejujurnya Devano menikmati saat-saat bersama Natasya. Wanita itu sangat pas dengan seleranya. Penampilan fisiknya bisa di
Devano berjalan sedikit lunglai menuju ruang tamu. Rasa sakit yang melanda dirinya saat ini tidak bisa dia kendalikan. Langsung dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa emas. "Pelayan!" Panggilnya. Sebelum rumah di goncang oleh kemarahan Devano, beberapa pelayan wanita paruh baya segera menghampiri Devano di ruang tamu."Iya, tuan Devano ada yang bisa kami bantu?" Pelayan perempuan dengan rambut panjang menunduk."Ambilkan obat maagku di kamar. Cepat!" Suruhnya.Seketika tiga pelayan Devano langsung bergegas menuju kamar.Ruangan hening seketika. Sebuah rumah besar yang seharusnya ada kehidupan seperti canda, tawa dan kasih sayang semuanya hanya mimpi belaka. Beberapa tahun ini Devano tidak pernah merasakan kehangatan sebuah keluarga. Pernikahan, seharusnya dia bisa mendapatkan itu.Sayup-sayup angin dari luar masuk melalui celah jendela yang megah. Devano perlahan menghirup udara yang sejuk sambil memejamkan kedua matanya merasakan sebuah angin segar yang berhembus di seluruh tubuhny
Pagi hari cuaca sangat cerah. Setelah semalaman hujan turun dengan deras. Embun pagi masih membasahi jendela sehingga kaca masih tertutup embun. Meskipun cerah dingin nya pagi masih menusuk kalbu. Seorang perempuan masih bermalas-malasan di kasur empuknya dengan berbekal selimut tebal warna putih.“Hem …” Perempuan itu mendesah kecil seolah tidak mau bangun dari tidurnya. Suara burung camar terdengar jelas namun dia enggan untuk beranjak.Perempuan itu terbangun ketika mendengar suara ketukan di pintu depan. Perlahan dia bangun sambil merentangkan kedua tangan di atas. Sesekali dia mengusap. Kedua matanya menyipit karena silau cahaya matahari masuk melalui jendela kamar. Pertanda malam yang dingin sudah usai. Ketukan pintu masih terdengar terus menerus.“Siapa pagi-pagi datang? Tidak tahu hari ini aku ingin istirahat sejenak.” Dua kaki jenjangnya turun dan kasur dan memakai sandal bulu. Tubuhnya sedikit malas untuk bergerak.“Masih tidur?” Tanya seseorang lelaki saat dirinya membuka p
Lelaki bertubuh atletis, tinggi, sispack sedang berdiri di depan cermin sambil mengancingi satu persatu kemeja hitamnya. Setiap kali penampilan Devano paling suka dengan kemeja jarang pakai t-shirt. Devano menyisir rambutnya agar terlihat rapi. Baginya bertemu di pemakaman Rebecca sang Casanova harus terlihat rapi, tampan dan wangi. Ini gila baginya karena Rebecca sudah meninggal. Setelah rapi dia melihat dari atas sampai bawah di cermin penampilannya sudah memukau.Tidak sengaja kedua matanya menatap foto pernikahan dirinya dan Raina. Devano langsung mengambil foto tersebut dan melempar pigora tersebut dengan kuat sehingga kaca pigura tersebut pecah dan sisa-sisa pecahan berantakan di lantai. Devano sangat marah dan kecewa dengan Raina. Sampai sekarang dia belum mendapatkan kabar darinya. Rahang Devano mengeras, dia akan memberi pelajaran kepada Raina. “Morgan, bereskan kamarku. Jangan sampai aku datang masih berantakan.” Perintah Devano meninggalkan kamarnya. Satu persatu dia menu
sebuah pernikahan mewah dan megah ada didepan mataku. Hari ini adalah hari pernikahan aku dan Devano. Balutan gaun pengantin bak Cinderella.Aku melihat pantulan diriku di kaca yang besar. Akhirnya pernikahan yang aku impikan terwujud juga meskipun banyak lika-liku. Pernikahan akan di mulai.Aku mengucapkan janji suciku ketika devano telah mengucapkannya. Lalu setelah itu, kami bertukar cincin. Ketika pastur mempersilahkan Devano untuk menciumku, seketika pipiku terasa merona. Devano menatapku dengan tersenyum, aku balas menatapnya. Pernikahan ini sangat membuatku bahagia. Devano kini telah resmi menjadi suamiku. Aku tak peduli jika aku pernah hamil. Aku memejamkan mataku ketika Devano mulai menciumku. Kami mulai hanyut dalam pungutan kami. Aku merasa begitu tenggelam dan menikmatinya. Tak peduli berapa pasang mata yang menonton kami. Namun sorak teriakan dan suara pistol membuat kami langsung saling menjauh. Aku menatap horor ke arah Kevin yang tengah berdiri seraya memegang pis
Aku menunggu Devano di lobi hotel. Setelah tragedi dia mengajakku jalan-jalan di London untuk menjernihkan pikiran. Aku senang sekarang dia menjaga diriku . Aku mulai senang dan bahagia karena Devano memberikan surprise untukku. Malam ini kota London sangat dingin. Aku melihat seseorang turun dari mobil BMW warna hitam. Devano mempunyai banyak koleksi mobil ternyata. Astaga, malam ini dia terlihat sangat tampan. Aku tidak menyangka Casanova ini ketampanannya mengalahkan dewa Yunani. Devano menghampiriku.“Malam cintaku.” Devano mengecup bibirku sekilas. Duh, orang ini sembarangan saja jika Masalah cium. Aku melirik resepsionis yang melihatku sedang dicium, dia Seperti sedang tersenyum. ”Sayang, malam ini pasti kamu akan senang aku membawakan surprise untukmu.” Kata Devano sambil menyelinapkan anak rambut ke belakang telingaku.“Sayang, apa yang ingin kamu surprise kan ke aku. Aku penasaran.” Aku tersenyum manis. Devano malah justru semakin menggodaku.“Hei, Jika aku memberitahukan ke
Suara brankar menggema. Raina terkapar tidak berdaya diatas brankar. Devano tidak bisa membendung rasa bersalahnya kenapa dia harus menyuruh Raina menceburkan diri di kolam renang. Perasaan bersalah menyelimutinya. Raina masuk kedalam UGD dan mereka diharap menunggu di ruang tunggu. Devano memukul tembok dengan tangannya, dia tidak bisa membendung rasa bersalahnya. Roland melihat Devano langsung menghampirinya.“Sudahlah, kakak di setiap cinta pasti ada pengorbanan. Kau harus tahu itu. Aku senang akhirnya kau bisa mengingat semuanya, tetapi mau bagaimana lagi Raina jadi korbannya, dia memang dari dulu tidak bisa berenang. Kak, ini adalah bentuk perjuanganmu. Raina sudah berusaha.” Roland masih menenangkan Devano. Baju pernikahannya masih basah. Roland hanya bisa menghela nafas panjang.“Jujur aku kecewa dengan diriku sendiri, tidak pantas aku melakukan ini. Roland, Kau tahu aku sangat menderita jika Raina mendapat kesusahan. Ini aku seakan memberikan hal yang bodoh dalam hidupku.” De
Devano geram dengan Raina yang tidak mau pulang dan dia tidak mau mengambil kalungnya di kolam renang. Devano berfikir masa dia harus mengambil kalung disana. Bajunya basah dan dia akan segera menikah. Devano melihat kearah Raina. Gadis ini memang benar-benar keras kepala.“Aku sudah bilang kepadamu. Jika kalung itu berharga ambillah dan aku tidak mau mengambilnya. Kau fikir aku siapa? Aku ingin menikah jangan mengganggu pernikahanku saat ini. Kalau perlu pergilah dari dunia ini. Aku baru sadar jika kau memang wanita murahan dan kenapa aku bisa terpesona denganmu.” Kata Devano dingin.“Sebegitu marah dan hina aku di depanmu, Mr Devano yang terhormat. Asal kau tahu saja. Jika aku tidak hamil anakmu. Aku tidak akan mengemis cinta di hadapanmu. Ucapanmu membuatku sakit hati.” Kataku lirih. “Karena kau sangat keras kepala. Aku tidak suka wanita seperti itu. Aku sangat membencimu. Maaf ... aku tidak akan meladeni orang gila sepertimu. Aku mau mempersiapkan pernikahanku.” Devano melangkah p
mata kami saling adu. Devano menatapku penuh dengan tatapan sinis. Amarahnya seperti memuncak. Aku memalingkan wajahku. Suara langkahnya mengarah kepadaku dan benar ada sebuah tangan mencengkalku.Devano memejamkan matanya sejenak, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. Tangan kekarnya masih mencekal Raina, dia ingin memarahi gadis yang ada di depannya ini kenapa dia menghadiri undangan pernikahannya. “Miss Raina, Tak ada yang menarik dariku. Cepat pulang dan jangan melihat upacara pernikahanku. Aku tidak mau kau sedih dan sakit hati." Pria itu membuka suara. Sambil menatap tajam wajah Raina. Tatapannya yang dingin dan sikap cueknya membuat Raina yakin jika Devano memang tidak bisa mengingatnya.Aku yakin , di balik suara itu ada nada enggan untuk berbicara ada sebutir cinta yang masih tersimpan karena aku yakin dia masih mencintaiku dan tidak mau kehilangan aku. Jadi aku memutuskan untuk tetap stay di sini. Aku hanya sekedar penasaran karena Devano orang yang sangat sulit di tebak. I
Aku bercermin dan melihat wajahku. Hari ini tepat pernikahan Devano Cristopher. Sebenarnya aku bahagia dia menikah asalkan menikah denganku tapi semuanya sudah berakhir. Aku melihat perutku yang semakin membesar. Tanteku marah dan sekarang aku sekarang baginya adalah sampah atau aib keluarga. Down rasanya dengan kehidupan ini.“Raina, kau sudah siap?” Jessie langsung masuk kedalam kamarku, dia sedang berlibur ke Paris karena acara prewedding dengan Roland. Terkadang merasa iri dengan mereka. ”Kenapa belum siap-siap, belum make up. Kamu jadi atau tidak ke pernikahan si Casanova tersebut?” Jessie sedikit kesal. Aku mengangguk tidak tahu mau kesana atau tidak? Yang jelas aku bingung, malas dan down. Apakah bisa aku melihat pernikahan dia? Hatiku rasanya sakit sekali dengan situasi saat ini.“Entahlah Jessie. Aku dilema saat ini.” Aku hanya bisa melihat wajahku di cermin. Malang sekali nasibku ini.“Ibu hamilku ini memang ada-ada saja. Kamu harus segera bersiap-siap. Jangan sampai momen i
Berpacu dengan waktu karena customer minta agar aku menyelesaikan gaun pengantin yang dia pesan karena untuk pernikahannya akan dimajukan. Aku koordinasi dengan Cristie. Huh, lumayan lelah juga apalagi aku dalam kondisi hamil. Aku langsung menepuk jidatku.“Astaga, aku lupa kenapa aku tidak minta nomor telefon Devano? Dia bukanya sudah hampir mengingatku. Apalagi dengan kejadian kemarin. Aku merindukannya. Rumah sepi. Rasanya tidak enak juga.” Aku berbicara sendiri sambil menjahit gaunku. Aku melihat layar ponsel.✉️Hari ini aku balik ke Paris. Kamu masih tetap di rumah dekat pantai ✉️iya. Memang kenapa Roland. Aku lebih senang tinggal disini. ✉️Aku ingin bertemu saja dan bicara mengenai kak DevanoAku menghela nafas panjang. Aku masih menjahit gaun. Ini harus deadline. Kedua mataku menangkap ada dompet. Aku menghentikan jahitku.“Dompet siapa ini?” Aku mengamati dompet tersebut. ”Maaf iya aku buka.” Aku membuka dan melihat isinya. Banyak sekali dolar. Devano. Ada foto Devano disini
Gadis itu mondar-mandir sambil melipatkan kedua tangannya, dia masih menunggu seseorang yang membuat dia sekarang marah. Devano Christopher. Bukanya dia menjemput dirinya di bandara. Devano seolah acuh kepadanya. Sesekali dia mengibaskan rambutnya. Warna bibir lipstiknya yang merah merona sangat menggoda siapa saja yang melihatnya. Nafasnya tersengal-sengal. Seorang pria paruh baya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku gadis itu.“Sampai kapan kau akan menunggu dirinya, Natasya. Ponselnya saja tidak aktif.” Papa Devano sedang membaca sebuah proposal dari klien Devano. Hari ini Devano akan meeting dengan klien. ”Anak sialan itu ke mana lagi?” Papa Devano melepas kacamatanya dan sesekali memijat pelipisnya. Kadang dia bingung dengan tingkah anaknya itu. Devano makin dewasa makin tidak karuan saja. Makanya dia akan menikahkan dirinya dengan Natasya. Natasya adalah wanita yang pas buat Devano.“Om, dimana dia? Nomornya tidak aktif. Huh! Kemarin aku mendengar suara perempuan m
Masih di mobil bersama Casanova, Devano ...Devano masih mengulurkan tangannya berharap aku mau berkenalan dengannya. Aku masih tertunduk tanpa memandang orang yang aku rindu selama ini kenapa dia tidak mengingatku? Apakah ada kembaran Casanova, tetapi aku merasa dia adalah Devano yang ku rindukan. Devano menghela nafas panjang dan menurunkan tangannya.“Baru kali ini aku dicuekin sama perempuan.” Devano menggerutu. ”Kau ini gadis yang cuek sekali. Baiklah jika kau tidak mau memperkenalkan namamu. Aku tetap akan stay disini dan jangan harap kau bisa keluar dari mobil ini sampai kau memberitahu siapa namamu.” Devano bersikeras, dia memakai kacamata hitamnya kembali. Terlihat maskulin. Aku meliriknya sekilas. Astaga tidak bertemu lama dia masih tampan saja.“Aku Clara.” Aku langsung memandang ke depan tanpa menjabat tangan dan berbohong. Aku ingin tahu apakah dia masih ingat aku atau tidak sebagai Raina.“Nama yang beautiful. Okey Clara. Sekarang aku mau lihat wajah kamu. Dari tadi kamu