Bab 53 : Mulai Membuka Diri
Sayup-sayup terdengar suara adzan dari masjid. Waktu Dzuhur pun tiba.
"Ah, sudah adzan. Sebaiknya kita bersiap-siap untuk shalat, Tuan Putri," ajak Benazir sekaligus mengalihkan perhatian.
Tadinya Roseline masih menanti kelanjutan cerita yang disampaikan oleh Benazir. Ia cukup penasaran dengan kisah ibunda dari si pejabat menteri yang tampan. "Ehm ... baiklah, Nek. Mari kita bersiap untuk shalat!" sahut gadis tersebut sembari bangkit dari duduknya.
Mereka pun mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjama'ah.
***
"Nek!"
Terdengar suara Haris memanggil sang nenek.
Sontak Zara semakin mempercepat gerakan merapikan pakaiannya dengan wajah panik.
"Biar aku yang mengalihkan perhatiannya," ujar sang suami, karena telah lebih dahulu rapi.&n
Bab 54 : Bermain PedangZara mencebik. "Ibu lihat dia gadis yang sangat polos. Walaupun kelihatannya keras kepala, mungkin karena terlalu dimanja oleh keluarga ... tapi dia cukup baik dan telaten menghadapi Haris.""Apa begitu?" tanya Fakhrurrazi. Selama ini dia hanya sesekali melihat kebersamaan sang putra dengan gadis tersebut. Yaitu ketika ia mengantar atau menjemput Haris dan Zara di kastil. Akan tetapi, memang Haris kelihatan nyaman bersama gadis itu, pikir sang pejabat menteri."Ya, hanya saja kita baru mengenalnya. Mungkin bisa kita tanyakan bagaimana sifat dan watak gadis itu kepada Tuan Andrew atau yang lainnya. Benazir juga, karena dia yang menjadi saksi ketika putri Andusia itu bersyahadat," papar Zara.Fakhrurrazi mengangguk."Bagaimana menurutmu sendiri, Nak? Kau tertarik padanya?" Zara bertanya bukan karena tidak tahu. Dari gelagat sang putra, dia
Bab 55 : Kecurigaan FakhrurraziRasyad melepaskan todongan senjata kayunya dari leher Fakhrurrazi. Kemudian ia memungut pedang sang pejabat menteri dari tanah, lalu menyerahkannya kepada Haris.Bocah kecil itu menyambutnya lalu kembali bermain dengan sahabatnya, Rubi."Anda sangat ahli dalam memainkan pedang, Tuan Andrew," ujar Fakhrurrazi sembari berjalan menuju kursi panjang di mana sang ibu berada."Anda juga hebat, Tuan Fakhrurrazi," sahut Rasyad. Ia berusaha menyejajarkan langkahnya."Anda pasti bukan orang sembarangan." Fakhrurrazi menatap Rasyad lekat sejenak. Lalu ia mengalihkan pandangan setelah sampai di kursi panjang tempat duduk sang ibu.Zara beringsut, bibirnya tersenyum kepada sang putra. Ia melirik sedikit ke arah suaminya.Fakhrurrazi meletakkan bokongnya di kursi panjang di sebelah sang ibu.
Bab 56 : Momen yang IndahNenek tua di pelukan sang gadis pun melelehkan air mata. Pemandangan itu mengundang perhatian beberapa pekerja di kastil."Mengapa ibuku menangis, Yah?" tanya Haris kepada sang ayah yang tengah menggendongnya.Fakhrurrazi mengedikkan bahunya dan menggeleng.Zara berinisiatif mendekati. Kemudian ia merangkul sang putri dari belakang. Roseline menyambut kedatangan Zara dengan tersenyum walau getir, netra safirnya basah karena air mata. "Sebaiknya kita bicara di ruang tamu di depan," tawar Zara sembari menggiring sang putri.Roseline dan yang lainnya mengikuti langkah wanita bertongkat itu menuju ruang tamu kastil. Kemudian mereka duduk di hamparan permadani berbulu halus dengan corak yang indah di ruang tersebut."Nyonya Zara, ini adalah Nenek Lucy. Dia dulu dipercaya ayahku untuk mengasuh pa
Bab 57 : Niat dan HarapanRasyad membalas tatapan sang istri dengan begitu lekat. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa sangat haru dengan pengakuan itu. Ia teringat betapa lama mereka terpisah oleh jarak dan waktu.Ketika itu Rasyad terpenjara selama belasan tahun. Wajar saja ia tidak sempat berpikir ke lain hati. Beda halnya dengan sang istri, saat itu dia masih sangat muda dan sangat-sangat cantik. Bahkan kecantikannya tidak memudar hingga kini. Ia mendengar betapa banyak pria gagah dan mempunyai jabatan tinggi hendak mendekati Zara. Akan tetapi, sang istri malah memilih untuk tetap tinggal bersama kenangan orang yang dianggap telah mati.Seketika saja kaca-kaca tipis membalut manik safir pria itu. Ditariknya kedua ujung bibir ke atas dengan perasaan yang bercampur aduk. Disusutnya bulir bening sebelum jatuh dari pelupuk mata safir itu dengan telunjuk dan ibu jari.Rasyad memeluk tubuh san
Bab 58 : Jawaban Sang PutriSeusai membereskan peralatan bekas sarapan, Zara pun merapikan diri juga sang cucu. Kemudian mereka bersama-sama menuju ke kamar Rasyad. Ternyata lelaki itu sedang berlatih pedang di dekat sebuah pohon.Zara dan Haris mendekati pria tersebut."Tuan Andrew!" tegur Haris dengan suaranya yang khas.Rasyad menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Zara beserta cucu kesayangannya. "Tuan Kecil," tegur Rasyad.Zara merekahkan senyuman manis kepada sang suami."Antarkan aku ke ibuku, Tuan Andrew!" pinta Haris riang.Rasyad tahu siapa yang Haris maksudkan dengan sebutan 'ibuku' itu. Ia mengalihkan pandangan dari Haris ke arah sang istri, meminta tanggapan.Zara mengangguk."Baik, sebentar aku bersiap dulu," jawab Rasyad, kemudia
Bab 59 : Kekesalan Sang PutriTiga bulan berlalu semenjak disampaikannya niat Fakhrurrazi untuk mengenal Roseline lebih jauh. Masa surat jaminan keselamatan bagi Steve, Jena, dan Elisa sebagai musta'min juga sudah habis sebulan lalu. Mereka semua memilih untuk menjadi warga Kesulthanan Konstin secara permanen dengan status ahlu dzimmah—kafir asli yang membayar jizyah kepada pemerintah Islam—."Steve melamarmu, Elisa?" tanya Jena kepada rekannya. Ia sedikit terkejut atas informasi yang baru saja didengarnya.Elisa tersipu malu."Baguslah, biar kalian tidak sembunyi-sembunyi lagi, surat-suratan," ujar Roseline dengan wajah datar. Dia bukan tidak mengetahui jika Steve berhubungan khusus dengan salah seorang pembantu wanitanya. Hanya saja dia tidak mau ambil pusing, selama mereka tidak melampaui batas. Begitu menurut sang putri.Elisa cukup terpera
Bab 60 : Hari BahagiaSetelah beberapa hari merenungkan apa yang dinasihatkan oleh Rasyad, tiba saatnya sang putri mengambil keputusan."Jadi, putraku serius ingin meneruskan hubungan kalian ke jenjang pernikahan, Tuan Putri. Bagaimana dengan Anda?" tanya Zara kepada Roseline.Fakhrurrazi, Rasyad, Benazir, dan Lucy menyimak.Suasana terasa hening."A–aku sudah membuat keputusan, Nyonya. Ehm ... in syaa Allah aku menerima lamaran Tuan Fakhrurrazi," ujar Roseline gugup. Ia menundukkan kepala, wajahnya terasa menghangat.Sang pejabat menteri menghela napas. Ada kelegaan yang menerpa ketika akhirnya sang putri menerima pinangan darinya. Haris yang ada di pangkuannya pun dipeluk dan dikecup lekat olehnya, menyalurkan kebahagiaan yang membuncah."Alhamdulillaah, kalau begitu kita akan mempersiapkan acara pern
Bab 61 : Kejadian di Dapur IstanaPerlahan jemarinya menyentuh bibir merekah itu dengan penuh perasaan. Pria itu menelan saliva bagai menelan sebuah kerikil. Hasratnya semakin bertambah memuncak.Sang putri merasa sedikit terganggu. Ia mengerjapkan kelopak mata berbulu lentiknya. Seketika ia terperanjat saat menyadari ada jemari yang meraba bibir dan pipinya. "Tu–tuan ...?""Ehm ...," Fakhrurrazi berdehem, membersihkan kerongkongannya yang terasa kering. Ia menarik ujung bibirnya dengan kaku, "maaf membangunkanmu," ucapnya.Roseline bangkit dan sedikit beringsut menyenderkan punggung ke kepala ranjang. Ditautkan rambutnya ke balik telinga. "Maaf, aku tertidur," ujar Roseline gugup."Apa kau lelah?" tanya Fakhrurrazi.Sang gadis yang baru saja menjadi seorang istri itu mengangguk.Fakhrurrazi menar