Bab 49 : Belajar Surat Al Fatihah
Rasyad sedikit heran, mengapa sang putri kelihatan begitu gembira. "Aku dengar Anda mencariku, Yang Mulia?"
"Ya, Andrew. Ke mana saja kau seharian kemarin?" tanya Roseline masih dengan senyuman di balik cadarnya.
"Ada pekerjaan yang harus aku lakukan di pasar," jawab Rasyad.
"Oh, begitu."
"Apakah ada hal yang penting, Tuan Putri?" tanya Rasyad lagi.
"Ya! Ini penting sekali." Netra biru nan indah sang putri berbinar-binar. Hatinya terasa membuncah karena kebahagiaan yang sangat.
Rasyad menyimak. Dahinya mengernyit, tapi bibirnya tersenyum melihat sang putri yang tampak sangat bahagia.
"Sekarang aku adalah seorang muslimah," ujar sang putri dengan menarik kedua ujung bibirnya. Entah mengapa suaranya terdengar bergetar dan matanya kini dipenuhi kaca-kaca.
Bab 50 : Tawaran dari ZaraBocah itu terlihat sangat antusias mendengar berita ke-Islaman sang putri.Benazir mengangguk seraya menyunggingkan senyuman ke arah Haris. "Aku mengajak Tuan Putri Roseline ke masjid menemui Syaikh Ahmad Imran. Beliau yang menuntunnya bersyahadat," ujarnya seraya mengedarkan pandangan kepada Zara dan Fakhrurrazi."Alhamdulillaah! Doaku dikabulkan Allah. Allah baik ...!" Haris tampak sangat riang.Zara dan Fakhrurrazi tercengang mendengar hal itu."Maa syaa Allah, alhamdulillaah," seru Zara sembari melihat ke arah sang putri.Roseline tersenyum di balik cadarnya. Ia melirik ke arah Fakhrurrazi, hendak melihat reaksi sang pejabat menteri. Entah mengapa gadis itu penasaran dengan tanggapan pria itu. Jantungnya berdegup kencang."Kalau itu benar, suruh Tuan Andrew menghadapku. Bi
Bab 51 : Jalan Kebersamaan"Yang Mulia, aku pergi sekarang." Rasyad pamit kepada Roseline di depan ruangannya.Akhirnya Rasyad menerima tawaran dari sang istri. Di dalam hati, pria itu pun sebenarnya ingin sekali dekat dengan Zara. Sudah sangat lama mereka berpisah. Betapa besar kerinduannya untuk bersama lagi seperti dulu.Setelah siang tadi ia mengurus pembaruan surat jaminan keselamatan kepada musta'min, tiba waktunya ia harus meninggalkan kastil. Pria itu telah mengundurkan diri dari toko gandum di mana ia bekerja.Roseline tersenyum tipis di balik kain penutup wajahnya. "Sering-sering kunjungi aku kemari ya, Andrew," pinta Roseline."Tentu saja, Tuan Putri. In syaa Allah aku akan sering datang." Rasyad mengangguk."Baiklah, hati-hati di jalan.""Assalamualaikum," Rasyad pun membalikkan badan kemudian mel
Bab 52 : Kesempatan BersamaJarak antara Zara dan Rasyad tidak begitu jauh. Hanya sekitar empat depa saja. Wanita empat puluh tiga tahun tersebut tertegun melihat siapa yang ada di ruangan itu. Dia tidak tahu, kalau ternyata hari ini pria pujaan hatinya mulai tinggal di istana. Dekat dengannya."Ibu mencari Haris?" tanya Fakhrurrazi membuyarkan tatapan lekat sang ibu kepada Rasyad. Pria itu merasa heran, mengapa sang bunda terdiam begitu saja ketika melihat pembantu sang putri Andusia tersebut."Ehemm .... " Zara membersihkan tenggorokan yang seketika terasa kering, "iya, Nak. Tadi Haris bermain di halaman kebun. Ibu sebentar saja ke kamar, tahu-tahu dia sudah hilang," jawabnya."Ada Tuan Andrew, Nek!" ujar Haris sambil memegang jemari sang nenek."Oh, iya," sahut Zara menjawab sang cucu, "apa Tuan Andrew pindah kemari hari ini?" tanyanya. Hati wanita itu
Bab 53 : Mulai Membuka DiriSayup-sayup terdengar suara adzan dari masjid. Waktu Dzuhur pun tiba."Ah, sudah adzan. Sebaiknya kita bersiap-siap untuk shalat, Tuan Putri," ajak Benazir sekaligus mengalihkan perhatian.Tadinya Roseline masih menanti kelanjutan cerita yang disampaikan oleh Benazir. Ia cukup penasaran dengan kisah ibunda dari si pejabat menteri yang tampan. "Ehm ... baiklah, Nek. Mari kita bersiap untuk shalat!" sahut gadis tersebut sembari bangkit dari duduknya.Mereka pun mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjama'ah.***"Nek!"Terdengar suara Haris memanggil sang nenek.Sontak Zara semakin mempercepat gerakan merapikan pakaiannya dengan wajah panik."Biar aku yang mengalihkan perhatiannya," ujar sang suami, karena telah lebih dahulu rapi.&n
Bab 54 : Bermain PedangZara mencebik. "Ibu lihat dia gadis yang sangat polos. Walaupun kelihatannya keras kepala, mungkin karena terlalu dimanja oleh keluarga ... tapi dia cukup baik dan telaten menghadapi Haris.""Apa begitu?" tanya Fakhrurrazi. Selama ini dia hanya sesekali melihat kebersamaan sang putra dengan gadis tersebut. Yaitu ketika ia mengantar atau menjemput Haris dan Zara di kastil. Akan tetapi, memang Haris kelihatan nyaman bersama gadis itu, pikir sang pejabat menteri."Ya, hanya saja kita baru mengenalnya. Mungkin bisa kita tanyakan bagaimana sifat dan watak gadis itu kepada Tuan Andrew atau yang lainnya. Benazir juga, karena dia yang menjadi saksi ketika putri Andusia itu bersyahadat," papar Zara.Fakhrurrazi mengangguk."Bagaimana menurutmu sendiri, Nak? Kau tertarik padanya?" Zara bertanya bukan karena tidak tahu. Dari gelagat sang putra, dia
Bab 55 : Kecurigaan FakhrurraziRasyad melepaskan todongan senjata kayunya dari leher Fakhrurrazi. Kemudian ia memungut pedang sang pejabat menteri dari tanah, lalu menyerahkannya kepada Haris.Bocah kecil itu menyambutnya lalu kembali bermain dengan sahabatnya, Rubi."Anda sangat ahli dalam memainkan pedang, Tuan Andrew," ujar Fakhrurrazi sembari berjalan menuju kursi panjang di mana sang ibu berada."Anda juga hebat, Tuan Fakhrurrazi," sahut Rasyad. Ia berusaha menyejajarkan langkahnya."Anda pasti bukan orang sembarangan." Fakhrurrazi menatap Rasyad lekat sejenak. Lalu ia mengalihkan pandangan setelah sampai di kursi panjang tempat duduk sang ibu.Zara beringsut, bibirnya tersenyum kepada sang putra. Ia melirik sedikit ke arah suaminya.Fakhrurrazi meletakkan bokongnya di kursi panjang di sebelah sang ibu.
Bab 56 : Momen yang IndahNenek tua di pelukan sang gadis pun melelehkan air mata. Pemandangan itu mengundang perhatian beberapa pekerja di kastil."Mengapa ibuku menangis, Yah?" tanya Haris kepada sang ayah yang tengah menggendongnya.Fakhrurrazi mengedikkan bahunya dan menggeleng.Zara berinisiatif mendekati. Kemudian ia merangkul sang putri dari belakang. Roseline menyambut kedatangan Zara dengan tersenyum walau getir, netra safirnya basah karena air mata. "Sebaiknya kita bicara di ruang tamu di depan," tawar Zara sembari menggiring sang putri.Roseline dan yang lainnya mengikuti langkah wanita bertongkat itu menuju ruang tamu kastil. Kemudian mereka duduk di hamparan permadani berbulu halus dengan corak yang indah di ruang tersebut."Nyonya Zara, ini adalah Nenek Lucy. Dia dulu dipercaya ayahku untuk mengasuh pa
Bab 57 : Niat dan HarapanRasyad membalas tatapan sang istri dengan begitu lekat. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa sangat haru dengan pengakuan itu. Ia teringat betapa lama mereka terpisah oleh jarak dan waktu.Ketika itu Rasyad terpenjara selama belasan tahun. Wajar saja ia tidak sempat berpikir ke lain hati. Beda halnya dengan sang istri, saat itu dia masih sangat muda dan sangat-sangat cantik. Bahkan kecantikannya tidak memudar hingga kini. Ia mendengar betapa banyak pria gagah dan mempunyai jabatan tinggi hendak mendekati Zara. Akan tetapi, sang istri malah memilih untuk tetap tinggal bersama kenangan orang yang dianggap telah mati.Seketika saja kaca-kaca tipis membalut manik safir pria itu. Ditariknya kedua ujung bibir ke atas dengan perasaan yang bercampur aduk. Disusutnya bulir bening sebelum jatuh dari pelupuk mata safir itu dengan telunjuk dan ibu jari.Rasyad memeluk tubuh san
Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d
Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang
Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika
Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t
Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara
Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had
Bab 67 : Sebuah Aib yang BesarTiga hari terlewati semenjak Fakhrurrazi menyampaikan berita bahwa Raja Negara Haura hendak merampas sang istri. Roseline sering memikirkan hal itu. Namun, ia selalu mencoba menyembunyikan perasaan kacau juga pikirannya yang berkecamuk. Walaupun sang suami telah mengatakan jika peperangan akan tetap terjadi dengan atau tanpa kejadian ini. Hal itu tetap menjadi beban pikiran bagi wanita jelita tersebut."Jadi, Kesulthanan Konstin akan berperang dengan Kerajaan Haura dua bulan ke depan, Tuan Putri?" tanya Lucy memastikan setelah mendengar cerita dari Roseline.Sudah beberapa pekan sang putri tidak berkunjung ke kastil. Ia sudah merindukan Jena, Lucy, dan Benazir."Ya, begitulah, Nek," jawab sang putri. Mereka tengah duduk berdua di dalam ruangan Lucy."Tapi, kedua negara ini memang tidak pernah akur, bukan? Aku sering mendengar
Bab 66 : Menantang BalikRahang Fakhrurrazi tampak mengeras. Ia sangat geram mendengar isi surat tersebut. Bagaimana tidak, seseorang yang begitu dekat dan ia pedulikan saat ini hendak dirampas begitu saja oleh raja yang kafir seperti Hamran.Langsung saja sang pejabat menteri mencabut pedang dari sarungnya. Lalu melangkah dengan cepat ke arah utusan tersebut.Secara spontan Rasyad menghentikan langkah Fakhrurrazi yang terlihat begitu marah. "Sabar, Razi! Kendalikan dirimu, mereka mu'ahid!"Mu'ahid adalah kafir asli yang darah dan hartanya haram untuk ditumpahkan. Mereka hanya utusan untuk menyampaikan pesan.Sulthan Konstin pun turun dari kursi singgasananya mendekati Fakhrurrazi dan menepuk pundaknya, berusaha menenangkan. "Sabar, Akhi ... kita tidak akan menyerahkan istri Anda kepada kafir seperti mereka." Ia memahami kemarahan Fakhrurrazi.
Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri HauraKeesokan harinya, Fakhrurrazi mengajak Rasyad untuk sarapan pagi bersama di ruang keluarga mereka."Hari ini kita akan menghadap sulthan, Tuan. Bagaimana menurut Anda?" tanya Fakhrurrazi kepada Rasyad di sela-sela makan pagi mereka."Baiklah," sahut Rasyad singkat sembari meraih cawan di hadapan, lalu meneguk airnya perlahan."Jadi Tuan Andrew ini kakekku?" tanya Haris setelah menyimak pembicaraan orang dewasa di sekitarnya. Ia juga terkejut dengan kenyataan ini."Iya, Sayang. Panggil kakek ya ...." ujar Zara lembut sembari membelai rambut halus sang cucu."Baik, Nek!" sahut Haris, "Aku senang punya kakek yang hebat bermain pedang seperti Tuan Andrew!" lanjutnya girang sambil mengangkat kepalan tangan ke atas.Rasyad dan Fakhrurrazi tertawa melihat tingkah bocah kec