Bab 48 : Ikrar nan Suci
Seketika sorot mata Benazir menjadi cerah. Bibirnya tertarik ke atas. Ia merasa bahwa sang putri makin tertarik kepada Islam. "Menjadi muslim itu dengan mengucapkan ikrar kesaksian bahwa tidak ada yang haq disembah kecuali Allah dan Muhammad itu utusan-Nya. Hanya saja itu bukan sekadar ucapan belaka, Tuan Putri," papar Benazir.
"Ap–apa yang harus aku lakukan jika ingin masuk Islam, Nek?" tanya Roseline lagi.
"Tentu Anda harus mengingkari semua sesembahan lain. Anda sudah melakukan itu." Benazir tersenyum lebar.
"Oh, ya?" Alis Roseline bertautan. Ia masih belum mengerti.
"Ya. Anda sudah separuh muslim. Hehehe .... " Benazir terkekeh.
Sang putri semakin bingung. Dahinya berkerut.
"Ketentuan dari kesaksian itu ada dua, Tuan Putri," ujar Benazir.
"Per
Bab 49 : Belajar Surat Al FatihahRasyad sedikit heran, mengapa sang putri kelihatan begitu gembira. "Aku dengar Anda mencariku, Yang Mulia?""Ya, Andrew. Ke mana saja kau seharian kemarin?" tanya Roseline masih dengan senyuman di balik cadarnya."Ada pekerjaan yang harus aku lakukan di pasar," jawab Rasyad."Oh, begitu.""Apakah ada hal yang penting, Tuan Putri?" tanya Rasyad lagi."Ya! Ini penting sekali." Netra biru nan indah sang putri berbinar-binar. Hatinya terasa membuncah karena kebahagiaan yang sangat.Rasyad menyimak. Dahinya mengernyit, tapi bibirnya tersenyum melihat sang putri yang tampak sangat bahagia."Sekarang aku adalah seorang muslimah," ujar sang putri dengan menarik kedua ujung bibirnya. Entah mengapa suaranya terdengar bergetar dan matanya kini dipenuhi kaca-kaca.
Bab 50 : Tawaran dari ZaraBocah itu terlihat sangat antusias mendengar berita ke-Islaman sang putri.Benazir mengangguk seraya menyunggingkan senyuman ke arah Haris. "Aku mengajak Tuan Putri Roseline ke masjid menemui Syaikh Ahmad Imran. Beliau yang menuntunnya bersyahadat," ujarnya seraya mengedarkan pandangan kepada Zara dan Fakhrurrazi."Alhamdulillaah! Doaku dikabulkan Allah. Allah baik ...!" Haris tampak sangat riang.Zara dan Fakhrurrazi tercengang mendengar hal itu."Maa syaa Allah, alhamdulillaah," seru Zara sembari melihat ke arah sang putri.Roseline tersenyum di balik cadarnya. Ia melirik ke arah Fakhrurrazi, hendak melihat reaksi sang pejabat menteri. Entah mengapa gadis itu penasaran dengan tanggapan pria itu. Jantungnya berdegup kencang."Kalau itu benar, suruh Tuan Andrew menghadapku. Bi
Bab 51 : Jalan Kebersamaan"Yang Mulia, aku pergi sekarang." Rasyad pamit kepada Roseline di depan ruangannya.Akhirnya Rasyad menerima tawaran dari sang istri. Di dalam hati, pria itu pun sebenarnya ingin sekali dekat dengan Zara. Sudah sangat lama mereka berpisah. Betapa besar kerinduannya untuk bersama lagi seperti dulu.Setelah siang tadi ia mengurus pembaruan surat jaminan keselamatan kepada musta'min, tiba waktunya ia harus meninggalkan kastil. Pria itu telah mengundurkan diri dari toko gandum di mana ia bekerja.Roseline tersenyum tipis di balik kain penutup wajahnya. "Sering-sering kunjungi aku kemari ya, Andrew," pinta Roseline."Tentu saja, Tuan Putri. In syaa Allah aku akan sering datang." Rasyad mengangguk."Baiklah, hati-hati di jalan.""Assalamualaikum," Rasyad pun membalikkan badan kemudian mel
Bab 52 : Kesempatan BersamaJarak antara Zara dan Rasyad tidak begitu jauh. Hanya sekitar empat depa saja. Wanita empat puluh tiga tahun tersebut tertegun melihat siapa yang ada di ruangan itu. Dia tidak tahu, kalau ternyata hari ini pria pujaan hatinya mulai tinggal di istana. Dekat dengannya."Ibu mencari Haris?" tanya Fakhrurrazi membuyarkan tatapan lekat sang ibu kepada Rasyad. Pria itu merasa heran, mengapa sang bunda terdiam begitu saja ketika melihat pembantu sang putri Andusia tersebut."Ehemm .... " Zara membersihkan tenggorokan yang seketika terasa kering, "iya, Nak. Tadi Haris bermain di halaman kebun. Ibu sebentar saja ke kamar, tahu-tahu dia sudah hilang," jawabnya."Ada Tuan Andrew, Nek!" ujar Haris sambil memegang jemari sang nenek."Oh, iya," sahut Zara menjawab sang cucu, "apa Tuan Andrew pindah kemari hari ini?" tanyanya. Hati wanita itu
Bab 53 : Mulai Membuka DiriSayup-sayup terdengar suara adzan dari masjid. Waktu Dzuhur pun tiba."Ah, sudah adzan. Sebaiknya kita bersiap-siap untuk shalat, Tuan Putri," ajak Benazir sekaligus mengalihkan perhatian.Tadinya Roseline masih menanti kelanjutan cerita yang disampaikan oleh Benazir. Ia cukup penasaran dengan kisah ibunda dari si pejabat menteri yang tampan. "Ehm ... baiklah, Nek. Mari kita bersiap untuk shalat!" sahut gadis tersebut sembari bangkit dari duduknya.Mereka pun mengambil wudhu dan melaksanakan shalat berjama'ah.***"Nek!"Terdengar suara Haris memanggil sang nenek.Sontak Zara semakin mempercepat gerakan merapikan pakaiannya dengan wajah panik."Biar aku yang mengalihkan perhatiannya," ujar sang suami, karena telah lebih dahulu rapi.&n
Bab 54 : Bermain PedangZara mencebik. "Ibu lihat dia gadis yang sangat polos. Walaupun kelihatannya keras kepala, mungkin karena terlalu dimanja oleh keluarga ... tapi dia cukup baik dan telaten menghadapi Haris.""Apa begitu?" tanya Fakhrurrazi. Selama ini dia hanya sesekali melihat kebersamaan sang putra dengan gadis tersebut. Yaitu ketika ia mengantar atau menjemput Haris dan Zara di kastil. Akan tetapi, memang Haris kelihatan nyaman bersama gadis itu, pikir sang pejabat menteri."Ya, hanya saja kita baru mengenalnya. Mungkin bisa kita tanyakan bagaimana sifat dan watak gadis itu kepada Tuan Andrew atau yang lainnya. Benazir juga, karena dia yang menjadi saksi ketika putri Andusia itu bersyahadat," papar Zara.Fakhrurrazi mengangguk."Bagaimana menurutmu sendiri, Nak? Kau tertarik padanya?" Zara bertanya bukan karena tidak tahu. Dari gelagat sang putra, dia
Bab 55 : Kecurigaan FakhrurraziRasyad melepaskan todongan senjata kayunya dari leher Fakhrurrazi. Kemudian ia memungut pedang sang pejabat menteri dari tanah, lalu menyerahkannya kepada Haris.Bocah kecil itu menyambutnya lalu kembali bermain dengan sahabatnya, Rubi."Anda sangat ahli dalam memainkan pedang, Tuan Andrew," ujar Fakhrurrazi sembari berjalan menuju kursi panjang di mana sang ibu berada."Anda juga hebat, Tuan Fakhrurrazi," sahut Rasyad. Ia berusaha menyejajarkan langkahnya."Anda pasti bukan orang sembarangan." Fakhrurrazi menatap Rasyad lekat sejenak. Lalu ia mengalihkan pandangan setelah sampai di kursi panjang tempat duduk sang ibu.Zara beringsut, bibirnya tersenyum kepada sang putra. Ia melirik sedikit ke arah suaminya.Fakhrurrazi meletakkan bokongnya di kursi panjang di sebelah sang ibu.
Bab 56 : Momen yang IndahNenek tua di pelukan sang gadis pun melelehkan air mata. Pemandangan itu mengundang perhatian beberapa pekerja di kastil."Mengapa ibuku menangis, Yah?" tanya Haris kepada sang ayah yang tengah menggendongnya.Fakhrurrazi mengedikkan bahunya dan menggeleng.Zara berinisiatif mendekati. Kemudian ia merangkul sang putri dari belakang. Roseline menyambut kedatangan Zara dengan tersenyum walau getir, netra safirnya basah karena air mata. "Sebaiknya kita bicara di ruang tamu di depan," tawar Zara sembari menggiring sang putri.Roseline dan yang lainnya mengikuti langkah wanita bertongkat itu menuju ruang tamu kastil. Kemudian mereka duduk di hamparan permadani berbulu halus dengan corak yang indah di ruang tersebut."Nyonya Zara, ini adalah Nenek Lucy. Dia dulu dipercaya ayahku untuk mengasuh pa