Chayyara Bilqis, gadis yang hampir berusia tujuh belas tahun itu tengah memasak di apartemen kakak sepupunya, Feranda Agustia. Usia mereka berbeda sekitar tujuh tahun, Feranda lebih tua usianya dibandingkan Chayyara.
Saat Chayyara tengah sibuk memasak, gadis itu tidak sengaja mendengar Feranda berteriak marah, lantas Feranda menghampiri Chayyara dengan wajah kesal.
"Apa tidak bisa sabar sedikit? Aku kan tidak siap menikah muda!" ujar Feranda mengomel entah pada siapa.
"Kenapa Kak?" tanya Chayyara.
"Armor selalu membahas tentang pernikahan, Kay! Aku muak jika dia terus memaksaku untuk menikah dengannya. Aku tahu dia tampan, dia juga kaya, keluarganya juga baik padaku. Tapi usiaku masih dua puluh empat tahun, Kay! Astaga! Aku masih terlalu muda untuk mengurus rumah tangga dan menggendong bayi! Aku masih ingin menikmati masa muda, aku juga masih ingin sibuk dengan karirku!" ujar Feranda dengan nada berapi-api.
Chayyara menuangkan masakannya ke piring lalu menyajikannya di meja makan. Feranda yang mencium bau masakan adik sepupunya itu pun langsung terdiam. Chayyara tersenyum lantas menyendokkan nasi untuk Feranda. "Lebih baik Kakak makan dulu," ujar Chayyara. “Kay membuatkan cumi asam manis pedas kesukaan Kakak.”
Feranda mengangguk dengan mata yang berbinar, "Kamu benar juga, aku sudah sangat lapar dan hampir lupa makan karena terlalu banyak pikiran.” Feranda menarik kursi makannya, “Oh iyah, terima kasih Kay sudah memasak menu makanan kesukaanku!" ujar Feranda, kembali berdiri untuk mencubit pipi tembam Chayyara.
Chayyara tersenyum manis, gadis kecil itu mengangguk lantas menyendokkan nasi untuk dirinya sendiri, dan ikut makan bersama kakaknya.
"By the way, kamu tidak ada kelas online?" tanya Feranda di sela-sela aktivitas makan mereka.
Chayyara menggeleng, "Untuk hari ini guru hanya memberikan tugas saja Kak."
Feranda mengangguk.
"Sekarang aku ada pemotretan. Apa kamu mau ikut?"
Chayyara menggeleng.
Feranda mengerucutkan bibirnya, "Kamu benar-benar tidak akan mengikuti karirku sebagai model, Kay?"
Chayyara tersenyum lembut lalu menggeleng pelan, "Kay tidak sepercaya diri Kakak, lagi pula Kay hanya suka memasak dan membaca novel dibandingkan berpose dengan berbagai macam gaya seperti Kakak."
Feranda menghembuskan nafas kasar, lalu menganggukkan kepala. Terlihat dari raut wajahnya yang menunjukan kekecewaan, "Baiklah… tapi kamu harus ingat bahwa tawaranku akan berlaku sampai kapan pun. Aku tidak akan menyerah menawarkanmu untuk menjadi seorang model, karena menurutku, kamu sangat cocok, wajahmu cantik namun lebih terkesan manis, badanmu juga bagus meski banyak makan. So, coba untuk selalu mempertimbangkan tawaran kakakmu ini, okey?"
Chayyara hanya bisa mengangguk sebagai jawaban, meski sudah kesekian kali kakaknya itu selalu memaksanya untuk mengikuti dunia permodelan, tapi tetap saja, Chayyara tidak memiliki minat sama sekali.
"Oh tidak! Aku bisa terlambat!” Feranda berujar setelah melihat jam tangannya. “Aku harus berangkat sekarang, Kay! Jangan lupa bersihkan apartemenku ya! Dan sepertinya aku akan pulang malam karena aku harus menghadiri pesta bersama teman-temanku, bye-bye Kay, aku menyayangimu!"
Feranda bergerak cepat memakai sepatu hak tingginya lalu berlari kecil menuju pintu, meninggalkan Chayyara sendiri yang baru saja menghabiskan makanannya.
Chayyara menghela nafas berat, mengambil piring-piring bekas makan itu ke tempat cuci piring, lalu mencucinya. Setelah itu, Chayyara mengambil vacum cleaner dan membersihkan apartemen kakaknya.
Chayyara terbiasa melakukan semua hal sendiri, semenjak ayah dan ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan pesawat. Chayyara tinggal bersama kakek dan neneknya, lalu memulai kehidupan barunya di Negeri Ginseng. Panggilan Chayyara di sana adalah Kim-Yara. Namun jika Chayyara berada di Indonesia, orang yang mengenal Chayyara akan memanggilnya dengan sebutan Kay.
Saat liburan musim panas, Chayyara sengaja pulang ke Indonesia dan mencari kakak sepupunya itu untuk ia ajak berlibur ke Bali.
Satu bulan setelah Chayyara menikmati waktu berliburnya di Bali, Chayyara terjebak di negara ini oleh peraturan yang diterapkan pemerintah sebab melonjaknya kasus COVID-19. Chayyara terpaksa ikut kakaknya pulang ke Jakarta lalu tinggal di apartemen kakaknya untuk sementara waktu.
Kebetulan juga, negara Korea langsung menerapkan sistem lockdown sehingga membuat sekolahnya menerapkan pertemuan dan pembelajaran secara online. Oleh karena itu, Chayyara tidak masalah jika ia harus tinggal di sini untuk beberapa waktu ke depan. Paling tidak hingga kasus melonjaknya COVID-19 di sini mereda.
***
Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, Chayyara menutup novelnya dan merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku, hampir dua jam ia membaca novel sambil menunggu kakaknya itu pulang. Ponselnya berdering, Chayyara pun mengangkatnya.
"Kay! Aku harus pergi ke luar kota sekarang, tidak apa-apa kan jika kamu di apartemen sendiri?" tanya seseorang di seberang sana.
Chayyara menghela nafasnya, "Tidak apa-apa Kak, hati-hati ya Kak, jangan lupa makan dan minum vitamin," ujar Chayyara perhatian.
Setelah sepatah dua patah kata, Feranda pun memutuskan sambungan teleponnya, Chayyara kembali menghela nafas. Jujur saja, Chayyara merasa kesepian. Niatnya berlibur ke Indonesia untuk bermain bersama kakak sepupunya, tetapi hal itu pupus begitu saja karena Feranda sangat sibuk dengan pekerjaannya sebagai seorang model. Seperti saat mereka berlibur ke Bali, Chayyara lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri, sedangkan kakaknya itu hanya bisa menemaninya selama tiga hari.
Saat Chayyara sedang asyik melamun, tiba-tiba terdengar bunyi pintu akses unit apartemen kakaknya yang mulai terbuka. Chayyara mengerutkan keningnya, bukankah Feranda tidak pulang hari ini? Lalu siapa yang membuka akses menuju unit kakaknya?
Dengan perasaan takut, Chayyara memutuskan untuk melihat siapa orang itu. Siapa tahu memang benar kakaknya. Tapi setelahnya, Chayyara benar-benar terkejut saat melihat orang yang memasuki apartemen kakaknya itu justru adalah seorang pria blasteran yang berwajah tampan dengan perawakan yang tinggi, tidak lupa dengan tatapan mata biru yang tajam membuat Chayyara mematung di tempat.
Pria itu berjalan menghampiri Chayyara, lalu tiba-tiba menarik Chayyara dan memeluk dirinya, Chayyara sempat kebingungan lalu setelah tersadar kembali, ia pun memberontak meminta dilepaskan karena nyatanya Chayyara tidak mengenal siapa pria itu, namun tenaga pria itu tak sebanding dengan dirinya, sehingga Chayyara kesulitan untuk melepaskan diri.
Chayyara menyerah, ia mulai kelelahan karena terus melawan, sedangkan pria itu masih tetap setia memeluk dirinya. Chayyara juga mencium bau alkohol dari tubuh pria itu, dan sudah dipastikan jika pria itu tengah mabuk. Siapa sebenarnya pria ini? Apa yang dia lakukan di sini? Dan kenapa tiba-tiba dia memeluk dirinya? Berbagai macam pertanyaan hinggap di kepala Chayyara membuat ia terdiam cukup lama.
Terlalu lama berpikir, sehingga Chayyara tidak menyadari saat benda basah itu mulai menciumi lehernya, namun saat Chayyara merasakan sakit di area lehernya, Chayyara langsung tersadar sepenuhnya, pria itu sudah melumat dan menggigiti lehernya, Chayyara diserang rasa panik, Chayyara kembali memberontak untuk minta dilepaskan, bahkan Chayyara memukul keras punggung pria itu.
"Lepaskan Kay! Lepaskan Kay! Kamu siapa?! Apa yang kamu lakukan?!" teriak Chayyara. Terdengar suara geraman di dekat telinganya, lalu hal lainnya membuat Chayyara tak kalah terkejut, pria itu langsung menggendong Chayyara di pundak, berjalan memasuki kamar Chayyara yang memang pintunya terbuka. Pria itu membanting tubuh Chayyara di atas ranjang dan langsung menindihnya.
"Berbagai cara sudah aku lakukan dan kamu tetap tidak ingin menikah denganku, hm? Baiklah. Maka dengan cara menghamilimu, kamu tidak ada alasan untuk menolakku lagi, Feranda."
Chayyara terkejut mendengar ucapan pria di atasnya itu. Menikah? Feranda? Pikiran Chayyara langsung teringat pada kejadian tadi siang saat Chayyara dan Feranda sedang makan. Oh astaga! Pria yang di atasnya ini adalah kekasih kakaknya! Chayyara menggelengkan kepalanya cepat.
"Kak! Ini Chayyara! Kay! Kay bukan Kak Feranda, tolong jangan seperti ini!"
Chayyara membulatkan matanya saat pria itu tiba-tiba mencium bibirnya, Chayyara berusaha melepaskan diri, Chayyara terus memberontak, air matanya juga mulai mengalir deras, ia sangat ketakutan. Chayyara memukul kepala pria itu, namun pria itu malah menggeram marah dan langsung mengunci tangan Chayyara di atas kepala.
Ciuman itu beralih menuju lehernya, Chayyara terisak dan memohon agar ia dilepaskan, Chayyara juga terus berusaha menjelaskan bahwa dia adalah adik sepupu Feranda, dia bukanlah Feranda seperti apa yang pria itu maksud.
Namun pria itu seakan tuli, terlihat dari wajah dingin dan tatapan tajamnya yang menunjukan bahwa pria itu tidak peduli. Chayyara berteriak saat pria itu mulai melancarkan aksinya, dirobeknya gaun tidur Chayyara hingga menunjukan sesuatu yang tidak pernah Chayyara tunjukan pada pria mana pun sebelumnya.
Chayyara menangis sejadi-jadinya, selain perasaan takut yang luar biasa, Chayyara juga merasa malu karena ada orang lain yang melihat bagian tubuhnya. Seumur hidup Chayyara, ia tidak pernah mengekspos tubuhnya, bahkan untuk berpakaian seksi saja Chayyara merasa tidak nyaman. Tapi saat ini, Chayyara tidak hanya merasa ketidaknyamanan tetapi ia juga merasa ketakutan.
Puas menciumi bagian tubuh Chayyara, pria itu mulai melepaskan seluruh pakaiannya sendiri. Chayyara yang merasa tangannya terbebas berusaha melarikan diri, namun pria itu lebih sigap, kaki Chayyara ditarik lalu pria itu kembali menindihnya.
Pria itu melebarkan kaki Chayyara hingga Chayyara tersedak oleh air matanya sendiri kala Chayyara merasakan sakit yang luar biasa. Hilang sudah sesuatu yang selama ini Chayyara jaga. Chayyara kehilangan mahkota berharganya, ia juga merasakan kehancuran dalam hatinya.
Chayyara hanya bisa menatap langit kamarnya dengan tangis tanpa suara. Chayyara sudah kehabisan suara karena sedari tadi terus berteriak dan menjerit. Chayyara menangisi nasibnya yang begitu malang. Kehilangan sesuatu yang berharga di usianya yang belum menginjak tujuh belas tahun bukanlah hal yang Chayyara inginkan. Chayyara tidak pernah menduga jika Chayyara akan mengalami hal seperti ini.
Chayyara hanya bisa memejamkan matanya, tenaganya sudah terkuras habis, namun pria di atasnya seperti enggan untuk berhenti. Chayyara berusaha mengabaikan semua yang tengah menimpa dirinya saat ini, berdoa dan berharap kepada Tuhan bahwa semua ini hanyalah mimpi.
Ya.
Hanya Mimpi.
To be continued...
Setelah kejadian dimana Armor memperkosa adik sepupu dari kekasihnya itu, keesokan paginya, Armor terbangun dengan kondisi sakit kepala yang luar biasa, Armor juga menemukan dirinya tengah memeluk seorang perempuan yang ternyata bukanlah Feranda. Setelah menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan fatal, di sinilah Armor sekarang, dimana Feranda dan keluarganya berkumpul.Feranda menangis dipelukan Silva yang merupakan ibunda dari Armor, kekasihnya. "Bagaimana ini, Mama? apa yang harus Nda katakan pada Kakek dan Nenek di sana? Nda sudah gagal menjaga adik Nda sendiri."Silva mengusap punggung Feranda, "Maafkan Mama, Sayang. Maafkan Mama…""Baguslah jika adikmu itu hamil anak Armor, dengan begitu aku akan segera mempunyai cicit."Seorang wanita paruh baya menatap tajam ke arah Feranda seraya mengangkat jari telunjuknya, "Tidakkah kamu sadar, Feranda?! Kamu terlalu egois! Armor sudah banyak berkorban untuk kamu! bahkan dia selalu mengalah terhadap sikapmu yang keras kepala itu! Lihatl
"Armor…” panggil Silva kepada putranya. “Ingat! Seminggu lagi. Pernikahanmu seminggu lagi."Armor menatap datar mamanya, "Hm," ujar Armor singkat.Silva tersenyum penuh haru, ia memeluk putra sulungnya itu, mengusap punggung tegap Armor, "Mama memang kecewa padamu, tapi Mama juga bangga karena kamu berani untuk bertanggung jawab." Armor terdiam untuk sesaat, setelahnya ia pun mengangguk lantas membalas pelukan mamanya itu.Di sisi lain, seseorang tengah menahan tangis setelah mendengar rencana bahwa orang yang paling dirinya cintai akan menikah dengan adik yang dirinya sayangi. Ya. Feranda. Perempuan itu memilih diam di depan pintu unit apartemennya yang memang sedikit terbuka dan membuat Feranda dapat mendengar semua percakapan itu dengan jelas.***Chayyara tidak menyangka jika semuanya akan menjadi seperti ini. Menikah dengan kekasih kakaknya bukanlah hal yang Chayyara inginkan. Bahkan Chayyara tidak bisa tidur karena terus memikirkan kakaknya, ia merasa bersalah dengan menikahi ke
Kini Armor dan Chayyara sudah pindah ke rumah baru dimana mereka akan menetap beberapa bulan ke depan di kota Bandung. Hal itu karena Armor ditugaskan papanya untuk menyelesaikan proyek yang berada di kota tersebut.Chayyara terlihat sibuk dengan aktivitasnya yang tengah membereskan pakaian hingga tidak menyadari ada seseorang di belakangnya.Saat Chayyara membalikkan tubuhnya ke arah pintu, Chayyara berjengit kaget, di sana ia melihat Armor tengah bersandar di pintu kamarnya dengan menyilangkan kedua lengan di dada. Tidak lupa wajah pria itu yang selalu menampakan ekspresi dingin membuat Chayyara merasa takut sekaligus bingung harus berbuat apa.Ya. Armor dan Chayyara memang tidur terpisah."Ini." Armor memberikan kartu persegi panjang yang berwarna hitam itu kepada Chayyara. Chayyara menerimanya lantas menatap Armor dengan ekspresi bingung."Untuk membeli kebutuhan," ujar Armor. "Dan saya punya peraturan selama kita menjalani hubungan ini," lanjut Armor yang lagi-lagi menatap dingin
Beradaptasi kurang lebih selama dua minggu dengan sikap Armor yang terkesan dingin, membuat Chayyara mulai terbiasa menjalani kesehariannya sebagai seorang istri dari seorang Armor Musa Altamiz. Sedikit demi sedikit Chayyara mencoba menghilangkan rasa takutnya. Ia mulai menerima takdirnya dan juga mulai paham bahwa Armor tidak sepenuhnya salah karena pada saat itu juga Armor tidak menyadari tindakannya, pria itu hanya tahu jika dirinya Feranda. Mungkin jika Armor tahu dirinya adalah Chayyara, adik sepupu dari Feranda, Armor tidak mungkin memperkosanya hingga hamil seperti ini. Sekilas bayangan menyakitkan itu datang kembali, Chayyara menghela nafas berat saat mengingatnya. Menelungkupkan kepalanya di lipatan tangan, menyembunyikan air matanya yang sudah mengalir deras. *** Armor berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba muncul sosok perempuan yang sangat Armor kenali. Perempuan itu adalah Feranda. Armor bisa melihat jika perempuan itu tengah menangis, dengan wajah pucat dan penampilan
Setelah menemani kakaknya menangis, Chayyara meminta Feranda untuk membersihkan diri dan ikut sarapan bersamanya dan Armor. Kebetulan posisi dapur rumah yang ditinggalinya berada di samping kolam berenang, jadi jika Chayyara ingin ke dapur, perempuan itu harus melewati kolam berenang terlebih dahulu. Saat Chayyara tengah berjalan menuju dapur, tiba-tiba Chayyara merasakan lantainya licin hingga tubuhnya kehilangan keseimbangan, membuat Chayyara langsung jatuh ke kolam. Feranda yang baru saja selesai berganti pakaian, langsung berlari ke arah kolam bersamaan dengan Armor yang terkejut saat mendengar suara riak air kolam. "Chayyara! Chayyara! Tidak bisa berenang, Armor! Tolong Kay! Ya Tuhan!" teriak Feranda panik, membuat Armor langsung terjun ke kolam yang ke dalamannya hampir dua setengah meter. Terlihat pria itu mengangkat tubuh Chayyara dan menaikan tubuh istri kecilnya itu di pinggiran kolam. Armor langsung melakukan resusitasi jantung paru. Sesekali memeriksa apa nafas Chayyar
Chayyara baru saja menyelesaikan ritual mandinya, ia jadi teringat niatannya untuk mengingatkan Armor bahwa sudah saatnya makan malam. Chayyara mengetuk pintu ruang kerja Armor. Namun, tidak terdengar jawaban dari dalam. Chayyara pun memutuskan untuk kembali ke dapur, tetapi langkahnya terhenti saat mendengar suara Armor di pinggir kolam yang kini tengah berbicara dengan seseorang melalui telepon. Chayyara berhenti di ambang pintu, lantas secara tidak sengaja Chayyara mendengar sesuatu yang membuat hatinya berdenyut nyeri. Chayyara menutup mulutnya tidak percaya. Saat Armor akan berbalik, dengan cepat Chayyara pergi dari sana, Chayyara memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Chayyara menenangkan dirinya di dalam kamar, menghapus air matanya yang terus saja mengalir, lantas tatapannya terjatuh ke arah perutnya, ia mengusap perutnya dengan penuh kasih sayang. Setelah sesi menangisnya selesai, Chayyara memutuskan untuk kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam untuk Armor, Chayyara
Tadi pagi Chayyara sudah bangun dari tidurnya karena perutnya terasa mual. Hampir berulang kali ia keluar masuk kamar mandi hanya untuk mengeluarkan cairan bening, tubuhnya terasa lemas, tapi waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Biasanya Chayyara sudah bersiap-siap memasak sarapan untuk dirinya dan Armor, tetapi sepertinya ia akan memasak sarapan nasi goreng saja untuk Armor karena suaminya itu harus berangkat kerja dengan keadaan perut terisi. Chayyara memaksakan dirinya untuk berjalan ke arah dapur, mengambil bahan-bahan di kulkas dan mulai bergelut dengan alat-alat dapur. Setelah selesai, Chayyara menghidangkannya di atas meja makan. Chayyara tidak ikut makan karena tidak merasa lapar, namun Armor pasti akan marah padanya jika ia tidak sarapan. Chayyara pun memutuskan mengambil sehelai roti dengan selai nutella kesukaannya. Tak lupa Chayyara juga membuat susu coklat khusus ibu hamil agar bayinya tetap ternutrisi. Chayyara menghela nafas saat pandangannya tertuju pada pintu k
Armor terjaga semalaman hanya untuk mengganti kompresan dan memastikan demam Chayyara turun. Di samping itu, Armor juga menyelesaikan pekerjaannya di malam hari untuk ia berikan kepada Fredy di keesokan harinya. Tanpa disadarinya, ternyata Armor tertidur di sofa, ia terbangun saat mendengar suara berisik dari arah kamar mandi. Armor menoleh ke arah ranjang, tidak ada Chayyara di sana. Ia pun bergegas menuju kamar mandi. Armor memasuki kamar mandi yang memang pintunya terbuka, ia bisa melihat Chayyara tengah memuntahkan isi perutnya di kloset. Ia menghampiri Chayyara untuk kemudian memijat pelan tekuk istri kecilnya itu. Armor juga memegangi rambut Chayyara agar tidak terkena muntahan. "Kak… Kak Armor… keluar," ujar Chayyara lemah. "Nan… nanti jijik," lanjut Chayyara. "Diam,” perintah Armor dingin. Chayyara masih menghadap kloset, ia kembali merasa mual, sambil menangis Chayyara kembali memuntahkan cairan bening dari mulutnya. Chayyara merasa kelelahan, di tambah ia juga merasaka
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis