Viona baru saja keluar dari klub malam karena harus membawa Kai pulang ke apartemennya. Pekerjaannya yang banyak dan tenggang waktu yang sedikit adalah alasan utama Kai mabuk hingga tidak sadarkan diri.
Dering telepon masuk ke dalam ponsel Viona, terlihat nama Kai pada layar kacanya.
“Tolong jemput aku di klub--,” pinta Kai dengan suara yang tidak jelas dan berisik membuat Viona harus menaikan suaranya hingga 3 oktaf.
Belum sempat Kai memberi informasi keberadaannya dimana, panggilan suara itu terputus membuat Viona semakin kebingungan.
“Haduh, dasar orang dewasa merepotkan!” gerutu Viona karena kesal dengan Kai yang selalu mabuk hingga tidak sadarkan diri.
“Ayah, saya keluar rumah dulu sebentar, harus menjemput Kai yang sedang mabuk berat di klub malam,” pamit Viona kepada sang ayah yang sedang menonton TV.
Dengan pakaian seadanya Viona menaiki bus untuk mencapai klub malam, suara mobil yang menggerus jalan seolah menemani kekesalannya.
Sesampainya di klub malam asap rokok dan bau alkohol bercampur dengan sempurna membuat Viona mual dan segera ingin keluar, pencahayaan yang minim membuat matanya harus sedikit di sipitkan dan lirikannya harus kesana kemari untuk mencari sahabatnya.
Beberapa menit ia mengelilingi klub malam akhirnya terlihat Kai yang sudah menaruh kepalanya di meja bar dengan tidak berdaya dan pakaian yang sudah tidak rapih, ada hal yang membuat Viona semakin kesal banyaknya pria yang sudah mengelilingi Kai sedang menggodanya disertai dengan tatapan yang mesum.
“Ya! Dasar laki-laki mesum, pergi dari sini!” marah Viona di tengah musik yang menggema dengan kencang.
“Akhirnya, kesayangan aku ini datang juga,” ucap Kai dengan suara telernya dan tangannya yang mengelus pipi Viona.
“Hey! Kamu ini kalau mabuk selalu menyusahkan! Ayo cepat berdiri,” ujar Viona dengan nada yang tinggi dan sambil membereskan baju dan barang-barang Kai.
Sesampainya di luar klub malam Viona teringat dirinya harus membawa Kai menggunakan transportasi umum, sialnya Kai tidak pernah menggunakan bus untuk mobilitasnnya sehingga tidak mempunyai kartu pembayaran.
“Aih, sial sekali aku malam ini. Mana bisa aku membawa mobil mewah Kai?!” gerutu Viona, akhirnya dengan terpaksa ia membawa Kai ke halte bus terdekat berharap ada supir bus yang mau membantunya.
Sesampainya di halte tidak ada satupun bus yang lewat ke arah apartemen Kai membuat Viona harus memutar otaknya. Semilir angin yang berhembus kencang membuat dirinya harus menggesekan sela-sela jarinya.
Tidak lama kemudian terlihat mobil sport berwarna hitam mengkilap berhenti di hadapan Viona. Laki-laki berawakan tinggi, gagah dan tentu saja sangat harum keluar dari mobil tersebut dengan kebingungan.
“Siapa laki-laki ini? Keluar dari mobil dengan wajah kebingungan? Apakah ia korban penculikan?” ucap Viona di dalam hatinya.
Udara dingin menjadi teman bagi mereka bertiga, Kai yang tidak sadarkan diri membuat Viona semakin tersiksa, sesekali mata Viona melirik dengan was-was pada laki-laki itu tetapi ada rasa sedikit untuk meminta bantuannya.
Hampir satu jam sudah mereka bertiga berdiam tanpa ada yang membuka obrolan, akhirnya karena mengingat waktu sudah larut malam dan Viona besok harus bekerja membuat ia dengan terpaksa memberanikan diri menyapa terlebih dahulu laki-laki tersebut.
“Aih, apakah dia orang baik? Apakah dia ingin menaiki bus? Untuk apa dia turun dari mobil sport mahal dan memilih untuk naik bus? Apakah dia adalah simpanan tante-tante?” Lagi-lagi Viona bergumam sendiri di dalam hatinya.
Pikiran Viona melebar kemana-mana tetapi karena keadaan mendesak ia harus memberanikan diri bertanya kepada laki-laki itu.
Ia menaruh Kai di sisi pojok halte agar dirinya tidak terjatuh dan mendapat sandaran, kaki Viona melangkah dengan pelan untuk mengamati situasi.
“Permisi, apakah kamu mempunyai kartu cashbee lebih? Saya ingin naik bus tetapi teman saya tidak mempunyai kartu itu,” tanya Viona langsung pada intinya
Laki-laki itu hanya menatap Viona dengan bingung karena ia juga baru pertama kali naik bus, laki-laki itu langsung merogoh koceknya seolah mencari kartu yang di maksud oleh perempuan yang ada di depannya.
Saat laki-laki itu merogoh koceknya ia mendapati kartu cashbee yang ada di saku kanannya dan langsung mengeluarkannya.
Saat ia menunjukan kartu itu ke arah Viona langsung terkaget dan merasa bahwa kartu itu adalah miliknya karena ada tanda tangannya yang tertera di belakang kartu.
Viona langsung menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya karena ini adalah kartu yang ia cari hampir seminggu yang lalu dan ternyata ada di laki-laki yang tidak ia kenal. Lalu terbesit dalam pikirannya bagaimana bisa?
“HAH? INI ADALAH KARTU SAYA YANG HILANG SEMINGGU YANG LALU!” seru Viona.
Emil yang mendengar itu langsung kaget karena ia tidak menyangka bisa bertemu dengan perempuan yang ia tabrak di lobby perusahaannya kala itu, Emil langsung membulatkan matanya karena masih merasa kesal.
“Jadi kamu adalah perempuan yang saat itu menabrak saya?” ucap Emil kini sambil menunjuk wajah Viona.
Tubuh Viona mematung bibirnya yang merah muda tidak bisa berucap, perasaan malu sekarang menguasai dirinya.
Jadi setelah hari dimana Viona bertabrakan dengan laki-laki di kantor Kai, ia langsung bercerita kepada Kai saat memberikan berkas dan saat tangannya merogoh kocek jaketnya terlihat kartu nama Emillio Alexander yang merupakan CEO dari perusahaan tempat dimana Kai bekerja.
Viona langsung dengan cepat melirik ke arah Kai yang saat itu sedang tidak berdaya, ia memikirkan reputasi Kai di depan bosnya ini dan langsung pergi untuk menutupi dirinya.
Tidak lama kemudian bus datang dan Viona langsung melambaikan tangannya untuk memberhentikan bus itu, saat hendak menaiki bus tiba-tiba saja Emil menarik jaket Viona dengan kuat.
“Apakah kamu akan meninggalkan saya sendirian di sini?” tanya Emil dengan wajah memelasnya dan tangannya yang masih mencengkram dengan kuat jaket Viona.
Akhirnya setelah perdebatan panjang Emil dan Viona mereka sepakat untuk mengelabui supir bus dengan Kai yang naik dengan membungkukan badannya di tutupi denga tubuh Emil yang tinggi serta Viona yang sibuk mengetap kartu pembayaran.
Sepanjang bus menggerus jalanan, kecanggungan semakin terjadi antara mereka berdua. Viona yang masih takut jika laki-laki itu menyadari bahwa perempuan yang sedang mabuk itu adalah karyawannya dan Emil yang masih kebingungan harus bersikap seperti apa.
Tanpa sadar Viona menghembuskan nafasnya, tak pernah terpikir olehnya akan bertemu laki-laki itu lagi, apalagi di situasi yang seperti ini. Bagaimana seorang CEO perusahaan makanan SeaFood yang merupakan terbesar nomer 2 di Indonesia bisa naik bus di kala malam hari seperti ini?
Setelah menelan ludah beberapa kali Viona menenangkan dirinya sambil terus menenangkan Kai yang sedari tadi terus meracau.
Hamparan bintang di langit menemani perjalanannya, hanya satu doa Viona malam itu semoga ia tidak akan bertemu dengan CEO itu lagi.
Emil baru saja tiba di apartemennya pada pukul 3 pagi, Lee sebagai sekretarisnya tidak bisa tidur semalaman suntuk karena memikirkan bosnya yang baru pertama kali naik bus umum.“Selamat pagi, pak!” sapa Lee yang masih memakai piyama berwarna abu-abu dengan garis putih di lengannya.Lee memang terkadang tinggal di apartemen Emil, entah karena pekerjaan atau karena dirinya malas sendirian di apartemennya.“Haduh, berbicara biasa saja ini bukan kantor!” seru Emil sambil membuka sepatunya.Melihat wajah bosnya cerah dan bahagia membuat ke khawatiran Lee terhapus.“Apakah kamu merasa senang?”“Ya!”“Apa yang membuat dirimu senang dengan naik bus sendirian?” tanya Lee dengan penasaran.Emil yang saat langsung menuju ke dapur untuk membuat segelas teh hangat berusaha menjelaskan perasaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.“Ada hal baru yang saya temukan di sana! Saya minta atur jadwal setiap minggu untuk naik bus sendirian!” perintah Emil kini sudah duduk di sebelah Lee.Ia langsung m
“Pak, sore ini ada pertemuan dengan investor dari Jepang,” ucap Lee sambil menyodorkan tablet hitam yang berisi proyek kerja untuk dibicarakan nanti.Emil memang sedang menggaet investor asal Jepang dan mengharapankan kerja sama yang baik untuk memuluskan bisnisnya. Ada beberapa list proyek kerja salah satunya adalah Emil ingin membuat produk makanan cepat saji yang bertemakan makanan dari berbagai provinsi di Indonesia untuk diproduksi di Jepang.Mobil Mercedes S class hitam pekat sudah siap di lobby, Lee sengaja mempertemukan bosnya dan investor asal Jepang itu ke salah satu restoran makanan Indonesia di daerah Jakarta Selatan meskipun tidak mewah tetapi cita rasa yang ditawarkan dari restoran ini sangat kental akan cita rasa tradisionalnya.“Nice to meet you,” ucap Emil sambil menjabat tangankan tangan kanannya kepada investor tersebut.Senyum merekah sudah terlihat di antara ke duanya, Emil sambil berharap cemas akan keputusan akhir dari perbincangannya. Pintu restoran sudah dibu
Mobil Mercedes S class hitam sudah terparkir dengan rapih di parkiran VIP apartemen Pacific Place, terlihat dari kaca spion depan raut wajah Emil yang kesal karena perjanjian kontraknya dengan investor besar dari Jepang tertunda hanya karena masalah sepele.“Sial!”Lee menundukan kepalanya, pasrah. Jika Emil sudah marah tidak ada satupun yang berani untuk menjawab perkataannya sekalipun Lee orang paling dekat dengannya di kantor.“Chef sialan itu. Arrgghh,,,” ucapnya geram sambil mengepalkan tangannya erat-erat.Emil masih bergeming di posisinya, Lee langsung menekan lantai 27 untuk segera membawa bosnya ini ke dalam kamarnya. Otaknya berputar memikirkan cara untuk meredam amarah Emil, satu-satunya cara ampuh adalah membuatkan black coffe racikannya sendiri.Suara denting menandakan lift sudah sampai pada unit apartemen mewah Emil. Lee langsung segera menekan kode pada gagang pintu, mempercepat gerakan jarinya karena Emil semakin tidak bisa terkendali.“Saya mau besok sudah bertemu de
Marina mendorong pintu kaca ruangan Emil, kemudian masuk lalu menghempaskan tubuhnya dan belanjaan miliknya pada kursi coklat empuk yang ada di depan meja kerja adiknya.Hari ini Marina melipir sebentar ke kantor adiknya karena baru saja berbelanja menghamburkan uang suaminya, membeli sesuatu yang sebenarnya tidak benar-benar dibutuhkan.“Apa kabar kamu? Semenjak kejadian terakhir saat makan malam tidak ada kabar sama sekali.”Marina membuka obrolan basa-basi tanpa mengetahui sang adik sedang diselimuti oleh amarahnya sejak kemarin, sambil menyodorkan satu pack strawberry manis dan tentu saja mahal karena strawberry ini berasal dari Korea.“Kabar baik. Hanya sedikit pusing.”“Mengapa?”“Proyek kerja tertunda dengan investor Jepang. Gossip tentang proyek baru yang gagal sudah menjalar ke telinga para investor membuat mereka menarik sahamnya dari perusahaan,” jelas Emil sambil mengunyah strawberry.“Kau tau karena apa?”Marina menatap mata Emil dengan penuh rasa penasaran.“Tanda tangan
“Saya mau tanya di mana supervisior anda?” ucap Emil dengan tegas kepada kasir di kedai coffe Bene.Kasir yang berjaga saat itu langsung gemetar terlebih saat pelanggannya menunjukan kartu nama yang merupakan CEO dari perusahaan cepat saji yang berada di seberang kedai.Tak sampai dua menit supervisior sudah berdiri di antara Emil dan Marina serta beberapa ajudan yang ia bawa ke kedai tersebut.“Di mana baristanya?”Ini memang masalah kecil tetapi untuk Emil yang sejak kemarin sedang diselimuti oleh amarahnya membuat emosinya mudah naik. Salah satu sifat Emil yang membuat orang lain tidak suka dengannya termasuk Lee dan kakaknya.Marina berusaha untuk memegang lengan kanan adiknya, mengusap dengan lembut agar amarahnya mereda karena sangat memalukan jika orang lain menilai CEO dari perusahaan SeaFood pemarah dan sangat arogan.Tidak lama kemudian Kevin datang dengan gagahnya berusaha untuk mengakui kesalahannya di depan sang CEO dan supervisiornya.“Kamu itu kerja yang benar! Pekerja
Tangan kanan Emil yang besar masih menarik tangan Viona dengan keras, ia menuntunnya segera ke halte bus terdekat dengan langkah kaki yang cepat karena jika ada karyawannya yang melihat bosnya menaiki angkutan umum akan menjadi gosip yang tak berkesudahan.Viona dengan sepatu pantofelnya berjalan mengikuti langkah kaki laki-laki itu dengan terengah-engah, bagian belakang kakinya sudah lecet membuat dirinya kesakitan.“Sakit.” Viona akhirnya berbicara ketika genggaman CEO ini sudah terlalu keras dan lecet di kakinya semakin melebar.CEO itu menoleh melihat tatapan nanar yang terpancar dari mata hitam Viona, tangan kokoh itu langsung menghentikan tarikan dengan pelan.“Kamu perempuan yang menabrak saya di lobby ‘kan? Dan yang saat itu tengah malam menunggu bus di halte?”Viona bergeming tak kala CEO ini menyadari wajahnya serta pertemuannya beberapa kali dengan dirinya, ia langsung menyingkapi wajahnya dengan rambut seadanya. Sungguh ia kira laki-laki ini tidak akan ingat kejadian apapu
“Ini,” ucap Lee sambil menyodorkan segelas hot espresso yang baru ia pesan melalui aplikasi online. Aroma kopi yang menguar membuat sedikit otak mereka rileks karena sejak siang tadi mereka masih berkutik dengan laptop dan tumpukan kertas, membicarakan solusi mengenai keuangan yang berantakan.Semua staff keuangan sudah pulang hanya tinggal mereka berdua yang masih berkutik karena Emil meminta laporan hasil rapat besok pagi. “Haduh,,, hari ini lembur lagi.” Kai menarik nafas panjang karena dari lubuk hatinya yang paling dalam ia sangat malas sekali lembur.Lee mereganggkan badan dan melirik jam tangan berwarna silver beberapa kali, saat badannya ia renggangkan terlihat otot dadanya yang begitu gagah membuat kemeja putihnya sesak. Mata Kai langsung segar ketika melihat otot yang berada di sekretaris itu.“Sial! Kalau seperti ini aku akan ingin lembur terus!” Kai menggelengkan kepalanya, mengusir bayangan tentang bagaimana jika laki-laki di depannya ini sedang tidak memakai pakaian s
Kevin baru saja tiba di depan rumah Viona, ternyata setelah tutup kedai ia menanyakan kepada supervisiornya mengenai alamat rumah Viona karena ingin mengucapkan terima kasih telah membelanya di depan CEO yang sudah memarahinya.Dua buah wadah rotan yang berisi dimsum panas sudah berada di tangan Kevin. Setelah memarkirkan motor sportnya di depan halaman rumah Viona ia langsung mengetuk pintunya dengan pelan.“Malam. Ada yang bisa dibantu?”“Saya teman kerjanya Viona, Pak. Apakah Vionanya ada?”Laki-laki tua itu langsung memanggil nama anaknya dengan teriakan yang lumayan kencang karena sedari tadi Viona tidak keluar dari kamarnya.Setelah menunggu beberapa menit akhirnya ia melihat sosok perempuan yang ingin ia temui dengan baju piyama gambar Doraemon Viona menyapa Kevin dengan ramah, hampir saja pipinya memerah merona.“Masuk.” perintah Viona.“Tidak usah. Aku hanya ingin memberikan ini kepadamu, ucapan terima kasih karena sudah membela saya di depan customer tadi.”Mata hitam pekat
Viona baru saja tiba di studio masak yang di sewa oleh perusahaan milik Emil. Terlihat dari kejauhan kitchen set dengan gaya minimalis yang didominasi dengan sentuhan warna hitam dan putih, alat dapur yang mahal membuat hati Viona bergetar.“Astaga. Aku harus sesempurna mungkin untuk tampil hari ini,” gumam Viona.Kakinya melangkah lebih dalam lagi untuk melihat situasi yang ada di sana, terlihat belum begitu banyak orang yang akan menontonya hari ini.“Dengan chef Viona?”Viona menganggukan kepalanya pelan dengan penuh kebingungan.“Mari ikut saya, sebelum tampil chef di minta untuk memakai make-up terlebih dahulu.”Seorang make-up artis sudah memoleskan foundation ke wajah mungil milik Viona, dilanjutkan dengan alis serta lipstik yang sedikit mencolok tidak lupa di belakangnya ada hairstylist yang juga merapihkan rambutnya.Hampir satu jam Viona di dalam ruangan make-up membuat dirinya sudah kelelahan, beberapa kali ia menghembuskan nafasnya karena belum memasak tetapi energinya sud
Semua mata tertuju pada sosok perempuan yang berada di sisi kanan Emil, dress berwarna putih tulang melekat dengan cantik di tubuh Viona. Telinganya dihiasi dengan anting dan jari mungilnya juga dihiasi dengan cincin berwarna perak.“Selamat malam,” sapa Emil kepada seluruh anggota keluarganya dengan menggenggam erat tangan kiri Viona.Meja makan dengan material berlapis emas dipadu padankan dengan warna burgundy membuat nuansa glamor di rumah ini semakin terasa, lampu kristal yang menjuntai tepat di tengah-tengah meja semakin mempercantik ruangan.“Mari duduk, honey,” ucap Emil, tangannya sibuk menarik bangku untuk mempersilahkan Viona duduk.Mata Viona melirik ke arah laki-laki tua yang berada di ujung meja makan, kerutan di wajahnya menandakan bahwa sedikit ada kekecewaan. Mungkin kesal karena rencana perjodohannya gagal lagi?“Perkenalkan ini Viona,” ucap Emil dengan senyuman yang lebar tanpa ada rasa canggung.Di sisi lain, ada Viona yang masih kebingungan harus bersikap seperti
Setelah kecanggungan terjadi di dalam ruang kerjanya, Emil berusaha untuk mengembalikan suasana cair dengan membicarakan kontrak kerja karena mengingat tinggal satu hari lagi sang investor Jepang akan terbang kembali ke Jakarta untuk menemui Viona.Viona dengan gugup dan hati yang masih berdebar tidak karuan berusaha menjawab semua pertanyaan Emil dengan lantang.“Jadi apa yang akan kamu persiapkan untuk presentasi masak besok?”“Sudah siap semua, sesuai dengan arahan Bapak dan akan saya tambahkan beberapa menu untuk di presentasikan karena mengingat yang datang adalah tamu dari Jepang saya ingin memperkenalkan makanan Indonesia sebanyak mungkin,” jawab Viona padahal sebenarnya ia sama sekali belum mempersiapkan apapun termasuk makanan tambahan yang ia sebutkan tadi.Emil tersenyum bangga kepada chef sekaligus perempuan yang ia kagumi, untuk pertama kalinya ia tidak hanya sekadar senang karena proyek kerjanya lancar melainkan ada sosok lain yang membuat dirinya semakin semangat mendap
Viona sudah berada di dalam gedung megah di perusahaan SeaFood, setelah semalaman suntuk menanyakan pendapat Kai mengenai ponsel bosnya yang tertinggal di rumahnya hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengembalikan ponsel tersebut ke kantornya. Semalam, setelah Emil pergi dari rumahnya ia tidak bisa tidur dan langsung menelpon Kai menceritakan kegilaan bosnya terhadap dirinya hingga akhirnya terucap satu kata dari bibir Kai.“Mungkin ia menyukaimu?”Sepatu kanvas berwarna hijau yang sudah lusuh menginjak lantai yang terbuat dari marmer mahal dan coraknya yang indah. Mata Viona berusaha mencari di mana laki-laki yang mempunyai ponsel ini, beberapa kali dirinya di cegat oleh satpam karena melihat pakaiannya yang tidak mencerminkan bahwa ia adalah salah satu karyawan dari perusahaan ini.“Eh, apakah kamu chef yang di restoran itu?”Viona menoleh dengan cepat ketika mendengar suara laki-laki yang mengenalinya. Lee yang kala itu baru saja pulang dari rapat di luar bersama dengan client meny
Viona mengekor Emil dari belakang menuju lift meskipun hatinya tidak ingin pulang bersama dengan laki-laki ini, ia berusaha untuk menghargai tawarannya.Di dalam lift Viona berusaha untuk menjaga jarak dengan Emil ia benar-benar tidak ingin mempermalukan laki-laki ini jika mungkin saja bertemu dengan rekan kerjanya. Viona memilih berdiri di sudut lift dengan wajah yang ia tundukan, tiba-tiba saja pintu lift terbuka dan hampir 6 orang masuk secara bersamaan membuat tubuh Viona dan Emil berdekatan.Deg!Emil secara tidak sengaja memegang tangan Viona erat karena dorongan dari orang lain, lift hampir penuh dengan keringat yang semakin memunculkan buliran yang banyak Viona diam berusaha untuk tidak melakukan hal bodoh.Setelah lift berdenting mereka berdua keluar menuju lobby untuk meminta vallet membawakan mobil milik Emil. Setelah Emil menyebutkan nama, beberapa menit kemudian vallet langsung membawakan mobil milik Emil.Sebuah mobil sport berwarna hitam yang ramping dari luar saja suda
Lampu kristal yang menjutai sesekali bergerak dengan pelan ketika pendingin ruangan berputar mengenai sisinya, aroma ruangan yang harum menyegarkan membuat Viona semakin merasa tidak layak berada di sini. Sesekali ia mengendus ketiaknya untuk memastikan parfum yang ia pakai masih tercium dengan segar.Matanya mencoba untuk mencari laki-laki yang mengundangnya ke sini, seorang pelayan menghampiri dirinya dengan ramah.“Selamat malam, ada yang bisa dibantu, Nona?”Seumur hidup Viona tidak pernah di perlakukan sebaik ini oleh pelayan, ia bergumam di dalah hatinya menjadi orang kaya memang selalu di pandang dan di hargai!“Table nomer 8?”Seorang pelayan laki-laki membantunya untuk mencari meja nomer 8, di tengah langkah kakinya jantungnya berdebar melihat arsitektur yang mahal dan juga tanda tangan kontrak yang akan ia lakukan malam ini.
Viona langsung mengangguk dengan cepat membuat bibir Emil tersenyum lebar, dipikirannya adalah ini kesempatan untuk dirinya bisa mengumpulkan uang lebih banyak lagi.Kedua tangan mereka sudah berjabat memikirkan keuntungan yang akan mereka dapatkan setelah perjanjian kerja ini. Emil menatap mata Viona dengan penuh harapan, tidak hanya soal pekerjaan tetapi harapan untuk bisa mengenalnya lebih dalam lagi.Hampir 15 menit mereka berbicara di depan restoran membuat Lee yang penasaran langsung menghampiri mereka.“Pak, apakah semua baik-baik saja?”Emil menganggukan kepalanya langsung memberikan kode untuk segera pergi dari restoran ini dan Viona masuk ke dalam restoran untuk melanjutkan pekerjaannya. Sungguh sebuah hari yang tidak pernah Viona bayangkan.“Jadi bagaimana, Pak?”Emil menjelaskan semuanya dengan tenang dan nada yang rendah serta senyum yang tidak hilang dari bibirnya membuat Lee mengerutkan dahinya mempertanyakan apa yang bisa membuat bosnya seperti ini.“Ada apa dengan mu?
Jika pertemuan dengan seseorang adalah campur tangan Tuhan, apakah perasaan yang muncul begitu saja adalah salah satu rencananya juga?Emil baru saja turun dari mobilnya tangan kanannya memperbaiki posisi dasinya dan jas yang sedikit kusut karena pergerakan tubuhnya yang sejak pagi sangat cepat. Laki-laki ini sudah berada di depan restoran Nusantara yang beberapa hari lalu ia datangi bersama dengan investor.Matanya sinis menatap restoran ini penuh dengan kemarahan, sesekali ia bergumam di dalam hatinya dengan penyesalan. Kakinya yang jenjang melangkah masuk ke dalam restoran, dua orang karyawan sudah siap membukakan pintu untuknya.“Selamat siang, Pak. Sudah reservasi atau belum?”Ucapan karyawan hanya di acuhkan oleh Emil ia langsung bergegas berjalan masuk ke dalam kasir untuk menanyakan sendiri ke beradaan chef yang sudah beberapa hari ia cari.“Saya ingin bertemu dengan semua chef yang ada di sini.”Mata sang kasir pun terbelalak, tidak menyangka dengan ucapan tersebut.Setelah s
Kevin baru saja tiba di depan rumah Viona, ternyata setelah tutup kedai ia menanyakan kepada supervisiornya mengenai alamat rumah Viona karena ingin mengucapkan terima kasih telah membelanya di depan CEO yang sudah memarahinya.Dua buah wadah rotan yang berisi dimsum panas sudah berada di tangan Kevin. Setelah memarkirkan motor sportnya di depan halaman rumah Viona ia langsung mengetuk pintunya dengan pelan.“Malam. Ada yang bisa dibantu?”“Saya teman kerjanya Viona, Pak. Apakah Vionanya ada?”Laki-laki tua itu langsung memanggil nama anaknya dengan teriakan yang lumayan kencang karena sedari tadi Viona tidak keluar dari kamarnya.Setelah menunggu beberapa menit akhirnya ia melihat sosok perempuan yang ingin ia temui dengan baju piyama gambar Doraemon Viona menyapa Kevin dengan ramah, hampir saja pipinya memerah merona.“Masuk.” perintah Viona.“Tidak usah. Aku hanya ingin memberikan ini kepadamu, ucapan terima kasih karena sudah membela saya di depan customer tadi.”Mata hitam pekat