Dua piring yang masih kosong melengkapi, dengan di sampingnya peralatan makan. Pelayan mulai datang membawa pesanan dengan anggun dan tampan. Mereka menjadi tamu istimewa sekarang. Musik mulai dimainkan, Hafiza hanya mengagumi setting yang dipersiapkan oleh sang suami.
***Meyyis***
Hafiza dan Keano mengahabiskan malam ini dengan bahagia. Saat akan keluar, Hafiza ketemu dengan sang papa dan mama tirinya. Dia berusaha menghindar, tapi tetap ketemu juga.
“Fiza, makan di sini juga?” tanya mama tirinya.
“Tentu, memang apa yang kau inginkan? Aku makan di warteg pinggir jalan? Aku, sih tidak masalah. Tapi apa kamu tahu? Suamiku yang kaya itu akan tidak suka.” Hafiza menarik suaminya pergi dari sana. Keano hanya mengikuti saja. Mama tiri Hafiza tidak bisa berkutik sebenarnya. Keano sudah membuatnya mati kutu. Tapi tentu Hafiza tidak tahu, jika pesantren itu sudah di bawah
“Iya, kamu masuklah dahulu. Nanti aku menyusul,” tutur abinya Hafiza. Wanita itu memilih meninggalkan suaminya. Sedangkan sang lelaki masih merenung sambil menikmati rokoknya yang mengepul. Batangnya yang tinggal separuh, membuatnya sedikit lebih relax. Dia kembali memikirkan sang anak saat sang istri sudah masuk. Betapa penyesalannya sudah tidaj berarti apa-apa lagi. Kini sang putri sudah membencinya. ***Meyyis***Hari ini Hafiza berangkat bersama sang suami. Seperti biasa, dia turun agak jauh dari perusahaan untuk menghindari gossip. Dia berjalan ke area pabrik. Kali ini, saatnya dia ikut seleksi sekretaris. Brigita sudah tahu bahwa Hafiza terdaftar menjadi kandidat sekretaris Keano. Wanita itu berusaha untuk menggagalkan seleksi Hafiza.“Bawa dia!” perintahnya. Hafiza disergap saat berjalan sendirian.“Ke mana? Bos?” Brigita menajamkan matanya
“Gadis yang mana?” Dengan menjijikkan, Brigita memegang dada Keano, sehingga lelaki itu mencekal dan mempelintir tangan tersebut.“Haram tanganmu menyentuhku! Cepat katakan!” teriak Keano.“Aku tidak tahu, apakah seluruh urusanmu harus berhubungan denganku?” elak Brigita.***Meyyis***“Dengar! Kalau sampai dia lecet sedikit saja, aku akan membunuhmu! Dengar itu!” Brigita semakin marah mendengarnya. Dia semakin ingin melukai Hafiza. Sedangkan Hafiza yang berada di tempat penyekapan melelehkan air mata. Jika tidak curang dengan membiusnya, mungkin dirinya tidak akan berkhir seperti ini. Hafiza memejamkan mata untuk mencari cara, bagaimana kabur? Sedang berpikir, seorang laki-laki datang memberikan makan padanya.“Bagaimana bisa makan kalau kalian mengikatku begini?” tanya Hafiza. Lelaki itu membuka ikatannya. Hafiza ancang
“Tunggu!” Deg … deg … deg … Dada Hafiza bagai ditabuh dengan pemukul genderang. Lelaki tersebut mendekat ke arah dia. Hafiza tetap tenang agar tidak menimbulkan kecurigaan.***Meyyis***“Iya, ada yang bisa saya bantu?” Hafiza menoleh kea rah pemuda itu.“Ini sudah malam, Anda berada di tempat ini. Apa itu mungkin?” tanya lelaki itu. Hafiza diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat.“Oh, kenapa tidak? Aku pegurus, jadi sudah sepantasnya memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaanku. Ada lagi?” Lelaki muda itu mengangguk, membuat Hafiza lega dan pergi dari tempat itu.setelah jauh, Hafiza berjalan sangat cepat agar bisa sampai, setidaknya mendapatkan pertolongan. Dia tidak peduli, berjalan dan terus berjalan.Pemuda yang tadi menanyai Hafiza masih tidak habis pikir dengan wanita bercadar itu. Sehingga
“Proses? Bukankah kamu sendiri yang menyuruhku pergi karena tidak memiliki identitas?” Hafiza memasang mata pisaunya seakan di matanya. Sangat tajam dan membunuh. “Kamu sendiri yang bilang begitu, makanya saya marah. Pikir harusnya? Bagaimana keadaanku saat datang. Kamu lihat luka ini? Lihat nggak?” Hafiza menunjukkan sudut bibirnya. Lelaki itu terdiam, dia baru sadar bahwa yang dilakukannya memang keterlaluan. Terkadang, aturan tidak dapat diguna mutlak seperti perintah yang tercatat. Ada kondisi darurat yang banyak terjadi tidak terelakkan.“Sarsan Randy, biarkan saya yang mengatasi. Bagaimana, Nona? Apa keluahan Anda?” tanya lelaki dewasa, di dadanya dengan papan nama Inung. Ah, polisi itu bernama Inung.“Pak Inung, saya diculik oleh seseorang. Begini saja, agar lebih jelasnya boleh saya meminjam telepon untuk menelepon rumah?” Hafiza akan menelepon Keano. Dia pasti s
Brigita memijit pelipisnya, sambil terus menenggak minuman tersebut. Dia melepaskan satu buah batang rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Asap mengepul memenuhi ruangan itu. Dia mematikan AC, membuka jendela. Terlihat hanya aura gelap saja di luar. Dia menyesap kembali minuman setan itu, dipadu dengan rokok yang mengepul. Tidak ada yang dipikirkan selain menyelamatkan diri dan hartanya. Dia berkemas, untuk lari dari tempat itu. Tidak banyak yang dibawa. Hanya tas kecil tenteng. Semua aset sudah diamankan.***Meyyis***Brigita lari dari rumah tersebut. Keano sudah menjemput sang istri di kantor polisi. Dia tidak peduli ada banyak orang di sana. Lelaki itu memeluk sang istri sangat erat dan lama, hingga Hafiza mengeluh sesak napas. “Kamu lapar? Siapa yang Kurang ajar telah menculik istriku? Katakanlah! Aku akan meremukkan tulangnya,” marah Keano.“Brigita … kau memelihara ular, Ke. Wanita itu selain
Hafiza hanya pasrah menikmati sentuhan hangat yang membuatnya menggila. Dia sudah berbaring di atas bar kecil dapurnya, menyerahkan kemolekan yang dimiliki, untuk menikmati perjalanan cinta malam ini. hasrat mulai datang tidak dapat teratasi. Wanita itu menggoda belahan jiwanya, untuk bergerak lebih dengan deru napasnya yang kian menuntut.“Jangan menantangku,” ucap Keano serak, karena napas sudah menunjukkan keangkuhan untuk membuat gairah semakin bersatu.***Meyyis***Keano dan Hafiza terkapar di dapur tersebut, setelah sesi panas adegan keduanya. Terlihat, seluruh pakaian berserakan entah di mana-mana. Teronggok, membuat Hafiza tersipu malu mengingat adegan mereka baru saja yang terasa sangat brutal. “Apa yang kamu tertawakan?” tanya Keano. Dia memeluk tubuh tersebut yang masih tanpa penutup.“Aku malu.” Hafiza menyembunyikan wajahnya di tubuh sang suami.
“Pagi,” jawab Hafiza. Dia menarik selimut untuk menutupi rona pipinya yang malu karena mengingat semalam, betapa dia sangat menikmati seluruh proses percintaan yang penuh gairah dan mendebarkan. Rasanya, tidak dapat terlukiskan bahagianya, ingin mengulang lagi dan lagi. “Kenapa? Kamu seksi kalau bangun tidur. Aku menyukainya,” tutur Keano. Hafiza semakin menutup wajahnya.***Meyyis***Setelah kejadian kemarin, hari ini Hafiza tidak diijinkan Keano pergi kerja. Dia bosan ada di rumah. Setelah mengirim SMS kepada suaminya, wanita itu pergi ke salon untuk memanjakan diri. Dia ketemu dengan Lisa, teman SMA yang dulu selalu membully dirinya.“Kamu? Hafiza? Ngapain di salon ini? Tidak salah sekarang jadi feminism? Dulu ‘kan berandalan.” Hafiza diam saja, mendapat perlakuan seperti itu. Dia melenggang masuk ke bagian pendaftaran, Lisa mengikuti.
Mood Hafiza sudah hancur. Lebih baik, kembali ke rumah masak dan makan. Sebelumnya, belanja sayuran ke pasar tradisional lebih menyenangkan. Hafiza tersenyum sendiri, menaiki ojek online yang sudah dipesan. Salah dirinya juga, jika orang-orang menyangka dia orang miskin. Pakaiannya juga sangat sederhana, hanya long dres yang dibelinya saat mampir ke pasar. Sebenarnya, bukan tidak punya pakaian bagus. Tapi lebih nyaman jika dianggap orang biasa. Hafiza sudah sampai di pasar.***Meyyis***“Ah, saatnya masak.” Hafiza memasaka banyak makanan. Dia melakukannya mirip orang kesetanan. Semua yang dibeli di pasar, dimasak hingga tandas. Sampai Keano pulang kerja, wanita itu masih menguasai dapurnya. Sekarang tinggal bersih-bersih saja.“Sayang, ada pesta apa? Mejanya penuh.” Keano mengabsen satu-satu masakan itu.“Tidak ada, maaf. Boros, ya? Aku tadi hanya niat masak rendang. Tap
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Brenda, tolong jangan memutuskan sambungan. Tetap hubungi aku,” tutur Keano.“Dari dulu, kamu memang baik. Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan.” Brenda pergi dari ruangan Keano setelah pamit. Keano masih tidak menyangka, jika saudaranya berubah sedrastis itu.***Meyyis***Hafiza masuk ke ruangan suaminya, mendengar Brenda sudah meminta maaf dan akan melepaskan semua tentang perusahaan. Mendengar hal itu, Hafiza memeluk sang suami karena merasakan senang yang teramat. Kali ini, tujuan yang dilakukan suaminya untuk membawa Brenda kembali ke jalan yang benar, sudah tercapai. Memang seharusnya begitu sebagai seorang kakak memperlakukan adiknya.“Baiklah, karena aku sedang bahagia, dedek bayi mau minta apa dari papa?” tanya Keano sambil memeluk sang istri dari belakang.“Aku pingin nasi megono,” ucap Hafiza.“Nasi megono? Siap!” Keano bangkit, mencari se
“Aku akan mandi dulu.” Brenda meninggalkan ruangan itu, kemudian mandi di kamarnya. Air matanya luruh bersama air yang mengalir. Belum pernah ada, seseorang yang memperhatikannya seperti itu. Kehadiran Andy malam ini membuatnya menyadari bahwa jalan selalu akan terbuka lebar. Bahwa Tuahan masih ada untuknya.Brenda keluar dari kamar untuk berganti baju. Wanita itu keluar kembali untuk mencari Andy. Lelaki itu tidur di kursi yang dihimpitkan, dijajar. Brenda membangunkannya.“Ada kamar tamu di sana. Kamu bisa menggunakannya.” Bagaimana lelaki itu bisa meluluhkan hati Brenda, bahkan membuatnya percaya pada lelaki itu. padahal, baru saja mengenalnya. Wanita itu tidak lagi berprasangka buruk pada orang asing, ada apa dengan Brenda? Mungkinkah … ah, tidak mungkin jatuh cinta dengan pria asing yang baru setengah jam dikenalnya.***Meyyis***Brenda sudah bisa tidru, wanita itu bahkan tidur sudah beberapa jam
“Kenapa menolongku?” tanya Brenda.“Karena melihatmu.” Brenda memejamkan mata. Untuk sesaat wanita itu merasakan ketenangan batin. lelaki itu membuka matanya untuk mempercayai hidup.***Meyyis***Lelaki itu menuntun Brenda masuk ke dalam rumah. Di sebuah meja, ada air putih juga gelas. Lelaki dengan jaket jeans itu menuangkan air tersebut. “Minumlah agar lebih tenang.” Brenda menenggak air putih itu hingga tandas. Keringatnya membanjiri kening hingga ke leher. Wanita itu duduk lemas di kursi tersebut.“Masih banyak yang membutuhkan kita,” ucap lelaki itu.“Kamu bukan aku, bagaimana bisa berkomentar?” ketus Brenda.“Baiklah, kamu tahu kaki ini?” Lelaki itu menunjukkan kaki kanannya yang sudah tersambung dengan … mungkinkah kaki robot? Brenda menoleh ke arah lain setelah melihatnya.“Aku putus ada karenanya. Namun, kaki ini yang menuntunku ke arah kesuk
Mereka kembali memberikan kenyamanan pada masing-masing di kamar mandi itu. Aura romantic semakin terasa ketika membilas di bawah pancuran shower. Keduanya saling melepaskan lagi rasa cinta.***Meyyis***Brenda duduk termenung di balkonnya. Jika tidak diselamatkan, mungkin saja perusahaan kali ini jadi benar-benar hancur. Tidak ada lagi yang dapat dimintai tolong. Semua kenalannya sudah tidak ada lagi yang dapat dihubungi. Brenda menjadi frustasi. Wanita itu belum pernah mengalami krisis seperti ini.“Brenda, gunakan otakmu seperti biasa,” ucap Cassandra datang dengan minuman di tangannya.“Tidak ada yang bisa kulakukan, Ma. Semuanya tidak bisa melawan Keano. Masih sama, semua perusahaan yang aku hubungi di bawahnya,” tutur Brenda.“Kamu tidak bisa memikat Keano? Tidak ada pria yang menolak kesenangan,” tutur Cassandra.“Ma, apakah mama baru mengenal Keano? Bahkan seluruh dunia sudah berada di sampin
“Kamu benar, tapi anak kita lelaki yang kuat seperti sang papa. Dirinya tetap ingin membantu orang tuanya, bukankah itu seksi?” Keano tidak lagi berdebat dengan sang istri, karena semuanya akan percuma jika wanita itu sudah berkeinginan.***Meyyis***Langkah kecil Keano membuat perusahan Arsan kalang kabut. Keputusannya untuk menarik dana suplay perusahaan miliknya tersebut, terbukti ampuh. Arsan sudah lupa, bahwa dibalik berdirinya perusahaan miliknya tersebut, ada andil Damian, pastilah lelaki itu tidak bersih melepaskan. Hal itu diketahui Keano juga lewat arus bank dan finansial papanya, tidak butuh penjelasan dari lelaki yang berjuluk macan bisnis tersebut.“Tenang, Sayang. Kita akan melihat pertunjukan sebentar lagi. Jika mama dan papa berhati lembut selama ini, tidak dengan Keano. Aku bisa jadi singa daratan yang menyeramkan. Bukankah begitu?” Keano menarik tangan sang istri agar berada di depannya. Kedua pahanya mengapit kaki
Brenda duduk termenung ketika sang papa sudah pulang. Hatinya bingung harus menerima tugas tersebut. Papanya memang berkata benar, akan tetapi membujuk Direktur berhati batu macam direktur DAC sangat membuatnya sakit kepala. Tangannya menjambak rambut sendiri.***Meyyis***Mendengar kesulitan yang dihadapi oleh sang istri, Keano tidak bisa tinggal diam, hari ini, ellaki itu akan datang ke kantor dan sibuk menyelesaikan beberapa kesepakatan. Keano menjadi sangat marah, kali ini akan bertarung bahkan menghabisi Brenda dan Arsan. Sudah cukup, selam ini diam dan tidak melakukan hal yang semestinya.Dirinya bukan sang ibu yang memiliki hati selembut sutra. Keano akan menjadi seorang singa ganas jika sudah diusik. Lelaki bermata colakat itu masih dengan bantuan tongkatnya, siang ini menemui Arsan dan akan mengintimidasinya.“Siang, Om. Masih ingat saya.” Keano sudah sampai di perusahaan milik Arsan.“Maaf, Tuan. Bapak ini menerobos masu
Keano tersenyum mendengarnya. Mereka melanjutkan makan dengan lahap. Sesekali, Keano mengusap bibir sang istri yang terkena saos barbeque. Mereka tersenyum bersama, hingga makanan tandas tidak tersisa. Malam ini, rasa tidak nyaman yang sudah dipendam beberapa saat lepas sudah.***Meyyis***Brenda tiba di kantor dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan amarah. Sampai mejanya, wanita itu mengamuk dan menyisir mejanya hingga bersih, akan tetapi benda yang ada di mejanya berantakan ke lantai. Wanita itu sangat marah bahwa dirinya dikalahkan oleh Hafiza yang notabennya hanya pimpinan pengganti.“Bodoh kalian semua! Untuk apa aku bayar mahal kalau berakhir gagal. Enyah kalian! Enyah! Perbaiki semuanya. Jangan muncul di hadapanku kalau belum benar.” Brenda melempar barang yang tersisa ke arah beberapa pegawainya.“Aku sungguh tidak tahan lagi.” Pegawainya berbisik pada temannya, setelah keluar dari ruangan Brenda.“Sama,
“Mari makan,” ajak Keano.“Aku sudah makan dengan klien dan Rani. Aku akan menemanimu makan,” ucap Hafiza.“Lupakan.” Keano berbalik dan meninggalkan ruang makan itu. Perutnya tidak lagi lapar. Hafiza merasa sangat bersalah, karena suaminya mempersiapkan semuanya.***Meyyis***Hafiza masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Sedangkan Keano masih berdiri di depan jendela kamar mereka. Lelaki itu memandang ke arah luar jendela itu. sedangkan Hafiza baru saja selesai mandi, bahkan masih mengenakan handuk kimononya.“Kita makan sekarang?” Hafiza memeluknya dari belakang.“Aku sudah tidak lapar.” Keano hanya diam memandang ke arah luar jendela.“Tidak bisa, harus makan. Aku ganti baju dulu. Nanti kusuapi. Maafkan aku.” Hafiza mencium puncak kepala sang suami. Wanita itu berganti pakaian untuk menemani suaminya makan malam. Meskipun sekarang sudah tengah malam,
“Malam ini, mau makan mi bareng? Kita makan mi ayam sepuasnya, begadang dan makan sosis.” Hafiza tertawa mendengarnya.“Aku ingin, tapi Keano masih membutuhkanku. Oke, aku pamit. Besok kutunggu. Aku akan segera revisi kalau ada yang Kurang pas.” Rani mengacungkan jempolnya dan memeluk sang sahabatn***Meyyis***Hafiza mengembuskan napas berat, wanita itu harus presentasi menyampaikan proposalnya di depan banyak orang untuk memenangkan tender ini. Gilang sebenranya sudah menawarkan diri, akan tetapi wanita itu menolak sebab, menurutnya jika presentasinya berhasil kali ini berarti dirinya memiliki nilai lebih karena CEO pengganti sementara saminya sedang memulihkan diri di rumah. Sebagai pemimpin, tentu para dewan direksi akan percaya padanya, meskipun Keano tidak ada.Sorot lampu mulai hanya fokus kepada dirinya. Hafiza mengembuskan napas panjang. Setelah salam dan mengatakan pembuka, wanita itu mulai presentasi dengan peralat