“Jangan meledekku. Atau besok akan dapat banyak tugas,” ancam Ilham.
“Yah, pak bos nggak asik ih. Baiklah kalau pak bos mengancam. Aku nggak mau bantuin untuk mak comblangin sama Tias lagi.” Bibir wanita itu mengerucut, sehingga membuat Ilham tertawa lepas. Disela tawa mereka, perut Lita bergemuruh, sehingga mereka tertawa semakin keras.
“Baiklah, kita mampir makan!” ajak Ilham.
Dia sedikit menambah kecepatan. Setelah berkendara lima belas menit kemudian, barulah mereka sampai di tempat makan tenda biru. Kali ini, lesehan lamongan menjadi tempat tujuan mereka. Duduk bersila ditemani dengan temaram lampu, seolah mengingatkan masa silam tanpa listrik. Namun, ketenangan tercipta dari kesederhanaan itu.
“Mangga, silakan. Ngersaken apa iye teh?” tanya bapak penjual.
“Mang, Sunda banget tapi jualnya lesehan lamongan?&rdq
“Udah kangen-kangennya? Makan, gue laper.” Ilham langsung melepas jaketnya di depan Tias dan juga semua orang. Steelah itu kaosnya.“Ih, porno deh. Lepas di kamar napa sih?” tukas Tias. Dia memutar bola matanya.“Kenapa? Kau cemburu orang lain melihatnya?” Ilham mendekati Tias di kursi, sehingga Lita mundur untuk menata makanan di meja makan. Lita melambaikan tangan agar suaminya dan juga pak Doel mengikutinya.“Ada apa?” tanya Rendra.“Ih, kamu kayak nggak tahu aja. Mereka mau melepas kangen. Jangan ganggu.”“Kalau kita?” tanya Rendra sambil mengungkung Lita di rak peralatan makan.“Ehem, jangan sampai saya lari pulang gara-gara kangen sama istriku,” tukas bang Doel.“Hahaha ....”Mereka melanjutkan menata makan di meja ma
“Aku keluar sebelum ingin menerkammu. Suatu saat, aku akan ada di sampingmu.” Ilham mencium kening Tias, kemudian benar-benar melangkah keluar. Sebelum benar-benar keluar, dia menoleh kembali ke wajah kekasihnya, kemudian menutup rapat pintu itu.“Hallo, Dit. Percepat semuanya. Jika perlu, semua bukti serahkan. Biarkan dia meringkuk di penjara. Aku akan membuat dia membusuk di sana.” Ilham mematikan sambungannya, kemudian membuka pintu kamarnya, yang berada di sebelah kamar yang Tias tempati.Lelaki itu membuang sembarang gawainya, setelah itu membersihkan diri. Air hangat membuatnya sedikit nyaman. Tidak butuh waktu lama, hanya sedikit membuang keringat saja. Selembar handuk di lilitkan ke badannya, kemudian dia hanya mengenakan boxernya dan singlet. Bahkan dia tidak mengenakan celana dalam karena menurutnya sangat nyaman tidur tanpa pakaian dalam.Pagi menjelang. Tias sudah bangun karena harus s
“Ih, kalau nanti sih gak papa. Ck, kesel deh. Buruan, Lita akan pulang. Dia harus berangkat ‘kan? Dua hari tidak berangkat katanya,” cicit Tias sambil akan melenggang pergi. Namun, Ilham menarik dia masuk ke kamarnya.“Mas, apa yang kau lakukan?” Ilham menutup pintunya, kemudian menguncinya. Dia sengaja ingin mengetahui, apakah Tias masih trauma atau tidak.“Menurutmu? Dengan posisi kita yang seperti ini? Aku mau apa?” Ilham memepet Tias ke tembok, kemudian menutup pintunya.“Mas, jangan nekat.” Suara jantung Tias bergejolak tak karuan. Sentuhan Ilham pada bibirnya, bukan membuatnya takut. Tapi sebaliknya dia mengaharapkan lebih. Ini aneh, respon tubuhnya berbeda saat dekat dengan Ilham. Dia mempunyai ketakutan yang lebih, ketika bersama Galih. Tapi, bersama Ilham, dia menginginkan jika lelaki itu membelainya.Ilham melepaskannya, kemudian mengamb
“Body guard pada kemana, Sayang? Kok jam segini belum datang?” tanya Ilham sambil melihat jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Ilham baru ingat apa yang ingin dia tanyakan semalam.“Semalam itu juga yang ingin kutanyakan. Kemana mereka? Polisi juga kemana?” tanya Ilham sambil menghadapkan wajahnya ke arah Tias.Tias nyengir menerima serangan pertanyaan dari Ilham. Sebab, dia yang menyuruh polisi dan juga body guard itu pulang.“Kusuruh pulang. Kasihan dia sudah berjaga dua hari. Istri dan anaknya pasti sudah rindu padanya. Jadi, aku suruh pulang. Jangan marah sama mereka. Mas gantengnya ilang kalau marah-marah. Senyum, dong?” bujuk Tias.Ilham membetulkan anakan rambut milik Tias. Dia akan pergi setelah body guard dan polisi itu datang. Dia tidak mau mengambil resiko. Tias belum pulih, jika harus bertarung lagi, pasti jahitannya akan ber
Tias meraih ponselnya. Dia mengerutkan keningnya. Sudah lama rasanya dia tidak menengok benda itu. Yang pertama di bukanya, aplikasi yang berwarna hijau. Wanita itu, membukanya. Ada keheranan yang menyambangi dirinya. Mengapa semua grup hilang dari aplikasi itu. Kecurigaannya semakin menjadi, ketika nomor Galih juga tidak ada. Hanya ada nomor Ilham dan juga Lita yang ada.Tias membuka profilnya, kemudian melihat nomor yang tertera. Ternyata, memang benar, Ilham mengganti nomor teleponnya. Tias menggeleng-gelengkan kepalanya. Sementara itu, Galih yang ada di rumah mengamuk dengan anak buahnya karena kegagalan tersebut.“Kalian memeng goblok! Nggak profesional sama sekali. Kok bisa begitu saja tidak becus! Kerja kalian cuma ongkang-ongkang saja. Saya tidak mau tahu, cari istriku sekarang!!!.” Kemarahan Galih memuncak, ketika salah seorang klining service, memberikan surat dari pengadilan agama. Sebenarnya, surat itu di
“Duh, sayang banget kamu harus musnah hanya karena emosi manusia itu. Hufff, siapa sebenarnya dia. Kenapa bisa buang-buang uang seperti ini. Tenang, Nak. Kau akan mendapatkan papa yang super kaya seperti ini. Milea berdiri dan membalik tubuh rampingnya, walau kandungannya kini genap tiga bulan.Hufff ... dia mengembuskan nafasnya sangat keras. Kemudian,dia membangunkan lelaki itu, karena siang ini akan dia ajak mengambil surat keputusan perceraian.“Sayang, ya Tuhan. Kenapa bisa tidur di mari? Bangun gih, kita mandi dan seneng-seneng,”Galih terhenyak dari tidurnya. Dia melihat berantakan akibat ulahnya. Dia mengusak-usak rambutnya yang sudah berantakan. Kemudian bangkit dan masuk ke kamarnya. Milea memanggil cleaning service yang berada di depan sedang membersihkan rerumputan liar. Galih memang memakai jasa cleaning service saat Tias sudah tinggal bersamanya lagi. Clining service itu member
“Baby, lebih kencang, lebih kencang dan kencang lagi ....” Lelaki itu bahkan memegang kedua pinggang wanitanya itu dan menggoyangkannya sehingga membuat mereka saling mencapai kepuasan bersama.Kedua anak buah yang mengintip, pergi. Milea dan Galih mandi bersama sehingga mereka sekali lagi kalap dan saling melahap di bawah pancuran shower mandi.“Lama bener, ya? Kan sudah selesai?” tanya lelaki bertubuh besar itu.“Nambah kali. ‘Kan kita langsung pergi?” tukas lelaki berwajah kecoklatan itu.Setelah menunggu begitu lama, akhirnya Milea dan Galih bergandengan keluar dari kamar dengan rambut yang masih basah.“Bos, siang-siang basah aja. Berapa sesi? Hehehe ....” Tanya lelaki gondrong berwajah coklat itu.“Ada apa, cepat! Aku mau pergi.” Galih menyulut rokoknya, di bantu oleh Milea ya
Tidak usah berlebihan. Kamu akan terlihat lemah. Tegarlah!” tukas Milea secara sensual mengatakan ke telinga Ilham. Lelaki itu megepalkan tangannya, kemudian membuka seraya menajbat tangan sang pengacara. Mulai detik ini, akan terhapus Tias dari perasaannya. Hanya akan ada dendam yang berkobar di dalam jiwanya. Dia tidak memilikinya, siapapun tidak. Terlalu posesif untuk menjalani hidup.“Baiklah, katakan padanya tuan pengacara. Saya baik-baik saja. Tunggu sebuah kejutan yang akan saya berikan kepadanya, sebagai hadiah perceraian ini.” Sang pengacara menjabat tangan Galih dengan erat, seraya mengucapkan salam perpisahan.Galih memukul tembok dengan tinjunya. Hingga kepalan tangannya memar karena mengenai benda yang keras. Lelaki itu wajahnya memerah padam karena menahan marah. Galih terbiasa hidup dalam kekerasan, maka menjadi lelaki keras yang tidak tahu kata ampun dan kegagalan. Seluruh keinginannya harus terpenuhi