“Siapa yang mulai?” bela diri Galih, padahal jelas dirinya yang mulai mengeluarkan kesarkasan pada tias.
“Siapapun yang mulai, tidak penting. Aku capek, dan mau ganti baju kalau tidak masuk angin.” Tias berjalan meninggalkan Galih. Tapi Galih tidak terima dan mengikuti Tias dari belakang. Setelah sampai mengejar wanita berhanduk itu, menghadang wanita itu untuk masuk ke kamar sebelah.
“Tunggu! Makin hari, kamu makin kurang ajar. Aku belum selesai bicara!” Galih menghadang langkah Tias dengan merentangkan tangannya.
“Mas, aku punya batas kesabaran. Kalau mau bicara, ayok. Tapi aku mau ganti baju dulu, dingin masuk angin.” Tias menyingkirkan tubuh suaminya, kemudian menutup pintunya rapat-rapat. Demi Tuhan! Kemarahannya sudah sampai di tenggorokan. Tapi, dia wanita dewasa. Tidak baik jika harus berantem terus. Lelah rasanya. Tias segera menyelesaikan mengganti baju. Setelah selesai, dia memoles sedikit wajah dengan m
Mata Tias mulai memanas. Tapi, dia harus kuat. Jangan meneteskan air mata di depan orang tak tahu diri itu. Lelaki yang selama ini di pujanya, hanya menjadi seseorang yang menghancurkan mentalnya pelan-pelan. Lelaki itu selalu melakukan hal itu, sampai Tias merasa muak jika ada dia di rumah.“Tidak ada lagi yang kita bicarakan. Kamu hanya menghina dan mencaciku saja. Aku permisi!” Tias mengepalkan tangannya, kemudian akan beranjak. Dia sudah berdiri.Bersamaan dengan itu, Galih yang memang tujuan pulang ingin menyalurkan hasratnya, menjadi kalap pada penolakan Tias. Dia menghampiri Tias dan mencekal lengannya. Tias menajamkan matanya. Sorotnya terlihat tidak terima pada perlakuan lelaki bertubuh tinggi itu, dan berkulit putih.“Lepaskan aku, Mas. Jangan paksa aku untuk membela diri!” Tias masih diam dan berupaya agar lelaki itu melepaskan cekalannya dengan suka rela. Tapi, ternyata dia salah. Lelaki itu semakin mengeratkan pegangan tangan
“Tunggu! Makin hari, kamu makin kurang ajar. Aku belum selesai bicara!” Galih menghadang langkah Tias dengan merentangkan tangannya.“Mas, aku punya batas kesabaran. Kalau mau bicara, ayok. Tapi aku mau ganti baju dulu, dingin masuk angin.” Tias menyingkirkan tubuh suaminya, kemudian menutup pintunya rapat-rapat. Demi Tuhan! Kemarahannya sudah sampai di tenggorokan. Tapi, dia wanita dewasa. Tidak baik jika harus berantem terus. Lelah rasanya. Tias segera menyelesaikan mengganti baju. Setelah selesai, dia memoles sedikit wajah dengan make-up yang ada di kamar itu. Kebetulan hanya ada krim malam saja, dan sedikit bedak tabur. Tidak ada lipstik yang bisa dia gunakan untuk memerahi bibirnya.Tias memegang knop pintu, kemudian membuka daun pintu itu. Keluarlah wanita dengan rambut masih setengah basah itu, karena mengenakan hair drayer hanya sebentar Galih sudah menggedor pintu.“Lama amat, sih?&
“Lepaskan aku, Mas. Jangan paksa aku untuk membela diri!” Tias masih diam dan berupaya agar lelaki itu melepaskan cekalannya dengan suka rela. Tapi, ternyata dia salah. Lelaki itu semakin mengeratkan pegangan tangannya.“Apa maksudmu membela diri?” tanya Galih.“Lepaskan sekarang!” Galih makin menarik lengan Tias untuk berada di pelukannya. Dengan rakus dia meraih mulut Tias dan membabatnya habis. Meskipun jago bela diri, kemarahannya kali ini mengalahkan segalanya. Otaknya tidak reflek merespon pada gerakan Galih. Dia seperti orang linglung membiarkan Galih menikmati bibirnya. Setelah satu menit berlalu, Galih melepaskannya.Lelaki berambut agak gondrong itu bermaksud membawa tubuh istrinya untuk menuju ranjang. Tapi, Tias mulai bergerak. Dia sadar yang di lakukan Galih hanya pelampiasan saja, bukan ingin memberikan cinta pada istrinya. Tias memberontak dengan melepaskan diri dari gendongan Galih. Dia akan meloncat dari gendongannya.Lelaki itu lebih era
Semua hancur, dan dia sangat marah. Setelah pulang, bukan senyum manis yang dia dapat. Tapi muka kusut dan juga pembangkangan pada perkataannya yang dia dapatkan. Makin jauh dan jauh dari harapannya untuk berbagi kasih dengan sang istri. Dia memang tidak pandai merayu wanita. Dia juga tidak bisa bicara lemah lembut untuk menundukan hati Tias. Hingga hanya sebuah sarkasme yang terdengar, jika dia kecewa pada apapun.Galih mengambil kotak berwarna biru yang di simpannya di saku celan. Membuka kotak itu membuat hatinya lirih perih. Dilihatnya kembali cincin itu, yang dibeli khusus untuk istrinya. Sampai hari ini, masih ada rasa cinta di sudut hatinya. Hanya saja, entah mengapa dia merasa sangat kecewa dengan wanitanya itu.Diletakkan kotak itu di atas meja, kemudian berlalu dengan mobil kesayangannya. Pergi ke tempat hiburan mungkin lebih baik. Dia menyetir dengan kecepatan tinggi. Tidak perduli lampu merah, terus saja menuju ke sebuah club m
“Nama yang cantik, secantik orangnya.” Galih tanpa sungkan mencium tangan wanita itu, sehingga terjadi hal yang tak terduga, wanita itu menarik tangan Galih, sehingga keduanya berhimpitan sangat dekat. Bau harum tubuh wanita itu membuat Galih mabuk kepayang. Dia ingin mengahbisi wanita itu di atas ranjang seketika itu juga. Galih sudah kalap. Tidak ada lagi rasa malu. Dia membawa wanita itu ke sofa, untuk menikmati halus tubuhnya. Tangannya sudah bergerilya masuk ke dalam baju minim yang di kenakan oleh wanita itu.Milea sangat menikmati sentuhan halus dari sang lelaki. Dengan ganas, lelaki berambut undercut itu membuka resleting yang menghalani tubuh indah wanita itu dari pandangan matanya.“Jangan di sini. Kau boleh memilikiku di kamar atas.” Galih tanpa aba-aba langsung membopong sang wanita, hingga menaiki tangga. Tidak ada kata mundur atau menyerah untuk sebuah kenikmatan. Milea menempelkan member card, kemudian
“Nama yang cantik, secantik orangnya.” Galih tanpa sungkan mencium tangan wanita itu, sehingga terjadi hal yang tak terduga, wanita itu menarik tangan Galih, sehingga keduanya berhimpitan sangat dekat. Bau harum tubuh wanita itu membuat Galih mabuk kepayang. Dia ingin mengahbisi wanita itu di atas ranjang seketika itu juga. Galih sudah kalap. Tidak ada lagi rasa malu. Dia membawa wanita itu ke sofa, untuk menikmati halus tubuhnya. Tangannya sudah bergerilya masuk ke dalam baju minim yang di kenakan oleh wanita itu. Milea sangat menikmati sentuhan halus dari sang lelaki. Dengan ganas, lelaki berambut undercut itu membuka resleting yang menghalani tubuh indah wanita itu dari pandangan matanya. “Jangan di sini. Kau boleh memilikiku di kamar atas.” Galih tanpa aba-aba langsung membopong sang wanita, hingga menaiki tangga. Tidak ada kata mundur atau menyerah untuk sebuah kenikmatan. Milea menempelkan member card, kemudian pintu itu terbuka ku
Hingga, berulang dan berulang, dunia hitam mereka dimulai, di atas tangis seorang istri yang selalu menanti dan menangis di sudut rumahnya. Tias menengadahkan tangan, agar suaminya baik-baik saja malam ini, kendari sudah menyakitinya. Setelah selesai berdo’a, wanita dengan mukena warna putih itu melenggang keluar, bermaksud melihat suaminya apakah masih ada. Kosong, hanya angin yang berseliwetan menerpa mukenanya yang masih melekat di tubuhnya. Bunyi benda jatuh terdengar di bawah meja, karena tersampar mukenanya.“Apa ini?” Pertanyaan Tias terjawab sendiri, saat membukanya. Tias meneteskan air matanya, melihat kilatan cincin itu. Kenapa tak ada hentinya sang lelaki menyiksanya. Jika tujuannya adalah ingin memberi kejutan kepadanya, kenapa menyakitinya. Rasanya jiwa ini mau memberontak dan memporandakan seluruh jagad raya. Dia luruh ke lantai. Tangisnya meledak. Sampai kapan ini akan berlalu. Kenapa komunikasi antar mereka sel
“Kamu ini pikirannya kemana-mana. Kita di rumah sakit semalaman. Ya, aku jagain dia lah, emang mau ngapain lagi?” Tias memutar bola matanya malas dengar sahabatnya yang berkata ngawur itu.“Aku tidak tertarik dengan cerita rumah sakit. Aku lebih tertarik kamu cerita soal panggilan itu.” Lita berbunga-bunga ingin tahu lebih detail cerita dari pak menjadi mas.“Hah ... tau ah, lap. Kamu itu melebih-lebihkan. Itu hanya karena dia tidak mau merasa tua di panggil pak. BTW, kamu kemari ini sudah jam berapa? Emang suamimu nggak nyari?” tanya Tias.“Panggilan alam ...” cengir Lita.Wanita berambut sebahu yang di cat pirang itu, tidak menjawab pertanyaan Tias dan berjalan menuju toilet. Rupanya wanita itu sudah hafal letak dan desain rumah Tias. Dengan langkah sedikit gontai karena kekenyangan menuju ke toilet. Dengan tangan kirinya, memutar knop pintu, kemudian
“Sepertinya, sudah waktunya.”“Oh, Galih maaf, aku harus membawanya.” Ilham menggendong sang istri untuk keluar dari pesta itu dia sangat panik. Sedangkan orang-orang juga memandang ke arah kepergian mereka. Ada bisik-bisik doa dari mereka, semoga baik-baik saja.***Meyyis_GN***Ilham langsung memasukkan tubuh sang istri ke dalam mobilnya. Keringatnya bercucuran, karena merasa tegang. “Huff … aduhhh ….”“Tahan, Sayang. Kamu kesakitan begitu. Ya Allah, semoga ….”“Mas, konsen nyetir … hufff ….” Tias menarik napas dan mengembuskan dengan berlahan lewat muluah.“Ahh … sabar, Sayang. Papa sedang berusaha, kita ke rumah sakit, ya?” Tias mengelus perutnya dan menahan rasa sakit yang teramat hebat. Dia menggigit bibir bawahnya. Ahirnya, lelaki itu
“Kamu tidak perlu mengajariku, kamu tahu … Mas Galih tidak akan pernah menyukai gaya itu lagi. Aku akan selalu membuatnya puas, sehingga tidak akan ada waktu lagi untuk memikirkan hal lain selain diriku. Apalagi, memikirkan masa lalu yang menjijikkan.” Mira sepertinya bukan lawan yang sangat tanggung bagi Milea. Dia tersenyum dan mulai berbalik turun. Kepala Milea sudah panas dan berasap. Ingin dia meledak sekarang, tapi tunggu nanti, hingga seluruh orang fokus pada makanannya, itu akan lebih mudah.Milea turun. Dia mengambil gelas dan sendok dan menabuhnya. Mereka semua melihat ke arah Milea. “Mohon perhatiannya, permisi!” Galih sudah tidak tahan lagi, tapi Mira mencegahnya.“Jangan, Mas. Biarkan dia berbuat semaunya. Nanti dia sendiri yang akan malu.” Galih mengangguk.“Kalian tahu, kedua mempelai? Mereka adalah pembatu dan suamiku, ups aku lupa … tepatnya mantan.
“Sudahlah, aku siap mendengarmu kapan saja. Tapi tidak sekarang, pengantin priamu sudah menunggu.” Mira bangkit dibantu oleh Tias. Mereka keluar menuju pelaminan. Karpet merah yang membentang menambah suasana dramatis, bagai ratu sejagad. Tias membantu memegang gaunnya, dengan anggun Mira melewati sejegkal demi sejengkal karpet merah itu. Kelopak mawar ditabur dari kanan dan kiri. Di ujung sebelum mencapai puncak Galih sudah siap menyambut pengantinnya dengan stelan jas tuxedo.***Meyyis_GN***Jangan lupa musik pengiring yang membuat suasana semakin sakral. Seluruh pasang mata berpusat ke arah kedatangan pengantin. Bisik-bisik terdengar, sehingga membuat suasana hati Milea semakin panas.“Kalian nora, pengantin ya cantik, tapi tidak alami.” Yang ada di sebelah Milea tersenyum sinis.“Kau iri? Makanya jangan berulah.” Milea yang sedang marah rasanya ingin meledak da
“Tidak ada, hanya sedikit merasa menekan perut.” Ilham menggangguk.“Mau makan apa? Biar aku ambilkan, sebelum pengantin wanita keluar dan kita akan sibuk memandangnya.” Tias mencubit pinggang suaminya.***Meyyis_GN***“Sepertinya aku mau sate saja. Tapi tolong lepaskan dari tusuknya, ya? Kata mama tidak boleh orang hamil makan langsung dari tusuknya.” Ilham tersenyum. Dia meninggalkan sang istri duduk sendiri dan mengambilkan makanannya yang sudah dipesan istrinya. Lelaki itu dengan elegan menuju ke tempat prasmanan.“Oh, mantan istrinya Mas Galih diundang semua ternyata?” Milea mendekati Tias. Tias tersenyum.“Sebagai mantan istri, tentu masih berkewajiban menjaga tali silaturahmi ‘kan? Bagaimana pun, pernah tidur satu ranjang, jadi tidak ada salahnya kalau berbaik hati mengucapkan selamat pada wanita yang menggantikan menemaninya t
“Satu minggu terasa sangat lama. Sabar ya, Sayang. Kamu akan puas setelah ijab-kabul.” Galih menunjuk miliknya dan tersenyum setelah tatanan rambut selesai. Siang ini, dia akan bermanja-manja dengan Mira. Dia memiliki energi baru untuk memulai sebuah kehidupan. Senyumnya merekah membuai siang yang terasa terik, namun baginya berbalut dengan kesejukan. Dia sduah merindukan sentuhan wanita, menyata kulitnya yang begitu sensitif dengan rangsangan.Galih mempersiapkan pernikahan ini dengan sangat baik. Dia menyewa jasa wedding organizer terbaik untuk mempersiapkan pernikahan ini. Di gedung hotel ternama, sudah disusun acara dengan sangat baik. Galih mengenakan stelan jan warna hitam, karena memang konsepnya internasional. Dia mengenakan tuxedo itu dan memandang penampilannya sendiri di depan cermin. “Ini untuk yang ke tiga kalinya aku mengucapkan ijab kabul. Semoga ini yang terakhir.” Galih berdoa salam hati. Dia membetulkan dasi kupu-k
“Aku ingin lihat! Pertontonkan saja!” Galih mengatakannya tanpa menoleh, dia melenggang pergi. Milea terasa meledak. Dia mengumpat sejadi-jadinya dan membuang benda apa saja ke arah kepergian Galih. Galih merasa lega setelah ancaman kepada Milea tersebut terlaksana. Dia menjadi geli sendiri, pernah tergila-gila pada wanita sejenis itu. Galih menyetir mobilnya dengan cepat menuju ke rumah, harus memastikan kekasihnya baik-baik saja.Galih langsung berlari menuju ke dalam rumah. Dia melihat kekasihnya sedang menggendong putranya, membuat dirinya lega. “Ada apa? Ada yang tertinggal?” Galih menggeleng. Dia memeluk sang istri dari belakang.“Aku mengkhawatirkanmu.” Mira mengerutkan keningya.“Mengkhawatirkanku? Kenapa?” Karena Gibran sudah tenang, maka dia menurunkan anak itu ke lantai yang dilapisi karpet tebal.“Milea tadi datang ‘kan?” M
Mira luruh ke kursi. Dia menyadari, bahwa serangan dari Milea itu normal. Namun dia berpikir lagi, apakah yang dikatakan oleh Milea itu benar? Bahwa dirinya merebut Galih dari tangan Milea? Mira mengingat kembali, kapan mulai saling jatuh cinta dan menyesap indahnya ciuman nikmat.Milea pergi dari rumah Galih dengan tersenyum smirk. Dia yakin pasti Mira merasa tertekan. Dia mengenal Mira selama beberapa tahun, wanita itu berhati baik. Dia pasti akan merasa bersalah dengan tekanan yang diberikan oleh Mira.Sementara itu, Galih menyaksikan aksi manatan istrinya lewat CCTV yang memang sengaja dia pasang. Galih pernah menjadi manusia paling brengsek di muka bumi ini, jadi dia sangat hafal dengan trik brengsek yang dimainkan oleh Milea. Dia menarik napas untuk menenangkan syarafnya. Galih menyuruh ajudannya untuk menyiapkan mobil pribadinya. Dia akan mencari MIlea untuk memberinya pelajaran yang akan wanita itu sesali seumur hidupnya.
“Aku mencintaimu, apa pun yang kau inginkan akan aku lakukan. Apalagi hanya menemani tidur,” bisik Ilham. Lelaki itu tidak berapa lama kemudian terlelap ke alam mimpi menyusul sang istri. Terkadang memang bumil akan sedikit manja.***Meyyis_GN***Milea tidak terima dengan penolakan dari Galih. Dia mencari tahu penyebabnya, bahkan menyelidiki. Dia menemukan Mira sebagai pengasuh dari putranya yang dicintai Galih. Dia menunggu Galih pergi kerja. Pagi itu, terlihat Galih sedang berpamitan dengan Mira. Lelaki itu mencium kening Mira. Semakin terbakar hati Milea.“Kamu lihat nanti! Kalian terlalu enak menikmati masa pacaran, hingga lupa dengan aku yang sakit hati.” Milea menggenggam tanggannya dengan erat, hingga kukunya menancap ke telapak tangannya.“Sayang, jangan lupa kunci rumah. Jangan biarkan siapa pun masuk. Kecuali aku meneleponmu dan memperbolehkan dia masuk.
“Kan bisa mengingatkan baik-baik, kenapa harus teriak, sih?” protes Tias.“Aku nggak teriak, Sayang. Maaf, ih jangan nangis, dong!” Tias sudah hampir nangis karena ucapan Ilham yang agak bernada tinggi. Dasar bumil!Ilham meraih tubuh sang istri yang hampir bergoyang karena menangis. “Ah, seperti inikah orang hamil? Kenapa selalu saja sensitif,” batin Ilham.“Aku akan menggendongmu,” ucap Ilham. Lelaki itu memang sangat memanjakan sang istri. Walau Tias begitu sedikit ceroboh dan jorok, namun lelaki itu tidak masalah untuk membereskn kekacauan yang dibuat oleh istrinya. Terkadang, memang kekurangan pasangan kita yang menjadi dasar pemicu pertengkaran. Tapi tidak dengan Ilham. Dia menjadikan kekurang sang istri sebagai semangat. Terkadang, sepulang kerja dia harus rela membereskan beberapa kekacauan istrinya.Sebenarnya, kadang Tias sudah h