Denting sendok beradu dengan piring terdengar di ruang dapur kamar Daniel. Sesaat setelah Ayana berganti pakaian, ia langsung menghampiri Daniel untuk makan siang.
Meski sebenarnya ia tidak terlalu lapar, namun ia memaksakan diri untuk menemani Daniel menyantap makan siangnya. Hanya saja, gadis itu sungguh heran. Biasanya lelaki itu tidak pernah mau memakan masakan buatan asisten lain di rumahnya , karena hanya masakan Ayana yang cocok di lidahnya. Namun kali ini sedikit berbeda, menu yang ada di atas meja sekarang bukanlah buatan tangan gadis itu. Daniel bilang, ia menyuruh beberapa asisten menyiapkan makan siang untuknya.
Dan juga ada apa dengan Daniel yang tidak lagi menggunakan kursi roda untuk berjalan kesana-kemari? Sikap manjanya yang selalu ingin disuapi Ayana seperti bayi seperti hilang begitu saja. Suaminya itu tampak seperti lelaki normal. Sikapnya menjadi lebih dewasa dan mampu melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan
Daniel merasa gelisah, sebab sudah dua hari ia sama sekali tidak berbicara dengan Ayana. Perdebatannya tempo hari membuat gadis itu menjadi cuek padanya, Ayana hanya akan berbicara ketika ia menanyai Daniel ingin makan apa. Atau lelaki itu ingin mandi dengan bunga apa.Meski Ayana tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri dan tetap melakukan pekerjaannya seperti biasa. Namun Daniel merasa risih ketika harus berpapasan dengan gadis itu dan hanya menatapnya sekilas tanpa ada saling sapa.Ayana itu sangat cerewet, melihatnya membisu seperti orang yang sedang sariawan sangat aneh dan tidak cocok.Daniel sadar, sikapnya dua hari yang lalu memang terlalu berlebihan. Seharusnya ia bisa sedikit melonggarkan Ayana. Toh itu hanya prasangkanya saja, ia tidak tahu detailnya seperti apa. Supir yang mengantar Ayana waktu itu adalah salah satu bodyguardnya. Ia sengaja menyuruh sang bodyguard mengawasi ist
Ayam saling berlomba berkokok, jendela balkon melambai-lambai karena tiupan udara di pagi hari. Dua anak manusia belum juga terbangun saat matahari sudah menyembul keluar dan menerangi semesta raya.Mungkin karena suhu ruangan yang terlalu dingin sehingga keduanya betah berlama-lama terbungkus selimut atau karena tubuh mereka yang saling menempel.Daniel dan Ayana tidur dalam satu kasur merupakan sebuah peningkatan luar biasa sejak mereka dipersatukan dalam ikatan tali pernikahan. Ciuman semalam memberikan efek luar biasa bagi keduanya.Meski tidak sempat menyicip gairah skadipapap oye alias berhubungan suami-istri. Keduanya cukup puas karena penyatuan bibir mereka. Apalagi Daniel, aksi brutal Ayana yang melumat bibir penuhnya tanpa aba-aba membuat lelaki itu hilang kendali. Tangannya dengan nakal terulur dan masuk ke dalam baju Ayana.Gundukan padat nan kenyal dari tubuh Ay
Sontoloyo. Fix! Daniel sudah menetapkan bahwa lelaki bernama Arlan-Arlan itu adalah musuh terbesar dalam kehidupan rumah tangganya bersama Ayana.Siapa yang tidak emosi jika dua puluh menit waktu Ayana diinvasi oleh telpon dari Arlan. Seharusnya istrinya itu tidak meladeni lelaki lain, semestinya waktu yang diambil Arlan bisa Daniel gunakan untuk bermanja-manja pada Ayana.Awas saja jika ia bertemu dengan Arlan itu, ia akan memotong kemaluannya dan memberikannya pada kucing tetangga.Astaga, Ayana juga. Tidakkah ia sadar jika Daniel sudah mencak-mencak sedari tadi. Bahkan saking keponya lelaki itu, ia sampai membuntuti Ayana hingga ke balkon. Telinganya ia pasang dengan baik, setiap perubahan air muka Ayana terekam oleh matanya.Ia kesal sekali jika istrinya itu tersipu malu saat menelpon dengan lelaki lain. Entah apa yang keduanya bicarakan, karena Daniel tidak bisa mendenga
Pagi-pagi sekali Daniel sudah merecoki Ayana. Lelaki itu merengek seraya tangannya memeluk kaki sang istri. Ayana jadi kesal karena tidak bisa bergerak dengan bebas.Bayangkan saja, bagaimana berat Daniel yang menggantung di kakinya seperti anak kecil yang melarang ibunya pergi bersenang-senang.Ayana bahkan harus menyeret kakinya agar bisa bergerak kesana kemari. Sungguh, gadis itu ingin memites kepala Daniel yang tak kunjung melepaskannya."Daniel!" Ayana marah, ia menarik paksa kakinya. Namun kekuatan Daniel sangat kuat mencengkeram kakinya."Tidak mau, Ay. Kamu tidak boleh pergi!" Daniel ingin menangis.Harus bagaimana lagi Ayana memberikan pengertian pada Daniel. Ia harus berangkat segera ke kampus. Ini adalah hari pertamanya ia menjalani kehidupannya sebagai seorang mahasiswi. Dan gadis itu tidak ingin merusak harinya karena meladeni suami magerannya itu.Daripada ia emosi
Daniel melihat jam tangan vacheron constantin tour de I’Ile. Jam yang dibanderol dengan harga 1,5 juta USD itu diberikan Hamilton sebagai hadiah ulang tahunnya. Jarum pendek menunjuk pada angka dua sementara jarum panjang berada di angka sepuluhLelaki itu mulai uring-uringan, berputar kesana kemari. Sesekali tangannya membuka aplikasi chat, mungkin saja Ayana menghubunginya.Daniel menghempaskan tubuhnya di sofa, kakinya bergerak mengetuk-ngetuk lantai. Ia memijit keningnya, memejamkan mata sebentar lalu kembali membukanya dan kembali melihat jam tangannya.Tepat di menit kelima belas, Daniel berdiri. Ini sudah keterlaluan. Kemana sebenarnya Ayana? Hari sebentar lagi sore dan gadis itu belum juga kembali. Sudah dua kali gadis itu bertingkah mengkhawatirkan.Kakinya terayun menuju pintu, ia sudah memutuskan untuk menjemput sang is
Ayana menatap kosong meja dan kursi yang berjejeran di depannya, tangannya mengaduk-aduk menu makan siangnya tanpa ada niatan memasukkanya dalam mulut. Ia mendesah frustasi, matanya berkaca-kaca. Ia sedih harus memilih bahwa berpisah dengan Daniel mungkin keputusan yang tepat.Pernikahannya belum genap setahun, mungkin baru berusia seumur jagung. Jika saja Daniel ingin mengalah sedikit dan menekan keegoisannya. Mungkin Ayana akan bertahan. Sebenarnya gadis itu belum paham dengan permintaan Daniel yang ingin memiliki bayi.Apakah lelaki itu benar-benar ingin menjadi seorang ayah? Atau sebenarnya ada maksud lain. Kuliah? Apa yang salah dari itu? Mereka sudah membicarakannya dengan baik, tapi ketika Ayana sudah memulai. Kenapa Daniel menjadi uring-uringan dan terus berprasangka buruk dengannya? Sekali saja, ia ingin dimengerti oleh suaminya.Disaat Ayana sedang bergelut dengan pemikirannya, Arlan muncul di hadapannya membawa seb
Berkat keegoisan Daniel, kini Ayana terkurung di ruang bawah tanah. Benar kata gadis itu, suaminya itu memang benar-benar tidak waras. Bagaimana bisa ia dengan tega membiarkan istrinya terus menangis? Bahkan Ayana tidak pernah tidur karena dilanda ketakutan hebat. Sekitar matanya menghitam, wajahnya pucat, ditambah gadis itu terlihat kurus dan tidak terawat.Ayana sudah mencoba untuk kabur dari ruangan itu, tapi pintunya tidak bisa terbuka, seperti terkunci otomatis dan lagi Daniel terus mengawasinya melalui CCTV.Ayana sudah sangat lelah, tubuhnya lemas dan suaranya hampir habis karena terus berteriak."Daniel, tolong keluarkan aku," lirih Ayana.Gadis itu tertunduk dengan kedua kaki terlipat. Ia haus dan lapar. Namun, Ayana juga tidak ingin menyentuh makanan yang diberikan oleh Daniel.Memakan makanan yang diberikan suaminya itu hanya akan membuat Ayana seperti gadis yang menerima perlakuan s
Waktu berlalu dengan cepat, sudah lima hari Ayana menjalani kehidupannya tanpa Daniel. Semenjak Hamilton membawanya pergi, tepatnya di salah satu vila milik mertuanya yang ada di daerah Bandung. Gadis itu sama sekali tidak pernah berkomunikasi dengan sang suami.Kemarin Hamilton sudah membawakan surat perceraian untuk ia tanda tangani, namun ia tidak serta merta membubuhkan tanda tangannya. Ayana meminta pada Hamilton agar ia memberikan waktu untuk berpikir terlebih dahulu sebelum memutuskan semuanya.Perceraian, pernah terbesit di pikiran Ayana. Pernikahannya dengan Daniel hanya sebuah perjanjian, Ayana tetap di sisi lelaki itu dengan syarat ia bisa melanjutkan lagi pendidikannya. Namun, ternyata kesepakatan itu membuat hancur hidupnya, juga hidup Daniel.Ia juga tidak menyangka bahwa pernikahannya akan kandas secepat ini. Ayana ingin jujur, jauh di lubuk hatinya, dulu ia hanya menganggap Daniel sebatas majikannya. Ia punya
"Yang, paku!"Aku mengulurkan tangan ke belakang dengan posisi sedikit menyamping, sementara pandanganku tetap lurus pada dinding. Entah penglihatanku yang miring, atau memang pigura ini yang ingin kupasang sengaja ingin membuat tandukku naik.Astaga, malah lupa aku. Sebenarnya sudah seminggu aku dan Daniel menempati rumah baru kami. Mungkin kalian masih ingat, setahun lalu Daniel memutuskan untuk membangun rumah tidak jauh dari rumah ibuku.Awalnya aku bersikeras menolak, untuk apa coba ia membangun rumah mewah lagi. Sementara ada rumah ayahnya yang kelak akan menjadi miliknya. Bukankah Daniel terlalu membuang-buang uang? Aku menyetujui ia membangun rumah dan pindah ke rumah ibu karena aku kasihan melihatnya memasang tenda di depan rumah demi membujukku. Mungkin jika hanya Daniel yang ada di tenda itu, aku tidak masalah. Biarkan saja suamiku itu merasakan penderitaan. Tapi aku khawatir pada Mark.Dasar memang
Mark benar-benar geram, diturunkannya Ardila yang digendong layaknya karung besar di kursi kayu. Tepatnya di bawah pohon yang ada di depan rumah gadis itu. Matanya menyorot tajam, membuat Ardila yang dihempas seperti barang menjadi ciut nyalinya.Sakit tapi tidak berdarah. "Kenapa? Mas kok ngeliatin aku kayak gitu?" Meski takut, namanya juga Ardila gadis barbar tak berakhlak. Mulutnya tetap akan terus mengoceh tanpa henti.Mark menyunggingkan bibirnya, ia tidak menyangka wajah sepolos bayi, kulit seputih susu dan senyum manis yang bikin diabetes bisa berubah menjadi zombie ganas. Ardila memang bukan gadis remahan biasa. Ia harus waspada, perawakan gadis itu saja yang kalem. Tapi di dalamnya, sungguh terlala kata Bang Haji Rhoma."Kamu tau nggak yang kamu jambakin tadi siapa?"Ardila bingung. "Teteh Ayana!"Lagi, bibir Mark tersungging diikuti matanya yang memutar malas
Waktu cepat sekali berlalu, sudah sebulan lebih ia menjalani hari-harinya tanpa Daniel. Oh iya, apa kabar dengan lelaki itu? Pertemuan terakhirnya hanya saat di rumah sakit itu saja. Setelahnya, sang suami tidak pernah lagi mengunjunginya. Sekedar telpon, atau bahkan mengirim pesan pun tidak ada sama sekali.Apa suaminya itu sudah melupakannya? Atau mungkin kini Daniel telah menemukan penggantinya.Ayana merasa rindu pada Daniel, terlihat jelas air matanya mengenang di pelupuk. Ketika ia sendiri, perasaannya benar-benar kacau. Jujur, Ayana ingin kehidupannya seperti dulu. Setiap pagi terbangun untuk membereskan kamar mewah sang suami. Memasak makanan favorit Daniel, dan mengurus lelaki itu dengan baik.Dulu saat masih menjadi pesuruh Daniel, ia sangat ingin bebas, tidak terikat oleh lelaki itu. Tapi sekarang saat semua sudah ia capai, ia jadi ingin kembali menjadi pesuruh. Manusia memang tidak pernah ada puasnya. Dikasih A, m
"Maaf Pak, Bu Ayana tidak hamil. Ia hanya kelelahan dan masuk angin."Terngiang-ngiang, terbayang-bayang, berputar-putar bagaikan kaset rusak. Perih, hati seakan tersayat-sayat. Bagaimana bisa derita ini menimpa Daniel? Ia sudah mengerahkan segala tenaga, waktu dan pikiran.Terus Dokter seenak jidat mengatakan Ayananya tidak hamil. Dimana hati nurani dokter itu?"Huaa...." Daniel menangis pilu, meraung-raung di lantai kamarnya.Haruskah ia bunuh diri? Loncat dari lantai 15 kantornya? Atau minum racun tikus? Hancur sekali perasaannya. Lesu, kepala Daniel menoleh pelan. Napasnya terasa berat. Kereta bayi, pakaian bayi, buket bunga mawar putih untuk Ayana tertata rapi di meja.Mark, bawahannya tetap setia menemaninya. Tidak sedikitpun lelaki itu beranjak dari samping Daniel yang selonjoran di lantai.Mark pernah membaca sebuah buku, dalam buku itu mengatakan; bahagia b
Kuping Margaret hampir saja pecah jika Daniel tidak menghentikan teriakannya. Bagaimana tidak? Ia baru saja masuk ke kamar tuannya itu dengan niat mengantarkan makanan, namun baru saja selesai meletakkan makanan.Entah kerasukan apa? Tuannya itu loncat kegirangan dengan lengkingan suara seperti tikus kejepit."Tuan!" Terpaksa Margaret bernada tinggi memanggil Daniel. Lagian ada apa dengan lelaki itu yang tersenyum semringah sembari mencium ponselnya bertubi-tubi. Sakit jiwa!"Margaret, Margaretku." Daniel menyimpan ponselnya di meja, lalu menghampiri Margaret. Meraih kedua tangan wanita itu kemudian mengayunkannya ke kiri dan ke kanan.Belum sampai disitu keterkejutan Margaret akan tingkah Daniel yang seperti teletubies. Tubuhnya diputar-putar, mirip film India. Rani Mukherjee mungkin tahan jika diputar seperti itu, tapi Margaret tentu saja tidak. Kepalanya sungguh pusing.Beberapa menit setela
Pagi yang buruk untuk Ayana hari ini. Mual-mual, kepala pusing, tubuh meriang dan pegal-pegal. Ia seperti sangat kelelahan, padahal seingatnya yang ia lakukan hanya pergi ke kampus dan membantu ibunya memasak. Itu saja ia hanya mencuci sayuran.Matanya masih sangat mengantuk, tapi subuh-subuh sudah harus terbangun karena perutnya yang kesakitan. Tenggorokannya sangat kering akibat terlalu banyak memuntahkan isi perut. Ayana benar-benar sakit.Di saat ia sedang meringkuk di kasurnya seperti bayi, Ayana mendengar pintu kamarnya diketuk. Dengan suara berat, perempuan itu menyuruh sang pengetuk masuk."Masuk saja, tidak dikunci."Pintu dibuka, Ario sudah berdiri dengan gagahnya lengkap seragam sekolah—putih abu-abu.Melihat sang kakak yang tak menyambutnya dengan baik, Ario langsung saja menghampiri Ayana."Loh Teteh kenapa?" Ia khawatir dengan kakaknya yang tengah memegangi perutny
Jika tak ada makanan di meja, mejanya yang kau makan. Bukan lagu Bunda Rita Sugiarto, hanya mirip saja. Baru diciptakan dari perasaan lelaki yang baru terbangun dari tidurnya. Berniat mengisi perut yang kosong melompong, cacing menari-nari, tenggorokan seret.Mark merasakan kekecewaan saat menghampiri meja makan, namun yang ia temukan hanya kekosongan. Mirip sekali dengan perasaan hampa di hatinya tanpa sosok mahluk dengan lekuk tubuh indah.Hidup sendiri, meski dulu ada sang adik yang menemaninya. Mila bersikeras untuk melanjutkan pendidikannya di Aussie, katanya ia bosan berada di Indonesia. Ingin mempelajari budaya berbeda daripada mengurusi perjaka tingting yang gila kerja seperti kakaknya.Berusia 16 tahun, Mark sudah ditinggalkan oleh sang ayah karena sel kanker yang menyerangnya. Lalu setahun kemudian, ibunya menyusul sang ayah.Mark benar-benar terpuruk saat itu, perusahaan ay
Lesu, lemah, lunglai, mungkin itu gejala anemia. Minum sangobion, salah satu vitamin dan zat besi penambah darah yang sering nongkrong di layar televisi.Cerita ini bukan sedang disponsori oleh obat sangobion, namun gejala yang sedang dialami lelaki bernama Daniel sama persis dengan sakit anemia.Wajah Daniel pucat tak karuan, kantung mata melebar. Rambut acak-acakan dan baju yang tak serapi seperti biasanya. Tidak terurus, lelaki itu lebih cocok menjadi gembel yang berkeliaran di jalan.Berjalan dengan langkah malas dan sedikit terseok-seok. Daniel memasuki kediaman mewahnya, disambut dua asisten rumah tangga berpakaian seragam hitam putih. Suami Ayana itu seakan abai saat keduanya tertunduk memberi hormat."Tuan, Anda sudah pulang?" Kepala pelayan, Margaret datang menghampiri Daniel membuat lelaki itu menghentikkan langkahnya dan berbalik pada Margaret."Ayahku di mana?" Daniel memang datang
Hujan di luar sedang sangat deras, jika biasanya bintang masih terlihat dari jendela kaca kamar Ayana. Benda angkasa itu harus tertutup awan gelap. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, seharusnya ia sudah tidur sekarang. Namun nyatanya, keberadaan Daniel di kamarnya membuat gadis itu harus menahan rasa kantuknya.Ia tidak habis pikir dengan suaminya itu, kenapa berkunjung ke rumahnya harus selarut itu? Padahal ia bisa datang saat sore tadi dan tidak harus terjebak di kamarnya dengan dalih bahwa hujan menahan lelaki itu."Jadi, kau tidak akan pulang?" tanya Ayana dengan mata memicing.Daniel nampak acuh, bahunya terangkat. Seolah ia mengatakan, 'aku sedang tidak ingin pulang'."Hujan terlalu deras!" Akhirnya lelaki itu bersuara. Ia tidak melihat ke arah Ayana. Karena posisi mereka yang saling berjauhan.Daniel rebahan di kasur Ayana, sementara istrinya itu berdiri di dekat jendela. Sungg