Vazon tidak ingin bertengkar dengan Yasmin, jadi dia tidak peduli wanita itu membuat keributan.Baginya air mata Yasmin tidaklah berarti sama sekali.Sedangkan Yasmin sebagai wanita yang melihat sikap suaminya begitu dingin merasa sangat hancur, dia berkata dengan lebih sengit lagi, "Kenapa diam saja? Apakah bagimu Karen lebih penting daripada aku? Aku ini istri sahmu, kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini!"Mata Yasmin sudah memerah karena menangis, dia ingin suaminya lebih peduli padanya.Meski hanya meliriknya sedikit saja, maka amarah dan rasa resah di hatinya ini mungkin bisa mereda.Vazon malah diam saja, dia sudah memutuskan akan memperlakukan Yasmin seperti orang asing.Jeremy sudah terbiasa melihat cara mereka berinteraksi, dia juga tidak berkomentar apa pun.Baginya mereka hanyalah orang tua di atas kertas saja.Dia tumbuh besar di lingkungan seperti ini, jadi dia sudah terbiasa.Bahkan dia tetap bersikap dingin melihatnya.Vazon tidak tahan lagi melihat sikap Yasmin, d
Mungkinkah Jeremy dari awal sudah tahu?Saat mendengar Karen mengatakannya, Thasia masih tidak menemukan alasannya.Mungkin Jeremy dari awal sudah tahu tapi pria itu diam saja."Thasia."Jason berjalan ke sisi Thasia, dia berkata dengan lembut, "Bagaimana kalau kamu istirahat dulu, kamu pasti kelelahan."Thasia sudah berdiri cukup lama, saat ini dia merasa pinggangnya sakit, tapi dia ingin menunggu Karen keluar, jadi dia duduk di samping. "Aku ingin menunggu Bibi siuman.""Aku akan menemanimu," kata Jason.Thasia mengangguk.Jeremy bersandar di kusen pintu, dia melirik Jason yang begitu perhatian pada Thasia, sorot mata Jason bahkan terlihat sangat lembut.Thasia sepertinya menerima kebaikan pria itu dengan senang hati.Perasaan kesal menyelimuti Jeremy.Sorot matanya menjadi lebih dingin, dia sengaja menendang tong sampah di samping sehingga menimbulkan suara kencang.Jason, yang duduk di bangku menoleh padanya, Jeremy berkata dengan nada dingin, "Maaf, nggak sengaja ketendang!""Ngga
"Bukan," kata Thasia.Ekspresi Jeremy berubah, dia berkata, "Sebentar lagi dia akan menjadi mantan istriku!"Dokter tertegun mendengar perkataan mereka, dia segera menjawab, "Pasien mengalami gegar otak ringan, tulang tangannya patah, setelah istirahat pasti akan sembuh, kalian nggak perlu khawatir."Untungnya tidak ada masalah serius, Thasia segera menjawab, "Terima kasih Dokter.""Sama-sama."Mereka berdua berjalan ke bangsal mengikuti Karen.Thasia melihat bibir Karen sangat kering, dia segera mengambil air hangat, menggunakan kapas untuk membasahkan bibirnya.Jeremy berjaga di sampingnya.Di bangsal tidak ada orang lain lagi, karena takut akan mengganggu istirahat pasien.Thasia merasa sangat khawatir, dia duduk di seberangnya, terus menjaga Karen.Saat berjaga, Thasia mengantuk, kelopak matanya terasa berat, tanpa sadar dia tertidur.Thasia terbangun karena mimpinya.Dalam mimpi dia sedang berada di ruangan yang gelap dan kecil.Hal yang ditakutkan selalu saja terjadi, dalam mimpi
Di sebuah kamar hotel yang berantakan.Saat Thasia terbangun seluruh badannya terasa nyeri.Dia mengucek matanya. Saat dia hendak bangun, dia melihat seseorang sedang berbaring di sebelahnya.Seorang pria dengan wajah yang tampan dan menawan.Pria itu masih belum bangun, juga tidak terlihat akan bangun.Thasia segera terduduk. Selimut di tubuhnya merosot ke bawah, memperlihatkan pundaknya yang putih penuh dengan tanda semalam.Dia pun segera turun dari ranjang. Di atas ranjang terlihat jelas noda darah yang mencolok.Setelah melihat jam, ternyata sudah hampir jam masuk kerja, dia pun segera mengambil baju kerjanya yang berantakan dan memakainya.Stoking yang dia pakai semalam sudah dirobek oleh pria itu.Dia pun meremasnya menjadi sebuah bola, melemparnya ke dalam tong sampah, lalu memakai sepatu hak tingginya.Saat itu ada orang yang mengetuk pintu.Thasia sudah berpakaian rapi, kembali ke penampilannya sebagai seorang sekretaris. Dia segera mengambil tasnya dan berjalan keluar.Orang
Mendengar ini Thasia hampir terjatuh karena terkejut.Tubuhnya pun bersandar pada pria itu.Saat Jeremy merasa Thasia hampir terjatuh, tangannya langsung melingkar di pinggangnya.Kehangatan tubuh pria itu seketika mengingatkannya pada pergulatan mereka semalam.Thasia segera menenangkan dirinya. Dia mendongak, menatap sepasang mata gelap pria itu.Tatapan pria itu begitu serius, ada kebingungan dan keraguan, seakan-akan bisa membaca isi pikiran Thasia.Jantung Thasia berdetak kencang.Dia segera menghindari tatapan pria itu dengan menundukkan kepalanya.Barusan saat Jeremy berpikir pasangannya semalam adalah wanita panggilannya tadi, pria itu sudah mengamuk, kalau Thasia mengakuinya, bukannya dirinya akan berakhir dengan mengerikan.Dia tidak terima.Namun, kalau Jeremy tahu bahwa wanita semalam adalah dirinya, apakah pernikahan mereka masih bisa dipertahankan?Thasia tidak berani menatap matanya. "Kenapa bertanya seperti itu?"Hanya Thasia yang tahu bahwa dirinya sangat penasaran pad
Saat menoleh, dia melihat Lisa sedang memakai celemek, di tangannya terdapat sendok sup.Saat wanita itu melihat Thasia, senyumannya seketika membeku, tapi detik berikutnya dia berkata dengan ramah, "Tamu Bibi, ya? Kebetulan aku membuat supnya cukup banyak, ayo masuk."Sikapnya sangat lugas seakan-akan dia adalah tuan rumah ini.Sedangkan Thasia adalah tamu yang datang berkunjung.Kalau dipikir-pikir, benar juga, gadis itu sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di sini.Thasia mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit tidak senang.Pernikahannya dan Jeremy disiarkan di seluruh kota, Lisa bahkan sempat mengirimkan kartu ucapan selamat, tidak mungkin gadis ini tidak tahu dirinya adalah istri Jeremy.Saat Lisa melihat Thasia tidak bergerak, dia segera menarik tangannya. "Jangan sungkan, cepatlah masuk."Saat Lisa mendekat Thasia bisa mencium aroma bunga melati. Dia ingat tahun lalu saat dia berulang tahun, Jeremy pernah memberikannya parfum dengan aroma yang sama persis dengan aroma ini.S
"Suasana hati Kak Thasia hari ini sedang nggak baik, dia nggak mau mengantarkan dokumennya, jadi aku yang mengantarkannya." Lalu Lisa sengaja menunjukkan bekas luka di tangannya. "Jeremy, kamu jangan menyalahkan Kak Thasia, aku rasa dia nggak bermaksud begitu, dokumennya nggak terlambat, 'kan?Baru kali ini Thasia berani memberikan dokumen kantor kepada orang lain.Jeremy merasa sangat kesal, tapi karena ada Lisa di sini dia pun menahannya, dia hanya melonggarkan ikatan dasinya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."Dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Karena sudah datang, maka duduklah sebentar."Mendengar ini seketika Lisa merasa senang. Setidaknya pria itu tidak membencinya dan masih menerimanya."Bukannya kamu ada rapat? Apakah aku mengganggumu?"Jeremy pun menelepon seseorang. "Undur rapatnya selama setengah jam."Lisa pun tersenyum. Tadi dia sempat khawatir Jeremy akan marah karena waktu itu dia pergi tanpa pamitan, ternyata dirinya yang berlebihan.Waktu yang sudah dia lewatkan masi
Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli