Kent masih tetap tersenyum, tahi lalat di sudut matanya terlihat jelas. "Bukankah kamu ingin tahu hal ini? Aku hanya mengatakan kebenarannya saja."Thasia merasa bingung, dia bisa melihat isi ruangan ini dengan jelas, dia juga yakin Lisa belum keluar dari sini, jadi Thasia curiga kalau Kent berbohong. "Bagaimana aku bisa tahu bahwa perkataanmu itu benar?""Apa untungnya aku membohongimu?"Kent menatap meja. "Ini ada bukti Lisa telah datang mencariku, kamu lihat saja."Thasia melihat ada catatan medis, dia pun mengambilnya dan melihatnya.Ternyata Lisa memang sempat datang mencari Kent.Dokter biasa tidak bisa menyembuhkan Lisa, tapi pria ini bisa.Sepertinya Kent sangat hebat.Bisa membantu Lisa membuat telinganya tuli, juga bisa menyembuhkannya lagi.Maka semuanya sudah jelas."Kamu sudah mengetahui kebenarannya, kamu nggak takut kehilangan nyawamu?" Saat ini Kent sudah tiba di depan Thasia, suaranya terdengar dari atas.Thasia mengangkat tatapannya, detik itu juga Thasia merasa panik
Di sebuah kamar hotel yang berantakan.Saat Thasia terbangun seluruh badannya terasa nyeri.Dia mengucek matanya. Saat dia hendak bangun, dia melihat seseorang sedang berbaring di sebelahnya.Seorang pria dengan wajah yang tampan dan menawan.Pria itu masih belum bangun, juga tidak terlihat akan bangun.Thasia segera terduduk. Selimut di tubuhnya merosot ke bawah, memperlihatkan pundaknya yang putih penuh dengan tanda semalam.Dia pun segera turun dari ranjang. Di atas ranjang terlihat jelas noda darah yang mencolok.Setelah melihat jam, ternyata sudah hampir jam masuk kerja, dia pun segera mengambil baju kerjanya yang berantakan dan memakainya.Stoking yang dia pakai semalam sudah dirobek oleh pria itu.Dia pun meremasnya menjadi sebuah bola, melemparnya ke dalam tong sampah, lalu memakai sepatu hak tingginya.Saat itu ada orang yang mengetuk pintu.Thasia sudah berpakaian rapi, kembali ke penampilannya sebagai seorang sekretaris. Dia segera mengambil tasnya dan berjalan keluar.Orang
Mendengar ini Thasia hampir terjatuh karena terkejut.Tubuhnya pun bersandar pada pria itu.Saat Jeremy merasa Thasia hampir terjatuh, tangannya langsung melingkar di pinggangnya.Kehangatan tubuh pria itu seketika mengingatkannya pada pergulatan mereka semalam.Thasia segera menenangkan dirinya. Dia mendongak, menatap sepasang mata gelap pria itu.Tatapan pria itu begitu serius, ada kebingungan dan keraguan, seakan-akan bisa membaca isi pikiran Thasia.Jantung Thasia berdetak kencang.Dia segera menghindari tatapan pria itu dengan menundukkan kepalanya.Barusan saat Jeremy berpikir pasangannya semalam adalah wanita panggilannya tadi, pria itu sudah mengamuk, kalau Thasia mengakuinya, bukannya dirinya akan berakhir dengan mengerikan.Dia tidak terima.Namun, kalau Jeremy tahu bahwa wanita semalam adalah dirinya, apakah pernikahan mereka masih bisa dipertahankan?Thasia tidak berani menatap matanya. "Kenapa bertanya seperti itu?"Hanya Thasia yang tahu bahwa dirinya sangat penasaran pad
Saat menoleh, dia melihat Lisa sedang memakai celemek, di tangannya terdapat sendok sup.Saat wanita itu melihat Thasia, senyumannya seketika membeku, tapi detik berikutnya dia berkata dengan ramah, "Tamu Bibi, ya? Kebetulan aku membuat supnya cukup banyak, ayo masuk."Sikapnya sangat lugas seakan-akan dia adalah tuan rumah ini.Sedangkan Thasia adalah tamu yang datang berkunjung.Kalau dipikir-pikir, benar juga, gadis itu sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di sini.Thasia mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit tidak senang.Pernikahannya dan Jeremy disiarkan di seluruh kota, Lisa bahkan sempat mengirimkan kartu ucapan selamat, tidak mungkin gadis ini tidak tahu dirinya adalah istri Jeremy.Saat Lisa melihat Thasia tidak bergerak, dia segera menarik tangannya. "Jangan sungkan, cepatlah masuk."Saat Lisa mendekat Thasia bisa mencium aroma bunga melati. Dia ingat tahun lalu saat dia berulang tahun, Jeremy pernah memberikannya parfum dengan aroma yang sama persis dengan aroma ini.S
"Suasana hati Kak Thasia hari ini sedang nggak baik, dia nggak mau mengantarkan dokumennya, jadi aku yang mengantarkannya." Lalu Lisa sengaja menunjukkan bekas luka di tangannya. "Jeremy, kamu jangan menyalahkan Kak Thasia, aku rasa dia nggak bermaksud begitu, dokumennya nggak terlambat, 'kan?Baru kali ini Thasia berani memberikan dokumen kantor kepada orang lain.Jeremy merasa sangat kesal, tapi karena ada Lisa di sini dia pun menahannya, dia hanya melonggarkan ikatan dasinya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."Dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Karena sudah datang, maka duduklah sebentar."Mendengar ini seketika Lisa merasa senang. Setidaknya pria itu tidak membencinya dan masih menerimanya."Bukannya kamu ada rapat? Apakah aku mengganggumu?"Jeremy pun menelepon seseorang. "Undur rapatnya selama setengah jam."Lisa pun tersenyum. Tadi dia sempat khawatir Jeremy akan marah karena waktu itu dia pergi tanpa pamitan, ternyata dirinya yang berlebihan.Waktu yang sudah dia lewatkan masi
Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli
Seketika Thasia merasa pusing, dia hampir pingsan, tapi saat itu dia mendengar seseorang berkata dengan panik, "Kalian ini bagaimana sih, kenapa bisa terjadi kesalahan seperti ini! Kak Thasia, Kak Thasia ...."Seiring suara itu mengecil, Thasia pun benar-benar jatuh pingsan.Begitu bangun Thasia sudah berada di rumah sakit, dia melihat langit-langit yang putih, dia masih belum terlalu sadar, kepalanya terasa sakit."Kak Thasia, kamu sudah siuman!" Rina segera berdiri dari bangku dengan mata memerah, lalu dengan panik bertanya, "Apakah ada yang sakit? Aku akan memanggil dokter."Thasia segera menoleh, walau badannya masih lemas dia tanpa sadar ingin terduduk. "Aku nggak apa-apa, kerjaannya bagaimana? Apakah ada orang lain yang terluka?"Rina berkata, "Jangan pikirkan kerjaan dulu, kamu tertimpa kaca hingga pingsan. Kamu membuatku takut saja, aku pikir kamu nggak akan siuman lagi."Sambil berbicara dia pun menangis lagi.Rina adalah asistennya Thasia, hubungan mereka cukup baik.Rina yan
Setelah beristirahat sebentar di rumah sakit, akhirnya Thasia diizinkan pulang dengan keadaan lesu."Thasia!"Saat Sabrina Gunawan menjemput Thasia, melihat wajahnya yang pucat dan kepalanya yang diperban, dia pun segera mendekat. "Astaga, apa yang terjadi padamu?"Thasia tidak menjawab."Jam segini seharusnya kamu sedang bekerja, kamu terluka saat kerja?" tanya Sabrina. "Mana Jeremy?""Nggak tahu."Sabrina melihat ada yang tidak beres pada Thasia, seharusnya tidak hanya tubuh wanita ini yang terluka, dia pun mendengus. "Kamu bekerja untuknya, sekarang kepalamu sampai luka begini. Jeremy sebagai suamimu malah nggak tahu di mana, apa bedanya kamu bersuami dengan nggak?""Nanti juga pria itu bukan suamiku lagi.""Apa? Dia ingin bercerai?" Ekspresi Sabrina pun berubah."Aku yang ingin bercerai."Ekspresi Sabrina berubah lagi. "Cerai saja. Nggak bisa mendapatkan orangnya, uangnya harus tetap dapat, kalau ada uang untuk apa takut nggak ada pria yang mau lagi? Nanti cari saja beberapa pria,