"Ini aku!"Jeremy memegang tangan Thasia.Thasia menoleh, dia melihat Jeremy muncul di hadapannya. "Kenapa kamu bisa ada di sini?"Wajah Jeremy terlihat mengerikan. "Seharusnya aku yang menanyakanmu hal ini, kenapa kamu bisa ada di sini?"Thasia masih memegang catatan medis tadi, dia tidak ingin Jeremy tahu, kalau pria ini sampai tahu mungkin buktinya akan dihancurkan, jadi dia berkata, "Aku mencari seorang teman di sini.""Kamu pikir aku akan percaya?" tanya balik Jeremy.Thasia berkata lagi, "Kalau nggak, apa yang aku lakukan di sini?""Kamu masuk ke lantai empat tadi." Jeremy berkata dengan dingin, "Apakah kamu tahu apa akibatnya masuk ke wilayah orang dengan sembarangan?"Thasia berkata, "Bukannya aku sudah keluar dengan baik-baik saja!"Melihat Thasia tidak takut sama sekali, Jeremy mengerutkan kening. "Thasia, kalau sampai terjadi sesuatu, nyawamu mungkin sudah melayang, sebenarnya kamu tahu nggak keseriusan masalah ini?"Thasia menatap Jeremy, dia berpikir kenapa pria ini bisa a
"Memangnya dia bukan anakmu?" kata Yasmin.Vazon menatapnya dengan dingin. "Aku nggak pernah menginginkan pernikahan ini, mana mungkin aku menginginkan anak itu."Yasmin memelototinya. "Aku tahu kamu akan bilang seperti ini. Vazon, kenapa aku bisa menikah denganmu? Aku merasa menyesal, kalau semua bisa terulang, aku lebih memilih nggak menikah denganmu!"Vazon juga sangat kejam. "Bukannya waktu itu kamu yang menggunakan sebuah taktik sehingga bisa menikah denganku? Kamu kira aku mau menikah denganmu?"Hati Yasmin seakan-akan hancur, matanya memerah. "Benar, aku yang menggunakan segala cara agar kita bisa menikah, jadi sekarang kamu ingin balas dendam padaku?"Pria ini tidak pernah pulang saat malam, bahkan rumah ini tidak seperti rumahnya.Semenjak mereka menikah, Vazon tidak pernah menganggap tempat ini sebagai rumahnya.Yasmin tidak ada bedanya dengan seorang janda."Untuk apa aku balas dendam." Vazon menatap dengan dingin. "Kamu sama sekali nggak penting bagiku!"Yasmin merasa sanga
Detik itu dia merasa dirinya sudah tidak memiliki apa-apa lagi.Tidak ada seorang pun yang berada di sisinya....Thasia kembali ke rumah sakit.Saat ini Karen sudah siuman.Namun, wanita itu terlihat kelelahan, dia berbaring di ranjang tanpa bergerak."Bibi." Thasia membawa banyak barang.Karen menoleh padanya, wajahnya tetap tersenyum. "Ternyata Thasia.""Bagaimana? Apakah kondisimu sudah membaik?" Tanya Thasia. "Kalau merasa ada yang nggak nyaman beri tahu aku."Karen memandang Jeremy yang berada di belakang, dia terdiam sebentar sebelum berkata, "Tempat yang seharusnya sakit pasti akan terasa sakit, tapi aku masih bisa menahannya, jangan khawatir, dua hari lagi juga sembuh!"Thasia mengiakannya."Jeremy." Karen menatap Jeremy, dia masih merasa bersalah atas perkataannya saat di kuburan. "Maaf, aku waktu itu keceplosan saja, kamu nggak perlu memasukkannya ke dalam hati."Meski Karen masih marah pada Jeremy, tetap saja dia merasa dirinya telah mengatakan hal yang sepatutnya tidak dia
"Saat aku meninggalkan rumahmu aku nggak membawanya. Lagi pula, mobil itu bukan milikku!"Jeremy merapatkan bibirnya, sorot matanya menjadi tajam, tangannya terkepal."Ayo," kata Jason pada Thasia.Thasia segera pergi bersama Jason.Jeremy melihat mereka berdua pergi tanpa menghentikannya, tapi sorot matanya sangat dingin.Saat sampai di garasi, Thasia berkata pada Jason, "Aku sudah tahu alasan Lisa menjadi tuli, sekarang aku ingin menelepon seseorang."Sekarang netizen sedang meributkan masalah ini dengan heboh.Thasia ingin memanfaatkan keadaan ini untuk membersihkan reputasi Karen, dengan begini nama baik Karen baru bisa dikembalikan.Jason segera membuka pintu mobil. "Kamu mau ke stasiun TV?""Ya, aku mau ke sana sebentar."Jason segera mengantarkan Thasia ke sana.Thasia sedang cuti.Akhirnya Dhita tahu kalau Diana tidak berhasil mewawancarai Jeremy, lalu wanita itu sempat menghancurkan beritanya Thasia, dan bahkan mereka ribut di stasiun TV.Dhita sempat mengomeli Diana.Karena h
Veren menatap Thasia, setidaknya wanita itu bisa memberinya ketenangan.Thasia segera menghiburnya, menepuk punggungnya, lalu melihat di komputer bahwa Veren baru mengetik beberapa belas lembar saja, jadi dia berkata, "Jangan menangis, kali ini aku akan membuatmu nggak dianiaya lagi."Veren bertanya sambil menangis. "Bagaimana caranya? Kalau bisa membalaskan semua tindakan Diana, aku baru bisa merasa tenang!"Veren telah ditekan oleh Diana begitu lama, selama ada hal yang bisa membuatnya menekan Diana, maka dia akan menekannya sampai mati!"Tentu saja aku juga bermaksud seperti itu."Veren membuka matanya lebar-lebar, dia segera menghapus air matanya. "Thasia, aku sudah tebak kamu datang untuk menolongku, cepat katakan, maka aku akan menuruti kata-katamu!"Thasia pun terduduk, dia ingin menyebarkan masalah Lisa ini bersama Veren.Saat ini Diana sedang di jalan menuju rumahnya Lisa.Lisa sudah berada di rumah.Jika dia terus berada di Vila Anggrek, Jeremy tidak akan mau ke sana.Sedangk
Lisa segera berdiri, ekspresinya juga terlihat tidak senang. "Apa? Bagaimana mungkin?""Aku nggak berbohong, benar-benar ada yang menelepon ke sini!" Siti juga baru pertama kali mengalami hal seperti ini. "Kata-kata mereka sungguh menyakitkan, aku juga nggak tahu harus menjawab apa, sebaiknya kamu nggak perlu mendengarnya."Kalau Lisa mendengarnya, pasti dia akan merasa sedih.Lisa masih tidak bisa bereaksi. "Siapa yang memiliki catatan medisku? Hal ini nggak mungkin!"Lisa segera melihat internet, dia ingin tahu sebenarnya ada masalah apa.Catatan medisnya di rumah sakit tidak akan bisa menimbulkan keadaan seperti ini, maka satu-satunya kemungkinan ....Hal itu tidak mungkin.Lisa tidak percaya.Begitu membuka internet, dia melihat semua orang memarahinya.Mengatainya munafik.Berpura-pura.Mencelakai orang.Bahkan berkata setelah dia memainkan peran di beberapa drama, kehidupannya juga menjadi drama.Semua orang mengatainya wanita licik.Lisa sudah masuk ke dunia hiburan cukup lama,
"Tentu saja, aku tinggal di sebelah ruangannya, aku melihat tubuh orang itu penuh dengan luka, entah bagaimana kondisinya bisa seperti itu, pokoknya kondisinya sangat menyedihkan. Hanya dengan beberapa kata dari Lisa, dia sampai membuat orang terluka.""Sungguh nggak adil, karena Lisa adalah tokoh masyarakat, karena perkataannya dan lirikannya, maka dia bisa memutarbalikan fakta, hari ini korbannya masuk rumah sakit, mungkin besok-besok malah merenggut nyawa orang. Dunia hiburan harus banyak dibenarkan, para tokoh masyarakat harus menjadi contoh yang baik, kalau jadinya begini maka dia harus menerima hukuman berat!""Lisa didepak saja dari dunia hiburan!""Diana juga jangan jadi wartawan lagi, dia itu seperti parasit!"Diana merasa panik.Dia tidak menyangka hal ini akan sangat berpengaruh padanya.Seketika Diana teringat dengan perkataan Thasia, wanita itu berkata akan memberinya pelajaran dan menyuruhnya hati-hati terkena masalah karena hal ini.Diana baru sadar, dia segera berkata,
Lisa tidak pernah membayangkan pria itu mengkhianatinya.Seketika dia merasa dunianya seperti terbalik.Diana melihatnya yang begitu panik, jadi dia berkata lagi, "Nona Lisa, sekarang kita berada di kubu yang sama, kita harus menyelesaikan masalah ini dari akar, agar kita bisa sama-sama aman!"Karena sudah muncul berita seperti ini, maka dia juga tidak punya pilihan lagi.Dia hanya bisa membereskannya dari sisi Lisa.Mereka harus membalikkan lagi keadaan saat ini, agar para netizen kembali berada di kubunya.Lisa masih merasa tidak percaya. "Kalian keluar dulu, biarkan aku menenangkan diri!"Diana merasa sangat panik, dia lanjut berkata, "Kita harus memikirkan solusi, apa gunanya menenangkan diri, semuanya sudah ketahuan ... kalau nggak kamu balas mereka saja, bilang mereka berkata yang nggak-nggak, tuntut mereka, gunakan jalur hukum untuk menekan mereka agar bisa mengulur waktu ...."Setelah mendengar ini Lisa segera berkata, "Siti, usir dia dari sini, aku perlu menenangkan diri dulu!
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak