Thasia menampar wajah Jeremy.Jeremy tidak menghindari, dia menerima tamparan itu.Di wajahnya terdapat bekas tamparan berwarna merah.Wajah Jeremy terdorong ke samping, lalu dia menoleh, menatap Thasia dengan dingin.Thasia juga merasa terkejut, dia menatap tangannya, dia menampar pria itu dengan kuat tadi, tangannya bahkan terasa sakit.Thasia sendiri juga terkejut dirinya bisa bereaksi seperti ini.Selama tujuh tahun mereka berhubungan, meski mereka pernah bertengkar, Thasia tidak pernah menamparnya.Jangankan Thasia, Jeremy dari kecil sampai sekarang mungkin tidak pernah ditampar."Thasia ..." kata Jeremy dengan nada mengerikan.Thasia menarik kembali tangannya yang kesemutan, lalu menjelaskan, "Aku nggak sengaja ... kalau kamu tadi nggak macam-macam, aku juga nggak akan menamparmu!"Jeremy merasa sangat marah, Thasia sekarang sudah berani meninggalkannya, juga berani memukulnya, tangan Jeremy yang terkepal sampai mengeluarkan bunyi.Melihatnya begitu marah Thasia merasa sangat tak
Thasia bahkan tega memberinya obat.Sedangkan Jeremy hanya memiliki satu permintaan, yaitu menggugurkan anak itu, tapi Thasia tidak bersedia!Thasia ingin melahirkan anaknya dengan pria lain.Beraninya dia!Beraninya Thasia berkata seperti ini padanya!Jeremy pada akhirnya melepas tangan Thasia, dia tidak memaksanya lagi, tapi tatapannya tetap dingin, terlihat jelas dia sangat kecewa pada Thasia. "Thasia, kamu pasti akan menyesal!"Kata-katanya terdengar tegas.Setelahnya Jeremy tidak memedulikan tatapan kecewa Thasia.Mata Thasia yang berkaca-kaca mengeluarkan air mata, dia merasa tertekan, tapi tidak ingin terlihat lemah di depan Jeremy.Jeremy pada akhirnya berjalan pergi dengan cepat tanpa menoleh lagi, pria itu menghilang dari tatapan Thasia.Thasia dengan perlahan menjongkok, melihat tangannya yang memerah, dia memegangnya dengan erat. Matanya menatap ke bawah, terlihat sangat menyedihkan.Thasia merasa sendirian.Namun, perasaan sendirian ini bukan perasaan yang dia miliki dari
Setelah terdiam beberapa detik, Thasia menoleh pada Dhita. "Kamu menyuruhku mewawancarai CEO-nya PT Okson?"Dhita menarik kedua tangannya, dia berdiri sambil berkata, "Benar, apakah ada masalah? Bukan sembarangan orang yang bisa mewawancarai Jeremy, kamu orang yang paling cocok."Thasia menutup dokumen itu, lalu berkata lagi, "Di CV-ku sudah tertulis bahwa aku bekas pegawai PT Okson, kalau begini bukannya kamu menyuruhku kembali ke sana?"Thasia bekerja di stasiun TV ini bisa dibilang dia sudah berpisah dengan PT Okson.Dirinya bahkan bertengkar dengan Jeremy, kalau Thasia kembali lagi, bukankah akan sangat memalukan?Hal ini sama saja dengan dia mengakui perkataan Jeremy bahwa dirinya akan menyesal.Dhita tidak berpikir begitu, dia tidak tahu masalah antara mereka, jadi dia berkata, "Justru karena kamu pegawai dari PT Okson, jadi kamu sedikit memahami tentang mereka, tugas ini paling cocok diserahkan padamu."Thasia meletakkan dokumen itu ke meja. "Bu Dhita, maaf, aku menolak tugas in
Thasia baru bekerja di sini selama beberapa hari, dia saja belum ingat semua nama rekan kerjanya, jadi dia belum pernah berbicara dengan semua orang.Contohnya Diana, dia belum pernah berbicara dengan wanita ini."Ya." Thasia mengambil dokumen itu.Diana malah terlihat tidak senang. "Kenapa Bu Dhita menyerahkan tugas seperti ini padamu? Kamu baru saja bekerja di sini, kenapa dia merasa kamu bisa melakukannya?"Thasia merasa perkataan Diana terdengar sedikit menyindir. "Aku juga merasa sepertinya aku nggak mampu." Thasia sudah sering melihat kejadian seperti ini, mungkin tugas ini sangat diinginkan oleh orang-orang, jadi Thasia menatap Diana. "Kamu mau melakukannya?"Diana tidak menjawabnya.Dia hanya mendengus, seakan-akan berbicara dengan Thasia akan menurunkan martabatnya, wanita itu segera berbalik dan berjalan masuk ke kantor Dhita.Thasia tidak peduli pada sikap sombongnya Diana, jika wanita itu mau mengambil tugas ini dan Dhita setuju, maka akan sangat bagus.Meskipun persaingan
"Ya," jawab Thasia.Diana melihat reaksinya yang biasa saja, awalnya dia masih ingin berbicara, tapi berpikir kalau begitu dia kelihatannya sangat menghargai orang baru ini.Diana pun menoleh dengan sikap sombongnya, lalu berjalan pergi sambil membawa dokumen itu dengan sepatu hak tingginya.Veren membuat wajah meledek saat melihat sosok Diana menjauh.Melihat tindakannya itu Thasia pun bertanya, "Diana pernah melakukan apa padamu?"Veren berkata, "Banyak, nggak hanya aku, tapi masih banyak orang lagi yang menjadi korbannya. Kami hanya bisa menahan amarah kami, bagaimanapun dia memang sangat hebat!"Thasia berkata, "Walau dia sangat hebat, kalau dia berani merebut tugas orang, berarti dia juga mau berjuang melakukannya!""Nggak hanya begitu, dia akan merebutnya dengan paksa." Veren berkata lagi pada Thasia, "Dulu aku juga sempat diberi tugas, sebenarnya tugas itu cukup bagus, selama aku berhasil, aku pasti sudah nggak perlu mengetik dengan susah payah lagi. Meski belum pasti bisa berha
Diana menerima minuman itu, dia berkata sambil tersenyum, "Kali ini kalau aku berhasil gajiku pasti akan naik, lalu saat atasan ingin data kantor, begitu Bu Dhita mengumpulkannya, pasti akan terlihat bahwa hasil kerjaku yang paling bagus, maka posisi kepala editor akan menjadi milikku. Nanti aku akan menjadikan kalian sama sepertiku, aku nggak akan lupa memberi kalian imbalan!""Syukurlah, terima kasih Kak Diana!"Kedua wanita itu merasa sangat senang, mereka bisa bertahan atau tidak nanti, semua tergantung pada kenaikan pangkatnya Diana menjadi kepala editor.Diana kali ini sempat menelepon orang PT Okson beberapa kali.Alasan mereka masih sama seperti dulu.Diana sudah tidak ingin menunggu lagi, pada akhirnya juga tidak akan ada hasil.Berdasarkan pengalamannya dulu, dia hanya bisa terus berjuang demi berhasil.Setelah menempuh perjalanan empat jam, mereka pun sampai di depan gedung PT Okson.Diana sedang menyuap satpam penjaga gerbang di depan, lalu berkata lagi untuk memastikan. "K
"Aku dari Stasiun TV Bintang Kejora!"Mendengar Jeremy menjawabnya, Diana merasa senang, dia segera mendorong satpam yang menghalanginya, lalu berjalan ke hadapan Jeremy. "Ini kartu pegawaiku, kamu bisa memeriksanya, aku pernah mewawancarai banyak orang penting. Pak Jeremy, selama kamu mau diwawancarai olehku, aku yakin namamu akan menjadi lebih terkenal ...."Diana terus mengatakan pencapaiannya, bagaimana dia bisa membawa keuntungan untuk Jeremy.Jeremy malah lebih peduli pada stasiun TV tempatnya bekerja.Kalau dia tidak salah ingat Thasia bekerja di sana.Jeremy merasa bingung, Thasia memilih pekerjaan itu, berarti dia harus memulainya dari awal lagi.Thasia sudah bekerja di tempatnya selama bertahun-tahun, hingga bisa mencapai posisi saat ini, wanita itu juga banyak koneksi, dia tidak perlu sampai bekerja di stasiun TV.Sebenarnya Jeremy khawatir Thasia di sana mengalami kesulitan.Thasia saat ini sudah bukan anak muda lagi.Saat melihat ke arah Diana, Jeremy jadi teringat, apakah
"Kak Diana." Wanita satunya lagi sepertinya mendapat ide, dia berkata pada Diana, "Kamu tahu nggak orang baru di kantor itu bekas pegawainya PT Okson?"Diana menoleh. "Siapa?""Wanita yang bernama Thasia itu, aku dengar bosnya dulu adalah Pak Jeremy, mungkin saja dia bisa membantumu."Diana merasa terkejut.Dia tidak pernah tertarik pada latar belakang pegawai di kantor.Karena hal itu tidak berpengaruh pada pekerjaannya, jadi dia tidak mencari tahu akan hal ini.Apalagi dia sudah bekerja di Stasiun TV Bintang Kejora selama empat tahun, tidak ada wartawan yang lebih hebat darinya.Dia bisa mengatasi semua masalah sulit, Dhita juga mengakui kehebatannya, setelah dirinya menyelesaikan tugas kali ini, Dhita pasti akan merasa sangat senang, lalu dirinya bisa naik jabatan tanpa harus pusing.Tidak heran Dhita menyerahkan tugas sesulit ini pada Thasia.Ternyata Thasia dulu pernah bekerja di PT Okson, dirinya terlalu meremehkan wanita itu.--Keesokan harinya, begitu sampai di kantor Diana la
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak