Dalam keadaan panik, Thasia memukul punggung pihak lawan sambil berteriak dengan kencang, "Siapa kamu? Lepaskan aku, cepat lepaskan aku!"Pria itu tidak mau mendengarkannya, dia membiarkan Thasia memukul punggungnya sambil berjalan ke depan.Thasia merasa sangat panik sehingga tidak sempat berpikir lagi, dia hanya ingin kabur dari orang ini.Thasia baru tinggal di sini selama beberapa hari, dia tidak tahu di lingkungan baru ini ada penjahat atau tidak.Thasia takut dirinya terluka, jadi saat ini dia sangat ingin kabur.Namun, walau Thasia sudah sekuat tenaga memukul pria itu, orang yang menggendongnya ini tidak memukulnya balik.Seharusnya orang ini bukan penjahat.Meski Thasia berteriak dengan kencang, kelihatannya orang ini juga tidak takut, mungkinkah ....Saat Thasia menyadari sesuatu, tubuhnya tiba-tiba diturunkan ke bawah.Setelah melihat wajah orang itu dengan jelas, ekspresi Thasia langsung berubah. "Kamu ...."Saat ingin berbicara, Thasia baru sadar hubungan mereka sudah hancu
"Kalau begitu bagaimana dengan anak dalam perutmu itu?" Tatapan mata Jeremy saat ini terlihat sangat mengerikan, seperti ada api yang membara di sana.Mendengar ini pupil mata Thasia menegang, dia merasa terkejut.Pria itu tiba-tiba tahu dirinya sedang hamil, hal ini membuat Thasia merasa sangat terkejut, dia tidak tahu harus menjelaskannya dengan alasan apa.Jeremy memperhatikan ekspresi terkejut Thasia, dia langsung tahu bahwa semua ini ternyata benar, dia pun tersenyum sinis. "Kenapa diam saja? Seumur hidup aku nggak pernah dikhianati orang lain, kamu adalah orang yang pertama, menurutmu aku harus menghukummu dengan menggunakan cara apa?"Thasia bisa merasakan kedua tangan pria itu yang terasa berbahaya. Pantas saja selama beberapa hari ini Jeremy tidak mencarinya, tapi malah tiba-tiba datang sekarang, ternyata Jeremy sudah tahu dirinya hamil.Thasia menatap tatapan berbahaya milik Jeremy, seakan-akan pria itu ingin menelannya. Thasia merasa takut untuk memberitahunya, jadi dia meng
Thasia menampar wajah Jeremy.Jeremy tidak menghindari, dia menerima tamparan itu.Di wajahnya terdapat bekas tamparan berwarna merah.Wajah Jeremy terdorong ke samping, lalu dia menoleh, menatap Thasia dengan dingin.Thasia juga merasa terkejut, dia menatap tangannya, dia menampar pria itu dengan kuat tadi, tangannya bahkan terasa sakit.Thasia sendiri juga terkejut dirinya bisa bereaksi seperti ini.Selama tujuh tahun mereka berhubungan, meski mereka pernah bertengkar, Thasia tidak pernah menamparnya.Jangankan Thasia, Jeremy dari kecil sampai sekarang mungkin tidak pernah ditampar."Thasia ..." kata Jeremy dengan nada mengerikan.Thasia menarik kembali tangannya yang kesemutan, lalu menjelaskan, "Aku nggak sengaja ... kalau kamu tadi nggak macam-macam, aku juga nggak akan menamparmu!"Jeremy merasa sangat marah, Thasia sekarang sudah berani meninggalkannya, juga berani memukulnya, tangan Jeremy yang terkepal sampai mengeluarkan bunyi.Melihatnya begitu marah Thasia merasa sangat tak
Thasia bahkan tega memberinya obat.Sedangkan Jeremy hanya memiliki satu permintaan, yaitu menggugurkan anak itu, tapi Thasia tidak bersedia!Thasia ingin melahirkan anaknya dengan pria lain.Beraninya dia!Beraninya Thasia berkata seperti ini padanya!Jeremy pada akhirnya melepas tangan Thasia, dia tidak memaksanya lagi, tapi tatapannya tetap dingin, terlihat jelas dia sangat kecewa pada Thasia. "Thasia, kamu pasti akan menyesal!"Kata-katanya terdengar tegas.Setelahnya Jeremy tidak memedulikan tatapan kecewa Thasia.Mata Thasia yang berkaca-kaca mengeluarkan air mata, dia merasa tertekan, tapi tidak ingin terlihat lemah di depan Jeremy.Jeremy pada akhirnya berjalan pergi dengan cepat tanpa menoleh lagi, pria itu menghilang dari tatapan Thasia.Thasia dengan perlahan menjongkok, melihat tangannya yang memerah, dia memegangnya dengan erat. Matanya menatap ke bawah, terlihat sangat menyedihkan.Thasia merasa sendirian.Namun, perasaan sendirian ini bukan perasaan yang dia miliki dari
Setelah terdiam beberapa detik, Thasia menoleh pada Dhita. "Kamu menyuruhku mewawancarai CEO-nya PT Okson?"Dhita menarik kedua tangannya, dia berdiri sambil berkata, "Benar, apakah ada masalah? Bukan sembarangan orang yang bisa mewawancarai Jeremy, kamu orang yang paling cocok."Thasia menutup dokumen itu, lalu berkata lagi, "Di CV-ku sudah tertulis bahwa aku bekas pegawai PT Okson, kalau begini bukannya kamu menyuruhku kembali ke sana?"Thasia bekerja di stasiun TV ini bisa dibilang dia sudah berpisah dengan PT Okson.Dirinya bahkan bertengkar dengan Jeremy, kalau Thasia kembali lagi, bukankah akan sangat memalukan?Hal ini sama saja dengan dia mengakui perkataan Jeremy bahwa dirinya akan menyesal.Dhita tidak berpikir begitu, dia tidak tahu masalah antara mereka, jadi dia berkata, "Justru karena kamu pegawai dari PT Okson, jadi kamu sedikit memahami tentang mereka, tugas ini paling cocok diserahkan padamu."Thasia meletakkan dokumen itu ke meja. "Bu Dhita, maaf, aku menolak tugas in
Thasia baru bekerja di sini selama beberapa hari, dia saja belum ingat semua nama rekan kerjanya, jadi dia belum pernah berbicara dengan semua orang.Contohnya Diana, dia belum pernah berbicara dengan wanita ini."Ya." Thasia mengambil dokumen itu.Diana malah terlihat tidak senang. "Kenapa Bu Dhita menyerahkan tugas seperti ini padamu? Kamu baru saja bekerja di sini, kenapa dia merasa kamu bisa melakukannya?"Thasia merasa perkataan Diana terdengar sedikit menyindir. "Aku juga merasa sepertinya aku nggak mampu." Thasia sudah sering melihat kejadian seperti ini, mungkin tugas ini sangat diinginkan oleh orang-orang, jadi Thasia menatap Diana. "Kamu mau melakukannya?"Diana tidak menjawabnya.Dia hanya mendengus, seakan-akan berbicara dengan Thasia akan menurunkan martabatnya, wanita itu segera berbalik dan berjalan masuk ke kantor Dhita.Thasia tidak peduli pada sikap sombongnya Diana, jika wanita itu mau mengambil tugas ini dan Dhita setuju, maka akan sangat bagus.Meskipun persaingan
"Ya," jawab Thasia.Diana melihat reaksinya yang biasa saja, awalnya dia masih ingin berbicara, tapi berpikir kalau begitu dia kelihatannya sangat menghargai orang baru ini.Diana pun menoleh dengan sikap sombongnya, lalu berjalan pergi sambil membawa dokumen itu dengan sepatu hak tingginya.Veren membuat wajah meledek saat melihat sosok Diana menjauh.Melihat tindakannya itu Thasia pun bertanya, "Diana pernah melakukan apa padamu?"Veren berkata, "Banyak, nggak hanya aku, tapi masih banyak orang lagi yang menjadi korbannya. Kami hanya bisa menahan amarah kami, bagaimanapun dia memang sangat hebat!"Thasia berkata, "Walau dia sangat hebat, kalau dia berani merebut tugas orang, berarti dia juga mau berjuang melakukannya!""Nggak hanya begitu, dia akan merebutnya dengan paksa." Veren berkata lagi pada Thasia, "Dulu aku juga sempat diberi tugas, sebenarnya tugas itu cukup bagus, selama aku berhasil, aku pasti sudah nggak perlu mengetik dengan susah payah lagi. Meski belum pasti bisa berha
Diana menerima minuman itu, dia berkata sambil tersenyum, "Kali ini kalau aku berhasil gajiku pasti akan naik, lalu saat atasan ingin data kantor, begitu Bu Dhita mengumpulkannya, pasti akan terlihat bahwa hasil kerjaku yang paling bagus, maka posisi kepala editor akan menjadi milikku. Nanti aku akan menjadikan kalian sama sepertiku, aku nggak akan lupa memberi kalian imbalan!""Syukurlah, terima kasih Kak Diana!"Kedua wanita itu merasa sangat senang, mereka bisa bertahan atau tidak nanti, semua tergantung pada kenaikan pangkatnya Diana menjadi kepala editor.Diana kali ini sempat menelepon orang PT Okson beberapa kali.Alasan mereka masih sama seperti dulu.Diana sudah tidak ingin menunggu lagi, pada akhirnya juga tidak akan ada hasil.Berdasarkan pengalamannya dulu, dia hanya bisa terus berjuang demi berhasil.Setelah menempuh perjalanan empat jam, mereka pun sampai di depan gedung PT Okson.Diana sedang menyuap satpam penjaga gerbang di depan, lalu berkata lagi untuk memastikan. "K