Mendengar perkataan Thasia ini, mata Sabrina pun memerah, dia tidak pernah merasa sekasihan ini pada Thasia.Thasia harus mengalami semua ini sendirian, suaminya juga tidak peduli. Jika Sabrina jadi Thasia, dia sudah pasti tidak akan kuat.Dosa apa Thasia sehingga bisa mendapatkan pernikahan ini?Sabrina memeluknya, dengan sedih menepuk punggung Thasia. "Ada aku, semuanya akan baik-baik saja."Thasia bersandar di pelukan Sabrina, dia merasa sangat senang.Untung dia tidak benar-benar sendirian.Dia masih memiliki banyak orang.Hanya saja dia tidak memiliki Jeremy lagi.Selesai infus Thasia baru keluar dari rumah sakit.Dokter hanya berpesan dirinya tidak boleh terlalu lelah, juga jangan melakukan aktivitas berlebihan, maka tidak akan ada masalah.Sabrina menemaninya."Kamu mau ... pulang?" tanya Sabrina.Thasia berpikir sebentar, dia merasa harus bersiap-siap. "Pulang saja."Sabrina membantunya naik ke mobil, lalu dia mengemudi sambil berkata, "Baiklah, kalau begitu kamu harus sering m
"Pak Jeremy, kami masih belum menemukan Nona Thasia, hari ini angin sangat kencang, ombaknya juga besar, mungkin dia sudah dibawa pergi oleh ombak, kalau begitu harapannya akan sangat kecil."Setelah mendengar kabari ini, Jeremy merasa tidak tahan lagi, dia merasa seperti ada sebuah pisau yang menusuk hatinya.Dia meraih orang yang berbicara itu, lalu bertanya dengan dingin, "Kamu bilang apa? Nggak mungkin Thasia meninggal!"Orang itu berusaha untuk menenangkannya. "Pak Jeremy, aku tahu kamu merasa sangat cemas, tapi kamu harus tetap tenang, sebenarnya Nona Thasia nggak ditemukan juga merupakan hal baik, mungkin saja dia telah diselamatkan oleh orang lain. Kita hanya bisa berharap seperti itu, kita semua nggak mau terjadi sesuatu pada Nona Thasia.""Benar, dia mungkin telah diselamatkan oleh orang lain."Jeremy tidak berani memikirkan kemungkinan terburuk, dia tidak pernah berpikir Thasia akan meninggalkan dirinya dengan cara seperti ini.Thasia tidak mungkin sudah meninggal."Hari ini
Suami istri itu sedang merasa panik.Yuri menatap wajah putrinya yang pucat dan sedang berbaring di ranjang dengan kondisi pingsan, dia langsung menangis, lalu terjatuh ke lantai. "Putriku, kenapa bisa seperti ini? Putriku yang malang, kalau tahu begini aku nggak akan kasih kamu ke sini, lihatlah kamu malah mengalami kesulitan seperti ini."Anton membantu Yuri untuk berdiri. "Putri kita akan baik-baik saja, jangan sedih. Kita harus membalas orang yang telah menyiksanya, kalau kamu menangis sampai sakit, bagaimana bisa kamu membela putri kita?"Setelah mendengar ucapan Anton, Yuri sudah tidak terlalu menangis lagi, dia berkata dengan tegas, "Putriku bisa jatuh ke laut pasti karena didorong seseorang."Di luar bangsal ada orang-orang PT Sintrom, juga ada Rina.Rina yang menyadari Sisilia jatuh ke laut.Rina awalnya ingin mencari Thasia, dia tahu Sisilia tadi berjalan mengikuti Thasia, dia takut terjadi sesuatu, jadi dia pergi mencari mereka.Pada akhirnya kedua wanita itu tidak ketemu.R
Rina belum pernah bertemu orang tua yang tidak masuk akal seperti ini.Tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, langsung memutuskan bahwa Thasia mencelakai Sisilia. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Thasia, maka orang tuanya harus meminta keadilan pada siapa?Begitu memikirkan hal ini, Rina merasa sedih.Rina merupakan pegawai yang dididik oleh Thasia, dia tahu Thasia sangat baik, tidak mungkin wanita itu mendorong Sisilia.Sedangkan Sisilia adalah orang yang sangat licik, tanpa bukti Rina juga yakin ini semua kerjaannya Sisilia.Bisa dibilang Sisilia jatuh ke dalam laut merupakan balasan karena Sisilia berpikir untuk mencelakai Thasia. Rasakan itu!"Memangnya kamu berhak berbicara di sini?" Anton melihat Rina masih melawan, dia berkata dengan nada dingin, "Pegawai PT Okson sungguh kurang ajar, seorang sekretaris saja berani menentang perkataanku!"Jeremy menatap Anton dengan tatapan tajam, tangannya yang berada di dalam saku berusaha untuk menahan emosinya, lalu dia
Tidak jauh dari sana, Thasia menatap sosok Jeremy sambil memanggilnya.Di sebelah Thasia ada SabrinaSabrina tidak tenang membiarkan Thasia pergi sendirian, jadi dia ikut ke sini, tapi pada akhirnya mereka malah melihat kejadian seperti ini di rumah sakit.Jeremy mendengar suaranya, tanpa sadar dia tertegun, lalu menoleh. Dia melihat Thasia berdiri di depannya tanpa terluka sedikit pun.Seketika Jeremy merasa sangat senang.Orang yang hampir saja hilang akhirnya kembali lagi ke sisinya, Jeremy tidak pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya.Jeremy segera berlari ke arah Thasia dan memeluknya.Thasia tidak menyangka Jeremy akan bereaksi seperti ini, wanita itu bahkan bingung harus meletakkan kedua tangannya di mana.Thasia merasa pria ini memeluknya dengan sangat erat, hampir saja membuatnya tidak bisa bernapas.Jeremy saat ini baru sadar dirinya sangat takut kehilangan Thasia.Jeremy tidak ingin kehilangan Thasia lagi!Jeremy akan membuat Thasia selalu berada di sisinya, selalu
"Kamu nggak dengar perkataan Thasia? Dia juga jatuh ke dalam laut, kenapa seakan-akan putrimu yang jadi korban? Thasia adalah korban, putrimu itu orang jahat, dia harus dituntut!" jawab Sabrina setelah mendengar perkataan Yuri yang tidak masuk akal itu.Yuri berkata lagi, "Putriku mana mungkin mencelakai orang, sekarang siapa yang masih berbaring nggak sadarkan diri di ranjang? Thasia jelas-jelas terlihat baik-baik saja, berarti dia yang mencelakai putriku, aku nggak percaya kalau putriku jatuh ke laut karena nggak sengaja! Mungkin demi menutupi kesalahannya ini, Thasia juga sengaja ikut-ikutan jatuh ke laut!"Yuri yakin bahwa Thasia pasti merasa iri pada putrinya, jadi dia mendorong Sisilia ke laut.Lagi pula, tidak ada saksi mata, jadi bisa saja Thasia berbohong."Susah sekali berbicara denganmu, kita lapor polisi saja, suruh mereka yang menyelidiki hal ini!" kata Sabrina."Oke, selidiki saja, aku ingin lihat dia bisa berpura-pura sampai kapan!" kata Yuri dengan galak.Thasia menatap
Setelah mengatakannya Sisilia menangis, dia menarik tangan Yuri, terlihat sangat takut pada Thasia.Seketika Yuri memeluk Sisilia seperti sedang melindunginya, lalu menoleh pada Thasia dengan tatapan penuh kebencian. "Kamu mau bilang apa lagi? Putriku sudah berkata seperti ini, kamu yang mencelakainya. Dasar wanita jahat, kamu pasti melihat putriku terlalu hebat, jadi kamu iri padanya!"Anton saat ini terlihat sangat sombong dan percaya diri, dia menatap Jeremy sambil berkata dengan sinis, "Putriku sudah siuman, wanita itu nggak akan bisa lari lagi, kamu membiarkan wanita busuk seperti itu tetap di sisimu, bukankah sama saja dengan cari masalah untuk diri sendiri?"Kebetulan polisi juga sudah sampai di sini.Yuri, yang melihat polisi seperti melihat penyelamatnya, dia segera menarik baju polisi itu. "Pak Polisi, akhirnya kalian datang juga, dia telah mencelakai putriku, cepat masukkan dia ke penjara, jangan sampai dia mencelakai orang lain!"Polisi merasa bingung melihat kondisi ini, d
Anton segera berkata setelah mendengar permintaan putrinya, "Pak Polisi, kita bicara di luar saja. Nona Thasia, silakan kamu keluar, kami di sini nggak menyambutmu!"Thasia melirik Sisilia, gadis itu sedang berpura-pura, dia tidak terlihat segalak saat di dermaga.Thasia tahu Sisilia sengaja terlihat lemah dan menyedihkan, membuat semua orang berpikir bahwa dia adalah korban, Thasia tersenyum sinis. "Kamu takut padaku atau takut tindakanmu ketahuan? Kamu takut aku akan membongkar perbuatanmu, kamu kira dengan berbaring di ranjang dan berpura-pura menjadi korban, aku nggak akan bisa mengungkapkan semua tindakanmu?!"Sisilia merasa sedikit beruntung, bagaimanapun tidak ada bukti dalam kejadian ini, kondisinya juga lebih parah daripada Thasia, jadi dia bisa berpura-pura menjadi korban.Namun, Sisilia takut jika dirinya terlalu banyak bicara, dia akan ketahuan.Bagaimanapun dia juga baru pertama kali bertindak seperti ini.Dia ingin masalah ini segera lewat, kalau bisa Thasia dipenjara, di
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak