Mobil dengan cepat meninggalkan depan gedung.Thasia melihat bayangan mobil yang pergi, tanpa sadar dia mengepalkan tangannya."Ternyata wanita itu nggak berbohong. Dia benar-benar ada hubungannya dengan Pak Jeremy.""Kita tadi berusaha mengusirnya, ternyata mereka memiliki hubungan yang dekat. Kalau Pak Jeremy menyalahkan kita, maka habis kita."Mendengar ini, Thasia merasa sedikit tertekan. Dia sudah biasa melihat Jeremy bersikap kejam terhadap wanita, juga bersikap peduli pada wanita.Hal ini tergantung apakah Jeremy suka atau tidak.Jeremy menyukai Lisa, sehingga rela membawanya ke rumah sakit hanya karena luka kecil.Jeremy juga khawatir pada Ella, sehingga mengantarnya ke rumah sakit dengan panik.Orang resepsionis juga merasa sedikit panik, dia takut karena telah melarang Ella masuk, sehingga menimbulkan kecelakaan tadi. Melihat Thasia berdiri diam, dia berkata, "Kak Thasia, kalau Pak Jeremy minta tanggung jawab nanti, tolong bantu bela aku, ya."Thasia kembali sadar, dia menena
Pak Victor cukup bersimpati terhadap kehidupan orang-orang itu.Setelah mengalami begitu banyak peperangan, dia tahu betapa sulitnya kehidupan saat itu.Ketika negara menjadi kuat, maka mereka tidak akan ditindas, sehingga mereka harus melindungi tanah air yang telah diperoleh dengan susah payah.Thasia belum pernah mengalami kekejaman pada masa itu, dia tahu bahwa masa paling mulia Pak Victor adalah ketika dia masih muda. Seiring bertambahnya usia, pria itu masih ingin berbuat lebih banyak lagi untuk negara.Pak Victor bercerita panjang lebar hingga matanya memerah.Thasia mendengarkan dengan saksama, dia bisa melihat bekas luka peluru di kakinya, dia pun menyadari kesulitan pria tua ini dulu."Pak Victor, sekarang negaranya sudah kuat, juga banyak orang berbakat, seharusnya nggak akan ada perang lagi." Thasia menghiburnya.Pak Victor berkata, "Jangan terlalu sombong."Tiba-tiba dia teringat sesuatu, lalu berkata sambil tersenyum, "Tapi memang benar sekarang banyak orang berbakat. Jer
Pak Victor mengingatkan Thasia.Thasia harus menjaga suaminya dengan baik, jangan biarkan orang lain merebutnya.Thasia tidak ingin Pak Victor mengkhawatirkan hubungannya dengan Jeremy, padahal pria tua itu sendiri sedang sakit. Dia pun tersenyum dan berkata, "Aku tahu, Jeremy sudah memberitahuku. Pak Victor, di luar anginnya sudah kencang, kita masuk dulu saja.""Oke." Pak Victor tahu batasan, jadi dia tidak berkata apa-apa lagi.Thasia mengantar Pak Victor ke bangsal dan mengucapkan selamat tinggal padanya. Thasia ragu apakah dirinya harus pergi ke bagian persalinan.Namun, Ella segera meneleponnya. "Nona Thasia, bagaimana kalau kamu ke rumah sakit sekarang? Ada yang ingin aku sampaikan padamu."Thasia akhirnya pergi.Tony sedang berjaga di pintu saat melihat Thasia datang, ekspresinya seketika terlihat bingung.Sepertinya pria itu takut melihat kedatangan Thasia."Bu Thasia, kenapa kamu bisa ada di sini?" Tony memaksakan sebuah senyuman.Thasia dengan tenang bertanya, "Apa yang terj
Tony melirik Thasia.Thasia berkata, "Kamu keluarlah."Tony segera keluar dan menutup pintu.Ella mengangkat selimutnya, duduk di tepi ranjang, lalu membelai perutnya dengan penuh kasih sayang."Nona Thasia, aku tahu Pak Jeremy mencintai seseorang."Thasia mengepalkan tangannya.Ella menunduk dan berbicara dengan perlahan, "Perhatian Pak Jeremy terhadapku juga karena orang itu, karena aku mirip dengannya sehingga Pak Jeremy tertarik padaku. Walau begitu aku tetap merasa puas, aku nggak mengharapkan hal lain, selama aku bisa mengandung anak Pak Jeremy, aku sudah bersyukur."Setelah itu, Ella memandang Thasia dan berkata, "Nona Thasia, kamu juga tahu bukan siapa orangnya? Yaitu Lisa."Wajah Thasia menjadi pucat, wanita ini bahkan mengetahui hal itu."Jeremy yang memberitahumu bahwa orang yang dia sukai adalah Lisa, lalu dia menganggapmu sebagai penggantinya?" tanya Thasia.Ella tidak peduli. "Aku nggak keberatan menjadi penggantinya atau nggak. Aku terlahir dari keluarga biasa saja, mend
"Apa?" Wajah Ella seketika terlihat tegang, dia tidak memercayainya. "Nggak mungkin. Mami, waktunya sama dengan saat Pak Jeremy di hotel itu, aku juga masih punya gambaran. Bagaimana mungkin bukan Pak Jeremy? Mungkin kamu yang salah.""Semua itu hanya kebetulan!" Orang di telepon berkata, "Ketika aku tahu mereka sedang mencari orang, aku pikir kamu sungguh beruntung bisa mendapat pria seperti itu. Tapi ternyata nomor kamarnya salah, pria itu bukanlah Pak Jeremy, tapi seorang pria berusia empat atau lima puluhan."Sekarang wajah Ella menjadi pucat, dia melihat perutnya lagi dan menjadi panik. "Bagaimana bisa aku hamil anak seorang pria berusia empat atau lima puluhan!"Kenyataannya berbeda sekali.Ternyata selama ini dia terlalu cepat merasa senang.Jika dia tidak diberi harapan sebesar itu, dia tidak akan begitu berharap.Ketika Ella tahu pria malam itu adalah Jeremy, dia merasa keputusannya malam itu sudah benar.Dalam satu malam dia bisa mendapatkan pria tampan yang kaya.Namun, keny
Kata-kata Jeremy membuat Tony tertegun sejenak.Bukankah Ella sedang hamil. Ella adalah wanita malam itu, jadi anak itu sudah pasti miliknya."Ayo pergi," kata Jeremy dengan tiba-tiba."Oke." Tony hendak menyalakan mobil.Jeremy mengerutkan kening. "Aku bilang turun dari mobil!""Pak Jeremy, kamu ada janji, mereka sudah menunggu. Lagi pula, di sini terlalu ramai!" Tony melihat begitu banyak orang di sini, pasti mereka akan desak-desakan.Tidak masalah jika Thasia ke tempat seperti ini, tapi bagaimana bisa Jeremy juga mau turun, apalagi tidak ada satpam. Menurut kebiasaan hidup Jeremy, pria itu tidak akan suka berjalan di tempat seperti ini.Jeremy menatap Tony dan berkata dengan tenang, "Bukannya kamu suka tempat seperti ini?""Hah?" Tony merasa bingung. Sejak kapan dirinya suka ke tempat seperti ini.Namun, melihat tatapan tajam Jeremy, dia pun hanya bisa mengangguk. "Benar, aku suka tempat seperti ini.""Hmm, turun dari mobil!" Jeremy mengalihkan pandangannya dan melihat ke luar.Jer
Untungnya bos kios sudah siap-siap menghindar duluan sebelum kena tembakan."Tony, apakah kena?" tanya Jeremy dengan tidak fokus."..." Tony menatap wajah bos yang pucat itu. "Hampir!"Jason, yang dipeluk oleh Thasia merasa baru pertama kalinya dia melihat wanita ini begitu senang. Pria itu tertegun sejenak, sedikit tersenyum, lalu berkata dengan lembut, "Sekarang sudah nggak cemas?""Sudah nggak, aku sangat senang." Thasia tersenyum.Bos kios juga menghela napas lega dan berkata sambil tersenyum, "Nak, kamu hebat juga. Barisan terakhir itu sulit untuk didapatkan!"Dia segera mengambil boneka Doraemon dan menyerahkannya kepada Thasia.Thasia segera menggendongnya, dia merasa lega, seolah-olah dia akhirnya mendapatkan sesuatu miliknya."Bulatanku masih banyak, jadi bagaimana?" kata Jason.Thasia berkata, "Lempar saja, kali ini terserah mau dapat apa.""Oke." Jason menurutinya. Pria itu masih melemparnya dengan akurat ke beberapa barang, kali ini dia bermain hanya untuk bersenang-senang
Tony berkeringat dingin. Jeremy itu sumber penghasilannya, bagaimana mungkin dia mengabaikannya.Melihat ekspresi Jeremy yang tidak terlalu senang, dia menambahkan, "Pak Jeremy, jangan marah. Bu Thasia masih ingin bermain. Bagaimana kalau kita bermain bersama?"Jeremy berkata dengan tidak senang, "Siapa yang mau bersamanya?"Ketika Thasia mendengar ini, dia juga tidak memaksanya dan berkata kepada Jason, "Ada banyak permainan di depan sana, ayo kita lihat.""Oke." Jason memandang Jeremy lagi. "Pak Jeremy, kami pergi dulu."Keduanya terus berjalan ke depan.Jeremy melihat punggung mereka dengan wajah muram, lalu berkata dengan tidak senang, "Tony, kamu mau bersama mereka?""Mau, mau!"Tony segera berteriak, "Bu Thasia, aku ingin pergi bersama kalian."Setelah itu Jeremy juga mengikuti mereka.Jeremy memandang boneka Doraemon yang sedang digendong Thasia. "Mainan saja sudah bisa membuatnya senang."Thasia tampak sangat bersemangat sekarang, seolah-olah telah mendapatkan harta karun di du
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak