Semakin Thasia mendengarnya, semakin dia merasa tidak masuk akal. "Kamu yang terlalu berlebihan, aku nggak berbohong."Ella menatap mata Thasia dan bertanya, "Coba katakan bahwa kamu nggak menyukai Pak Jeremy?"Karena bilang tidak berbohong, Thasia pun terdiam mendengar kata-kata ini."Kalau kamu diam saja, berarti kamu setuju."Sebagai seorang wanita, indra keenamnya cukup tajam. Thasia pasti menyukai Jeremy.Setelah bertahun-tahun, Jeremy tidak jatuh cinta pada wanita ini, hal itu berarti mereka tidak mungkin bersama.Namun, Thasia tidak mengizinkan wanita lain menyukai Pak Jeremy.Tidak heran Jeremy tidak pernah terjerat gosip, karena di balik hal itu pasti ada campur tangan Thasia."Nona Thasia, kita bisa bersaing secara adil, aku akan terima jika aku kalah." Ella berkata dengan baik-baik, "Kalau Pak Jeremy nggak menyukaiku, maka aku akan berhenti mengganggunya lagi."Thasia hanya menganggapnya konyol. "Kamu kira aku berpikir kamu ini lawanku?"Ella berkata, "Aku tahu kamu telah me
Mobil dengan cepat meninggalkan depan gedung.Thasia melihat bayangan mobil yang pergi, tanpa sadar dia mengepalkan tangannya."Ternyata wanita itu nggak berbohong. Dia benar-benar ada hubungannya dengan Pak Jeremy.""Kita tadi berusaha mengusirnya, ternyata mereka memiliki hubungan yang dekat. Kalau Pak Jeremy menyalahkan kita, maka habis kita."Mendengar ini, Thasia merasa sedikit tertekan. Dia sudah biasa melihat Jeremy bersikap kejam terhadap wanita, juga bersikap peduli pada wanita.Hal ini tergantung apakah Jeremy suka atau tidak.Jeremy menyukai Lisa, sehingga rela membawanya ke rumah sakit hanya karena luka kecil.Jeremy juga khawatir pada Ella, sehingga mengantarnya ke rumah sakit dengan panik.Orang resepsionis juga merasa sedikit panik, dia takut karena telah melarang Ella masuk, sehingga menimbulkan kecelakaan tadi. Melihat Thasia berdiri diam, dia berkata, "Kak Thasia, kalau Pak Jeremy minta tanggung jawab nanti, tolong bantu bela aku, ya."Thasia kembali sadar, dia menena
Pak Victor cukup bersimpati terhadap kehidupan orang-orang itu.Setelah mengalami begitu banyak peperangan, dia tahu betapa sulitnya kehidupan saat itu.Ketika negara menjadi kuat, maka mereka tidak akan ditindas, sehingga mereka harus melindungi tanah air yang telah diperoleh dengan susah payah.Thasia belum pernah mengalami kekejaman pada masa itu, dia tahu bahwa masa paling mulia Pak Victor adalah ketika dia masih muda. Seiring bertambahnya usia, pria itu masih ingin berbuat lebih banyak lagi untuk negara.Pak Victor bercerita panjang lebar hingga matanya memerah.Thasia mendengarkan dengan saksama, dia bisa melihat bekas luka peluru di kakinya, dia pun menyadari kesulitan pria tua ini dulu."Pak Victor, sekarang negaranya sudah kuat, juga banyak orang berbakat, seharusnya nggak akan ada perang lagi." Thasia menghiburnya.Pak Victor berkata, "Jangan terlalu sombong."Tiba-tiba dia teringat sesuatu, lalu berkata sambil tersenyum, "Tapi memang benar sekarang banyak orang berbakat. Jer
Pak Victor mengingatkan Thasia.Thasia harus menjaga suaminya dengan baik, jangan biarkan orang lain merebutnya.Thasia tidak ingin Pak Victor mengkhawatirkan hubungannya dengan Jeremy, padahal pria tua itu sendiri sedang sakit. Dia pun tersenyum dan berkata, "Aku tahu, Jeremy sudah memberitahuku. Pak Victor, di luar anginnya sudah kencang, kita masuk dulu saja.""Oke." Pak Victor tahu batasan, jadi dia tidak berkata apa-apa lagi.Thasia mengantar Pak Victor ke bangsal dan mengucapkan selamat tinggal padanya. Thasia ragu apakah dirinya harus pergi ke bagian persalinan.Namun, Ella segera meneleponnya. "Nona Thasia, bagaimana kalau kamu ke rumah sakit sekarang? Ada yang ingin aku sampaikan padamu."Thasia akhirnya pergi.Tony sedang berjaga di pintu saat melihat Thasia datang, ekspresinya seketika terlihat bingung.Sepertinya pria itu takut melihat kedatangan Thasia."Bu Thasia, kenapa kamu bisa ada di sini?" Tony memaksakan sebuah senyuman.Thasia dengan tenang bertanya, "Apa yang terj
Tony melirik Thasia.Thasia berkata, "Kamu keluarlah."Tony segera keluar dan menutup pintu.Ella mengangkat selimutnya, duduk di tepi ranjang, lalu membelai perutnya dengan penuh kasih sayang."Nona Thasia, aku tahu Pak Jeremy mencintai seseorang."Thasia mengepalkan tangannya.Ella menunduk dan berbicara dengan perlahan, "Perhatian Pak Jeremy terhadapku juga karena orang itu, karena aku mirip dengannya sehingga Pak Jeremy tertarik padaku. Walau begitu aku tetap merasa puas, aku nggak mengharapkan hal lain, selama aku bisa mengandung anak Pak Jeremy, aku sudah bersyukur."Setelah itu, Ella memandang Thasia dan berkata, "Nona Thasia, kamu juga tahu bukan siapa orangnya? Yaitu Lisa."Wajah Thasia menjadi pucat, wanita ini bahkan mengetahui hal itu."Jeremy yang memberitahumu bahwa orang yang dia sukai adalah Lisa, lalu dia menganggapmu sebagai penggantinya?" tanya Thasia.Ella tidak peduli. "Aku nggak keberatan menjadi penggantinya atau nggak. Aku terlahir dari keluarga biasa saja, mend
"Apa?" Wajah Ella seketika terlihat tegang, dia tidak memercayainya. "Nggak mungkin. Mami, waktunya sama dengan saat Pak Jeremy di hotel itu, aku juga masih punya gambaran. Bagaimana mungkin bukan Pak Jeremy? Mungkin kamu yang salah.""Semua itu hanya kebetulan!" Orang di telepon berkata, "Ketika aku tahu mereka sedang mencari orang, aku pikir kamu sungguh beruntung bisa mendapat pria seperti itu. Tapi ternyata nomor kamarnya salah, pria itu bukanlah Pak Jeremy, tapi seorang pria berusia empat atau lima puluhan."Sekarang wajah Ella menjadi pucat, dia melihat perutnya lagi dan menjadi panik. "Bagaimana bisa aku hamil anak seorang pria berusia empat atau lima puluhan!"Kenyataannya berbeda sekali.Ternyata selama ini dia terlalu cepat merasa senang.Jika dia tidak diberi harapan sebesar itu, dia tidak akan begitu berharap.Ketika Ella tahu pria malam itu adalah Jeremy, dia merasa keputusannya malam itu sudah benar.Dalam satu malam dia bisa mendapatkan pria tampan yang kaya.Namun, keny
Kata-kata Jeremy membuat Tony tertegun sejenak.Bukankah Ella sedang hamil. Ella adalah wanita malam itu, jadi anak itu sudah pasti miliknya."Ayo pergi," kata Jeremy dengan tiba-tiba."Oke." Tony hendak menyalakan mobil.Jeremy mengerutkan kening. "Aku bilang turun dari mobil!""Pak Jeremy, kamu ada janji, mereka sudah menunggu. Lagi pula, di sini terlalu ramai!" Tony melihat begitu banyak orang di sini, pasti mereka akan desak-desakan.Tidak masalah jika Thasia ke tempat seperti ini, tapi bagaimana bisa Jeremy juga mau turun, apalagi tidak ada satpam. Menurut kebiasaan hidup Jeremy, pria itu tidak akan suka berjalan di tempat seperti ini.Jeremy menatap Tony dan berkata dengan tenang, "Bukannya kamu suka tempat seperti ini?""Hah?" Tony merasa bingung. Sejak kapan dirinya suka ke tempat seperti ini.Namun, melihat tatapan tajam Jeremy, dia pun hanya bisa mengangguk. "Benar, aku suka tempat seperti ini.""Hmm, turun dari mobil!" Jeremy mengalihkan pandangannya dan melihat ke luar.Jer
Untungnya bos kios sudah siap-siap menghindar duluan sebelum kena tembakan."Tony, apakah kena?" tanya Jeremy dengan tidak fokus."..." Tony menatap wajah bos yang pucat itu. "Hampir!"Jason, yang dipeluk oleh Thasia merasa baru pertama kalinya dia melihat wanita ini begitu senang. Pria itu tertegun sejenak, sedikit tersenyum, lalu berkata dengan lembut, "Sekarang sudah nggak cemas?""Sudah nggak, aku sangat senang." Thasia tersenyum.Bos kios juga menghela napas lega dan berkata sambil tersenyum, "Nak, kamu hebat juga. Barisan terakhir itu sulit untuk didapatkan!"Dia segera mengambil boneka Doraemon dan menyerahkannya kepada Thasia.Thasia segera menggendongnya, dia merasa lega, seolah-olah dia akhirnya mendapatkan sesuatu miliknya."Bulatanku masih banyak, jadi bagaimana?" kata Jason.Thasia berkata, "Lempar saja, kali ini terserah mau dapat apa.""Oke." Jason menurutinya. Pria itu masih melemparnya dengan akurat ke beberapa barang, kali ini dia bermain hanya untuk bersenang-senang