Seolah-olah pria itu tidak waspada padanya.Thasia seakan-akan tahu di punggungnya juga pasti akan ada luka.Punggungnya yang kekar juga tidak mulus, terdapat banyak bekas luka, sehingga terlihat sangat mengerikan. Membuat ciptaan yang tidak tercela itu menjadi tidak sempurna.Thasia melihat punggungnya yang lebar. Dengan kemampuannya saat ini, Jeremy bisa membimbing seluruh Keluarga Okson, tapi siapa sangka ternyata dibalik itu Jeremy juga menanggung luka yang menyakitkan.Tangan Thasia menyentuh punggungnya, membuat tubuh Jeremy menegang. Pria itu tidak menolak sentuhannya, tapi suaranya yang serak terdengar, "Sudah nggak sakit lagi."Bekas luka itu melukai hati Thasia.Thasia tetap diam, tapi tangannya terkepal erat.Pria itu tidak mau membahasnya, mungkin luka ini adalah pengalaman yang tidak ingin diingat oleh Jeremy.Termasuk bagian bersamanya.Thasia merapatkan bibirnya, dia mundur beberapa langkah, lalu menarik tangannya.Dia menyadari bahwa Jeremy masih memiliki rahasia yang t
Kata-katanya itu mengejutkan Thasia, karena dia tidak pernah membayangkan kata-kata itu akan keluar dari mulut pria ini.Ciumannya bergerak turun, dari lembut menjadi lebih kasar, juga terasa posesif, hal ini membuat Thasia merasa linglung untuk beberapa saat.Ketika Thasia merasakan kesejukan di tubuhnya, ternyata kancing bajunya sudah dibuka oleh Jeremy, rasa dingin itu membuatnya langsung sadar. Thasia melirik ke arah perutnya, dia terkejut dan dengan cepat mendorong Jeremy menjauh. "Jangan!"Jeremy awalnya sudah sangat bersemangat, tapi dia segera tersadar setelah didorong dengan kuat.Dia melihat reaksi Thasia yang cukup berlebihan, ada sedikit makna panik di mata wanita itu sambil memegang pakaiannya dengan erat. Jeremy bisa melihat tatapan penuh perlawanan dan jijik dari Thasia terhadap sentuhannya.Tatapan Jeremy yang penuh nafsu segera menghilang, wajahnya langsung berubah menjadi dingin, bibir tipisnya sedikit merapat, dia berkata dengan dingin, "Kamu menjaga tubuhmu untuk Ja
Thasia menyelesaikan makanan terakhirnya dan meletakkan garpu.Dia tahu bahwa Yasmin memang tidak menyukainya.Jeremy telah beberapa kali tidak menaati Yasmin, hal ini membuatnya semakin tidak senang pada Thasia.Thasia berdiri dan memandang Yasmin. "Ibu, sebenarnya kamu juga nggak mau aku hamil, bukan?"Thasia tiba-tiba mengatakan hal ini, membuat Yasmin tertegun sejenak, kemudian dia kembali menjadi tenang. "Untuk apa kamu membahas hal ini?"Thasia berkata, "Kamu selama ini sangat ingin Lisa menjadi menantumu, mana mungkin kamu ingin aku melahirkan anak Jeremy? Kamu juga tahu kalau Jeremy nggak akan pernah menyentuhku, jadi kamu mengataiku, memberiku sup dan obat-obatan itu hanya untuk menghinaku saja."Karena sudah ketahuan Yasmin pun tidak berpura-pura lagi, "Baguslah kalau kamu tahu, bagaimana mungkin cucu Keluarga Okson keluar dari rahimmu itu." Setelah mengatakan hal itu, Yasmin merasa sedikit bangga, dia duduk dan berkata lagi dengan sangat sombong, "Orang yang Jeremy sukai itu
Kata-kata ini membuat Jeremy menghentikan langkahnya, lalu melihat ke arah Tony. "Wanita yang mana?"Sebagai pembawa pesan, Tony sudah merasa sangat gugup.Mereka jelas-jelas pasangan suami istri, tapi kenapa hubungannya menjadi seperti ini? Sang istri ingin membantu suaminya mencari wanita satu malamnya.Sang suami menyembunyikan pernikahan mereka, tapi sepertinya diam-diam menyukai istrinya.Tony tidak mengerti.Namun, dirinya malah terjebak di tengah-tengah, seperti biskuit berlapis, dia merasa gelisah setiap hari."Itu ... wanita satu malam Pak Jeremy."Setelah Tony mengatakan hal ini, dia bisa merasakan Jeremy langsung tidak senang.Jeremy sudah merasa kesal karena Thasia menolaknya kemarin, sekarang dia malah membawa wanita itu.Thasia sudah tidak sabar ingin lepas darinya?Jika Jeremy menjauh darinya dan jatuh ke pelukan wanita lain, Thasia sepertinya baru puas!Wajah Jeremy yang terlihat tidak senang seperti ditutupi oleh lapisan es, sehingga sangat mengerikan, tapi dia tetap t
Thasia memandang Ella. Wanita itu berbicara dengan sangat yakin sehingga Thasia hampir memercayainya.Namun, Tony ada di sini, juga ada pekerjaan yang harus diselesaikan, jadi Thasia pun tidak punya waktu untuk mengurusnya.Dia hanya bisa berjalan pergi.Tiga jam kemudian, Thasia masih belum kembali.Namun, saat ini, pintu ruang rapat dibuka.Setelah semua orang bubar, Jeremy keluar dari ruang rapat.Tony berdiri di satu sisi dan berkata, "Pak Jeremy, di ruang tunggu."Jeremy mengerutkan kening dengan tatapan dingin, dia melirik jam di pergelangan tangannya, lalu mencibir.Jeremy berbalik dan berjalan menuju ruang tunggu.Saat ini, hanya Ella yang ada di ruang tunggu.Wanita itu awalnya duduk dengan tegak, melihat tidak ada yang kunjung datang, dia pun berbaring di sofa sebentar.Jeremy membuka pintu dan melihat seorang wanita terbaring di sofa.Dia melihat ke sekeliling, tapi tidak melihat Thasia, jadi pria itu pun berjalan masuk.Jeremy memasukkan satu tangan ke dalam sakunya, berjal
Wajah Ella membeku, dia mengepal tangannya dengan erat.Melihat wanita itu tidak bisa berkata-kata, Jeremy mengerutkan kening dan bertanya lagi dengan dingin, "Apakah sulit untuk menjawabnya?"Pada saat ini, Thasia bergegas kembali dari luar, dia kebetulan mendengar pertanyaan ketus dari Jeremy.Thasia terlambat, dia melepaskan kenop pintu lagi.Ella terdiam untuk waktu yang lama, ditambah dengan Jeremy yang terus menekannya, mentalnya tiba-tiba terguncang.Wanita itu mengangkat tatapannya, menatap pria dingin di depannya. Jeremy tidak mudah dibodohi, juga sangat berbahaya. Jika dirinya melakukan satu kesalahan saja, maka dia akan berakhir dengan menyedihkan. Jadi dia berkata dengan takut, "Di hotel itu ... banyak orang kaya ... kalau aku bisa mendapatkan pria kaya, aku nggak perlu susah-susah kerja lagi."Kerutan di alis Jeremy semakin dalam, cara pandang pria itu terhadap Ella pun berubah.Ternyata wanita ini menjual tubuh demi uang.Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, memang ba
Ella menangis dengan keras dan sedih, seolah-olah dia benar-benar menghabiskan malam bersama Jeremy.Thasia merasa sedikit bingung. Keadaan sudah seperti ini, jadi dia hanya bisa pergi meninggalkan ruang tunggu.Ketika dia keluar, orang-orang di kantor merasa penasaran apa yang terjadi di dalam.Mereka tahu ada seorang gadis aneh yang menunggu di ruang tunggu selama berjam-jam, hingga akhirnya Jeremy pergi menemuinya. Lalu bos mereka berjalan keluar dengan ekspresi dingin.Kelihatannya terlihat tidak terlalu senang."Kak Thasia, apa yang terjadi di dalam?" tanya seorang rekan kerja dengan penasaran.Ketika seseorang bertanya, banyak telinga yang ingin mendengar.Thasia memandang mereka dan berkata, "Kalian penasaran? Kenapa nggak tanyakan pada Pak Jeremy saja?" kata Thasia dengan tegas.Ketika mendengar kata "Pak Jeremy", walau mereka merasa penasaran, mereka tetap kembali melakukan pekerjaan masing-masing.Thasia tinggal cukup lama di ruang membuat minuman.Semua hal ini terasa tidak
Pelayan membawakan teh dan menaruhnya di atas meja, "Nona Ella, silakan tehnya."Ella tidak berani bersikap kurang ajar. Ketika melihat seseorang datang, dia segera meletakkan bantalnya kembali, lalu duduk dengan tegak, mengangkat kepalanya dan berkata kepada pelayannya, "Ya, terima kasih."Dia melihat cangkir di atas meja, ada asap yang masih mengepul, cangkirnya sungguh indah, ada mawar yang ditambahkan ke dalam tehnya.Ella mengambilnya dan menyesapnya. Aroma wangi samar-samar menyebar di mulutnya, dia merasa dirinya menjadi lebih berkelas, "Rasanya enak sekali, aku belum pernah meminum teh senikmat ini."Mungkin karena dia belum pernah berada di tempat semewah ini. Saat ini, semua yang dia lihat dan minum terasa seperti yang terbaik.Bahkan tehnya pun terasa berbeda dengan teh biasa.Tanggung jawab seorang pembantu adalah melayani tamu dengan baik. Ketika mendengar pujian ini, pembantu itu menjawab, "Terima kasih atas pujiannya, Nona Ella."Setelah itu pembantu tersebut berjalan pe
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak