Wajah Ella membeku, dia mengepal tangannya dengan erat.Melihat wanita itu tidak bisa berkata-kata, Jeremy mengerutkan kening dan bertanya lagi dengan dingin, "Apakah sulit untuk menjawabnya?"Pada saat ini, Thasia bergegas kembali dari luar, dia kebetulan mendengar pertanyaan ketus dari Jeremy.Thasia terlambat, dia melepaskan kenop pintu lagi.Ella terdiam untuk waktu yang lama, ditambah dengan Jeremy yang terus menekannya, mentalnya tiba-tiba terguncang.Wanita itu mengangkat tatapannya, menatap pria dingin di depannya. Jeremy tidak mudah dibodohi, juga sangat berbahaya. Jika dirinya melakukan satu kesalahan saja, maka dia akan berakhir dengan menyedihkan. Jadi dia berkata dengan takut, "Di hotel itu ... banyak orang kaya ... kalau aku bisa mendapatkan pria kaya, aku nggak perlu susah-susah kerja lagi."Kerutan di alis Jeremy semakin dalam, cara pandang pria itu terhadap Ella pun berubah.Ternyata wanita ini menjual tubuh demi uang.Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, memang ba
Ella menangis dengan keras dan sedih, seolah-olah dia benar-benar menghabiskan malam bersama Jeremy.Thasia merasa sedikit bingung. Keadaan sudah seperti ini, jadi dia hanya bisa pergi meninggalkan ruang tunggu.Ketika dia keluar, orang-orang di kantor merasa penasaran apa yang terjadi di dalam.Mereka tahu ada seorang gadis aneh yang menunggu di ruang tunggu selama berjam-jam, hingga akhirnya Jeremy pergi menemuinya. Lalu bos mereka berjalan keluar dengan ekspresi dingin.Kelihatannya terlihat tidak terlalu senang."Kak Thasia, apa yang terjadi di dalam?" tanya seorang rekan kerja dengan penasaran.Ketika seseorang bertanya, banyak telinga yang ingin mendengar.Thasia memandang mereka dan berkata, "Kalian penasaran? Kenapa nggak tanyakan pada Pak Jeremy saja?" kata Thasia dengan tegas.Ketika mendengar kata "Pak Jeremy", walau mereka merasa penasaran, mereka tetap kembali melakukan pekerjaan masing-masing.Thasia tinggal cukup lama di ruang membuat minuman.Semua hal ini terasa tidak
Pelayan membawakan teh dan menaruhnya di atas meja, "Nona Ella, silakan tehnya."Ella tidak berani bersikap kurang ajar. Ketika melihat seseorang datang, dia segera meletakkan bantalnya kembali, lalu duduk dengan tegak, mengangkat kepalanya dan berkata kepada pelayannya, "Ya, terima kasih."Dia melihat cangkir di atas meja, ada asap yang masih mengepul, cangkirnya sungguh indah, ada mawar yang ditambahkan ke dalam tehnya.Ella mengambilnya dan menyesapnya. Aroma wangi samar-samar menyebar di mulutnya, dia merasa dirinya menjadi lebih berkelas, "Rasanya enak sekali, aku belum pernah meminum teh senikmat ini."Mungkin karena dia belum pernah berada di tempat semewah ini. Saat ini, semua yang dia lihat dan minum terasa seperti yang terbaik.Bahkan tehnya pun terasa berbeda dengan teh biasa.Tanggung jawab seorang pembantu adalah melayani tamu dengan baik. Ketika mendengar pujian ini, pembantu itu menjawab, "Terima kasih atas pujiannya, Nona Ella."Setelah itu pembantu tersebut berjalan pe
Thasia mengabaikannya dan terus berjalan ke arah pintu. Ketika mobil datang, dia langsung masuk ke dalam mobil.Ella hanya bisa melihat mobil itu melaju pergi.Ella tidak mengalihkan pandangannya sampai bayangan mobil menghilang sepenuhnya.Tidak peduli betapa mewahnya vila ini, dia tetap merasa sedikit tidak nyaman sendirian.Namun, Ella merasa lebih sedih sekarang.Jeremy jelas memercayainya, kenapa Thasia malah tidak memercayainya?Thasia adalah orang yang baik. Jika suatu hari nanti dirinya menjelaskannya, wanita itu mungkin akan memercayainya!Ella menghibur dirinya dengan berpikir seperti itu dan merasa lebih baik, jadi dia berbalik, lalu berjalan masuk.Pembantu di dalam sedang sibuk merapikan kamarnya.Setelah bersih-bersih, mereka memberitahunya dengan sopan.Ella pun pergi ke kamarnya.Kamar besar itu memiliki ranjang besar seperti ranjang putri, juga ada tirai yang dia impikan, rasanya kamar ini lebih besar dari rumahnya di kampung.Semuanya terlihat baru.Dia membuka ruang
Yasmin suka menghina Thasia untuk memuaskan hatinya.Kesedihan yang ditunjukkan Thasia meningkatkan keinginannya untuk lebih menekannya.Setelah melihat berhasil membuat wajah Thasia memucat, Yasmin pun tersenyum dengan bangga, sorot matanya juga berubah, dia tidak lagi mengganggunya.Jika dia berkata lebih lanjut lagi, tapi efeknya sama, maka semua akan sia-sia.Kata-kata Yasmin bukannya tidak masuk akal.Ada wanita lain yang tinggal di vila satunya lagi sekarang.Menurut Thasia, Jeremy adalah pria yang tahu bagaimana harus bersikap dan tidak akan pernah menunjukkan belas kasihan kepada wanita sembarang.Pria itu bisa menolak Rinesa dengan begitu cepat, tapi dia tidak menolak Ella, bahkan mengizinkan wanita itu tinggal di vilanya.Jeremy percaya bahwa Ella adalah wanita yang ditemuinya malam itu, bahkan pertama kalinya pria itu bersikap begitu perhatian dan melindungi wanita lain, pasti Jeremy tertarik padanya.Jeremy mungkin merasa perasaan yang berbeda dengan wanita lain.Jeremy sud
Kata-kata Jeremy memberikan dukungan bagi Ella, dia pun segera mendekati Jeremy. "Pak Jeremy, bisakah aku kuliah?""Hmm."Ella tersenyum bahagia, muncul lesung pipi di sudut bibirnya, senyumannya sangat manis. "Pak Jeremy, kamu sungguh baik padaku, kamu adalah orang terbaik di dunia ini!"Kata-katanya membuat tatapan Jeremy sedikit berubah, bibirnya merapat, dia meletakkan koran di tangannya.Thasia memperhatikan mereka, berbicara dengan akrab dan seru. Ini pertama kalinya dia melihat pria itu begitu baik pada seorang wanita.Bahkan saat Jeremy bersama Lisa pun, dia selalu bersikap dingin.Ella mudah merasa puas karena hal kecil, dia langsung merasa sangat bahagia hanya dengan bisa sekolah. Memang berbeda dengan kebanyakan wanita lainnya.Dia sangat polos dan bukan orang yang memiliki banyak pikiran picik. Sehingga membuat orang lain merasa bahwa Ella begitu baik dan kasihan.Hal ini juga merupakan ciri khasnya."Nona Thasia, kenapa Anda nggak masuk?"Thasia sedang berdiri di depan pin
Thasia mendapatkan apa yang diinginkannya, dia seharusnya merasa sangat senang.Thasia merapatkan bibirnya dan tidak berkata apa-apa.Melihat suasana mereka cukup tegang, Ella ingin meredakan suasana dan berkata, "Nona Thasia, ayo kita makan malam bersama.""Makanan yang dimasak oleh bibi di sini benar-benar enak, dia bisa memasak apa pun yang kamu inginkan, sungguh luar biasa, bukan? Kamu harus mencobanya nanti!" jelas Ella dengan penuh harap.Pandangan Thasia beralih ke Ella. "Nggak perlu ....""Harus mau," jawab Ella dengan cepat, lalu dia menatap Jeremy, seolah-olah tidak berkata kepada Thasia. "Pak Jeremy, bisakah dia menemaniku makan bersama? Selama ini aku hanya makan sendiri, aku merasa kesepian."Jeremy melirik Thasia di samping dan berkata dengan datar, "Terserah."Setelah mendapatkan jawaban ini, Ella semakin menempel pada Thasia. "Lihat, Pak Jeremy saja setuju."Ella takut kehadiran Jeremy akan membuat Thasia bersikap takut-takut."Baiklah."Thasia tidak menolak lagi dan la
Thasia menoleh padanya, melihat Ella tersenyum seperti orang sedang kasmaran, dia langsung tahu wanita ini sedang jatuh cinta, jadi Ella ingin mencari tahu tentang Jeremy.Ingin menjadi orang yang paling tahu tentang Jeremy."Sedikit." Kemudian Thasia berkata lagi, "Kamu ingin mencari tahu tentangnya dariku?"Ella langsung berkata dengan terus terang, "Ya, aku ingin mengetahui semua hal tentangnya, sehingga nggak akan membuatnya kesal."Thasia berkata, "Kamu ingin mengetahui tentangnya, ingin membuatnya senang, sehingga dia bisa lebih menyukaimu?"Ella pun menjawab dengan wajah memerah dan tidak enak, "Kalau Nona Thasia bisa mengetahuinya, maka Pak Jeremy juga seharusnya tahu bahwa aku menyukainya!"Thasia tidak tahu harus berkata apa, wanita ini terus terang sekali."Tapi tetap saja nggak cukup, dia bisa melihatnya dengan jelas. Kalau aku ingin menyenangkannya, apakah hal itu akan membuat diriku terlihat murahan?" Ella sedang berpikir ingin menjadi orang yang paling penting di hati Je
"Oke."Tatapan Kent mengikuti sosok Thasia yang berlalu.Thasia mengendarai sepedanya keluar, dia menuju ke pusat kota.Jaraknya tidak terlalu jauh.Jeremy telah memberinya sebuah vila dengan harga yang sangat mahal.Saat ini jalanan cukup ramai, dia sedang menunggu di lampu merah.Setelah lampu berwarna hijau, dia mendorong sepedanya, tiba-tiba ada orang berkata, "Biar aku bantu."Thasia menoleh ke belakang, dia melihat seorang pria muda sedang mendorong belakang sepedanya.Sepertinya pria itu menyadari Thasia sedang hamil, jadi kesulitan mengendarai sepeda.Hari ini Thasia berpakaian dengan santai. Rambutnya dikepang, memakai sebuah topi dan gaun yang lebar, perutnya sedikit menonjol.Selain ibu hamil yang akan berpakaian seperti ini, yang lainnya tidak mungkin.Thasia merasa dirinya tidak selemah itu, tapi dia juga tidak ingin menolak kebaikannya, jadi dia berkata, "Terima kasih."Dia segera sampai ke seberang, orang itu berjalan ke arah yang berlawanan dengannya.Thasia lanjut meng
Sabrina kira dirinya sedang bermimpi, dia merasa kesal, padahal sebelumnya dia melihat mereka saling mencintai, kenapa sekarang malah bercerai. "Apa yang terjadi? Jeremy itu, dasar pria berengsek, dia cepat sekali berubahnya. Nggak bisa, pokoknya aku harus memberinya pelajaran!"Thasia sudah menerima kenyataan ini. "Nggak perlu, ada baiknya kami bercerai, sekarang aku sudah punya rumah dan uang, aku sudah menjadi janda kaya, meski aku nggak bekerja seumur hidup, aku nggak akan mati kelaparan, kamu seharusnya mengucapkan selama padaku.""Keenakan wanita murahan itu!" Sabrina memosisikan dirinya seperti Thasia, mana mungkin dia terima."Biarkan saja." Thasia berkata, "Kamu nggak perlu mengurusi masalah ini, semua sudah berlalu.""Aku mengerti, hanya saja aku khawatir kamu akan merasa sedih, aku ingin bertanya apakah perlu aku temani, tapi kamu nggak menjawab panggilanku, aku juga nggak tahu kamu ada di mana. Membuatku khawatir saja." Sabrina benar-benar khawatir padanya, tapi juga tahu s
Matanya menatap ke arah Kent lagi, pria itu menatapnya dengan tatapan seperti biasa.Bagi Kent hal itu sudah biasa.Thasia akhirnya mengerti, pria ini tumbuh besar di lingkungan yang kejam dan selalu bersembunyi.Seperti katanya, Kent memang hidup di dunia yang gelap, tanpa adanya cahaya.Meski begitu Thasia tetap merasa terkejut, dia tidak mengerti padahal sama-sama manusia, kenapa mereka bisa hidup dengan cara yang sangat berbeda."Kenapa kamu memberikan darahmu padaku?" Thasia ingin menolak. "Aku nanti juga akan siuman kalau pingsan, kamu nggak perlu melukai dirimu, nggak baik bagi tubuhmu, aku nggak mau kamu bertindak seperti ini."Kent tersenyum santai, mungkin hal ini hal paling santai yang pernah dia lakukan. "Nggak masalah, hanya mengeluarkan sedikit darah saja, nggak akan mengancam nyawa.""Nggak boleh bilang begitu, lain kali nggak boleh lagi!" Thasia menentangnya dengan tegas. "Saat kamu bersamaku maka kamu juga harus dihargai, bukan barang untuk dikorbankan, kamu juga nggak
Kent ingin menghindari, jelas dia tidak ingin Thasia menyentuhnya.Saat ini Thasia merasa lebih curiga, dia bertanya, "Kenapa kamu berdarah?"Padahal Kent sudah terluka cukup lama, meski luka di tubuhnya masih belum sembuh total, tidak seharusnya masih meneteskan darah.Kecuali lukanya bertambah lagi.Kent menarik lengan bajunya, tapi beberapa tetes darah itu tidak bisa ditutupi dengan mudah.Pria itu tersenyum, lalu mencari alasan. "Tadi saat memasak nggak sengaja terluka, bukan masalah besar."Alasan itu tidak bisa mengelabui Thasia."Kamu sudah terbiasa melakukan pembedahan, mana mungkin bisa terluka saat memasak. Kamu nggak akan bisa membohongiku!" Thasia mengerutkan keningnya, dia sama sekali tidak percaya pada penjelasannya ini. "Luka ini sepertinya bukan muncul saat kamu memasak tadi, kenapa kamu bisa terluka?"Kent terdiam.Pria itu tidak mau bilang, Thasia tetap punya mata untuk melihat, dia menarik tangan Kent, ternyata di pergelangan tangannya ada luka yang diperban dengan k
"Ini pertama kalinya aku masak."Thasia mengangkat alisnya. "Nggak masalah, aku ingin mencicipi masakanmu, mungkin saja kamu berbakat."Setengah jam kemudian Kent baru berjalan keluar dari dapur.Tidak ada aroma gosong, berarti Kent tidak membuat dapurnya terbakar.Namun, ketika Kent meletakkan masakannya di atas meja, Thasia merasa sangat terkejut.Thasia menatap Kent dengan tatapan ketakutan.Kent pikir Thasia tidak tahu masakan apa ini, jadi dia menjelaskan dengan tenang, "Ini hati ayam, ini ampela ayam ... kedua hal itu termasuk organ dalamnya, ini badan ayam, ini bagian pahanya, ada banyak daging tapi nggak eneg ...."Setelah mendengar penjelasan Kent, dia seakan-akan mendengarkan penjelasan bagian tubuh.Bisa dibayangkan saat Kent memasak, dia membedah ayam itu, begitu melihatnya selera makan Thasia pun menghilang.Sebaliknya malah membuatnya ingin muntah.Melihat Thasia masih belum mulai makan, Kent bertanya, "Kenapa? Kelihatannya nggak enak? Padahal aku sudah berusaha membuatny
Tatapan Kent menjadi rumit, kalau Thasia tahu apa yang telah dirinya lakukan, wanita ini pasti tidak akan berkata seperti itu.Kent saja tidak berani menyentuh tangan Thasia, apalagi melakukan hal jahat padanya.Kent tidak menolak lagi, dia membiarkan Thasia menyentuh tangannya.Mereka berdua terdiam cukup lama, warna darah di gelang mutiara yang dipakai Thasia menjadi lebih pekat, hal ini terlihat oleh wanita itu, dia pun bertanya, "Apakah mutiara di gelang ini bisa berubah warna?"Tatapan Kent menjadi lebih gelap. "Benarkah?"Thasia memosisikan gelang itu di bawah sinar matahari, memang benar warna merahnya jadi lebih pekat. "Aku kira karena ini gelang lama, jadi warnanya bisa lebih gelap, tapi sekarang warna merahnya jadi lebih pekat. Gelang ini biasanya kamu yang pakai, 'kan? Kamu nggak sadar?"Kent tanpa sadar mengelus pergelangan tangannya, tertawa sambil berkata, "Mungkin ini barang palsu, aku nggak tahu, aku nggak pernah tes."Thasia menatap Kent. "Kalau palsu mungkinkah kamu m
Bisa dibilang hidupnya cukup beruntung.Lahir di keluarga yang harmonis, banyak orang yang baik padanya.Hanya dalam percintaan saja dia tidak beruntung.Mungkin hidupnya terlalu datar, agar hidupnya lebih berkreasi, dia harus mengalami perasaan kecewa ini.Perkataannya membuat Kent tertawa.Dia duduk di samping Thasia, menjaganya, matanya yang berwarna coklat terlihat sangat lembut."Kamu nggak pernah berkorban untukmu, tapi kamu memberiku kehidupan." Kent tidak menyembunyikan hal ini, ada hal yang harus dihadapi. "Tunggu ingatanmu pulih kamu juga akan tahu."Kent telah beberapa kali menolongnya, Thasia percaya pria ini tidak akan mencelakainya.Meski Kent bukan orang biasa.Sekarang orang yang menemaninya adalah Kent.Thasia tanpa sadar bertanya, "Kamu punya teman?""Nggak punya."Thasia bertanya lagi, "Kamu nggak ada teman?"Kent malah berkata, "Aku nggak perlu teman.""Orang tuamu di mana?""Aku nggak tahu siapa orang tuaku.""Kalau begitu kamu pasti kesepian, nggak ada keluarga da
Bagi Lisa, dia hanya punya pilihan ini.--Thasia tidak tahu bagaimana dirinya melewati malam ini, waktu terasa sangat lama.Dia terus terjaga di sofa sepanjang malam.Setelah dia merasa lebih sadar, matahari sudah mulai terbit.Rasanya lelah.Sangat lelah.Thasia menyeret tubuhnya yang lelah ke kamar mandi, dia mencuci muka, saat melihat wajahnya di kaca dia merasa terkejut.Dia kira dirinya melihat hantu.Matanya memerah, wajahnya sangat pucat, tidak ada rona darah sama sekali, dia terlihat seperti wanita sakit parah.Thasia mengelus wajahnya, dia tidak percaya dirinya menjadi seperti ini.Setelah hatinya dilukai apakah dirinya semenyedihkan ini?Tanpa Jeremy, apakah dirinya tidak bisa hidup lagi?Jawabannya tidak.Bukannya dia sempat berpikir putus hubungan dengan pria itu dan ingin bercerai?Bedanya kali ini pria itu yang meminta pisah.Thasia masih bisa hidup, dia bahkan bisa hidup dengan jauh lebih baik.Thasia sudah memutuskan, sudah cukup dia merasa sedih semalaman, hari-hari s
Lisa sudah membayangkan.Pernikahannya dan Jeremy akan semeriah apa.Dia akan menjadi pengantin paling bahagia di dunia ini.Pada saat ini, Lisa mendengar suara langkah kaki, dia kira pembantu di rumahnya, jadi dia berkata, "Kamu nggak perlu melayaniku, kamu istirahat saja."Namun, suara langkahnya tidak berhenti.Lisa mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit kesal, jadi dia melepas maskernya sambil berkata, "Sudah aku bilang ...."Begitu dia menoleh dan melihat dengan lebih jelas siapa yang datang, dia merasa terkejut, dia membuang maskernya dan berkata dengan hormat, "Ayah ....""Lisa." Pria itu menatap Lisa, lalu berkata sambil tersenyum, "Lama nggak bertemu, ternyata kamu sudah besar."Lisa segera berdiri, dia memeluk pria itu. "Ayah, akhirnya kamu dibebaskan, aku sangat rindu padamu!"Pria yang berusia sekitar 50 tahun itu lebih tinggi sedikit dari Lisa, meski sudah tua tubuhnya cukup tegap, dia mengelus kepala Lisa dengan lembut. "Maaf membuatmu sendirian."Lisa berkata, "Nggak