Share

67. Nona Pemarah

Author: Indy Shinta
last update Huling Na-update: 2025-02-24 22:42:37

Bara duduk di tepi kasur, punggungnya bersandar pada kepala ranjang yang kokoh. Cahaya redup dari lampu kamar memantul di dinding, menciptakan suasana tenang, tetapi pikirannya masih penuh dengan rencana.

Ia meraih ponsel di nakas, menekan kontak Sofyan, lalu menempelkannya ke telinga.

Tak butuh lama, panggilan tersambung.

"Sofyan." Suaranya rendah, berat, dan tanpa basa-basi.

"Ya, Pak," jawab Sofyan cepat, seolah sudah terbiasa dengan panggilan mendadak ini.

Bara menggerakkan jemarinya di atas paha, ritmis dan santai. "Mulai besok, Cheryl akan menjadi asisten pribadiku. Aku ingin kamu membimbingnya, ajari dia bagaimana menjadi asisten pribadi."

Ada jeda sesaat sebelum Sofyan menjawab, mungkin sedang mencerna perintah itu. "Baik, Pak. Apa tugasnya akan sama seperti saya?"

Bara mendengus kecil. Ia menekan jemarinya ke pelipis. "Tentu saja tidak." Nada suaranya lebih rendah, penuh penekanan. "Jangan bebankan dia dengan hal-hal krusial. Aku tak ingin dia ikut campur dalam urusan bisnis.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   68. Gejolak Sepagi Ini

    Cheryl menyibakkan rambut basahnya ke belakang, napasnya masih tersengal karena air dingin yang menyentak tubuhnya barusan. Ia menatap Bara dengan sorot mata menusuk. Bara, yang juga setengah terendam di dalam air, hanya mengangkat alis. “Apa?”Cheryl mengibaskan tangan, air memercik ke arahnya. “Nyeburin aku ke kolam kayak gini, pikirmu lucu?”Bara menyandarkan lengan di pinggir kolam dengan santai. “Kamu kan bisa berenang, nggak bakal tenggelam.”Cheryl mengerang frustasi. “Itu bukan poinnya!”Bara menatapnya, diam sejenak sebelum akhirnya berkata, “Terus apa dong?”Cheryl mendengus. “Poinnya, kamu selalu seenaknya!”Bara mengangguk kecil. “Cheryl, marah-marah gara-gara basah di kolam renang itu nggak masuk akal.”Cheryl menyipitkan matanya. “Bara.”Bara menatap balik, ekspresinya tetap tenang. “Cheryl.”Mereka saling berhadapan, hanya terpisah beberapa langkah di dalam air.Cheryl mengerang frustrasi. “Kenapa sih kamu selalu bikin aku kesal?”Bara mengangkat bahu. “Mungkin karena

    Huling Na-update : 2025-02-25
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   69. Tapi Tidak Ada Perasaan yang Terlibat, Kan?

    Cheryl mengangkat dirinya dari dalam air, jari-jarinya hampir mencapai pinggiran kolam ketika tiba-tiba tangan Bara mencengkeram pergelangan tangannya, menahannya.Ia menoleh tajam. "Bara—""Kenapa buru-buru?" Bara menyela, suaranya terdengar santai, tapi genggamannya cukup kuat untuk membuat Cheryl tetap di tempatnya. "Kamu tahu, berenang pagi itu sangat bagus untuk tubuh."Cheryl mengerutkan kening. "Oh, sekarang kamu jadi instruktur kesehatan juga?"Bara terkekeh, tapi tetap tidak melepaskan pegangannya. "Aku serius, Cher. Berenang pagi meningkatkan sirkulasi darah, melatih paru-paru, dan merangsang metabolisme. Belum lagi, air dingin bisa membantu mengaktifkan sistem saraf simpatis, bikin kamu lebih segar dan fokus sepanjang hari."Cheryl menatapnya, lalu mendengus kecil. "Wow. Ilmu yang menarik. Sayang sekali, aku lebih butuh keluar dari sini daripada ceramah tentang manfaat berenang."Bara tiba-tiba mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat, tatapannya masih penuh dengan ketena

    Huling Na-update : 2025-02-25
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   70. Pagi yang Terasa Berbeda

    Bara berdiri di depan cermin besar di kamarnya, satu tangan mengusap handuk ke rambut basahnya sementara matanya meneliti bayangannya sendiri. Rambut hitamnya yang sedikit lebih panjang dari biasanya jatuh berantakan, tetesan air masih mengalir dari ujungnya, membasahi kulitnya yang kuning langsat dan bersih terawat.Tubuhnya masih setengah telanjang, hanya celana olahraga hitam yang menggantung rendah di pinggangnya. Otot-otot perutnya yang terbentuk sempurna bergerak seiring napasnya, dada bidangnya naik turun perlahan, dan bahunya yang kokoh memancarkan kesan kekuatan yang tak terbantahkan. Setiap lekuk tubuhnya mencerminkan disiplin dan ketekunan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun, baik di lapangan maupun di luar sana, menghadapi berbagai tantangan hidup.Pria tampan itu menggantung handuk dan meletakkan ke tempatnya, lalu meraih ponselnya yang tergeletak di meja. Senyum kecil terulas di sudut bibirnya saat ia menatap layar. Cheryl tidak membalas pesan terakhirnya. Hany

    Huling Na-update : 2025-02-25
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   71. Seperti Hantu

    Cheryl memoles lipstik di bibirnya sebagai sentuhan akhir, lalu sedikit memiringkan wajahnya, meneliti pantulan dirinya di cermin. Warna merah lembut itu berpadu sempurna dengan kulitnya, memberikan kesan mewah yang selama ini hanya bisa ia lihat di wajah-wajah model iklan."Lipstik mahal ternyata emang betulan sebagus ini," gumamnya pelan, seolah berbicara pada bayangannya sendiri.Tangannya terulur, meletakkan lipstik berlabel Chanel ke atas meja rias dengan hati-hati, seakan benda kecil itu lebih berharga dari semua barang yang pernah ia miliki. Deretan kosmetik mahal berjejer rapi di sana, semuanya dari brand yang tak mungkin ia beli dengan uang sendiri. Foundation, blush, eyeshadow, juga parfum dengan botol kaca elegan yang aromanya seperti perpaduan vanila lembut dan rempah eksotis.Semua ini sudah ada di sini sebelum dia datang.Cheryl menghela napas. Bara betul-betul mengontrol kebutuhannya sedetail ini. Bukan hanya tas, sepatu, atau pakaian yang tergantung di lemarinya—bah

    Huling Na-update : 2025-02-26
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   72. Cincin Itu Melingkar di Jarinya

    Cheryl menelan ludah, tenggorokannya terasa kering saat suara Bara masih terngiang di telinganya—rendah, tanpa intonasi, namun begitu tajam hingga menusuk ke dalam benaknya. Ada sesuatu dalam cara pria itu berbicara yang membuat bulu kuduknya berdiri. Bukan hanya karena nada suaranya yang dingin, tetapi karena betapa terkontrolnya emosi di balik setiap kata yang diucapkannya. Seakan Bara tidak perlu mengancam atau meninggikan suara untuk menanamkan rasa takut di dalam dirinya.Bara tidak menyentuhnya, tetapi Cheryl merasa terkekang. Kehadiran pria itu mendominasi udara di antara mereka, menyesakkan ruang hingga terasa nyaris mustahil untuk bernapas lega. Mata tajam Bara mengunci pergerakannya, seperti predator yang menunggu mangsanya membuat kesalahan.Cheryl berusaha tetap tegak, mencoba menyangkal kegelisahan yang mencengkeramnya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, namun ia menegakkan dagu, menolak tunduk di bawah tekanan yang begitu kuat."Kalau yang kamu maksud lelaki lain itu a

    Huling Na-update : 2025-02-26
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   73. Drama Sarapan

    Langkah Bara yang panjang dan mantap memaksa Cheryl untuk hampir setengah berlari di belakangnya. Napasnya pendek, frustrasi menggumpal di dadanya. Dengan gerakan cepat, Cheryl mencoba menarik tangannya, berusaha melepaskan diri dari genggaman pria itu.Sia-sia.Pegangan Bara kuat, tidak sekadar menahan, tetapi juga seolah mengklaim. Cheryl mendesis pelan, tatapan tajamnya menusuk punggung pria itu. “Bara, lepasin,” desisnya, suaranya penuh perlawanan.Bara tidak menjawab. Tidak juga menoleh. Langkahnya tetap stabil, ekspresinya tetap dingin—seolah keberadaan Cheryl di sebelahnya sama sekali tidak berarti.Darah Cheryl mendidih.Pria sialan.“Apa-apaan sih kamu? Enak aja main tarik-tarik tangan perempuan kayak di drama-drama murahan!” Cheryl mengomel, suaranya makin naik seiring dengan kekesalannya. “Lepasin! Tanganku pegal tahu! Kamu pikir aku ini koper yang bisa kamu seret-seret seenaknya kayak gini?”Tidak ada jawaban. Tidak ada reaksi. Langkah Bara tetap stabil, ekspresinya teta

    Huling Na-update : 2025-02-27
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   74. Cucu yang Manis

    Bara menatap kakeknya dengan sedikit keterkejutan, namun ia segera mengendalikan ekspresinya. Pria tua itu berdiri tegak dengan sorot mata tajam yang menyelidik, seolah sedang menilai setiap detail di ruangan itu. Meski usianya sudah lanjut, posturnya tetap tegap, mencerminkan wibawa seorang pemimpin yang tak luntur oleh waktu."Opa? Tumben mampir sepagi ini?" Bara menghampiri kakeknya dengan sikap hormat, mencoba mencari alasan di balik kedatangannya yang mendadak.Sementara itu, Cheryl yang semula bingung, kini mulai memahami situasi. Ia segera berdiri dari kursinya, mengangguk sopan kepada pria tua itu. "Selamat pagi, Tuan," sapanya dengan suara yang terdengar tenang, meskipun di dalam hatinya merasakan kegugupan luar biasa.Kakek Bara, Purnomo Sigit Wardhana atau yang biasa ia panggil dengan sebutan Opa Sigit, mengalihkan pandangannya dari Bara ke Cheryl. Tatapan tajamnya menyapu gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, seolah sedang menilai apakah kehadirannya pantas atau

    Huling Na-update : 2025-02-27
  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   75. Sepanas Seduhan Kopi

    Cheryl menelan ludah, mencoba menenangkan debaran jantungnya yang terasa lebih cepat dari biasanya. Sorot mata Tuan Sigit yang tajam membuatnya merasa seolah setiap gerak-geriknya tengah dinilai, diuji dalam diam oleh pria tua yang berwibawa itu. Sebagai seorang asisten pribadi, Cheryl sadar tidak boleh menunjukkan kegugupan yang terlalu mencolok. Dengan sigap, ia memanggil pelayan untuk segera membereskan meja makan.Akan tetapi, suara berat Tuan Sigit menghentikannya."Kenapa tidak kamu saja yang membereskannya sendiri, Cheryl? Bukankah ini sesuatu yang mudah dilakukan?"Cheryl tertegun. Ada tekanan dalam nada suara itu, seolah menuntut lebih dari sekadar kepatuhan. Seperti sebuah ujian terselubung yang harus ia sikapi dengan bijaksana. Dan sepertinya sekadar mengikuti perintah tanpa berpikir bukanlah jawaban yang tepat bagi seseorang seperti Tuan Sigit. Cheryl segera menyusun kalimatnya dengan hati-hati sebelum akhirnya menjawab dengan tenang."Maaf. Saya hanya mencoba bersika

    Huling Na-update : 2025-02-27

Pinakabagong kabanata

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   165. Bukan Dokter Biasa

    Setelah beberapa basa-basi ringan, Tuan Sigit akhirnya menyentuh inti pembicaraan. Suaranya terdengar lebih serius, mengandung harap sekaligus tekanan yang tak tersamar.“Dok, kau adalah salah satu dokter ortopedi terbaik di Asia Tenggara yang pernah kukenal.” Ia berhenti sejenak, memberi jeda pada kalimatnya, seakan ingin memastikan Valen mendengarkan dengan saksama. “Karena itu, aku sangat berharap kau bersedia membantu calon menantuku. Ia menderita Spondilitis Ankilosa, dan kondisinya kian memburuk. Apakah Bara sudah menemuimu dan membicarakan hal ini?”Valen terdiam sejenak. Ada keraguan yang bergemuruh dalam pikirannya. Akan sangat mudah baginya untuk menjawab ‘tidak’ dan menjaga jarak dari drama keluarga Wardhana, kisah yang selalu berujung rumit. Akan lebih tenang hidupnya jika tak banyak ikut campur ke dalam masalah mereka.Sayangnya, hati Valen tak bisa sedingin itu. Ia telah mengenal Bara terlalu lama untuk bersikap acuh. Ia menyayangi pria itu layaknya adik sendiri, dan ba

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   164. Dimintai Tolong dengan Hormat

    “Ayo kita pulang, kita bicarakan ini di rumah,” ajak Bara, suaranya lembut tapi tegas, penuh harap, seolah ia ingin mengangkat mereka keluar dari jurang yang baru saja mereka tatap bersama.Cheryl tak langsung menjawab. Ia menghela napas panjang, berat, seperti menarik semua keraguan dari dalam dadanya.“Pulang?” gumamnya lirih. Ada jeda dalam suaranya, keengganan yang tak bisa ia tutupi. “Kamu pikir aku bisa kembali ke rumah itu tanpa membayangkan bakal ada wanita lain yang juga akan menjadi istrimu?”Bara menggertakkan rahangnya pelan. “Sayang, kumohon. Aku tahu aku sudah keterlaluan. Tapi aku nggak ingin rumah itu kosong tanpamu, Cheryl. Aku butuh kamu di sana, Cheryl… tanpa kamu, rumah itu seperti kuburan bagiku.”Cheryl menoleh perlahan. Matanya basah, tapi kali ini tak ada air mata yang jatuh. Hanya pandangan penuh luka yang menggores dalam. “Kamu harus mulai belajar untuk tidak membutuhkan aku lagi, Bara. Demikian juga aku. Kita harus mulai membiasakan diri untuk tidak saling m

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   163. Sesuatu yang Retak

    Bara menatap Valen dalam diam. Sorot matanya penuh kemarahan yang terpendam—dingin, tapi tajam seperti ujung pisau. Ia menggertakkan rahangnya perlahan, menahan dorongan untuk melampiaskan semuanya dengan kata-kata yang lebih kasar.Ada banyak kata yang ingin dimuntahkannya, tapi ia memilih menahannya. Bukan karena tak punya keberanian, melainkan karena ia tahu jika Valen bukan sembarang pria. Dan karena itu... ia harus lebih cerdas dari emosinya.Bara mengunci pandangannya pada Valen. “Jadi semua ini cuma karena Cheryl?” Suaranya pelan, tapi mengandung daya hantam yang tak bisa dihindari. “Bukan karena kamu memang ingin menolongku?”Lalu ia menarik napas panjang, menghembuskannya perlahan. Dalam hening itu, Bara membuat satu keputusan.“Terima kasih atas bantuannya, Dok. Tapi aku akan membawa Cheryl pulang. Dia istriku. Tanggung jawabku. Dan tempatnya adalah di rumah kami. Bukan di sini.”Tanpa menunggu reaksi Valen, Bara memutar badan dan membuka pintu. Suara derit engsel menjadi pe

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   162. Seandainya Aku Tidak Mencintainya

    Ruangan itu hening setelah Bara dan Valen menghilang ke balik pintu. Cheryl duduk sendirian di atas sofa yang empuk, tapi tak bisa merasa nyaman sedikit pun. Ia menghela napas berat, mencoba mengusir kegelisahan yang menyusup dalam diam. Matanya tiba-tiba menatap remote televisi di meja kecil di sebelahnya. Tangannya bergerak refleks, meraihnya dan menekan tombol power. Cahaya dari layar memantul ke wajahnya yang pucat, memberikan warna pada keheningan yang menekan.Tapi Cheryl tidak benar-benar berniat menonton. Ia hanya ingin mengalihkan pikiran. Menenangkan diri. Menyibukkan mata, walau pikirannya tetap berputar-putar di tempat yang sama, tentang ketegangan barusan, antara Bara dan Valen. Tapi Cheryl tak benar-benar ingin menonton. Ia hanya butuh sesuatu—apa saja—untuk mengalihkan pikirannya. Sesuatu yang bisa menenggelamkan kekacauan di kepalanya. Jempolnya menari cepat, berpindah dari satu saluran ke saluran lain—iklan, sinetron, berita politik. Tak satu pun yang mampu menahan

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   161. Bicara Empat Mata

    “Tempat ini paling aman untuk Cheryl saat ini,” ucap Valen akhirnya, suaranya tetap tenang, tapi mengandung ketegasan. “Orang-orang Tuan Sigit akan menyisir semua kemungkinan jejak tentang hubungan kalian, termasuk rumahmu, bahkan mungkin rumah sakit tempat kalian dinikahkan. Tapi mereka tidak akan pernah mencari ke sini.”Bara menyipitkan mata. Rahangnya mengeras. “Kau meremehkan kemampuanku melindungi istriku sendiri, Dok?”Nada bicara Bara terdengar seperti peringatan. Tegas, dingin, namun tak meledak—ia menahan diri. Tapi sorot matanya berbicara lebih dari itu: penuh perhitungan, dan tak suka diremehkan.Cheryl menegang. Jantungnya berdebar lebih kencang menyaksikan intensitas antara dua pria yang berdiri di hadapannya. Suasana seolah mengerucut tajam, seperti dua kekuatan besar yang siap bertabrakan dalam diam.Valen berdiri tegap. Sorot matanya tajam, dan wajahnya tak lagi menyimpan sisa-sisa gurauan seperti biasanya. Cheryl menelan ludah, sulit percaya bahwa pria yang selama in

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   160. Bukan Hal Mudah

    “Halo, Dok?” sapa Bara, suaranya tenang namun penuh kewaspadaan. Ia tak melepaskan pelukannya dari Cheryl. Bahkan seolah sengaja menguatkannya, seakan ingin menegaskan bahwa perempuan dalam dekapannya itu bukan sekadar rekan kerja biasa.Tatapan dokter Joshua alias Valen beralih dari Bara ke Cheryl, lalu kembali ke Bara. Ada kegamangan yang nyaris tak tersamar di balik senyumnya.“Cheryl adalah…” Bara menarik napas, lalu melanjutkan dengan mantap, “istriku. Kami menikah diam-diam sejak beberapa bulan lalu. Di salah satu rumah sakitmu.”Keheningan yang menyusul terasa menggantung di udara seperti kabut tipis yang enggan menguap.Valen mematung, menatap keduanya seolah mencoba memastikan apakah telinganya tidak salah dengar. “Di rumah sakit?” ulangnya nyaris tak percaya. Matanya berkedip cepat. “Kalian… menikah di rumah sakit?”“Ya,” jawab Bara tegas. “Semua berlangsung cepat, sederhana, tapi sah.”Valen tak langsung menjawab. Ia mengerjap, seperti mencoba menelan seluruh informasi seka

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   159. Mau Curhat

    Cheryl melangkah perlahan mendekati Bara, diam-diam menyeka air matanya sendiri yang sejak tadi menggantung di pelupuk. Ia tak tahu bagaimana cara menyembuhkan luka-luka suaminya, luka yang bahkan tidak pernah diminta untuk dipahami, apalagi dijamah. Luka-luka yang selama ini berhasil disembunyikan dengan begitu rapi, hingga Bara tampak nyaris sempurna di mata siapa pun.Mungkin Bara juga ingin menyembunyikan kerapuhan itu darinya. Tapi Cheryl tak ingin berpura-pura tak melihatnya. Ia ingin perlahan membongkar benteng itu, ingin Bara bersedia membagi beban itu dengannya. Ia ingin menjadi satu-satunya tempat pulang yang teduh bagi suaminya, tempat di mana Bara bisa berhenti berpura-pura kuat.Cheryl melingkarkan kedua lengannya ke tubuh Bara, memeluknya dari samping. Hangat, lembut, namun penuh tekad. Dan perlahan, dada Bara yang semula naik turun dengan napas berat terlihat mulai tenang, meski matanya tetap menatap nanar ke kejauhan."Aku di sini," bisik Cheryl, suaranya pelan namun p

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   158. Kenapa Justru Wanita Itu?

    Bara masih membeku di tempat, seolah tubuhnya kehilangan kemampuan untuk bereaksi, seakan seluruh udara di ruangan telah disedot keluar. Matanya menatap Rini lekat-lekat. Pandangan itu menyimpan bara kebencian sekaligus luka yang begitu dalam, menganga, dan belum pernah benar-benar sembuh. Tak ada kata yang meluncur dari bibirnya, tapi pandangannya berbicara lantang: kau telah menghancurkan segalanya.Rini menahan napas. Ada getar getir yang menyelinap di dalam dadanya, dan untuk sesaat, ia tak kuasa menatap balik mata putra tirinya itu. Tapi ia tahu, ini saatnya menghadapi semuanya. Rini akhirnya bersuara, pelan namun jelas, dengan nada yang menyayat dan penuh penyesalan."Maafkan aku, Bara…," suaranya bergetar. "Aku menyesal telah menyakitimu, Sabira... dan terlebih lagi, mamamu." Ia menunduk, air mata mengalir di pipinya. "Cintaku pada papamu terlalu besar. Sampai-sampai aku tak melihat apa pun selain dia. Aku buta oleh cinta. Aku egois. Kau berhak membenciku. Karena aku tahu, maa

  • CEO Dingin yang Terpaksa Menikahiku   157. Terguncang

    Bara memandang wajahnya begitu dekat, dan dunia Cheryl seakan berhenti berputar. Tak ada suara lain selain detak jantungnya sendiri yang berpacu liar. Mata lelaki itu menatapnya seolah ia adalah satu-satunya perempuan di muka bumi. Ketika tangan Bara menyentuh pipinya yang dingin karena AC, Cheryl tak bisa menyembunyikan getar di dadanya. “Kamu nggak tahu betapa aku nungguin momen ini,” bisik Bara. Suaranya rendah, serak, penuh gejolak yang selama ini terpendam.Cheryl tersenyum. “Aku juga... setiap hari.”Lalu bibir mereka saling menemukan, ciuman yang begitu lembut, pelan, seolah-olah menyulam kembali sesuatu yang nyaris hilang. Tapi semakin lama, ciuman itu berubah. Lebih dalam. Lebih menuntut. Membawa Cheryl hanyut dalam gelombang kerinduan yang begitu kuat, hingga tubuhnya bergetar.Bara menariknya ke dalam pelukan, lengan kokoh itu membalut pinggangnya, dan Cheryl membalas, mencengkeram kerah kemeja lelaki itu seolah jika ia melepaskan, ia akan tenggelam dalam badai yang dicipta

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status