Hari ini adalah kedua kalinya Darell dan Kirana mengunjungi proyek berdua saja. Celline sedang berhalangan hadir, katanya ada urusan di Singapura.
Kunjungannya kali ini untuk memastikan kalau proses perataan tanah sudah benar-benar dilakukan, karena tak lama lagi akan diadakan peletakan batu pertama.
Sementara Kirana memperhatikan laporan promosi pada tabletnya di dekat mobil. Darell mendekati mandor yang bertugas. Menanyakan apakah peletakan batu pertama bisa dilakukan dalam waktu dua hari lagi.
Senyum terkembang di wajah Kirana, saat melihat laporan hasil promosi. Calon customer dan tenant terlihat cukup antusias dengan penawaran yang disampaikan oleh Darell.
"Mas Darell harus tahu tentang hal ini."
Kirana mempercepat langkahnya mendekati Darell. Tak peduli dengan sepatu bertumit tujuh senti yang tentu saja menghalangi aktivitasnya. Kali ini Kirana ceroboh, seharusnya ia m
Dengan kasar Darell mendorong tubub Juwita yang ada dalam pangkuannnya. Tak peduli kalau tindakannya membuat sekretarisnya terjungkal. Yang dipikirkan olehnya sekarang adalah mengejar Kirana dan menjelaskan semuanya."Bos! Kasar banget sih!" panggil Juwita sambil memegangi lututnya namun Darell tak peduli. Ia tak mau Kirana salah paham."Ki, tunggu Ki!" panggil Darell mencoba untuk meraih lengan Kirana sebelum gadis itu masuk dalam ruangannya.Kirana mencoba untuk menenangkan dirinya dan membuka pintu ruangannya. Sedikit menggeser tubuhnya agar ada cukup ruang untuk Darell masuk.Ia tahu kalau Darell pasti ingin bicara dan menjelaskan semua. Sebenarnya Kirana malas untuk mendengarkan Darell sekarang, namun mengingat mereka sedang di kantor dan putra Maxwell itu orang yang nekad, maka tak ada pilihan lain selain membicarakan secara privat."Mas mau bilang apa?" tanya Kir
Kirana terhenyak mendengar perkataan Darell barusan. Ia merasa seperti sedang dibanting dari lantai tujuh dan membuat hatinya remuk.Gadis itu menatap wajah Darell yang mulai memerah dan gigi yang gemertak. Tak terima apa yang dikatakan Darell, ia pun mendongak sambil melipat tangan di dada."Lalu menurut Mas aku melakukannya karena aku mau dengan Mas? Ini semua biar proyek kita lancar.""Terus ngapain kamu jelasin semua di depan Dad?""Karena aku tahu Mas nggak bersalah.""Makasih, aku nggak butuh pembelaanmu. Selama ini aku ngejain semua sendiri. Jadi kau nggak usah sok baik dan menghakimi setiap tindakanku!" balas Darell kemudian keluar dan membanting pintu ruang kerja Kirana. &nbs
Kirana hanya menutup mata saat pemilik wajah tampan itu menyentuh bibirnya dengan kecupan. Tak ada perlawanan ataupun penolakan. Hanya ada rasa seperti tersengat listrik menjalar melalui tengkuknya.Ini pertama kali bagi perempuan kampung itu merasakan ciuman di bibir. Hal yang mampu membuat jantungnya berdegup cukup cepat dan tubuhnya terasa terkunci.Perlahan Darell menjauhkan bibirnya dari Kirana dan kembali ke kursinya. Kirana sendiri menutup bibirnya dengan telapak tangan dan wajahnya memerah."Kamu lucu Ki kalau gini," kata Darell gemas.Tersadar, Kirana pun memalingkan wajah dan mengerucutkan bibirnya. Darell tak boleh tahu kalau ia tersipu, itu yang ada dalam pikirannya."Kenapa Ki?""Tau' ah, Mas ngeselin," balas Kirana sambil membereskan perlengkapannya dan bersiap pulang. Sepatu kerja ia tinggalkan di bawah meja kerja dan berganti denga
Malam ini cukup cerah, rumah tinggal orang tua Darell yang berada di pinggiran kota membuat mereka dapat menikmati keindahan bintang lebih jelas. Dua sejoli yang baru saja berdamai tampak duduk di balkon rumah mewah beraksen khas Jawa itu."Ki, menurut kamu apa benar Juwita itu hamil anakku?""Hhh," Tampak Kirana mendengkus. Sebenarnya ia kesal, namun kenapa justru ingin membantu Darell memecahkan masalanya."Aku nggak bisa ngomong, karena Mas yang mengenal dia seperti apa. Cuma,—" Kirana menghentikan kalimatnya sejenak dan menunggu reaksi Darell."Cuma apa Ki?""Maaf nih ya Mas, perempuan yang mau diajak tidur oleh laki-laki yang tidak punya ikatan apa-apa nih bukan perempuan baik.""Maksudmu?""Maksudku aduh gimana ya. Dari penuturan Mas kan dia Mas bayar setelah melakukan itu. Kemungkinan besar orientasi dia itu
Darell menyulut rokoknya setelah mengatakan hal itu. Sementara Audrey hanya tertawa geli melihat tingkah laku kakaknya. Keisengan gadis ini pun bertambah karena melihat wajah kakaknya yang sok tenang. Audrey pun terus membahas masalah Louis pada Kirana. "Kenapa loe nggak sering ngobrol sama Louis lagi? Dia kan baik," tanya Audrey penasaran dan berniat membuat panas kakaknya. "Banyak kerjaan di kantor, mungkin juga perbedaan waktu bikin kita jarang berkomunikasi lagi." "Oh, sayang bangetlah kalau kalian nggak hubungan lagi," komentar Audrey sambil melirik kakaknya yang pura-pura tak peduli. "Nggak ada yang perlu disayangkan. Louis juga punya kesibukan sendiri," jawab Kirana polos. "Mungkin loe nya juga kali yang nggak mau ngasih kabar dia, jadi dia mau move forward buat dapetin loe!" tambah Audrey semakin memanci
[Hei pelacur! Gue butuh duit lima juta!] tulis Aldo pada Jenny.Gadis itu hanya tertunduk resah. Meratapi nasibnya yang sungguh sial. Merasa sangat bodoh dengan apa yang pernah dilakukannya.Jenny memutuskan untuk tidak menghiraukan pesan dari Aldo. Namun ia memilih untuk menghubungi partnernya."Kita ketemu di tempat biasa," kata Jenny sambil menghubungi partnernya.Ponsel Jenny tak hentinya berdering, semuanya dari Aldo, namun Jenny bergeming. Malas sekali ia menjawab panggilan dari Aldo.[Heh pelacur, mau jadi artis loe!] ancam Aldo melalui pesan whatsapp."Sial ni orang maunya apa sih? Ganggu gue panggil taxi online aja," gerutu Jenny.Merasa terganggu, Jenny pun akhirnya mengangkat pan
Darell masih saja tak henti untuk tersenyum. Tentu saja sikapnya ini semakin membuat Kirana salah tingkah.Gadis itu pun beranjak dari tempat duduknya menuju pagar balkon. Sementara Darell kembali memperhatikannya."Kenapa sih Mas dari tadi senyum-senyum sendiri terus?" tanya Kirana sewot, agar dapat menyembunyikan rasa malunya."Kamu lucu sekali," jawab Darell gemas."Apaan sih," balas Kirana melipat tangan di depan dada."Kamu selama ini nggak pernah punya pacar?" tanya Darell."Ya pernah.""Kalau pernah emang pacarannya gimana kok nggak pernah ciuman?""Ya jalan-jalan terus makan di kantin.""Hah? Kuno amat, emang kapan terakhir pacaran?""Waktu kuliah di Jogja.""Hmm udah lama banget kayaknya ya.""Jel
"Gimana kakimu Ki?" tanya Darell mengejutkan Kirana yang baru saja keluar dari kamar tidur dengaan keadaan sudah rapi."Udah enakan kok Mas, kemarin aku sudah kasih minyak gosok, jadi nggak terlalu nyeri.""Mau digendong lagi?" tanya Darell sambil tersenyum nakal."Nggak mau ah. Malu, masak terus-terusan. Temenin aja kalau keluar masuk lift," pinta Kirana."As you wish my lady," jawab Darell sambil bergumam tidak jelas."Kenapa Mas?""Nggak, ayo sarapan?" ajak Darell.Lagi-lagi James dan istrinya memperhatikan kedekatan putranya dengan gadis pilihan mereka. Kirana begitu telaten meladeni Darell di meja makan. Mereka berdua sangat berharap Darell dan Kirana benar-benar menikah.