"Mati, mati! Kau keparat!" Evelyn terengah-engah saat dirinya berhasil menumbangkan Antonio dengan guci. Setelahnya, Evelyn meraih sebuah lampu hias di atas nakas dengan rasa geram, Evelyn menghantam lampu itu berulang kali membabi buta di kepala Antonio hingga pria itu tidak sadarkan diri."Aaaargh! Kenapa aku selalu terjebak dalam situasi seperti ini! Aku hanya ingin tenang! Bisakah aku damai walau hanya sebentar?" Evelyn menjerit frustasi.Tubuh Evelyn lunglai terduduk di atas lantai dengan tangis. Beruntung, bawahan Antonio kini telah pergi saat mereka selesai memasang kamera. Ruangan yang hanya cahaya remang-remang dari bulan yang masuk melalui celah-celah jendela yang pincang. Membuat Evelyn beringsut duduk di pojok ruangan, ketakutan yang melingkupinya membuat tangisnya pecah dalam keheningan malam.Di luar, suara tembakan menggelegar, mengguncang dinding-dinding bangunan. Membuat Evelyn merasa hatinya semakin berdebar, dia tahu bahaya yang ada di luar sana semakin dekat deng
"Nenek, tadi Rai dihukum oleh Guru." Raizel duduk dengan gelisah, sambil menunggu kedatangan orang tuanya, Raizel menemani Diana dan Rosalie di dapur. Entah sejak kapan dua nenek itu akur. Tapi Rosalie tidak melakukan apa-apa. Dia hanya duduk melihat Diana yang terlihat sedang memilih-milih sayuran dengan beberapa pelayan yang lain. "Heh, kenapa Rai dihukum?" tanya Rosalie dengan wajah yang sudah terlihat marah. Marah kepada gurunya Raizel.Diana yang sedang sibuk pun melayangkan pertanyaan. "Rai nakal, ya, di Sekolah?" "Bukan, Nek, Eyang! Bukan karena Rai, tapi temannya Rai," ucap Raizel dengan memainkan sumpit sambil menopang dagunya diatas meja. "Kenapa dengan temanmu sampai kamu bisa dihukum? Biar Eyang temui teman dan guru kamu!" kesel Rosalie. "Haaah…!" Raizel membuang nafas panjang. "Jadi begini, Nek, Eyang! Teman Rai itu, kalau sudah jam 12 siang, dia pasti selalu ketiduran!" jelasnya. Rosalie dan Diana menyimak dengan penuh keseriusan. "Terus?" kata mereka hampir bersama
“Maaf, jika aku mengganggu waktu kalian yang sedang berciuman.”Evelyn dengan cepat dan gugup mendorong dada Ethan, ketika Hubert sudah berada di ambang pintu. Hubert, menyandarkan sisi tubuhnya pada bingkai pintu sambil menatap ke arah Ethan dan Evelyn yang tampak salah tingkah.“Hmm… aku permisi,” ucap Evelyn kikuk. Dia melangkah menundukkan kepalanya dalam. Ethan menatap ke arah Hubert dengan pandangan serius. “Urus pria ini dan segera hubungi pengacara. Alberto sudah menyerukan peperangan kepada kita! Dan persiapkan semua saksi!” Titah Ethan kepada Hubert dengan suara yang tegas.Pria yang masih berdiri di ambang pintu itu pun menghormat. “Siap, laksanakan!” jawabnya. Ethan menyusul Evelyn yang sudah berjalan lebih dulu sambil memegangi bahunya yang terasa nyeri. Di luar kamar itu, Ethan menatap punggung Evelyn yang melangkah sambil kaki wanita itu sesekali menendang angin. “Evelyn…!”Wanita itu memutar kepalanya menatap Ethan dengan wajah malu-malu lalu tertunduk. Ethan berl
"Papa!" Raizel berlari dengan riang menyambut kedatangan Ethan dan Evelyn. Ethan berjongkok di ambang pintu utama sambil merentang kedua tangannya. Raizel, dengan girang melompat ke dalam pelukan Ethan. "Aakh!" Ethan meringis saat pelukan Raizel mengenai luka tembaknya. Raizel mendorong tubuhnya mundur, menatap heran kepada Ethan. "Papa, apakah Papa sakit?" tanya Raizel berwajah cemas. Ethan menggeleng. "Tidak, hanya bahu Papa sedikit terasa nyeri karena tadi terbentur saat bekerja," jawab Ethan berkilah. Wajar jika Raizel tidak tahu. Sebab, Ethan sudah mengganti kemejanya saat dirinya dan Evelyn pergi ke rumah sakit. Evelyn, ikut berjongkok. Dia mengusap pucuk kepala Raizel dengan sayang. "Rai, kenapa belum bobo?" tanya Evelyn. Evelyn mengenakan manset tangan sebelum pulang. Dia tidak ingin jika Raizel melihat pergelangan tangannya yang memar. Sebelum dirinya dan Ethan kembali, mereka sudah menyiapkan semuanya. "Rai dari tadi gelisah. Rai takut terjadi sesuatu kepada Mama dan
"Terima kasih, tapi aku hanya ingin minta maaf dengan sikapku yang tadi." Evelyn mencoba menolak untuk tidak masuk ke kamar Ethan. "Ya sudah, aku juga minta maaf. Seharusnya, aku tidak memberikan bunga seperti itu untukmu," jawab Ethan kikuk. "Hmm… tidak masalah, kalau begitu, aku… aku kembali ke kamar." pamit Evelyn. Ethan hanya mengangguk. Dia takut salah, dia sudah tidak ingin ada pertengkaran. Dia ingin memperbaiki semua. Dari itu, Ethan tidak menahan Evelyn. Evelyn memutar tubuhnya ragu. Mengingat luka Ethan yang mungkin saja masih sakit. Dia, kembali memutar tubuhnya. "Jika ada apa-apa, hubungi aku, ya. Aku takut jika lukamu terbuka—""Tolong temani aku." Ethan memotong ucapan Evelyn dengan cepat. Evelyn terdiam, ada keraguan dalam dirinya. Dia takut jika Ethan akan lepas kendali dan berakhir dengan peluh seperti yang sudah-sudah. Ethan yang menyadari atas keraguan Evelyn pun meraih tangan wanita di hadapannya itu. "Aku berjanji, aku tidak akan menyentuhmu sebelum kita men
"Ethan, apa yang terjadi? Kamu terlihat tidak baik-baik saja."Evelyn terbangun dengan kaget saat merasakan tubuh Ethan gemetar saat Ethan memeluknya. Dalam kepanikan, Evelyn segera bangun dan meraba dahi Ethan. Evelyn terkejut ketika merasakan panas di dahi Ethan. "Aku tidak apa-apa, Evelyn. Aku hanya merasa demam," jawab Ethan lemah dengan suara bergetar. Evelyn menatap khawatir. "Tapi suhu tubuhmu naik, Ethan. Aku takut kau kenapa-kenapa," ucap Evelyn.Mungkin karena efek anestesi yang hilang setelah Ethan mengalami luka tembak membuat suhu tubuhnya naik dan mengalami demam. Karena sebelum kembali ke kediaman, Ethan mengobati luka tembaknya di Rumah Sakit."Oh, jadi kamu benar-benar bisa merasakan apakah suhu tubuhku naik? Aku tidak tahu kalau kamu memiliki kekuatan super seperti itu." kelakar Ethan agar Evelyn tidak khawatir dengan keadaannya.Evelyn memandang serius. "Ini serius, Ethan. Kamu terlihat tidak sehat. Aku akan meminta pelayan untuk membuatkan bubur untukmu. Dan meng
Evelyn melangkah masuk ke perusahaan dengan langkah ringan dan wajah yang berseri. Senyum selalu terukir di bibir plumnya, karena Ethan akhirnya memberikan kepastian tentang hubungan mereka. Evelyn memasuki ruang kerjanya. Dan di dalam sana, Sudah ada Bella yang menunggu. Bella yang melihat kedatangan Evelyn, segera berdiri dan membungkuk. "Selamat Pagi, Nyonya," ucapnya memberi hormat kepada Evelyn. "Pagi Bella, silahkan duduk!" Evelyn duduk di kursi kerjanya. Dia menatap ke arah Bella yang berada di kursi sekretaris dengan posisi menyamping dari meja kerja Evelyn. "Oh… iya, Bella, kemarin, apa yang terjadi padamu?" tanya Evelyn saat dia mengingat insiden kemarin saat Alice mendatanginya dan membuat semua orang dalam satu perusahaan pingsan.Bella mengangkat wajahnya menatap ke arah Evelyn. "Aku juga tidak tahu, Nyonya. Saat aku keluar dan berjalan melewati koridor, tiba-tiba ada asap yang datang mengepul. Aku pikir, asap itu berasal dari petugas yang melakukan Fogging bulanan un
"Nyonya, kau menuduh tanpa bukti!"Tom berkilah. Dia tidak ingin mengakui apa yang sudah dirinya perbuat. Dengan mata yang liar, Tom berusaha mencari alasan untuk menutupi kejahatannya karena telah bersekongkol dengan pemimpin sebelumnya. "Tom, aku punya bukti. Jika kau tidak katakan yang sebenarnya, aku akan menyeret masalah ini ke jalur hukum!" sentak Evelyn melempar beberapa kertas data-data yang Evelyn bawa ke wajah Tom dengan berang. Tom tertunduk dengan gelisah. Dengan berat hati, Tom pun mulai mengakui apa yang dirinya perbuatan. Karena dirinya sadar, jika melawan pun tentu dirinya juga ikut terseret karena dia hanya mengikuti perintah atasan. "Itu semua ide Nyonya Alice! Tolong jangan diganjar hukuman yang berat," jawab Tom dengan gemetar.Lagi-lagi Alice, apakah dia tidak bosan membuat masalah? Sepertinya, wanita itu memang mencari perkara dan menyiksa dirinya sendiri dengan rencana dan masalah yang selalu wanita itu ciptakan. Satu alis Evelyn terangkat naik. "Alice?""Iya
Beberapa minggu kemudian, keluarga ini mulai mempersiapkan perayaan ulang tahun Raizel yang ke-7 di panti asuhan yang sebelumnya dijanjikan oleh Evelyn. Tak ingin mengecewakan Raizel, Evelyn dan Ethan, Rosalie, Diana serta Kakek James saling bahu-membahu menyiapkan berbagai perlengkapan dan makanan untuk pesta tersebut."Sayang, apa kamu yakin makanan ini cukup untuk semua anak-anak di panti asuhan?" tanya Evelyn khawatir pada suaminya.Ethan tersenyum, meyakinkan istrinya. "Tenang saja, sayang. Aku sudah berbicara dengan pengelola panti asuhan, mereka menyediakan makanan tambahan jika dibutuhkan. Jadi, semua anak pasti akan kenyang."Di hari H, keluarga ini tiba di panti asuhan dengan membawa berbagai perlengkapan pesta dan makanan. Mereka disambut hangat oleh pengelola panti asuhan dan anak-anak yang tinggal di sana."Selamat datang, Tuan Ethan, Nyonya Evelyn, dan keluarga!" sambut salah satu pengelola. "Terima kasih banyak atas kebaikan hati kalian merayakan ulang tahun Raizel bers
Kehamilan Evelyn menjadi berita yang membawa berkah bagi keluarga ini. Raizel begitu bahagia ketika mengetahui akan memiliki adik. Diana dan Rosalie pun tak dapat menyembunyikan kebahagiaan mereka dengan hadirnya calon anggota keluarga baru."Seharusnya kita merayakannya!" seru Rosalie ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tamu."Aku setuju!" sahut Diana, "Terlalu lama kita tidak merayakan sesuatu yang istimewa. Mari kita mengadakan pesta kecil untuk merayakan kebahagiaan ini."Semua anggota keluarga pun bersemangat untuk mempersiapkan pesta tersebut. Mereka semua bekerja sama, menghias rumah dengan balon berwarna-warni dan bunga-bunga indah. Diana dan Rosalie mengatur menu makanan untuk pesta tersebut, sementara Evelyn dan Ethan mengundang beberapa sahabat dekat mereka untuk merayakan momen bahagia ini bersama-sama."Huek!" disaat pesta sedang berlangsung, Ethan mengalami mual yang hebat. Evelyn yang melihat hal itu pun segera meletakkan makanannya dan mengusap punggung s
"Bulannya, indah, ya," ucap Evelyn saat dia dan Ethan kini duduk di atas balkon sambil menatap langit malam. "Iya, seperti kamu. Yang selalu bersinar dalam kegelapan hidup seseorang," sahut Ethan yang saat ini dirinya sedang memeluk tubuh Evelyn dengan erat dari belakang sambil memandang langit yang sama. Sudah satu bulan berlalu saat mereka melakukan perjalanan bulan madu. Dan saat ini, kebahagiaan yang mereka rasakan semakin tajam. Mereka saling melengkapi, bagaikan potongan-potongan puzzle yang sempurna."Evelyn, masih ingat masa-masa sulit yang kau hadapi?" tanya Ethan sambil tersenyum."Tentu saja, aku masih ingat bagaimana kamu menceraikanku. Aku menangis di tengah jalan saat hujan lebat. Dan, kau tidak tahu betapa sulitnya saat aku mengetahui jika aku hamil. Merangkak dan tertatih," jawab Evelyn dengan nada yang sedih. Ethan kemudian melepaskan pelukannya, berdiri tepat di depan Evelyn. "Maaf karena sikapku dulu pada separah itu. Tapi, ada sesuatu yang ingin kutanyakan," uca
"Yey! Mama sama Papa pulang, pasti Rai dibawakan oleh-oleh Adik!" seru Rai sore ini, dia tampak bersemangat. Diana datang membawakan segelas coklat panas dan beberapa cemilan ke arah gazebo di taman depan. Sambil memperhatikan Raizel bermain-main ditemani oleh Manda. "Sayang! Ayo, sini, Nenek bawakan coklat panas!" Diana berteriak. Anak itu segera menoleh, dia pun menjawab, "ya ... Nek!" Raizel berlari dengan senyum yang merekah menuju ke arah Diana, di belakangnya disusul oleh Manda. "Nenek, sebentar lagi, Mama sama Papa akan pulang, kan?" tanya bocah itu antusia. Melihat keringat dari dahi cucunya itu menumpuk, Diana segera menggosoknya dengan telapak tamgan sambil menjawab, "iya, memangnya, Rai menunggu apa?" tanya Diana. "Kata Tuan kecil, dia sedang menunggu kedatangan tuan muda dan nyonya muda. Karena akan membawa Adik!" Manda mencoba menimpali. Diana terkekeh. Bisa-bisanya Raizel berpikir kalau buat adik sama seperti kita membuat adonan kue yang langsung jadi. "Rai Sayang
Ethan melepaskan kimononya, dengan tubuh polos itu, dia melangkah ke arah pemandian air panas yang terlihat mengepul, dia segera merendamkan tubuhnya. Dan perasaan nyaman pun mengalir di tubuhnya saat air panas tersebut mengenai permukaan kulitnya. "Oh … nyaman sekali." Ethan bergumam sambil memejamkan matanya, meresapi setiap sentuhan hangat dari air.Evelyn, dengan malu-malu melangkah ke arah pemandian air panas itu dengan kimono yang masih menempel di tubuhnya.Evelyn pun melucuti kimono yang dia. Dan tubuh polos itu pun terlihat bercahaya tertimpa sinar rembulan. Evelyn pun berkata, "Ethan, aku sudah siap." Ethan yang mendengar suara Evelyn pun membuka matanya. dia dapat melihat Istrinya itu berdiri di sisi kolam pemandian Air panas dengan penuh tatap keanggunan.Ethan tersenyum lalu berkata, "Evelyn, jangan sungkan-sungkan. Kolam air panas ini akan merilekskan otot-otot kita yang tegang setelah berkelana seharian, ayo! Kemari." ajak Ethan.Evelyn tersenyum tipis, kemudian melan
Kyoto-Jepang;"Whoa, Sayang, lihat! Ini begitu cantik!" seru Evelyn sambil berlari dengan kimono di bawah pohon sakura yang sedang mekar. Ethan dan Evelyn memilih Jepang untuk bulan madu mereka. Karena Evelyn suka dengan keindahan bunga sakura. Apalagi waktu senja dari klenteng puncak Kyoto menatap ke arah gunung Fuji. Itu sebuah pemandangan yang sangat menakjubkan. "Hati-hati, nanti kau tersandung, Evelyn!" Seru Ethan. Ethan memperhatikan tingkah Evelyn itu dengan riang. Perasaannya begitu bahagia saat melihat istrinya itu begitu bersemangat. Ethan segera menyusul Evelyn. Saat berjalan beriringan, Ethan menggenggam tangan Evelyn dan berjalan di bawah pohon-pohon sakura. "Setelah ini, kita mau kemana?' tanya Ethan sambil melangkah. Evelyn merenung beberapa detik. Dia memikirkan sesuatu. "Aku ingin pergi ke kuil, Kinkaku-ji, Kiyomizu-dera, dan Fushimi Inari-taisha!" seru Evelyn dengan semangat. Ethan mengusap kepala Evelyn. "Kamu maruk sekali, ya, Sayang! Masa mau dikunjungi semu
"Ya, Sayang, itu adalah Mama kamu. Mama yang menjadi malaikat untukmu. Malaikat yang nyata yang merawatmu disaat Papa tidak berada di sisimu," ungkap Ethan peru haru. Ethan menahan tangis harunya. Saat melihat Evelyn begitu anggun. Lorong waktu kenangan dimana dia menghina Evelyn dan mengusir Evelyn layaknya seorang anjing jalanan membuat penyesalan kini merajai. Dia tidak tahu, sekuat apa Evelyn didera kesedihan saat dia mengusir Evelyn. 'Kau wanita hebat, kau layak untuk mendapatkan semuanya, Evelyn. Kali ini, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Aku akan menebus semua kesalahanku di masa lalu dan membuka masa depan yang indah bersama dirimu dan Anak kita.' Batin Ethan. Sementara di tempat Evelyn, James menyambut putrinya itu dengan wajah sendu. Mengingat bagaimana dirinya memperlakukan anak angkatnya itu. Akan tetapi, Evelyn mampu berdiri tegak layaknya batu karang yang terus terhantam ombak. "Apakah kau sudah siap?" tanya James sebelum menuntut putrinya itu k
Seperti bunga yang mekar di kebun yang subur, Evelyn memancarkan keindahan yang menakjubkan dengan gaun pengantin mewahnya. Saat memandang wajahnya di cermin, ia takjub akan kecantikannya yang mempesona. Namun, di balik kilau cahaya itu, gelombang gugup bercampur dengan degupan jantung yang memekakkan telinga. Ya, ini adalah hari di mana dua jiwa akan bersatu dalam ikatan pernikahan: Evelyn dan Ethan. Asisten Evelyn yang setia, Manda, bertepuk tangan menahan kagum, sementara Diana, menahan tangis bahagia yang menggenang di dalam hatinya.Evelyn menghela nafas, dia memutar tubuhnya dan menatap ke arah Diana. "Bu, rasanya seperti ribuan kupu-kupu berseliweran di perutku, benar-benar gugup! Bagaimana kalau aku tersandung saat berjalan nanti?" ungkap Evelyn. Diana menyeka air mata, sambil tersenyum. "Evelyn, sayangku, kupu-kupu itu adalah rasa cintamu yang menjelma menjadi kegembiraan. Aku tahu kamu adalah wanita yang kuat dan semua akan berjalan dengan lancar. Percayalah, saat kamu me
"Wow, Rully! Danau ini sangat indah! Aku tidak pernah melihat pemandangan seperti ini sebelumnya!"Senja mulai menjelang di Danau Aloeran, dan langit kini tampak berubah menjadi merah jingga yang damai. Rully dan Amelia kini berdiri menatap ke arah danau yang keindahannya tersembunyi oleh rimbunnya pepohonan dan belukar. Saat mereka tiba, mereka disambut oleh angin serta gemericik air dan burung-burung berkicau bersahut-sahutan, menciptakan suasana yang begitu sempurna.Rully tersenyum dan berkata, "Amelia, ini yang ingin aku tunjukan padamu. Danau ini benar-benar tersembunyi, sangat jarang orang yang tahu tempat ini. Ini adalah tempat dimana aku menghilangkan stres dan mengagumi keindahan Sang Pencipta."Amelia menoleh, menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan pandangan lurus ke depan. "Apakah kau sering membawa Evelyn kemari?" tanya Amelia, di hatinya terbesit sedikit rasa cemburu. Rully tersenyum kemudian menundukkan kepalanya. Mengingat betapa indah kenangan dirinya bersama