Share

Pertahanan Imelda

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2022-04-26 10:10:45

Layaknya rumah tangga yang tak ada masalah berarti, Imelda dan Rizal kembali menjalani kehidupan normal. Anak-anak tidak ada yang curiga dengan cerita ayahnya yang memiliki istri lain. Feeling seorang istri tak pernah salah, ia meraih ponsel Rizal, mengecek pesan singkat sampai ke email juga. Jarinya terus mengusap layar benda pipih itu, dan benar, sejak beberapa hari lalu banyak pesan singkat dan telepon masuk yang tak Rizal baca juga jawab panggilan itu dari Winola. Imel membaca semua pesan masuk dari Winola, menanyakan kapan ke rumah, sampai, pesan semalam, Imel di rumah sakit, ia terpeleset dan jatuh.

Lalu, ada pesan lain yang menunjukkan ia di kamar rawat. Pun, tak lupa Winola menulis pesan di bawah foto yang dikirim. 'Anak ini selamat, tapi kakiku terkilir, sempat flek sedikit tapi nggak papa.' Hanya itu. Imel gerah. Labrakannya seolah tak diindahkan wanita itu. Apa bedanya, sama saja ia masih menghubungi suaminya, kan. Pintu kamar terbuka, Rizal yang berniat memanggil istrinya karena sarapan sudah siap, terkejut saat mendapati istrinya sedang memegang ponsel miliknya.

"Ada apa, Mel? Kamu ngecek-ngecek HPku?" Rizal segera menyambar ponsel dari tangan istrinya dan mau tak mau, isi pesan singkat dari Winola itu terbaca. Kedua mata Rizal membulat sempurna, keterkejutan juga jelas tampak. Sial. Batin Imel.

"Aku ke rumah sakit sekarang." Tuturnya sambil buru-buru meraih handuk yang tergantung di balik pintu kamar, dan bergegas masuk ke kamar mandi. Imel diam, hanya tersenyum miris.

"Ibu .... " Suara si sulung terdengar memanggil.

"Ya, Bang...!" sahut Imel lalu beranjak cepat. Ia menghampiri putranya yang sudah duduk di ruang makan bersama adiknya.

"Ayo sarapan. Ayah mana? Tadi manggil Ibu, kan?" Putranya itu bertanya dengan raut wajah bingung.

"Ayah nggak sarapan bareng kita, Bang, ada perlu. Barusan dari kantor telepon, minta Ayah ke sana sekarang, kita sarapan bertiga, ya," ujarnya sambil menuangkan air putih ke gelas putra-putranya.

"Bu, ini udah kesekian kali Ayah jarang sarapan sama kita. Abang perhatiin Ayah juga sering keluar kota. Kenapa Ayah kerja terus?" Pertanyaan kritis seorang anak yang terkadang membuat Imelda harus putar otak cari jawaban yang tepat, apalagi, faknya ia sudah tahu jika Rizal berbohong selama ini. Ternyata ia bersama Winola 'sahabatnya'.

"Udah, Bang, kita sarapan. Habis ini bantuin Ibu beberes kamar ya, Ibu mau ubah suasana. Adek juga bantu Ibu, ya," tatap Imel ke putra bungsunya yang mengangguk. Si sulung tampak kesal, ia bersedekap lalu berdecak sebal saat Imelda seolah tak memperkarakan jika Rizal mulai jarang meluangkan waktu bersama dua putranya.

Lima belas menit kemudian, Rizal tampak rapi dengan kaos kerah dan celana jeans, ia pamit ke anak-anaknya juga Imel. Tak lupa, ia mengecup kening Imel yang membuat senyum kepura-puraannya terbit demi kedua anaknya.

"Buat jajan, Ayah berangkat dulu, ya." Pamitnya ke kedua anak mereka sambil meletakkan uang seratus ribu di atas meja makan. Si bungsu menoleh, menatap kakaknya, seolah bertanya 'uangnya boleh diambil, nggak, Bang?'. Bukan apa-apa, hal itu karena si sulung memang pengontrol adiknya sesuai dengan arahan Imel. Kakak dan adik harus saling menghormati, tidak ada pilih kasih dari Imel juga Rizal, si sulung menggelengkan kepala, ia melarang adiknya menerima uang itu.

"Ayah bisanya kasih duit doang. Kita butuh Ayah, Bu, bukan uangnya aja." Akhirnya, si sulung ngambek, ia berdecak sebal sambil pindah duduk di sofa ruang TV, pandangan ke arah tayangan kartun.

"Bang, makannya habisin, jangan buang makanan." Protes di bungsu yang berjalan sambil membawa piring berisi roti bakar selai coklat dengan potongan buah. Imel beranjak, menghela napas namun tetap tersenyum lebar.

"Abang, Ayah memang sibuk. Kamu tau kerjaan Ayah, kan, bukan profesi mudah. Gini, Bang, hari ini mau ke mana? Ibu temenin." Tawaran Imel membuat kepala putranya menoleh, lalu menjawab dengan gelengan kepala. Imel beranjak, kedua putranya lanjut sarapan sambil menonton TV. Imel meremas tangannya begitu kuat, tak bisa meluapkan kekesalannya, hingga memilih untuk bersabar.

***

Di rumah sakit.

"Kenapa bisa terpeleset?" Rizal berdiri di tepi ranjang tempat Winola terbaring dengan pergelangan kaki dibalut perban.

"Lagi tuang minyak goreng tumpah ke lantai, aku bersihinnya kurang bener kayaknya, masih ada sisa dan jatoh. Pas banget lagi ada Mamaku di rumah, jadi Mama minta tolong tetangga antar aku ke sini. Kamu dicariin Mama, Zal," ujar Winola.

"Ada apa?" Kening Rizal berkerut. Winola mengedikkan bahu.

"Mama lagi pulang, siang nanti ke sini lagi setelah dokter izinin aku pulang. Aku harus dipantau dua puluh empat jam dulu, untuk mastiin kandunganku memang baik-baik aja." Lanjut Winola. "Zal," panggilnya.

"Hm?" Rizal kini duduk perlahan di tepi ranjang.

"Imel gimana? Masih marah sama aku? Aku takut dia ngadu ke keluarga kamu tentang kita." Tampak kekhawatiran di raut wajah Winola.

"Nggak. Aku udah bilang ke Imel, untuk ngertiin kamu dan keputusan kita ini. Sampai anak ini lahir, kita akan cerai, aku nggak mau lihat kalian jadi bertengkar." Rizal tersenyum. Sementara Winola mengangguk pelan.

Menjelang malam. Rizal masih belum pulang. Baru saja ia hendak menanyakan Rizal di mana, telepon masuk ia terima dari suaminya itu.

"Halo, Mel .... "

"Ya, Mas," jawab Imel sambil menutup pintu kamar anak-anaknya yang sudah terlelap. Ia juga melirik jam dinding, pukul sepuluh malam.

"Aku di rumah Winola, ya, malam ini. Kakinya masih bengkak. Mamanya juga minta aku temani dia, nggak papa ya, Mel?"

Imelda tersenyum getir, ia menunduk. "Terserah kamu, Mas, kamu yang tau kan, mana yang jadi prioritas kamu sekarang. Aku atau wanita hamil itu." Imel diam, Rizal pun tak menyanggah apa pun. "Oh, lupa, Dewa pagi tadi protes, karena kamu sibuk dan jarang luangin waktu sama mereka. Aku terpaksa berbohong untuk tutupi hal ini, Mas." Lanjutnya.

"Mel, bertahan sampai anak itu lahir, ya, aku mohon, maaf jadi minta kamu berbohong untuk anak-anak," ucapnya dengan suara begitu pelan.

"Mas, aku mau tanya," lirih Imel.

"Ya, apa, Mel?"

"Gimana kalau Winola punya perasaan lebih ke kamu dari pada sekedar sahabat? Dia lagi hamil, perempuan hamil sangat berharap sosok laki-laki yang ada untuk dia juga sayang sama dia. Kamu, sikap kamu yang seperti ini, bisa aja bikin dia berpikir begitu. Apa..., aku juga harus bertahan, seandainya, dia menolak cerai?"

Mendengar pertanyaan itu, Rizal diam, ia sendiri tak bisa memberikan jawaban apa-apa, ia takut salah bicara yang berujung Imel marah-marah lagi. Lalu, tawa pelan justru terdengar dari Imelda. "Kenapa, Mas..., nggak bisa jawab? Apa, Winola sudah menolak dari sekarang perceraian itu, karena udah baper sama kamu?"

Masih tak ada suara dari seberang sana.

"Persahabatan kalian luar biasa. Aku kagum. Andai aku juga punya sahabat lawan jenis yang sebaik kamu, bisa tersanjung. Sayangnya, aku masih punya otak dan hati untuk tau batasan bergaul yang mengaku sahabat padahal cinta. Aku tunggu kamu pulang, itu juga kalau kamu ingat aku dan anak-anak."

Imel memutuskan sambungan telepon sepihak. Lalu menunduk, ia kembali menangis, tak kuat rasanya. Ia membungkam bibirnya, supaya isakannya tak membangunkan Dewa juga Ardan. Sesak, udara tak masuk ke rongga dada, dan Imel tau, apa kemungkinan yang akan terjadi setelah ini. Ia harus bersiap untuk menghadapi kemungkinan terburuk. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kau juga sebagai istri terlalu sok2an kuat. bilang aja bertahan krn kau istri g punya pekerjaan dan bergantung sama suami. lucu aja si rizsl sampai mengabaikan waktu kebersamàn dg anak2nya. dan alur cerita ini juga terlalu dipaksakan. menolong dg cara g masuk akal.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Jatah bulanan

    Imelda sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi, suami yang dicintainya, semakin hari, justru semakin lebih ada bersama Winola. Wanita itu kehamilannya semakin besar, Imelda memendam kegalauan hatinya seorang diri. Menepati janji kepada suami juga Winola untuk tak bercerita kepada keluarga besar suaminya, pun, demi menjaga hati dua anaknya-- Dewa dan Ardan, yang semakin merasa ada yang aneh dengan sikap Rizal.Bulan ke delapan, kehamilan Winola semakin menambah daftar panjang kekesalan Imelda, karena Rizal akhirnya bicara jika keluarga besar 'sahabatnya' itu, meminta dirinya untuk lebih sering berada di sana. Imel tak habis pikir, kok ada, keluarga perempuan yang mendesak hal itu sementara mereka, tau Rizal sudah beristri dan memiliki dua anak.Rasa penasaran Imel kembali memuncak. Ia menatap Rizal yang sedang memasukkan pakaian milik pria itu ke dalam satu koper be

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Menutupi

    Winola putar otak, ia malas membahas dan menanyakan kepada Rizal perkara uang yang seharusnya, menjadi jatah Winola dan anak-anak. Jika ia tak mengalihkan pikirannya tentang Rizal, bisa-bisa semua kacau, anak-anak juga akan kena dampaknya. Itu yang ia jaga begitu hati-hati.Rizal pulang, setelah dua minggu semenjak Winola melahirkan, ia selalu di rumah wanita itu. Kedua mata Rizal terbelalak, saat ia melihat keadaan ruang TV rumahnya banyak loyang, dan adonan kue kering. Di dapur, terlihat Imel sedang mengeluarkan loyang dari dalam oven besar milik istrinya yang lama tak ia pakai semenjak lebaran tahun lalu. Biasanya, Imel akan membuat kue khas lebaran sendiri, ia memiliki keahlian akan hal itu."Mel, kamu tumben bikin nastar dan sagu keju sekarang?" Rizal membawa sepatunya ke arah rak di dekat dapur, lalu menjajarkan dengan sepatu anaknya di sana. Ia segera me

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Semua Jelas

    Rizal hanya bisa menatap terkejut ke arah Winola, lalu ia terkekeh. "Aku tidak mencintaimu, Win, kamu sahabatku, dan akan terus begitu."Winola menyeka air matanya, ia menunduk, begitu paham. "Tapi hatiku, setelah selama ini kebersamaan kita, aku ...," ia menjeda. "Aku rela menjadi yang kedua. Aku rela waktumu lebih banyak di Imel dari pada denganku. Aku nggak masalah, satu malam cukup. Aku nggak mau Sahila nggak punya Ayah. Kamu tau, kan, laki-laki itu juga aku nggak kenal siapa, Zal...," isaknya lagi.Imelda diam, ia menatap Winola, lalu berganti ke Sahila. Anak itu tak berdosa, wajahnya memang tak mirip dengan Rizal, kulitnya saja putih, hidungnya begitu mancung dengan bola mata abu-abu terang. Bukan Rizal sekali.Rizal mencoba menyanggah, namun dicegah Imelda dengan menggenggam jemari tangan suaminya itu.

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Utuh

    Keluarga, setiap orang pasti selalu membayangkan memiliki keluarga yang utuh, lengkap dan tidak terpisah-pisah, atau bisa juga tanpa masalah. Tapi hal itu tidak bisa terjadi pada rumah tangga Imel, nyatanya, ia harus menerima status suaminya yang punya istri lain. Berat, bagaimana ia mencintai Rizal begitu dalam, namun di sakiti oleh status pria itu begitu tega.Pelukan tangan Rizal setia pada pinggang istrinya, wajah pria yang terlelap itu membuat Imel akhirnya bisa tersenyum, Rizal menepati janji, sudah tiga minggu ia selalu di rumah, tidak pernah menemui Winola. Telepon dari wanita itu pun juga tidak pernah ada. Imel selalu mengecek setiap Rizal pulang bekerja.Tatapan Imel lekat ke arah suaminya, ia tersenyum. Lalu, menyusupkan wajahnya pada ceruk leher Rizal yang menggeram tertahan namun semakin erat memeluk."

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Nekat

    Jatuh cinta itu bisa membuat hilang akal, apalagi posisinya memang sedikit menekan urat malu yang harus diputus. Rizal memarkirkan mobil di garasi, jam sudah di angka 4 sore, mereka baru pulang dari toko seragam sekolah, lalu lanjut ke mal untuk makan siang bersama, kemudian membeli sepatu baru untuk dua anaknya.Namun, tatapan semuanya mengarah pada sosok Winola yang duduk di teras rumah tanpa pagar itu sambil menggendong Sahila. Satu persatu turun dari mobil, tatapan Imelda mengarah ke kedua anaknya. Sedangkan Rizal tampak kesal melihat kehadiran sahabatnya itu di rumah."Salim dulu sama Tante Winola, Dewa... Ardan," ucap Imel mengingatkan sopan santun. "Ini teman Ayah dan Ibu," lanjutnya. Dewa meraih tangan kanan Winola, ia mencium punggung tangan itu, bergantian ke Ardan. Keduanya lalu masuk ke dalam rumah sambil menenteng tas belanjaan mereka.

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Demi hati yang lain

    Pov Imelda.Bagaimana rasanya menjadi aku? Sulit dijelaskan. Suamiku terus marah dan tak habis pikir dengan Winola yang terang-terangan jujur mencintai suamiku. Ini gila. Luar biasa di luar logikaku. Ada wanita yang rela menjadi madu rumah tanggaku, berkedok sahabat yang berubah menjadi cinta.Winola menangis, air mata itu jujur, aku bisa lihat bagaimana percikan cinta itu memang ada untuk suamiku. Sakit? Sangat. Yang kupikirkan hanya kedua putraku, bagaimana Dewa akan marah, ia sudah akan ABG, di mana darahnya mulai membara. Siap memberontak, dan aku takut. Bagaimana ini, aku harus apa demi anak-anakku?Pov author."Aku akan talak kamu, Win," ucap Rizal tegas. Setegas sorot mata yang begitu tajam menyayat hati wanita itu.Winola menggelengkan kepala.

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Menikah ulang?

    Imelda, Rizal dan Winola bertemu keluarga Winola di rumah orang tua wanita itu. Imel menjelaskan semuanya, dan ya, membuat semua terkejut, senang, sedih, haru, campur menjadi satu."Saya minta, Mas Rizal dan Winola menikah ulang. Supaya semua sah dan tidak ada masalah dikemudian hari. Kasihan Sahila," ucapnya begitu tegar."Kami akan siapkan semua, Imel, dan... kami berterima kasih atas pengertian dari kamu," sahut ibunda Winola. Imel hanya tersenyum tipis. Rizal terus mendengkus, hanya bisa melakukan itu karena ia sudah mengiyakan semua permintaan Imelda.Tak lama mereka pergi dari rumah itu, namun Imel mengajak Rizal berjalan-jalan di tepi pantai, ia butuh suasana terbuka. Rizal menggandeng jemari tangan istrinya begitu erat, sesekali melirik karena Imelda terus diam sambil menatap luasnya lautan di hadapan.

    Last Updated : 2022-04-26
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Untuk Sahila

    Winola terus menghapus air matanya, sudah satu bulan sejak Rizal memutuskan status hubungannya itu, ia seperti orang yang hilang akal, bahkan, imbasnya hingga ke Sahila yang terabaikan. Seperti saat bocah itu menangis kencang karena Winola melamun saat sedang mengganti pampers Sahila yang tak kunjung selesai, hingga saat Sahila haus ingin menyusu tapi Winola justru tertidur."Bunda nggak tau harus apa, Sahila, Bunda butuh Rizal," lirihnya begitu pilu dengan suara serak.Sahila hanya bisa diam, menatap ibunya yang tampak seperti orang depresi. Kedua kaki bayi itu terus bergerak-gerak risih di atas baby bouncer, Winola terus saja menatap ke arah lain dengan tatapan kosong. Tangis Sahila begitu kencang, seperti menahan sakit, hingga suara seseorang datang dan menghampiri keduany

    Last Updated : 2022-04-26

Latest chapter

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kebahagiaan Sesungguhnya

    "Mas Rizal, anak-anak kenapa nggak ada yang telepon kita? Tumben banget hampir satu minggu nggak kasih kabar. Araska juga, katanya mau pulang kemarin, sampai hari ini mana? Koper-koper aja yang ada." Imel menggerutu sendiri, ia dan Rizal tengah asik menonton acara TV setelah pulang membeli sarapan bubur ayam di tempat langganan. "Lagi sibuk semua kali, Mel, udah biar aja. Kamu nggak masak buat makan siang?" Rizal meletakkan ponsel miliknya yang sedari tadi ia gunakan untuk membalas pesan singkat teman-teman warga komplek. "Nggak, biar Bibi aja yang masak. Aku kepikiran anak-anak, mana Ardan dan Sahila juga nggak kirim foto Reno sama Bima. Aku kangen cucu-cucu ku juga, Mas ...." Imel tampak kesal, bahkan sedikit menghentakkan kaki ke lantai. "Kok kamu kayak anak kecil gini? Udah tua sayang, uban mu mulai banyak," goda Rizal yang membuat Imel makin kesal. Mendadak muncul Gadis dari arah depan rumah, ia datang bersama Dewa. "Ayah ... Ibu ...," sapa Gadis. "Hai sayang!" teria

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Awet muda

    Imelda duduk di teras rumah, menatap area depan hingga garasi yang sudah di renovasi menjadi lebih lebar sehingga muat 3 mobil terparkir, karena Rizal memang membeli rumah sebelah kanannya yang sudah lama kosong. "Kenapa kamu bengong?" Rizal memeluk Imelda begitu hangat. Pelukan itu membuat Imel tersenyum lalu menoleh ke samping kanan. Wajah keriput Rizal bahkan tak melunturkan bagaimana Imelda mencintai pria itu begitu luar biasa. "Lagi mikir sisa usia kita, mau lakuin apa. Aku juga mikir, apa anak-anak bisa lepas dari kita dan hidup dengan baik." Helaan napas Rizal menerpa pipi kanan Imelda. "Jangan seperti ini mikirnya, nggak boleh, Mel." Rizal melepaskan pelukan, kemudian berpindah duduk di sebelah istrinya. Ia meraih jemari lembut wanita yang tetap cantik, digenggam erat. "Anak-anak sudah masuk di fase kehidupan yang baru, ada di posisi kita dulu. Kamu nggak bisa khawatir kayak gini. Kita ... cukup perhatikan, biarkan mereka berkreasi dengan rumah tangga mereka, kita nggak bis

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Curhatan lelaki

    Peresmian restoran masakan Indonesia milik Ardan dan Sahila berjalan begitu meriah. Araska bertepuk tangan sambil bersorak ke arah dua kakaknya, hal itu membuat seseorang yang setia berdiri di sebelahnya melirik jengah. Sahila melihat hal itu, sebagai seorang kakak, ia tak mau adiknya mencintai seseorang yang salah. Sahila mendampingi Ardan menjamu tamu undangan yang diantaranya banyak pejabat juga pengusaha sukses kenalan Praset. Dua kakak Sahila juga datang bersama keluarganya, hanya satu kakak lelakinya yang tinggal di London dan tidak bisa pulang ke Thailand. "Mas Ardan, aku ke Araska dulu, ya," pamitnya sambil mengecup pipi Ardan yang kala itu memakai kemeja putih pres body, celana panjang warna krem juga kacamata yang kini setia bertengger di hidung bangirnya. Sama seperti Araska yang memang berkacamata. "Hai, aku kira kamu jadi pulang ke Singapura semalam?" sapa dan sindir Sahila kepada perempuan yang tampak tak nyaman berada di sana. Araska melihat itu, tetapi seolah tertut

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kedatangan Araska

    "Yakin mau di sini?" Sahila memeluk pinggang Ardan yang merangkul bahunya. "Yakin. Kita bisa mulai semua dari sini, hidup sederhana dan yang penting selalu bersama-sama." Ia mengecup pelipis Sahila. Mereka menatap ke ruko yang di sewa untuk membuka restoran masakan khas Indonesia. Ardan banting setir, menjadi pengusaha restorannya sendiri, dan Sahila mengatur kinerja harian. Keduanya memutuskan akan menetap di sana, merantau di negara yang tak asing bagi Sahila. Lingkungannya juga baik, tak jauh beda dengan di tanah air. "Mana bisa sederhana, kamu nggak lihat di belakang kita? Baru juga kita mau persiapan buka resto ini, mereka udah stand by." Sahila menoleh ke belakang, terlihat beberapa ajudan dari Praset berjaga di sekitar resto. "Kamu bilang sama Papi, jangan berlebihan. Anak-anak juga kasihan jadinya, La," bisiknya. "Iya, nanti aku bilang. Ngomong-ngomong, Reno sama Bima ke mana?" Wanita itu celingukan, mencari keberadaan dua putranya yang sejak beberapa waktu lalu tak tampak

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Melepas Rindu

    Kaki Sahila melangkah pelan setelah turun dari mobil SUV mewah milik keluarganya yang berhenti di depan rumah tempat tinggalnya. Tangannya terus menggandeng erat jemari Ardan, Bima berada di gendongan Praset, sedangkan Reno sudah membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu bercat putih. Halaman yang cukup luas dengan rerumputan yang tertata apik hasil kerja keras Ardan yang memang mau melakukannya sendiri, membuat senyum Sahila merekah. Di teras depan, Rizal, Imel, Dewa beserta istri dan kedua anaknya menyambut dengan wajah penuh bahagia. Kedua tangan Imel ia rentangkan, betapa bersyukur bisa melihat Sahila kembali dalam keadaan sehat. "Ibu," sapa Sahila dengan derai air mata. "Sayang," peluk Imel. "Jangan nangis, Ibu nggak mau ada air mata kesedihan lagi dikeluarga kita selain air mata bahagia," lanjutnya. Sahila mengulur pelukan, mengangguk, lalu berpindah memeluk Rizal. Di dalam rumah, orang suruhan Praset sudah menyiapkan hidangan yang pasti Sahila suka. Jadilah acara sederh

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Permintaan kembali

    Gaun putih yang dikenakan terasa cocok dan tidak membuat langkah Sahila kesusahan. Justru ia begitu anggun melangkah. Ardan dan Reno menatap sambil mengukir senyuman, di lengan Ardan juga, ada Bima yang menatap ke arah ibunya yang berjalan mendekat. "Aku kangen kamu, La," ucap Ardan lalu terpejam karena Sahila mengecup lembut pipi suaminya, tanpa suara membalas kalimat itu, hanya saja tangan Sahila membelai wajah Ardan yang masih terus terpejam. "Mama," panggil Reno dengan air mata yang jatuh. Air mata bahagia tepatnya. Sahila bergeser, berlutut menyetarakan tinggi tubuh dengan anaknya. "Reno kangen," lirihnya lalu memeluk leher Sahila. Tangan wanita itu mengusap lembut punggung Reno. Tak lama, Sahila berdiri, kembali berhadapan dengan Ardan. Bima menatap Sahila, digendongnya bayi yang bahkan belum genap enam bulan. Dipeluk hangat hingga diciumi gemas putra yang selama hampir sembilan bulan ada di dalam kandungannya. "Ayo kita masuk ke dalam, La," ajak Ardan. Sahila tersenyum, me

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kesabaran diuji

    Rumah bercat putih itu, menjadi tempat di mana Ardan, Sahila, Reno juga Bima tinggal. Sahila masih koma, tak tau kapan ia akan bangun, dan kini sudah memasuki waktu tiga bulan semenjak kecelakaan itu terjadi. Sejak pagi, Ardan sudah menyiapkan air hangat untuk membersihkan tubuh Sahila dengan cara membasuh perlahan. Reno membantu, ia mengambil handuk, juga pakaian Sahila sambil sesekali melihat Bima yang semakin hari semakin sehat. "Pagi, Sahila," sapa Ardan yang sudah melipat kaos lengan panjangnya hingga siku. "Pagi, Mama," sapa Reno sambil mengecup kening wanita yang masih terbujur tak sadarkan diri. "Reno, kamu lihatin Bima, ya, udah bangun atau belum?" "Iya, Pa." Kemudian Reno berjalan keluar dari kamar orang tuanya menuju kamar lain yang ditempati ia juga Bima. Ardan perlahan melucuti pakaian istrinya, hingga separuh telanjang. Dengan telaten dan perlahan, ia mengelap tubuh istrinya dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Tangannya mengarah ke wajah, begitu pe

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terus menunggu

    Tepat dua minggu kemudian, kondisi ibu dan bayi stabil, dokter juga memberikan izin untuk keluarga membawa mereka berangkat ke Bangkok, Thailand. "Semua sudah siap, Dan?" Rizal memastikan lagi supaya Ardan tak perlu bolak balik mengurus banyak hal karena tertinggal. "Udah, Yah." Ardan yang sudah resign dari pekerjaannya tampak begitu syok dengan kondisi yang ia alami saat ini. Ambulance sudah bersiap berangkat menuju ke bandara dari rumah sakit. Bima digendong Imelda yang ikut serta juga Rizal. Bayi mungil itu sudah tidak perlu alat bantu napas, kondisinya membaik dengan cepat. Seperti mukjizat yang datang dengan cepat kepada bayi Bima. Reno duduk di mobil yang membawa ia juga Imelda dengan tenang. Wajahnya murung, tapi mau apa lagi, semua sudah keputusan Ardan. Ia juga sedih melihat Sahila masih dalam keadaan koma. "Nenek, Mama nanti bangun, 'kan?" Reno menyandarkan kepala ke bahu kanan Imelda. "Iya. Reno berdoa terus, ya, supaya Mama bangun. Nanti di sana, Reno tetap harus raji

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terguncang

    Gibran berlari menghampiri Sahila yang terkapar di tengah jalan dengan kondisi tak sadar. Buru-buru ia menghubungi ambulance lalu memeriksa denyut nadi Sahila. Masih ada namun, lemah. Wajah Gibran panik, ia segera memeriksa kandungan wanita itu, tak ada pergerakan. Ia menjambak kencang rambutnya, lalu menatap wajah istri Ardan yang mulai tampak pucat. Di lain tempat, Ardan terus melamun, ia memegang dada kirinya. Perasaan tak nyaman mendadak datang kepadanya. Pintu ruangan terbuka, Maya menatap panik. "Ada apa?" Ardan masih duduk di tempatnya. Regi melangkah di belakang Maya lalu meraih cepat kunci mobil Ardan yang tergeletak di meja kerja. "Pulang, Dan. Kita temenin lo. Ayo." "Tunggu, ada apa?" Ardan beranjak. Ia bingung. Lalu ponselnya berbunyi, Maya segera menyambar. Mereka berdua seperti tau apa reaksi Ardan jika mendengar langsung berita buruk yang menimpa istrinya. "Ikut kita, Dan. Ayo cepet!" Maya menarik tangan Ardan, Regi sudah berjalan lebih dulu. Tiba di parkiran, Arda

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status