Share

Genggaman tangan

Author: Rianievy
last update Last Updated: 2022-07-12 13:14:41

Hati seorang ayah sejatinya sama dengan ibu yang memiliki feeling kuat tentang anaknya. Hanya saja, seorang ayah tidak akan berbicara lantang mengutarakan isi hatinya.

"Ila, lagi bikin apa?" tukas Rizal sambil mengintip dari balik bahu sang putri angkat.

"Ibu minta Ila bikin dumpling, tadi Ibu bikin adonan kulit, Ila bikin isinya. Ayam dan udang."

"Pakai kecap asin nanti, 'kan untuk sausnya?" lanjut Rizal.

"Iya," jawab wanita cantik itu.

Rizal tersenyum, ia menyeret kursi meja makan kemudian duduk. Pria itu menatap sendu ke Sahila yang memunggunginya.

"Ila, tau kalau Kak Ardan mau dijodohkan dengan anak teman Ibu?" Tak bisa menutupi, Rizal blak blakan bicara. Tangan Sahila berhenti melakukan kegiatannya sejenak, kedua matanya terpejam, sedetik kemudian ia mengangguk.

"Nanti malam acara makan malamnya, Ila bisa ikut, 'kan?"

"Bisa," jawabnya sambil menoleh kebalik bahu untuk menatap ayah sambungnya. Sahila sadar diri, ia mulai menutupi lagi isi hatinya karena tak ingin mem
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Erna Yuniawati
meskane Ila....kenapa to mel ga direstuin aja
goodnovel comment avatar
Anne Annisa
aku ngarep saat sahila dideketin cowo lain, ardan cemburu dan akhirnya ngejar sahila
goodnovel comment avatar
Anne Annisa
sedih dah sahila.. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Bukan permainan

    Sahila pulang ke rumah dengan membawa luka yang ia tutupi begitu apik, bahkan Imelda dan Rizal menganggap jika putrinya terlihat santai. Ia melepaskan anting mutiara sambil menghela napas panjang, di saat sendiri barulah terasa bagaimana dadanya terhimpit, sesak terasa. Kepalanya tertunduk, saat akhirnya menyadari cintanya kandas padahal belum juga berlayar jauh. “Halo, Kak Gadis,” jawabnya saat nama istri Dewa muncul di layar ponsel canggihnya. “Gimana? Eh kamu nggak usah panggil aku ‘kak’, Gadis ada, Ila,” tegurnya. Sahila tersenyum tipis. “Maaf,” lirihnya. “Tadi gimana, La? Cantik perempuan yang dijodohkan Ibu untuk Kak Ardan?” lanjut wanita yang tengah hamil dua bulan. “Cantik. Namanya Sherly. Cocok sama Kak Ardan, Dis.” “Yakin?” “Iya.”“Nggak percaya.” “Kamu harus lihat sendiri, baru percaya.” “Nggak ah. Takut kesal.” Sahila tersenyum, ia merebahkan tubuh di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan tangan kanan masih memegang ponsel di telinga. “Aku harus lupain

    Last Updated : 2022-07-13
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Sahila yang lemah

    Baginya, Ardan tetaplah sempurna. Sahila dibutakan dengan perasaannya, ditambah kini justru rasa bersalah yang menyelimuti. Sudah beberapa kali ia ikut menemani Imelda mengunjungi sang putra di apartemen, tapi sikap Ardan begitu dingin terhadapnya. Gemuruh di dalam hatinya begitu semakin kuat berderu. Ia tak tahan lagi diabaikan Ardan. Keputusannya yang ingin kembali ke Bangkok, menjadi hal terakhir, namun sebelum terjadi ia ingin bertemu Ardan sekali lagi. “Ila, mau ke mana sayang?” tanya Imelda yang sedang menyuapi cucu pertamanya makan. Sikapnya menjadi manja saat tau mau memiliki adik, wajar memang, ada rasa cemburu. Sudah dua malam cucunya menginap di rumah itu, membuat Dewa dan Gadis terbebas dari drama calon kakak. “Tante Ila mau ke mana? Udah jam empat sore. Nanti kalau Opa cari gimana?” Ceriwis sangat memang putri Dewa dan Gadis. “Ila mau janjian sama teman, Bu. Baru datang dari Bangkok.” “Jangan malam-malam, ya, Nak pulangnya.” Imelda lalu menunjuk ke pipinya dengan tel

    Last Updated : 2022-07-13
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Diam-diam

    Rahasia hubungan mereka mampu ditutup rapat. Sudah dua bulan hal itu berjalan dan Sahila sempat pulang ke Bangkok sekedar menyapa ayah kandungnya, pun untuk meminjam modal buka usaha toko kue di Jakarta. Awalnya Prasert tak setuju, melepaskan putrinya di negara wanita yang melahirkan wanita cantik itu. Bujukan Sahila lakukan hingga ayahnya percaya. Ardan sendiri terus menjalankan rencana dengan Sherly yang juga, diam-diam terus menjalin kasih dengan bodyguard papanya bernama Dion. “Sher, Dion udah bisa masuk besok. Semua aman, ‘kan?” ujar Ardan sambil memeriksa pekerjaannya. Ia baru saja melakukan analisa bisnis untuk menyetujui pinjaman dana salah satu nasabah. Perusahaan besar yang bergerak di bidang tempat wisata dan agri bisnis. “Aman. Gue masih stay di sini. Papa nggak hubungin lo tanya gue di mana, ‘kan?” “Nggak. Gue bilang lo ke Barcelona, liburan singkat dan udah izin gue.” Tawa Sherly terdengar renyah, keduanya berbohong dengan sempurna. “Makasih, Ardan. Gue mau siapin m

    Last Updated : 2022-07-14
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Biarkan begini

    Suara tawa Sherly dan Sahila menggema di dapur bernuansa putih dan biru tua, keduanya sedang membuat sarapan sementara dua lelaki yang belum sah statusnya menjadi suami masing-masing wanita itu saling mengumbar senyum setelah melihat ke arah dapur. “Status jadi penghalang. Saya merasa mengkhianati keluarga Sherly, tapi saya sungguh-sungguh mencintai wanita itu sejak ia berontak saat remaja.” Dion menoleh ke arah Ardan yang mengangguk paham. “Anda sendiri bagaimana, Mas Ardan? Sahila kelihatan sangat mencintai anda.” Ardan menunduk, menyesap kopi di cangkir putih yang dipegangnya sebelum menjawab. “Saya tau. Dan itu yang saya jadikan patokan atas hubungan ini.”“Keluarga anda? Bukan orang tua—”“Secepatnya akan merestui.” Ardan menghembuskan napas selebar dada, udara segar membuat paru-parunya terasa lega. Namun tetap saja, ada celah di sudut dirinya yang merasa ada yang salah. “Sarapan siap,” ujar Sherly yang melingkarkan tangan ke perut berotot Dion. Pria itu menoleh ke belakang,

    Last Updated : 2022-07-14
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Perubahan

    Ardan kembali ke apartemen dengan keadaan raut wajah ditekuk menahan amarah. Dengan kasar ia membuka baju, mengguyur tubuh di bawah shower kamar mandi sambil menggeram kencang. Ia tak terima Kania menyembunyikan hal ini, ia tak terima jika karena tak direstui anak yang dikandung wanita itu pergi dengan cara dipaksa. Sungguh Ardan murka. Sementara di rumah Imelda, semua orang sibuk mempersiapkan launching toko kue milik Sahila. Araska bahkan memaksa pulang dari negara tempat ia menimba ilmu. “Cuma dua puluh orang tamu undangannya, La?” tanya Imelda. “Iya, Bu.” Suara mobil terdengar berhenti di depan rumah. Sahila berjalan mendekat, ia melihat ayahnya datang namun, tak sendiri. Tangannya saling meremas. Sahila akan melawan, tak mau dijodohkan, ia sepakat akan membahas ini dengan semua orang, tinggal menunggu Ardan kapan waktunya. “Siapa, La?” Rizal mendekat. Ia mengintip dari balik jendela. “Lho, Ayah kamu?!” keduanya beradu tatap, tapi Sahila berlari ke dalam rumah lalu duduk di s

    Last Updated : 2022-07-15
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terpukul

    “Imel,” panggil Rizal. Ia tak mendapati istrinya saat terbangun dipagi hari, ranjang sebelahnya kosong. Kemana Imel? Rizal bahkan mencari di kamar mandi, tak ada juga. Setelah selesai melaksanakan sholat subuh, barulah ia keluar kamar, mencari Imelda. Bau masakan juga tak tercium, biasanya makanan untuk sarapan sudah disediakan ibu 4 orang anak itu, Sahila dan Araska dihitung. Suara tangis tertahan seorang wanita terdengar samar, Rizal melangkah pelan, berjalan mendekat ke sumber suara. Bayangan wanita dengan rambut panjang memunggungi arah Rizal berjalan mendekat membuat ia tau siapa sosok tersebut. “Ila,” panggilnya lembut. Sahila beranjak setelah berjongkok. Ia menghapus air matanya dengan cepat, lalu berbalik badan, tersenyum getir menatap Rizal yang terkejut saat melihat wajahnya sembab. “Y–yah,” balasnya dengan kepala tertunduk sambil terus mengatur emosinya. “Ila lagi ngapain di dapur, sendirian. Ibu mana?” “Nggak tau, Yah. Ila nggak lihat Ibu dari tadi. Ayah mau kopi? Ila

    Last Updated : 2022-07-15
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Bentakkan

    Hidup Sahila tak lagi sama, ia kini akan menjadi seorang istri sekaligus ibu. Prasert yang marah dan istrinya yang hanya bisa memohon supaya hadir di acara akad nikah Sahila–ia pindah keyakinan mengikuti Ardan–ditolak pria Thailand itu. Akhirnya, hanya tiga kakak lelaki dari anak kandung Prasert yang hadir mewakilkan di Jakarta. Air mata Sahila jatuh tak terbendung saat bicara dengan ibu sambungnya melalui panggilan video, berkali-kali ia meminta maaf atas kesalahan yang kurang ajar ia buat. Wanita baik itu tidak kecewa, karena sudah jalannya mau apa lagi. Ketiga kakak lelakinya memeluk Sahila bergantian sebelum mereka turun dari mobil untuk masuk ke gedung kantor urusan agama. Pernikahan di lakukan di sana, lalu makan siang sederhana di restoran yang Rizal booking. Para istri dan anak ketiga kakak Sahila juga hadir, mereka yang menjadi pengantar Sahila. Ardan diam, ia memang lantang saat mengucapkan ijab kabul hanya dengan satu tarikan napas. Namun, sorot mata Ardan saat menyematka

    Last Updated : 2022-07-17
  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Memupuk kesabaran

    Hampir setiap pagi Sahila mual muntah, ia bergelut dengan perubahan tubuhnya seorang diri. Ardan sudah tiga hari pergi, esok baru akan pulang. Tangan Sahila mengusap tengkuknya sendiri. Nasibnya kini tak jelas tentang kisah cintanya, bertahan, hanya itu yang akan ia lakukan. “Sabar, Ila, sabar,” lirihnya kepada diri sendiri. Ia berkumur, lalu mencuci wajah. Langkahnya begitu pelan untuk menuju ke dapur, membuat susu hamil juga sarapan. Suara bel berbunyi, buru-buru ia menepuk wajahnya supaya tampak segar, tak mau siapa pun tau tentang apa yang sedang dihadapi. Klek. suara kode pintu setelah berhasil dibuka kuncinya berbunyi. Sahila membuka pintu. Petugas laundry mengantarkan pakaian yang sudah selesai dicuci dan setrika. “Bu, ini tadi, ada paket di taroh di depan pintu.” wanita muda itu memberikan ke tangan Sahila, sebuah amplop coklat besar. “Terima kasih,” ucapnya. Kemudian ia menutup pintu. Sahila duduk di sofa warna abu-abu muda, tangannya membuka amplop besar dengan cepat. Ia

    Last Updated : 2022-07-18

Latest chapter

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kebahagiaan Sesungguhnya

    "Mas Rizal, anak-anak kenapa nggak ada yang telepon kita? Tumben banget hampir satu minggu nggak kasih kabar. Araska juga, katanya mau pulang kemarin, sampai hari ini mana? Koper-koper aja yang ada." Imel menggerutu sendiri, ia dan Rizal tengah asik menonton acara TV setelah pulang membeli sarapan bubur ayam di tempat langganan. "Lagi sibuk semua kali, Mel, udah biar aja. Kamu nggak masak buat makan siang?" Rizal meletakkan ponsel miliknya yang sedari tadi ia gunakan untuk membalas pesan singkat teman-teman warga komplek. "Nggak, biar Bibi aja yang masak. Aku kepikiran anak-anak, mana Ardan dan Sahila juga nggak kirim foto Reno sama Bima. Aku kangen cucu-cucu ku juga, Mas ...." Imel tampak kesal, bahkan sedikit menghentakkan kaki ke lantai. "Kok kamu kayak anak kecil gini? Udah tua sayang, uban mu mulai banyak," goda Rizal yang membuat Imel makin kesal. Mendadak muncul Gadis dari arah depan rumah, ia datang bersama Dewa. "Ayah ... Ibu ...," sapa Gadis. "Hai sayang!" teria

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Awet muda

    Imelda duduk di teras rumah, menatap area depan hingga garasi yang sudah di renovasi menjadi lebih lebar sehingga muat 3 mobil terparkir, karena Rizal memang membeli rumah sebelah kanannya yang sudah lama kosong. "Kenapa kamu bengong?" Rizal memeluk Imelda begitu hangat. Pelukan itu membuat Imel tersenyum lalu menoleh ke samping kanan. Wajah keriput Rizal bahkan tak melunturkan bagaimana Imelda mencintai pria itu begitu luar biasa. "Lagi mikir sisa usia kita, mau lakuin apa. Aku juga mikir, apa anak-anak bisa lepas dari kita dan hidup dengan baik." Helaan napas Rizal menerpa pipi kanan Imelda. "Jangan seperti ini mikirnya, nggak boleh, Mel." Rizal melepaskan pelukan, kemudian berpindah duduk di sebelah istrinya. Ia meraih jemari lembut wanita yang tetap cantik, digenggam erat. "Anak-anak sudah masuk di fase kehidupan yang baru, ada di posisi kita dulu. Kamu nggak bisa khawatir kayak gini. Kita ... cukup perhatikan, biarkan mereka berkreasi dengan rumah tangga mereka, kita nggak bis

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Curhatan lelaki

    Peresmian restoran masakan Indonesia milik Ardan dan Sahila berjalan begitu meriah. Araska bertepuk tangan sambil bersorak ke arah dua kakaknya, hal itu membuat seseorang yang setia berdiri di sebelahnya melirik jengah. Sahila melihat hal itu, sebagai seorang kakak, ia tak mau adiknya mencintai seseorang yang salah. Sahila mendampingi Ardan menjamu tamu undangan yang diantaranya banyak pejabat juga pengusaha sukses kenalan Praset. Dua kakak Sahila juga datang bersama keluarganya, hanya satu kakak lelakinya yang tinggal di London dan tidak bisa pulang ke Thailand. "Mas Ardan, aku ke Araska dulu, ya," pamitnya sambil mengecup pipi Ardan yang kala itu memakai kemeja putih pres body, celana panjang warna krem juga kacamata yang kini setia bertengger di hidung bangirnya. Sama seperti Araska yang memang berkacamata. "Hai, aku kira kamu jadi pulang ke Singapura semalam?" sapa dan sindir Sahila kepada perempuan yang tampak tak nyaman berada di sana. Araska melihat itu, tetapi seolah tertut

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kedatangan Araska

    "Yakin mau di sini?" Sahila memeluk pinggang Ardan yang merangkul bahunya. "Yakin. Kita bisa mulai semua dari sini, hidup sederhana dan yang penting selalu bersama-sama." Ia mengecup pelipis Sahila. Mereka menatap ke ruko yang di sewa untuk membuka restoran masakan khas Indonesia. Ardan banting setir, menjadi pengusaha restorannya sendiri, dan Sahila mengatur kinerja harian. Keduanya memutuskan akan menetap di sana, merantau di negara yang tak asing bagi Sahila. Lingkungannya juga baik, tak jauh beda dengan di tanah air. "Mana bisa sederhana, kamu nggak lihat di belakang kita? Baru juga kita mau persiapan buka resto ini, mereka udah stand by." Sahila menoleh ke belakang, terlihat beberapa ajudan dari Praset berjaga di sekitar resto. "Kamu bilang sama Papi, jangan berlebihan. Anak-anak juga kasihan jadinya, La," bisiknya. "Iya, nanti aku bilang. Ngomong-ngomong, Reno sama Bima ke mana?" Wanita itu celingukan, mencari keberadaan dua putranya yang sejak beberapa waktu lalu tak tampak

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Melepas Rindu

    Kaki Sahila melangkah pelan setelah turun dari mobil SUV mewah milik keluarganya yang berhenti di depan rumah tempat tinggalnya. Tangannya terus menggandeng erat jemari Ardan, Bima berada di gendongan Praset, sedangkan Reno sudah membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu bercat putih. Halaman yang cukup luas dengan rerumputan yang tertata apik hasil kerja keras Ardan yang memang mau melakukannya sendiri, membuat senyum Sahila merekah. Di teras depan, Rizal, Imel, Dewa beserta istri dan kedua anaknya menyambut dengan wajah penuh bahagia. Kedua tangan Imel ia rentangkan, betapa bersyukur bisa melihat Sahila kembali dalam keadaan sehat. "Ibu," sapa Sahila dengan derai air mata. "Sayang," peluk Imel. "Jangan nangis, Ibu nggak mau ada air mata kesedihan lagi dikeluarga kita selain air mata bahagia," lanjutnya. Sahila mengulur pelukan, mengangguk, lalu berpindah memeluk Rizal. Di dalam rumah, orang suruhan Praset sudah menyiapkan hidangan yang pasti Sahila suka. Jadilah acara sederh

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Permintaan kembali

    Gaun putih yang dikenakan terasa cocok dan tidak membuat langkah Sahila kesusahan. Justru ia begitu anggun melangkah. Ardan dan Reno menatap sambil mengukir senyuman, di lengan Ardan juga, ada Bima yang menatap ke arah ibunya yang berjalan mendekat. "Aku kangen kamu, La," ucap Ardan lalu terpejam karena Sahila mengecup lembut pipi suaminya, tanpa suara membalas kalimat itu, hanya saja tangan Sahila membelai wajah Ardan yang masih terus terpejam. "Mama," panggil Reno dengan air mata yang jatuh. Air mata bahagia tepatnya. Sahila bergeser, berlutut menyetarakan tinggi tubuh dengan anaknya. "Reno kangen," lirihnya lalu memeluk leher Sahila. Tangan wanita itu mengusap lembut punggung Reno. Tak lama, Sahila berdiri, kembali berhadapan dengan Ardan. Bima menatap Sahila, digendongnya bayi yang bahkan belum genap enam bulan. Dipeluk hangat hingga diciumi gemas putra yang selama hampir sembilan bulan ada di dalam kandungannya. "Ayo kita masuk ke dalam, La," ajak Ardan. Sahila tersenyum, me

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Kesabaran diuji

    Rumah bercat putih itu, menjadi tempat di mana Ardan, Sahila, Reno juga Bima tinggal. Sahila masih koma, tak tau kapan ia akan bangun, dan kini sudah memasuki waktu tiga bulan semenjak kecelakaan itu terjadi. Sejak pagi, Ardan sudah menyiapkan air hangat untuk membersihkan tubuh Sahila dengan cara membasuh perlahan. Reno membantu, ia mengambil handuk, juga pakaian Sahila sambil sesekali melihat Bima yang semakin hari semakin sehat. "Pagi, Sahila," sapa Ardan yang sudah melipat kaos lengan panjangnya hingga siku. "Pagi, Mama," sapa Reno sambil mengecup kening wanita yang masih terbujur tak sadarkan diri. "Reno, kamu lihatin Bima, ya, udah bangun atau belum?" "Iya, Pa." Kemudian Reno berjalan keluar dari kamar orang tuanya menuju kamar lain yang ditempati ia juga Bima. Ardan perlahan melucuti pakaian istrinya, hingga separuh telanjang. Dengan telaten dan perlahan, ia mengelap tubuh istrinya dengan handuk yang sudah dibasahi dengan air hangat. Tangannya mengarah ke wajah, begitu pe

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terus menunggu

    Tepat dua minggu kemudian, kondisi ibu dan bayi stabil, dokter juga memberikan izin untuk keluarga membawa mereka berangkat ke Bangkok, Thailand. "Semua sudah siap, Dan?" Rizal memastikan lagi supaya Ardan tak perlu bolak balik mengurus banyak hal karena tertinggal. "Udah, Yah." Ardan yang sudah resign dari pekerjaannya tampak begitu syok dengan kondisi yang ia alami saat ini. Ambulance sudah bersiap berangkat menuju ke bandara dari rumah sakit. Bima digendong Imelda yang ikut serta juga Rizal. Bayi mungil itu sudah tidak perlu alat bantu napas, kondisinya membaik dengan cepat. Seperti mukjizat yang datang dengan cepat kepada bayi Bima. Reno duduk di mobil yang membawa ia juga Imelda dengan tenang. Wajahnya murung, tapi mau apa lagi, semua sudah keputusan Ardan. Ia juga sedih melihat Sahila masih dalam keadaan koma. "Nenek, Mama nanti bangun, 'kan?" Reno menyandarkan kepala ke bahu kanan Imelda. "Iya. Reno berdoa terus, ya, supaya Mama bangun. Nanti di sana, Reno tetap harus raji

  • CELASEMARA (Haruskah aku melepaskanmu?)   Terguncang

    Gibran berlari menghampiri Sahila yang terkapar di tengah jalan dengan kondisi tak sadar. Buru-buru ia menghubungi ambulance lalu memeriksa denyut nadi Sahila. Masih ada namun, lemah. Wajah Gibran panik, ia segera memeriksa kandungan wanita itu, tak ada pergerakan. Ia menjambak kencang rambutnya, lalu menatap wajah istri Ardan yang mulai tampak pucat. Di lain tempat, Ardan terus melamun, ia memegang dada kirinya. Perasaan tak nyaman mendadak datang kepadanya. Pintu ruangan terbuka, Maya menatap panik. "Ada apa?" Ardan masih duduk di tempatnya. Regi melangkah di belakang Maya lalu meraih cepat kunci mobil Ardan yang tergeletak di meja kerja. "Pulang, Dan. Kita temenin lo. Ayo." "Tunggu, ada apa?" Ardan beranjak. Ia bingung. Lalu ponselnya berbunyi, Maya segera menyambar. Mereka berdua seperti tau apa reaksi Ardan jika mendengar langsung berita buruk yang menimpa istrinya. "Ikut kita, Dan. Ayo cepet!" Maya menarik tangan Ardan, Regi sudah berjalan lebih dulu. Tiba di parkiran, Arda

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status