Share

Bab 3

Author: Itari Raiansa
last update Last Updated: 2021-05-15 23:33:24

Harusnya ini akan menjadi berita bagus untuk kembali ke rumah. Setidaknya, Lusie sudah bisa mengganti sepatu milik Isabella. Namun, ketenangan itu menguap saat Lusie melihat wajah lebar ayahnya diikuti Isabella yang melipat tangannya di depan dada.

Lusie hendak menjelaskan—apa saja yang baru ia lakukan dengan Hero. Lusie menatap Hero, tetapi lelaki itu justru terdiam di tempat. Ia memandang Isabella dengan wajah kaku yang diikuti semburat kemerahan. Lusie menggandeng tangan Hero. Ia refleks melakukannya.

“Ayah, aku dan Kapten Hero—“

“Hanya berbicara biasa tentang insiden di sekolah tadi.” Hero menjelaskan dengan menyalip kalimat Lusie.

Isabella melepas tangannya. Ia memandang tangan Lusie dan Hero yang saling bertautan. Eric melepas tautan itu dan menarik Lusie secara paksa. Lusie ingin Hero menolongnya—ia menampilkan wajah memelas dengan mengerucutkan bibirnya yang mungil.

“Paman,” panggil Hero.

Eric menoleh tajam. “Kenapa?!”

“Jika paman berkenan, datanglah ke rumah saya malam hari nanti. Kebetulan, saya akan mengadakan jamuan dengan keluarga.”

“Memangnya saya keluarga kamu?!”

“Maksud saya, jamuan ini sebagai tempat silahturahmi kepada tetangga.”

Lusie menjatuhkan rahang bawah. Ia mengira Hero akan menjelaskan jika Lusie tidak berniat menggoda guna menyingkirkan pikiran aneh yang bersarang di kepala Eric karena melihat anaknya memegang dada lelaki dewasa di tempat yang jauh dari jangkauan orang.

Lusie hanya melihat jika Eric mengangguk samar lantas menariknya ke rumah. Isabella duduk di kursi tamu ketika Lusie sudah ditangkap. Ia duduk di bawah—menunduk untuk menghindari tatapan Eric dan Isabella.

“Kau tau seberapa berharganya sepatu yang kau lempar seperti sampah itu?” Isabella mencerca. “Kau juga tidak ada bedanya dengan ibumu setelah apa yang sudah kulihat tadi.”

“Isabel!” Eric setengah membentak. Ia mengatur napas dan membantu Lusie berdiri. Sebenarnya, ia hanya tidak suka melihat Lusie bersikap liar seperti tadi. 

“Kenapa harus terus membelanya? Dia sudah hampir memalukan reputasi keluarga kita, ayah! Bagaimana jika seseorang tahu, adik dari seorang Isabella Agatha menjadi anak ternakal di sekolah dan suka menggoda pria dewasa di luar sana?”

Lusie mengepalkan tangan. 

“Lusie, masuk ke dalam kamar. Ayah akan berbicara denganmu.”

Isabella melemparkan pot keramik di lantai. Percikan itu mengenai punggung tangan Lusie. Lusie hanya terdiam sembari menahan gejolak di dalam dirinya. 

“Kalian akan terus berbicara seperti ayah dan anak yang hidup bahagia! Ingat ini! Anak dari rahim seorang pelacur tidak akan pernah pantas mendapatkan pengakuan dari dunia.”

Isabella meninggalkan Lusie. Ia sudah muak dengan wajah Lusie yang hilir mudik disorot manajernya karena takut berpengaruh pada eksitensi Isabella sebagai penyanyi orkestra terkenal. 

Eric hendak berbicara, tetapi Lusie sudah lebih dulu meninggalkan ruang tamu dan pergi ke kamar dengan suasana hati yang kacau.

Malam harinya Eric mengetuk kamar Lusie. Eric masuk ke dalam—melihat tumpahan cat berceceran di lantai sudah menjadi pemandangan biasa. Lusie sedang duduk di balkon—menghadap ke arah kanvas yang sudah dipenuhi warna-warna monokrom. 

Eric menyentuh bahu Lusie.

“Bergegaslah, karena kita akan akan ke rumah tetangga baru.”

“Bagaimana dengan Isabel?”

“Dia tidak akan ikut.”

Lusie memutar tubuhnya. “Ayah, apakah yang dikatakan Isabella benar? Ibu seorang….”

“Lusie,” Eric menggenggam tangan Lusie. Mata perak Lusie seperti timah padat yang sulit diselami. “Apapun yang dikatakan Isabella, tidak akan mengubah dirimu apalagi masa lalu orang lain. Ibumu seorang istri yang baik dari keluarga baik-baik. Berhentilah berpikir negatif. Itu hanya merusak momen indah yang seharusnya kau dapatkan.”

Eric benar. Hati Lusie perlahan menjadi lebih baik. Ia membiarkan lukisan satuan ekspresi muram dengan gumpalan hitam itu berdiri di balkon. Lusie akan bersiap-siap ke rumah Hero. 

Eric menunggu Lusie di ruang tengah. Di kamar, Lusie kebingungan memilih gaun yang tepat untuk digunakan. Andai saja Isabella dan dirinya rukun. Ia pasti takkan kebingungan karena soal gaya, Isabella adalah ratunya. Hm, mungkin harus diralat. Isabella hampir bisa dikatakan mahir di segala bidang. Itu sedikit membuat Lusie iri.

Lusie sudah pasrah saja ketika ia melihat gaun abu-abu hadiah dari Eric tahun lalu yang belum sempat ia pakai. Gaun itu memiliki potongan lengan dengan lekukan bak gelombang lembut yang menutupi lengan. Potongan dadanya tidak terlalu rendah. Jadi, bisa dikatakan gaun ini cukup sopan. 

Lusie menghampiri Eric yang ternyata hanya memakai potongan celana kain dengan kaos hitam dan kcamata minus yang memang dalam kesehariannya selalu ia pakai. 

“Kita jalan saja, kan?”

“Merangkak! Ya jalan, lah!” 

Lusie mendengus. Eric tertawa dan mengawali jalan lebih dulu. 

Mereka disambut satpam yang nampaknya baru bekerja hari ini. Tubuhnya yang lumayan berisi menciptakan kesan imut ketika ia mempersilakan Lusie dan Eric masuk. Keduanya disambut guyuran air terjun buatan di depan rumah.

Ada tanaman panjang yang menjulur di sekitar pintu. Lusie berdecak kagum ketika melihat satu meter dari tembok dan lantai, terdapat kolam kaca yang memperlihatkan ikan-ikan arwana yang hilir mudik berenang. 

Ia semakin terpukau ketika memandang ada pohon besar yang ditanam di tengah-tengah rumah. Meskipun itu tidak tumbuh secara alami, tetapi Lusie mendapatkan suasana yang sangat menenangkan di rumah Hero.

“Paman!” 

Hero muncul dari balik tangga yang mana di dekat tangga itu terdapat tembok kaca yang dapat memperlihatkan sisi luar dari rumah. Warna hijau, putih dan coklat sangat dominan di rumah ini. 

Hero merangkul bahu Eric. Lusie mendecih ketika ia tidak diacuhkan dan justru ditinggal. Hero membawa Eric ke ruang jamuan. Disana, Lusie bertemu pasangan paruh baya yang menyambutnya dengan senyuman. Lusie tidak melihat orang lain lagi. Padahal Hero tadi mengatakan jika jamuan ini mendekatkan ia dengan tetangga. Lantas mana para tetangga yang lainnya?

“Ibu, ayah, perkenalkan ini paman Eric Agatha dia seorang konsultan investasi. Ayah tahu? Dia ayah dari penyanyi orkestra yang sering kita lihat  penampilannya.”

“Isabella Agatha?” seorang lelaki yang diduga Lusie ayah Hero bertanya.

Hero mengangguk.

“Luar biasa! Salam kenal, tuan Eric saya Albert dan ini istri saya, Floriden. Saya dan Hero pengagum berat Isabella Agatha. Nyanyiannya seperti sebuah panggilan surga.”

Lusie menusuk-nusuk daging yang sudah disiapkan pelayan Hero. Ia sudah mengambil kesimpulan jika jamuan ini diadakan Hero untuk mengenal kakaknya yang culas itu.

“Tapi, daritadi saya tidak melihat Isabella?”

Kali ini Floriden, ibu Hero yang bertanya.

Bahkan dari mereka, tak ada satu pun yang menanyakan keberadaan Lusie yang jelas-jelas nampak wujudnya. Lusie mengunyah lebih dulu meskipun tuan rumah belum mempersilakan.

“Maafkan saya. Isabella sedang berlatih untuk penampilannya di Rusia tiga hari ke depan. Ini Lusie, adik dari Isabella.

Lusie dengan mulut yang sudah penuh dengan daging memandang Albert dan Floriden. Mungkin mereka akan menyimpulkan jika Lusie sama sekali tidak beretika. Eric bahkan mencubit paha Lusie hingga Lusia mengaduh kesakitan.

“Arhyhah!” seru Lusie, dengan daging yang bertumpuk di mulut.

Hero menatap Lusie dengan datar. Ia seakan tidak heran dengan sikap gadis itu. Albert tertawa renyah selesai menyaksikan Lusie memaksakan diri menelan daging dengan paksa. Floriden menatap Lusie dengan teduh. Mereka tampak memaklumi apa yang dilakukan Lusie barusan.

“Bibi Lusie!” 

Seorang gadis dengan gaun biru selutut memeluk kaki Lusie. Jelas saja Lusie terpekik. Ini Anea yang tadi siang menjelekkan sikapnya di depan Hero, kan? Lusie menarik Anea dan menatapnya heran.

“Terimakasih hadiahnya. Ane suka!”

Lusie mengerut dahi. Sejak kapan Lusie memberi kado pada cabe kecil ini? Lusie melirik Eric yang melingkarkan tangannya di bahu Lusie. Eric tersenyum kecil.

“Ayah yang melakukannya?”

“Lukisanmu terlalu menumpuk. Daripada dipajang di kamar lebih baik diberikan ke orang lain. Lihat? Gadis keciil itu tampaknya menyukai lukisanmu.” Eric setengah berbisik.

“Anea, duduk.”

Hero memberi perintah tegas. Anea melipat wajahnya—muram.. Floriden tiba-tiba berdiri dan membawa Anea pergi. Lusie menatap Hero yang mulai enggan beriteraksi dalam jamuan malam ini.

“Jadi, namamu Lusie?” tanya Albert, memecah keheningan.

Lusie mengangguk.

“Nama yang bagus.”

“Aku ingin memberitahu kalian dalam jamuan ini jika sebenarnya, Hero tidak pernah menikah.” 

Wajah Hero mengeras setelah Albert tiba-tiba membuka jati dirinya. Lusie merasakan suasana dingin yang mencengkam. Terlebih suara sendok dan garpu Hero yang diletakkan di piring menghasilkan suara cukup berisik.

“Aku bersyukur, Hero tidak menjadi seorang aktor. Ia hanya laki-laki biasa yang mengendarai sebuah pesawat. Minimal, kehidupan pribadinya tidak terlalu disorot.”

Eric seakan paham dengan arah pembicaraan.

“Tuan Albert, apa yang hendak Anda bicarakan?”

Jika Eric sudah menggunakan kata Anda maka pembicaraan memang nampak serius. Hero menggeram—menatap Albert yang tersenyum simpul. 

“Apakah Lusie berkenan menjadi pasangan Hero?”

“Hah?!” 

Ayolah, Lusie memang menyukai Hero. Namun, untuk menjadi pasangan ada perjalanan yang cukup panjang untuk ditempuh. Mereka hanya dua orang yang tidak sengaja dipertemukan dalam kondisi tidak memungkinkan.

“Ayah, sudah cukup! Jika aku mau menikah, aku bisa memilih wanita manapun.”

“Tapi buktinya?” Albert menghela napas.

“Sebelum itu, aku ingin bertanya pada Tuan Eric dan Lusie. Bagaimana pendapat kalian?”

“Lusie masih sekolah. Bagaimana dengan pendidikannya jika dia harus menikah dini?”

“Tenang, tuan Eric. Kami merupakan salah satu pemegang saham yayasan sekolah Lusie. Pernikahan akan dilaksanakan secara privat, artinya hanya orang tertentu sajae yang datang."

Related chapters

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 4

    SMA Nusantara menutup gerbangnya pukul tujuh pagi. Lusie membungkuk lelah sebab ia telah berlari dari busway selama lima menit demi mengejar bapak satpam yang terlalu bersemangat menarik gerbang sekolah.“Lus.”Lusie menyelipkan poninya ke samping. Ia menyengir ketika Farel menenteng tas ransel di bahu samping.“Kau hampir terlambat pagi ini.”“Sebab itu aku berlari.”“Kau tidak pernah jera bangun siang.”“Berisik!”Lusie menjulurkan lidah. Sontak saja Farel memukul telah bibir Lusie dengan telapak tangan. Mata Lusie menutup rapat menahan sakit. Farel tergugup, ia kira ia telah menyakiti Lusie terlalu jauh.“Biarkan saja dia.”Falery menyusul dan ikut menambahi. Ia menggandeng tangan Farel sambil sesekali menoleh ke belakang.“Hei, kalian!!!”Lusie berteriak dengan tangan yang mengacung ke udara. Falery segera berlari dengan berpegangan pada tangan Farel. Mereka

    Last Updated : 2021-05-15
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 5

    Eric tak pernah meminta banyak hal pada Lusie. Ia hanya ingin Lusie menjalani hidupnya dengan benar. Seperti sekolah tepat waktu, tidak pulang terlambat, dan pergi dengan orang yang mau menjaganya.Hari ini Eric meminta sesuatu yang besar. Meskipun Lusie sangat menyukai Hero, tetapi menikah bukan lah suatu hal yang ia inginkan. Lusie bahkan tidak tahu apakah ia hanya suka atau kagum saja.Hero tidak banya berbicara. Sesekali ia hanya melirik Lusie lalu membuang muka. Semua itu terjadi terlalu singkat. Lusie tidak bisa mengelak, bahkan jika ia bisa. Eric terlalu lemah untuk ia bantah.Seminggu setelah itu acara pernikah dibuka secara privat. Hanya beberapa keluarga besar saja yang datang. Minus Isabella sebab ia masih mengadakan tur luar negeri. Tentu saja jika ia sempat ia tak akan datang. Media akan berdatangan dan membuka kehidupan Isabella yang sesungguhnya.Lusie masih diperbolehkan sekolah dengan berbagai diskusi panjang yang harus i

    Last Updated : 2021-05-15
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 6

    Hero menyapu bersih area mulut usai memakan sarapan pagi. Ia menatao Lusie dan Anea yang bersiap pergi ke sekolah dengan tas merah jambu yang sudah mereka tenteng. Melihat keduanya Hero justru merasa jika ia adalah ayah dari dua gadis tersebut.“Papa, apakah kau memiliki waktu untuk mengantar kami?”“Apa yang kau katakan, Anea? Tentu saja papa punya!” Lusie menyerobot jawaban Hero.Anea menoleh ke arah Hero dengan wajah sumringah. Hero menenteng koper besar yang sudah disiapkan pelayan rumah. Ia kembali mengenakan kacamata hitam dan berjalan ke arah Anea.“Tidak. Papa sangat sibuk hari ini. Mama Lusie akan mengantarmu ke sekolah.”Hero menunduk mensejajari tinggi Anea. Ia mengecup kening Anea yang kini mengerut sedih. Hero seakan tidak peka dengan perasaan Anea. Ia berjalan ke arah mobil putih yang terparkir di pekarangan.Lusie menyusul Hero dan menahan tangan Hero yang hendak membuka pintu mobil. Hero me

    Last Updated : 2021-05-18
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 7

    “Selamat sore, Kap.”“Sore, Kap.”“Hai, Kapten.”Sekumpulan wanita dengan seragam elegan maskapai penerbangan berkerumun di area bangku tunggu. Mereka tak henti-hentinya mencuri pandang pada seorang lelaki berseragam Pilot, Hero Louis.Seorang anak dari konglomerat di Korea yang memilih karir menjadi seorang pilot. Pesonanya tidak bisa disingkirkan dari kepala begitu saja. Menghantui seperti roh penasaran yang bergentayangan meminta pertanggung jawaban.Hero dengan santai tersenyum membalas sapaan para pramugari di maskapainya. Ia tidak tahu jika efek senyuman itu bisa meruntuhkan dinding keras yang selama ini mereka bangun untuk melindungi diri. Pikiran mereka menjadi liar jika Hero sudah mengeluarkan jurus handalnya, mengerling.“Aku tidak tahan dengan senyumannya.”“Kapten Hero, milikilah aku. Ah, sungguh aku rela memberikannya untukmu.”“Apa kau gila? Meskipun aku sangat menyukainya aku tidak aka

    Last Updated : 2021-05-24
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 8 : Rengkuhan Kapten

    Jendela dengan dua pintu di dekat balkon terbuka lebar. Gorden putih yang menjuntai menyapu lantai beterbangan tersapu angin malam. Di tepi balkon Lusie menyendiri dengan segala pemikiran yang silih berganti menyerang kepalanya.Dua jam yang lalu ia ditinggalkan Hero usai diperlukakan seperti perempuan yang memperjual belikan tubuhnya untuk dinikamati. Padahal Lusie adalah istri sahnya, tidak peduli bagaimana pun pernikahan mereka berawal, Hero seharusnya memperlakukan ia selayaknya perempuan yang sudah ia nikahi.Mata Lusie memanas ketika melihat dari lantai bawah seorang perempuan keluar dari mobil membopong Hero dengan jalan terseok-seok. Astaga, itu Marina! Supermodel itu datang ke rumahnya saat pagi hampir tiba.Walaupun Lusie tidak begitu mencintai Hero, tetapi hatinya tetap merasa tersayat ketika seseorang yang seharusnya ada di sebelahnya saat ini pulang dalam kondisi setengah sadar dengan perempuan lain.&ldquo

    Last Updated : 2021-05-24
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 9 : Malam yang harus dilupakan

    Pagi ini Lusie sibuk mengurus keperluan Anea yang hendak pergi tour ke museum. Ia bahkan meninggalkan Hero yang masih tertidur sejak subuh tadi. Anea begitu bersemangat memakai ransel pink hadiah dari omanya. Selain membantu Anea, pagi ini Lusie juga harus berangkat ke rumah sakit. Sudah dua hari ia tidak mengunjungi Eric.Meskipun Lerry seorang dokter yang menangani Eric mengatakan kepada Lusie bahwa keadaan Eric semakin membaik dan ia tidak perlu datang. Lusie tetap saja bersikeras akan berkunjung.“Mama, dimana tumbler Anea?”“Ah, sebentar sayang. Marta, bawa tumbler di atas meja kemari.”Marta membungkuk sedikit. “Baik, nyonya.”Lusie menggendong Anea menuju kursi makan. Ia berencana tidak berangkat ke sekolah karena kasusnya harus diselesaikan terlebih dahulu. Lusie akan memanfaatkan momen ini untuk hal yang bermanfaat dengan bertemu Eric.“Anea di

    Last Updated : 2021-05-26
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 10. Tangis Ibu Muda

    Ding. Ponsel Hero berbunyi saat situasi membuat ia dan Lusie terdiam satu sama lain. Sepintas nama Marina tertangkap mata Lusie. Hero mengangkat panggilan dan tetap duduk di samping Lusie tanpa pergi seperti seorang suami yang hendak pergi dengan pacar gelapnya.“Aku sedang bersama seseorang.”“….”“Tidak, Marina.” Hero menoleh kepada Lusie. Hanya tatapan beberapa detik saja sebelum Hero kembali berbicara. “Kami hanya keluar.”“…."“Malam ini aku tidak bisa datang. Ada urusan yang masih harus aku tangani.”“….”“Marina, come on.”“….”“Baiklah. Tunggu aku nanti malam.”Hero mematikan ponsel. Dia tidak tahu jika malam ini Marina harus menghadapi operasi usus bantu. Mau tidak mau Hero harus meninggalkan Lusie.

    Last Updated : 2021-05-29
  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 11 : Perempuan Baru

    Pukul tiga sore jadwal penerbangan Hero berakhir. Dia bersama Henry seorang co pilot barunya turun dari bagasi pesawat. Bersama dengan para pramugari yang kebetulan tengah berbincang di belakang mereka. Musim gugur di Swiss sebentar lagi akan berakhir, tetapi tak satu pun dari mereka menghabiskan liburan. Hero dan Henry memiliki alasan yang cukup klasik. Mereka hanya butuh klub, musik dan waktu beristirahat saja. Ketiga hal itu bisa jadi menggantikan momen liburan yang sering didambakan para pekerja lainnya. “Kapten, bagaimana jika sore ini kita menghabiskan waktu di restauran terlebih dahulu?” Ajakan Henry disambut meriah para pramugari. Wajar saja jika mereka senang dan antusias, karena Hero yang mereka kenal sulit untuk didekati dan membuat yang lain enggan mengajaknya. “Maaf, mungkin lain kali. Aku harus pergi ke rumah temanku sore ini.” “Wah, teman rupanya. Anda sangat setia sekali, Kapten.” Sadar jika Henry tahu makna teman yang

    Last Updated : 2021-05-30

Latest chapter

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 26

    Perban putih melilit tangan kanan Lusie. Ia membiarkan perawat perempuan yang nampak masih muda itu mengurus luka. Tangannya terlihat cekatan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengganti.“Bukankah tadi itu kapten Hero?” Perawat itu membuka suara. Ia menyiapkan beberapa pil. Menyerahkan kepada Lusie dengan segelas air. “Sudah sangat lama aku tidak melihat artikel dan iklan tentangnya.”“Ya, dia suamiku.”Perawat dengan rambut yang digelung itu terdiam sejenak. Kemudian mengambil kembali gelas dan piring kecil tempat pil. Lusie baru saja menelan tiga buah pil itu dengan cepat.“Saya sangat iri, Anda beruntung bisa menikahi suami romantis seperti kapten. Selain itu, ia juga bertanggung jawab dan sangat setia. Saya menyaksikan sendiri, jika tiga hari selama Anda tertidur, kapten Hero terjaga di samping Anda.”“Apa dia … tidak tidur sampai sekarang ini?”“Soal itu, saya

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 25

    Tiga hari sudah terlewati. Hero menunggu dengan cemas di samping ranjang besar. Menempatkan Lusie di ruang VIP agar perempuan itu mendapatkan perawatan yang lebih baik. Ia embiarkan Lerry dan beberapa perawat yang mendampingi memeriksa keadaan Lusie. Tadinya rumah sakit sangat riuh karena teriakan Hero. Ia memanggil Lerry di sepanjang lorong dengan suara kencang hingga membuat pasien disana tidak nyaman.Lerry melepas stetoskop. Ia membiarkannya menggantung di leher. Hero sudah menantikan jawaban baik. Ia juga dapat melihat mata Lusie yang sudah terbuka. Meskipun belum ada suara, tetapi itu lebih baik daripada melihatnya terpejam seperti mayat.“Lullaby sudah pergi?”Lerry menghelas napas. “Jika bukan suami dari Lusie, kau mungkin sudah kuusir dari sini. Seharusnya kau menanyakan keadaan istrimu terlebih dahulu.”“Lalu bagaimana? Bukankah dia baik-baik saja?”“Lebih rumit dari yang ku kira. Temui aku setela

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   BAB 24

    Hero duduk di kursi tunggu. Sudah dua jam berlalu semenjak Lusie dibawa ke rumah sakit. Ia sempat membuat Lerry syok. Namun tak berlangsung lama karena Lerry harus segera menanganinya. Kesadaran Lullaby hilang usai ia memberikan pertanyaan terakhir yang belum sempat Hero jawab.Seharusnya Hero senang akan hal ini. Bukankah ini yang ia harapkan? Menghilangkan perempuan itu dari hadapannya? Lullaby adalah alasan ia terjebak di pernikahan tanpa cinta ini. Sementara Lusie hanyalah wanita biasa yang tak sejajar dengan usia dan karirnya. Bagaimana bisa ada rasa untuk mempertahankan mereka?“Hero.”“Lerry?”Dokter muda itu duduk di sebelah Hero. Ia datang bersama para perawat yang sudah berlalu.“Lusie baik-baik saja, bukan?!”Lerry mengangguk. “Masa kritisnya sudah terlewat. Itu juga berkat kau yang membawanya tepat waktu.”“Kapan ia akan sadar?”“Mungkin esok pa

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND    Bab 23

    Bagi Hero Lusie mungkin sudah menjadi seseorang yang tak sengaja mengambil bagian dari hidupnya. Awalnya ia mengira gadis 18 tahun yang saat itu mengidolakannya akan menjadi perempuan yang akan sudi untuk memenuhi kenginan dari ayahnya. Sehingga Hero hanya menjalani hubungan tersebut tanpa arti yang berarti.Hingga ada hal yang sulit ia mengerti dengan berbagai alasan yang terangkai dalam kepala. Untuk apa ia menarik Lusie dari kerangkang lelaki lain yang ingin memberi sepilin perhatian dari mereka? Tanpa sadar Hero bahkan menjauhi Lusie untuk sebuah ketidakpastian yang ia miliki.Perasaan bingung mengendap dalam hati. Ia menepuk kepala berulang kali dan menatap dirinya dalam pantulan cermin. Mata biru itu menatap tajam dengan bulu mata lentik yang kontras dengan alis tebalnya. Lagi-lagi bayangan itu menghampiri dirinya. Seperti sebuah sapaan yang tak pernah bosan untuk datang.“Kamu tidak makan?”“Hero?”Hero melangkah masu

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 22 : Di bawah Hujan

    Ujian berakhir pada pukul dua siang. Sama seperti siswa lainnya Lusie ikut mengambil tas dan berangsur pulang melewati kerumunan siswa yang masih berbincang membahas soal ujian. Tidak Lusie sangka bahwa ujian terakhir di hari sekolah itu akan menjadi ujian pertama dalam pertemanannya.Tak ada Falery yang mengganggunya saat pulang. Bahkan Farel tak menyapa sedikit pun meskipun mereka berada dalam kelas yang sama. Ini mengingatkan Lusie saat awal ia masuk sekolah formal di masa kecil. Tak ada yang mau mendekatinya karena takut akan dipukul Lusie.Sejak itu Lusie takut untuk berangkat ke sekolah. Bukan sebab dijauhi, tetapi pada faktanya ia lebih takut pada dirinya sendiri yang membawa ancaman untuk orang lain. Lusie menyadari setiap ia berkelahi satu diantara temannya akan berakhir di rumah sakit. Tak ada yang tahu darimana mereka berakhir seperti itu. Sebab Lusie tak pernah mengakui bahwa ia menyiksa temannya.Masa sulit itu kini sudah terlewat. Lusie mencoba unt

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 22 : Menjauh

    Langit menggelap—membawa gulungan awan hitam. Dari sana rintik hujan mulai berjatuhan. Bertemu dan menyapa bumi. Gemericiknya memecah keheningan. Mengetuk-ngetuk atap, pohon, juga bus yang melintas.Di tengah rintik hujan itu Hero tersadar. Bahwa bayangan Lusie hanyalah ilusi yang tak sengaja muncul di kepalanya. Nyatanya, itu hanyalah seorang anak SMA biasa yang menumpang duduk di sebelah.Hero memasang wajah dingin seperti tak mau disentuh dan diganggu oleh siapa pun. Ia menatap jendela, yang perlahan juga ikut terguyur air hujan. Meninggalkan bekas embun dan mengaburkan pandangan.Bus berhenti di halte kawasan A. Hero turun bergatian dengan para penumpang lainnya. Sementara itu, ia lupa membawa payung. Hero sengaja berjalan tanpa payung dan menikmati sentuhan rintik hujan.Entah kapan terakhir kali ia berjalan di bawah hujan seperti ini. Sejak SMA Hero sudah sulit untuk menemukan kebahagiannya. Fakta bahwa ia jarang bermain seperti anak biasa mem

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 21 : Break Out

    Di depan gerbang sebuah mobil putih terparkir. Seorang lelaki dengan kulit cerahnya berdiri di samping mobil. Pemandangan itu cukup menarik perhatian penghuni kompleks yang hendak pergi beraktivitas.Dia Farel. Lelaki itu tidak datang sendiri. Bersama Falery ia terpaksa menunggu Lusie keluar. Falery satu-satunya orang yang tidak akan mundur meskipun Farel sering menggertaknya. Hanya saja saat ini situasi cukup sulit untuk mengiyakan ajakan gadis cerewet itu.“Lusie!!!” Falery melambai ketika melihat Lusie yang baru muncul.Lusie nampak terkejut ketika melihat Farel yang ikut bersamanya. Untungnya Falery memberi kabar saat akan tiba. Meskipun cukup melelahkan harus berbolak-balik tempat, tetapi Lusie menikmati proses itu. Farel juga tak banyak berbicara.“Lama sekali! Kau ngapain sih?”“Aku tadi sakit perut, maaf.”Falery membuang napas kesal, “Baiklah, ayo berangkat. Hei Farel, kau tidak menyapa Lusi

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 20 : Terlalu Jauh

    Matahari menembus celah-celah tirai. Lusie membuka mata perlahan ketika menyadari jika cahaya itu sudah menggantikan malam sepinya. Ia terbangun dan bersiap untuk ujian terakhir hari ini. Di lihat berapa kali pun, tetap saja kosong. Tak ada manusia tinggi yang biasanya muncul dari balik kamar mandi dan membuatnya malu.Sepertinya hari libur Hero sudah usai. Ia mungkin akan muncul setelah Lusie selesai ujian. Hari itu Anea akan datang dan membuat suasana kembali ramai. Ya, tentu saja. Bukankah Anea adalah alasan Hero mau menikahinya?Lusie memakai seragam dan menyiapkan segala halnya seorang diri. Ia tidak terlalu terburu-buru karena hari ini beruntung bangun lebih awal. Dia tidak akan berpikir terlalu panjang mengenai hilangnya Hero.Lusie mengambil tas dan bersiap turun ke bawah. Marta muncul di meja makan dan menunduk sekilas, memberi salam. Lusie mengangguk sambil mengambil tempat duduk. Hidangan pagi itu sup kacang dengan irisan telur.“Marta, a

  • CAPTEN HERO IS MY HUSBAND   Bab 19 : Menghilang Sementara

    Farel mendorong Lusie masuk ke dalam unit kesehatan sekolah. Ia adalah ketua dari pengelola ruang itu. Dengan segera Farel menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Farel menghampiri Lusie yang duduk di atas banker.Gadis itu terlihat sangat tenang. Bahkan lebih tenang dari Lusie yang biasanya menampilkan ekspresi itu ketika melukis. Farel membuka tangan Lusie dan melihat beberapa helai rambut yang digenggamnya.‘Itu pasti milik gadis-gadis tadi.’ Farel membatin.“Kalau kau terus bersikap seperti ini, kau bisa-bisa dikeluarkan sebelum wisuda,” kata Farel, sambil membersihkan tangan Lusie dengan tisu basah.“Jadi, kau masih perhatian kepada gadis ini?”Farel menatap Lusie. Seakan-akan Lusie mengomentari dirinya sendiri.“Anggap saja seperti itu.”“Jangan terlalu menggantungkan harapan terlalu tinggi kepada manusia. Kau akan merasa hidup tapi mati ketika harapanmu tak sesuai dengan t

DMCA.com Protection Status