Pagi ini Lusie sibuk mengurus keperluan Anea yang hendak pergi tour ke museum. Ia bahkan meninggalkan Hero yang masih tertidur sejak subuh tadi. Anea begitu bersemangat memakai ransel pink hadiah dari omanya. Selain membantu Anea, pagi ini Lusie juga harus berangkat ke rumah sakit. Sudah dua hari ia tidak mengunjungi Eric.
Meskipun Lerry seorang dokter yang menangani Eric mengatakan kepada Lusie bahwa keadaan Eric semakin membaik dan ia tidak perlu datang. Lusie tetap saja bersikeras akan berkunjung.“Mama, dimana tumbler Anea?” “Ah, sebentar sayang. Marta, bawa tumbler di atas meja kemari.”Marta membungkuk sedikit. “Baik, nyonya.”Lusie menggendong Anea menuju kursi makan. Ia berencana tidak berangkat ke sekolah karena kasusnya harus diselesaikan terlebih dahulu. Lusie akan memanfaatkan momen ini untuk hal yang bermanfaat dengan bertemu Eric.“Anea diDing. Ponsel Hero berbunyi saat situasi membuat ia dan Lusie terdiam satu sama lain. Sepintas nama Marina tertangkap mata Lusie. Hero mengangkat panggilan dan tetap duduk di samping Lusie tanpa pergi seperti seorang suami yang hendak pergi dengan pacar gelapnya.“Aku sedang bersama seseorang.”“….”“Tidak, Marina.” Hero menoleh kepada Lusie. Hanya tatapan beberapa detik saja sebelum Hero kembali berbicara. “Kami hanya keluar.”“…."“Malam ini aku tidak bisa datang. Ada urusan yang masih harus aku tangani.”“….”“Marina, come on.”“….”“Baiklah. Tunggu aku nanti malam.”Hero mematikan ponsel. Dia tidak tahu jika malam ini Marina harus menghadapi operasi usus bantu. Mau tidak mau Hero harus meninggalkan Lusie.
Pukul tiga sore jadwal penerbangan Hero berakhir. Dia bersama Henry seorang co pilot barunya turun dari bagasi pesawat. Bersama dengan para pramugari yang kebetulan tengah berbincang di belakang mereka. Musim gugur di Swiss sebentar lagi akan berakhir, tetapi tak satu pun dari mereka menghabiskan liburan. Hero dan Henry memiliki alasan yang cukup klasik. Mereka hanya butuh klub, musik dan waktu beristirahat saja. Ketiga hal itu bisa jadi menggantikan momen liburan yang sering didambakan para pekerja lainnya. “Kapten, bagaimana jika sore ini kita menghabiskan waktu di restauran terlebih dahulu?” Ajakan Henry disambut meriah para pramugari. Wajar saja jika mereka senang dan antusias, karena Hero yang mereka kenal sulit untuk didekati dan membuat yang lain enggan mengajaknya. “Maaf, mungkin lain kali. Aku harus pergi ke rumah temanku sore ini.” “Wah, teman rupanya. Anda sangat setia sekali, Kapten.” Sadar jika Henry tahu makna teman yang
Entah sejak kapan Marina berdiri di teras rumah dengan memakai tudung kepala berwarna merah itu. Penampilannya seperti orang misterius yang ingin membunuh seseorang di dalam rumah besar. Marina mendekati Lusie yang baru saja akan keluar dengan Anea. “Ada perlu apa kau datang ke rumahku?” Marina membuka tudungnya. “Maaf, aku tidak berniat lancang Lusie. Aku hanya … kali ini aku hanya ingin bertemu dengan Anea.” “Tidak bisa.” Marina menyentuh dadanya. Seakan-akan ia terkejut dengan sikap Lusie barusan. Wanita itu membalikkan tubuh dan hendak pergi. Namun tangan Hero tiba-tiba datang mencegah Marina. Lusie sedikit syok dengan keberanian Hero menunjukkan sikap pembelaan kepada kekasihnya di depan Anea. “Aku akan mengantarmu.” Hero melirik Lusie sinis. “Elios akan menjadi pelayan utamamu sejak sekarang. Kau akan diantar olehnya.” Deg. Lusie hanya diam ketika Anea digendong Hero dan membawa serta Marina ke dalam Bugatti Chiron
Matahari menyisiri kulit Lusie yang tengah berjemur di tepi kolam renang. Siang ini ia dibebastugaskan oleh Hero dari tugasnya mengasuh Anea. Bisa dikatakan, kehadiran Lusie di rumah Hero sebagai kepala tinggi dari pengasuhan anaknya.Lusie tidak peduli. Meskipun saat ini ia belum bisa menemui Eric, tetapi tetap saja ia harus membuat Eric tetap bertahan hidup dan membuatnya bahagia dengan menuruti apa yang dia inginkan.Jika dipikir ulang, apakah Lusie tidak terlalu baik? Dia memenuhi keinginan orang lain dan menomorduakan dirinya. Bahkan untuk saat ini Lusie tidak lagi menyentuh cat dan kanvas. Dia tidak mengetahui bagaimana dirinya bisa membuat sesuatu yang dulunya amat ia sukai tergantikan dengan suguhan kesibukannya hari ini.“Kau akan membuat kulitmu terbakar jika berbaring di sana seharian.”Byur. Selalu saja seperti itu. Mengapa kehadiran Hero bisa memacu jantungnya berdegup lebih kencang? Hero muncul di permukaan setelah tadi menceburk
Suara deritan kereta saat itu terdengar begitu jelas ketika langit jingga membentang menutupi cakrawala. Di tepi kereta Swiss seorang gadis dengan gaun putih dan keranjang bunga berjalan anggun memecah keramaian. Topinya yang lebar menutupi senyum tipis yang terpajang.Gadis bergaun putih itu tidak bergerak ketika tangannya tiba-tiba dicengkram oleh seorang pria. Dia menodongkan pisau diam-diam dari samping tubuhnya. Gadis itu tidak lagi tersenyum. Dia hanya melangkah mengikuti perintah pria itu yang menatapnya tajam. Suasananya memang sangat ramai. Namun gadis itu tidak meminta tolong sedikit pun. Bahkan ia nampak tidak mencobanya.Pria dengan kaos hitam dan rambut gimbal itu membawanya ke dalam gang sempit. Dia tersenyum lebar ketika mendapati mangsanya yang masuk dalam jebakan.“Kau menginginkan sesuatu, tuan?” Suara gadis itu mengayun merdu.“Aku ingin sekali menghabisimu sampai kau teringat semua perbuatanmu!”“Pe
Lampu merah menyala di tepi jalan. Beberapa pejalan kaki melintas sebelum lampu berganti menjadi hijau. Hero mengetukkan jemarinya di stir sembari melihat keramaian kegiatan pagi itu. Ia melirik arloji, masih ada waktu sebelum ia memberikan kejutan untuk Lusie.Sebenarnya, Hero tidak tahu bagaimana harus menyebutnya. Apakah ini suatu kejuatan? Hadiah? Atau sekadar ucapan untuk mendorong semangat Lusie? Perempuan itu memang nampak diasingkan dari kehidupan sekolahnya, tetapi tidak semuanya tampak seperti itu.Hero tahu jika anak dari saingan bisnis ayahnya menjadi sahabat Lusie. Jika bukan karena informasinya yang memberitahukan keberadaan Lusie di rumah sakit, mungkin sampai saat itu ia akan menunggu di depan rumah Lusie hingga malam.Seperti pagi ini juga. Hero melihat Farel berdiri di depan rumah Lusie yang kosong. Isabella sudah kembali ke negara Irlandia untuk melanjutkan konser. Sedangkan Eric masih dirawat di rumah sakit sebagai tahap pemulihan. Akhirnya H
Lampu merah menyala di tepi jalan. Beberapa pejalan kaki melintas sebelum lampu berganti menjadi hijau. Hero mengetukkan jemarinya di stir sembari melihat keramaian kegiatan pagi itu. Ia melirik arloji, masih ada waktu sebelum ia memberikan kejutan untuk Lusie.Sebenarnya, Hero tidak tahu bagaimana harus menyebutnya. Apakah ini suatu kejuatan? Hadiah? Atau sekadar ucapan untuk mendorong semangat Lusie? Perempuan itu memang nampak diasingkan dari kehidupan sekolahnya, tetapi tidak semuanya tampak seperti itu.Hero tahu jika anak dari saingan bisnis ayahnya menjadi sahabat Lusie. Jika bukan karena informasinya yang memberitahukan keberadaan Lusie di rumah sakit, mungkin sampai saat itu ia akan menunggu di depan rumah Lusie hingga malam.Seperti pagi ini juga. Hero melihat Farel berdiri di depan rumah Lusie yang kosong. Isabella sudah kembali ke negara Irlandia untuk melanjutkan konser. Sedangkan Eric masih dirawat di rumah sakit sebagai tahap pemulihan. Akhirnya H
Di sudut ruangan yang gemerlap seorang lelaki menurunkan kaki kananya dari atas paha. Seorang perempuan dengan gaun hitam menghampiri lelaki dengan kemeja biru itu. Langkahnya bergerak anggun berirama. Seperti sebuah tarian yang sengaja disuguhkan untuk lelaki yang duduk sambil menggoyangkan gelas yang diisi wine di dalamnya.“Keributan apa yang sudah kau buat?” tanya perempuan itu. Ia menarik tangan lelaki tersebut. Suara musik klasik mengalun di dalam ruangan yang didominasi warna coklat dengan paduan hitam pekat.“Marina, mungkinkah aku…”“Kau lupa dengan janjimu, Hero?”Lelaki dengan mata biru safir itu terdiam. Dia mengelus pipi Marina yang berwarna kemerahan karena baru saja tampil di konsep out dor untuk memamerkan rancangan gaun terbaru musim panas.“Aku akan menjaga Anea bersamamu, meski aku harus tinggal seumur hidup dengan perempuan itu.”Marina mengangguk. &
Perban putih melilit tangan kanan Lusie. Ia membiarkan perawat perempuan yang nampak masih muda itu mengurus luka. Tangannya terlihat cekatan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mengganti.“Bukankah tadi itu kapten Hero?” Perawat itu membuka suara. Ia menyiapkan beberapa pil. Menyerahkan kepada Lusie dengan segelas air. “Sudah sangat lama aku tidak melihat artikel dan iklan tentangnya.”“Ya, dia suamiku.”Perawat dengan rambut yang digelung itu terdiam sejenak. Kemudian mengambil kembali gelas dan piring kecil tempat pil. Lusie baru saja menelan tiga buah pil itu dengan cepat.“Saya sangat iri, Anda beruntung bisa menikahi suami romantis seperti kapten. Selain itu, ia juga bertanggung jawab dan sangat setia. Saya menyaksikan sendiri, jika tiga hari selama Anda tertidur, kapten Hero terjaga di samping Anda.”“Apa dia … tidak tidur sampai sekarang ini?”“Soal itu, saya
Tiga hari sudah terlewati. Hero menunggu dengan cemas di samping ranjang besar. Menempatkan Lusie di ruang VIP agar perempuan itu mendapatkan perawatan yang lebih baik. Ia embiarkan Lerry dan beberapa perawat yang mendampingi memeriksa keadaan Lusie. Tadinya rumah sakit sangat riuh karena teriakan Hero. Ia memanggil Lerry di sepanjang lorong dengan suara kencang hingga membuat pasien disana tidak nyaman.Lerry melepas stetoskop. Ia membiarkannya menggantung di leher. Hero sudah menantikan jawaban baik. Ia juga dapat melihat mata Lusie yang sudah terbuka. Meskipun belum ada suara, tetapi itu lebih baik daripada melihatnya terpejam seperti mayat.“Lullaby sudah pergi?”Lerry menghelas napas. “Jika bukan suami dari Lusie, kau mungkin sudah kuusir dari sini. Seharusnya kau menanyakan keadaan istrimu terlebih dahulu.”“Lalu bagaimana? Bukankah dia baik-baik saja?”“Lebih rumit dari yang ku kira. Temui aku setela
Hero duduk di kursi tunggu. Sudah dua jam berlalu semenjak Lusie dibawa ke rumah sakit. Ia sempat membuat Lerry syok. Namun tak berlangsung lama karena Lerry harus segera menanganinya. Kesadaran Lullaby hilang usai ia memberikan pertanyaan terakhir yang belum sempat Hero jawab.Seharusnya Hero senang akan hal ini. Bukankah ini yang ia harapkan? Menghilangkan perempuan itu dari hadapannya? Lullaby adalah alasan ia terjebak di pernikahan tanpa cinta ini. Sementara Lusie hanyalah wanita biasa yang tak sejajar dengan usia dan karirnya. Bagaimana bisa ada rasa untuk mempertahankan mereka?“Hero.”“Lerry?”Dokter muda itu duduk di sebelah Hero. Ia datang bersama para perawat yang sudah berlalu.“Lusie baik-baik saja, bukan?!”Lerry mengangguk. “Masa kritisnya sudah terlewat. Itu juga berkat kau yang membawanya tepat waktu.”“Kapan ia akan sadar?”“Mungkin esok pa
Bagi Hero Lusie mungkin sudah menjadi seseorang yang tak sengaja mengambil bagian dari hidupnya. Awalnya ia mengira gadis 18 tahun yang saat itu mengidolakannya akan menjadi perempuan yang akan sudi untuk memenuhi kenginan dari ayahnya. Sehingga Hero hanya menjalani hubungan tersebut tanpa arti yang berarti.Hingga ada hal yang sulit ia mengerti dengan berbagai alasan yang terangkai dalam kepala. Untuk apa ia menarik Lusie dari kerangkang lelaki lain yang ingin memberi sepilin perhatian dari mereka? Tanpa sadar Hero bahkan menjauhi Lusie untuk sebuah ketidakpastian yang ia miliki.Perasaan bingung mengendap dalam hati. Ia menepuk kepala berulang kali dan menatap dirinya dalam pantulan cermin. Mata biru itu menatap tajam dengan bulu mata lentik yang kontras dengan alis tebalnya. Lagi-lagi bayangan itu menghampiri dirinya. Seperti sebuah sapaan yang tak pernah bosan untuk datang.“Kamu tidak makan?”“Hero?”Hero melangkah masu
Ujian berakhir pada pukul dua siang. Sama seperti siswa lainnya Lusie ikut mengambil tas dan berangsur pulang melewati kerumunan siswa yang masih berbincang membahas soal ujian. Tidak Lusie sangka bahwa ujian terakhir di hari sekolah itu akan menjadi ujian pertama dalam pertemanannya.Tak ada Falery yang mengganggunya saat pulang. Bahkan Farel tak menyapa sedikit pun meskipun mereka berada dalam kelas yang sama. Ini mengingatkan Lusie saat awal ia masuk sekolah formal di masa kecil. Tak ada yang mau mendekatinya karena takut akan dipukul Lusie.Sejak itu Lusie takut untuk berangkat ke sekolah. Bukan sebab dijauhi, tetapi pada faktanya ia lebih takut pada dirinya sendiri yang membawa ancaman untuk orang lain. Lusie menyadari setiap ia berkelahi satu diantara temannya akan berakhir di rumah sakit. Tak ada yang tahu darimana mereka berakhir seperti itu. Sebab Lusie tak pernah mengakui bahwa ia menyiksa temannya.Masa sulit itu kini sudah terlewat. Lusie mencoba unt
Langit menggelap—membawa gulungan awan hitam. Dari sana rintik hujan mulai berjatuhan. Bertemu dan menyapa bumi. Gemericiknya memecah keheningan. Mengetuk-ngetuk atap, pohon, juga bus yang melintas.Di tengah rintik hujan itu Hero tersadar. Bahwa bayangan Lusie hanyalah ilusi yang tak sengaja muncul di kepalanya. Nyatanya, itu hanyalah seorang anak SMA biasa yang menumpang duduk di sebelah.Hero memasang wajah dingin seperti tak mau disentuh dan diganggu oleh siapa pun. Ia menatap jendela, yang perlahan juga ikut terguyur air hujan. Meninggalkan bekas embun dan mengaburkan pandangan.Bus berhenti di halte kawasan A. Hero turun bergatian dengan para penumpang lainnya. Sementara itu, ia lupa membawa payung. Hero sengaja berjalan tanpa payung dan menikmati sentuhan rintik hujan.Entah kapan terakhir kali ia berjalan di bawah hujan seperti ini. Sejak SMA Hero sudah sulit untuk menemukan kebahagiannya. Fakta bahwa ia jarang bermain seperti anak biasa mem
Di depan gerbang sebuah mobil putih terparkir. Seorang lelaki dengan kulit cerahnya berdiri di samping mobil. Pemandangan itu cukup menarik perhatian penghuni kompleks yang hendak pergi beraktivitas.Dia Farel. Lelaki itu tidak datang sendiri. Bersama Falery ia terpaksa menunggu Lusie keluar. Falery satu-satunya orang yang tidak akan mundur meskipun Farel sering menggertaknya. Hanya saja saat ini situasi cukup sulit untuk mengiyakan ajakan gadis cerewet itu.“Lusie!!!” Falery melambai ketika melihat Lusie yang baru muncul.Lusie nampak terkejut ketika melihat Farel yang ikut bersamanya. Untungnya Falery memberi kabar saat akan tiba. Meskipun cukup melelahkan harus berbolak-balik tempat, tetapi Lusie menikmati proses itu. Farel juga tak banyak berbicara.“Lama sekali! Kau ngapain sih?”“Aku tadi sakit perut, maaf.”Falery membuang napas kesal, “Baiklah, ayo berangkat. Hei Farel, kau tidak menyapa Lusi
Matahari menembus celah-celah tirai. Lusie membuka mata perlahan ketika menyadari jika cahaya itu sudah menggantikan malam sepinya. Ia terbangun dan bersiap untuk ujian terakhir hari ini. Di lihat berapa kali pun, tetap saja kosong. Tak ada manusia tinggi yang biasanya muncul dari balik kamar mandi dan membuatnya malu.Sepertinya hari libur Hero sudah usai. Ia mungkin akan muncul setelah Lusie selesai ujian. Hari itu Anea akan datang dan membuat suasana kembali ramai. Ya, tentu saja. Bukankah Anea adalah alasan Hero mau menikahinya?Lusie memakai seragam dan menyiapkan segala halnya seorang diri. Ia tidak terlalu terburu-buru karena hari ini beruntung bangun lebih awal. Dia tidak akan berpikir terlalu panjang mengenai hilangnya Hero.Lusie mengambil tas dan bersiap turun ke bawah. Marta muncul di meja makan dan menunduk sekilas, memberi salam. Lusie mengangguk sambil mengambil tempat duduk. Hidangan pagi itu sup kacang dengan irisan telur.“Marta, a
Farel mendorong Lusie masuk ke dalam unit kesehatan sekolah. Ia adalah ketua dari pengelola ruang itu. Dengan segera Farel menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Farel menghampiri Lusie yang duduk di atas banker.Gadis itu terlihat sangat tenang. Bahkan lebih tenang dari Lusie yang biasanya menampilkan ekspresi itu ketika melukis. Farel membuka tangan Lusie dan melihat beberapa helai rambut yang digenggamnya.‘Itu pasti milik gadis-gadis tadi.’ Farel membatin.“Kalau kau terus bersikap seperti ini, kau bisa-bisa dikeluarkan sebelum wisuda,” kata Farel, sambil membersihkan tangan Lusie dengan tisu basah.“Jadi, kau masih perhatian kepada gadis ini?”Farel menatap Lusie. Seakan-akan Lusie mengomentari dirinya sendiri.“Anggap saja seperti itu.”“Jangan terlalu menggantungkan harapan terlalu tinggi kepada manusia. Kau akan merasa hidup tapi mati ketika harapanmu tak sesuai dengan t