"Jangan sampai aku menjemput paksa dirimu, untuk masuk ke dalam mobil, Mitha! Aku jamin aku tidak akan melepasmu, setelah itu." ucap Erlan semakin menakut-nakuti calon istrinya."Duh, kenapa lagi sih, dia? Memang deh, namanya cocok dipanggil raja hutan. Karena dia memang sangat buas dan mesum banget. Aku ... aku harus bagaimana? Seseorang tolong aku!" jerit Mitha dalam hatinya.Beruntungnya, Dewi Fortuna memang sedang berpihak kepada Mitha. Tak berapa lama Asisten Dio sedang berjalan menuju garasi.Melihat sang asisten datang menuju kepadanya, Erlan seketika menggerutu,"Dasar jomlo karatan! Selalu saja mengganggu! Datang tidak pada waktu yang tepat, bikin gue senewen aja!" geram Erlan dari dalam hati."Woi ... perjaka letoy, Lo ngapain cepat banget balik ke sini?" hardik Erlan dari dalam mobil."Ya ampun, Bos. Tadi kan Anda bilang, dua puluh menit. Saya tepat waktu kembalinya." jawab Dio sambil melangkah lebih dekat menuju mobil.Melihat Asisten Dio yang berjalan ke arah mereka. Mem
Erlan lalu masuk ke dalam mobil dan membanting pintu dengan keras."Sialan! Jadi benar dugaanku! Arjuna juga menyukai Mitha! Ini tidak bisa dibiarkan!" serunya marah dalam hatinya."Yes! Akhirnya aku selamat dari terkaman Si Raja Hutan." ucap Dio sambil menghapus air matanya."Untung saja, Bos Erlan tidak jadi melayangkan bogem mentahnya. Yang ada, pasti wajahku pada bonyok semua!" sedihnya tak tertahankan."Aku harus cepat-cepat melupakan perasaanku yang salah ini, terhadap Nona Mitha." tekad Dio dalam hatinya.Dia pun kembali masuk ke dalam mobil. "Bos, kita berangkat sekarang?" tanyanya kepada sang atasan."Nggak! Kita menginap saja, di sini!""Hah? Maksudnya apa, Bos?" tutur Dio tak mengerti."Jalankan mobilnya, telmi!" umpatnya."Siap, Bos! Laksanakan." Dio pun mulai melajukan mobil menuju ke kantor.Sementara Erlan sedang berpikir keras bagaimana caranya, agar dapat membatasi Mitha untuk berinteraksi dengan Arjuna. Walaupun dia merasa itu sesuatu hal yang tidak mungkin. Karena
"Tuan Muda, Anda sudah sadar?" tanya Dio, sedikit khawatir. "Jawab yang gue tanya, Dio!" hardik Erlan."Maaf Tuan Muda, atas perintah Tuan Arjuna, Anda harus kembali ke Kediaman Levin.""Apa? Lo sudah gila kah? Lo kan tahu, pagi ini ada gue meeting penting? Putar balik!" perintah Erlan, kepada sopir itu.Namun sang sopir tidak menggubris perkataan Erlan. Dengan santainya, dia terus melajukan mobil menuju ke Kediaman Levin. Karena atasannya adalah Arjuna. Dia hanya mengikuti perintah darinya saja."Dio! Suruh orang itu putar balik!" sergah Erlan marah.Dia sedikit meringis sakit karena rahangnya yang terluka."Aduh ..." keluhnya."Makanya, jadi orang itu, jangan ngeyel!" tutur Arjuna yang dari tadi berdiam diri."Hei! Siapa Lo ngatur-ngatur, gue?" Erlan malah semakin protes."Dio! Lo dengar nggak yang gue katakan?""I ... iya, Bos. Saya mendengarnya, kok. Hanya saja, yang berkuasa saat ini adalah Tuan Arjuna. Saya mah, ngikut saja, Bos." tukasnya, lagi."Kurang ajar! Arjuna, kok jadi L
Erlan terlihat lega melihat Arjuna pergi. Dia lalu menatap tajam ke arah asistennya. Seolah mengerti Dio pun berkata, "Tuan Muda, saya ke taman belakang sebentar. Mau mengadakan zoom meeting untuk mengabarkan kepada para klien, jika rapat pagi ini ditunda dulu." ucap Dio lalu mulai melangkah pergi.Setelah kedua pengacau itu pergi, Erlan terlihat lega.Nyonya Anisa dan Oma Rini juga sengaja menjauh dari situ untuk memberi waktu kepada keduanya, agar semakin akrab.Mitha yang telah menghampiri Erlan, segera duduk di dekat pria itu."Kamu mau ngapain dekat-dekat aku? Mau minta jatah? Apa kurang yang tadi di garasi?" ketus Erlan, pura-pura marah. Padahal dalam hatinya dia sangat senang saat ini."A ... aku mau mengobati luka mu, Mas. Wajahmu mulai terlihat bengkak sebelah," tutur Mitha Lalu dia pun mulai mengompres rahang Erlan yang bengkak itu, menggunakan kain kasa yang sebelumnya telah di rendam ke dalam es batu."Mas, aku mulai mengompres bagian yang bengkaknya, ya?" ucap Mitha lalu
"I ... iya, Mas." Lalu Mitha pun mulai memapah tubuh besar Erlan untuk melangkah menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas.Sementara Arjuna, baru saja sampai di sebuah tempat rahasia di pinggiran Kota Jakarta.Dia ingin menginterogasi pria yang telah menghadiahi bogem mentah di rahang kokoh milik sang sepupu, Erlan."Siapa yang menyuruh Anda menghajar Tuan Erlan?" seru salah satu anak buah Arjuna.Namun orang itu, tidak mau mengatakan apa pun. Seketika Arjuna geram. Karena hampir sepuluh menit tidak ada jawaban apa pun dari orang tersebut."Cepat katakan! Jangan sampai Bos Juna turun tangan menghajar Anda!" ancam anak buah Arjuna lagi.Namun orang itu, tetap tidak gentar. Dia terus saja diam dan tak bersuara.Hal tersebut malah membuat Arjuna menjadi geram. Dia terlihat membuka bajunya dan bersiap-siap ingin menghajar orang itu.Sang pria tiba-tiba gentar melihat Arjuna yang sedang membuka bajunya. Otot-otot tubuhnya yang menonjol mulai terlihat.Akan tetapi dia juga takut untuk
Namun Mitha tetap diam saja dan tidak menjawab perkataan Erlan itu. Dia lalu mengoles tangannya dengan lotion lalu mulai memijit punggung sang calon suami. "Mas ... aku mulai, ya?" "Iya, buruan!" sahut, Erlan. Mitha pun dengan telaten mulai memijit punggung sang calon suami. "Wah, ternyata pijitannya enak juga. Terasa banget dan bikin nyaman." puji Erlan dalam hatinya. "Kamu sudah biasa memijit sebelumnya? Kok sepertinya kamu mahir banget?" tanya Erlan penasaran. "Iya, Mas." jawab Mitha singkat. "Apa? Jadi kamu pernah memijit orang lain selain aku sebelumnya?" "Iya, Mas pernah," jawab Mitha lagi, sambil terus fokus memijit Erlan. "Sial! Ternyata gue pasien yang kedua! Bikin gue jadi bt aja nih, mendengarnya!" tukasnya dalam hati. "Dasar murahan!" Erlan tiba-tiba-tiba mengumpat. "Memangnya Lo memijit siapa sebelumnya, hah! Sudah, cukup! Jangan pijit gue lagi!" kesalnya lalu mulai menjauh dari Mitha. "Mas, aku tanggung banget memijitmu, sebentar lagi juga selesai." sergah M
"Oh ya, ingat nanti siang memasak lah untukku!" seru Erlan mengingatkan Mitha."Kamu mau dimasakin apa, Mas?" tanya Mitha kepadanya."Apa saja, asal kan kamu yang memasak pasti enak!" puji Erlan.Mitha pun tersipu malu mendengarnya."Hei! Kamu jangan geer, begitu. Aku hanya terpaksa memakan hasil masakanmu!" ketusnya kepada gadis itu.Baru saja senyum manis terbit di sudut bibir Mitha. Akan tetapi, dalam hitungan detik. Pria itu mampu membuat wajah sang gadis menjadi sangat cemberut.Karena keenakan dengan pijitan Mitha, membuat Erlan menjadi tertidur. Bunyi dengkuran kecil dari saluran pernapasannya mulai terdengar di dalam kamar itu.Mitha dengan pelan mulai turun dari atas tempat tidur. Setelah itu, dia pun menyelimuti tubuh kekar lelaki itu.Setelah Mitha rasa semua terlihat sempurna, dia pun ke luar dari kamar Erlan dan langsung turun ke lantai bawah untuk mempersiapkan makan siang untuk sang calon suami.Di sebuah gedung tua di pinggiran Kota Jakarta,"Kurang ajar! Berani-berani
Arjuna menegakkan kepalanya lalu berkata,"Uncle, maafkan aku." Hanya kata-kata itu yang mampu Arjuna ucapkan saat ini."Uncle tidak menyangka kamu menutupnya rapat-rapat selama ini. Apa yang kamu cari Arjuna! Apa kurang perlindungan yang Uncle berikan kepadamu selama ini? Jawab!" hardik Tuan Fred, untuk pertama kalinya kepada keponakan yang paling dirinya sayangi itu."Ma ... maaf, Uncle." serunya lagi sambil menundukkan kepalanya."Uncle tidak butuh maaf mu! Uncle hanya ingin penjelasan darimu. Kenapa kamu sampai berani berbuat nekat, masuk ke dalam dunia mafia dan menjadi detektif rahasia?" sergah Tuan Fred lagi.Arjuna diam, namun dia sedang berpikir akan memulai dari mana untuk menjelaskan semuanya kepada sang paman.Setelah mendapatkan jawabannya, Arjuna pun mulai berkata,"Uncle, aku terpaksa masuk ke dunia detektif, untuk mencari tahu kebenaran atas kecelakaan yang menimpa kedua orang tua ku!" tegas Arjuna."Juna, Uncle sudah menyewa detektif ternama untuk menyelidiki semuanya
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali