"Hai, Julia! Selamat pagi!"
Gadis riang bermata biru dengan cepat menarik kursi kosong di sebelah gadis yang sedang fokus membaca sebuah buku tebal. Gadis yang bernama Hana itu lalu memajukan bibirnya sedikit, dia merasa kesal karena diabaikan keberadaannya oleh sang sahabat.
Ia lalu mendekati Julia dan berbicara tepat di depan telinga gadis itu. Atau lebih tepatnya, gadis itu berteriak kencang. "SELAMAT PAGI, JULIAAA!"
Suara nyaring di dekat telinga kanannya itu, benar-benar menganggu konsentrasi gadis bersurai cokelat panjang yang sedang sibuk membaca. Ia lalu menggebrak meja sedikit menggunakan salah satu tangannya yang tidak memegang buku. "Berisik, Hana!" bentaknya kepada gadis pirang yang hanya terkekeh saja saat melihatnya marah.
"Hei, tenanglah." Hana tertawa pelan, lalu berkata, "Tidak perlu pusing memikirkan tes Matematika nanti. Tesnya 'kan ditunda sampai minggu depan!"
Julia mendengkus pelan, dan membenarkan kembali gaya duduknya—mencari posisi yang nyaman. Gadis itu lalu kembali berkutat dengan buku pelajaran yang sempat ia abaikan karena terusik dengan perbuatan sahabatnya. Meskipun telah diberitahu oleh Hana bahwa tes yang ia tunggu-tunggu sejak pekan lalu, ditunda. Akan tetapi, ia harus tetap belajar.
Siapa tahu nanti akan ada tes mendadak?
Hana balas menggebrak meja. Cukup pelan, tapi menarik perhatian. "Kau ini selalu saja belajar, ya, Julia! Sesekali main handphone lah, seperti aku, agar kau tidak ketinggalan informasi di masa kini!"
Ucapan Hana yang terkesan menyombongkan diri itu tak membuat Julia melirik sedikit pun ke arahnya. Masa remaja anak itu sepertinya baru saja datang. "Tidak boleh memainkan benda seperti itu di sekolah," jawabnya datar. "Simpan kembali ponselmu."
Gadis bermarga keluarga Peterson itu hanya memfokuskan pandangannya ke buku tebal yang sedang ia pelajari untuk tes yang mungkin saja akan dilaksanakan gurunya secara mendadak. Dan dia bukan tipe seorang pelajar yang suka melanggar peraturan sekolah.
"Tak ada larangan seperti itu di sini, Julia!" teriak Hana. Julia kembali tak merespons ucapannya, gadis itu sama sekali tak memperhatikan. Melirik saja tidak.
Hana terlihat kesal, tetapi sesaat kemudian ia tersenyum lebar. "Hei, Julia," panggil Hana, ia lalu diam sebentar ketika Julia lagi-lagi mengabaikannya. Dan secara tiba-tiba, sepintas ide hebat pun lewat di kepalanya. "Oh, tunggu! Aku punya sesuatu yang menarik, Julia. Coba kamu lihat kemari!"
Hana tersenyum lebar saat melihat Julia memandang ke arahnya. Dia sangat tahu bahwa Julia adalah tipe orang yang mudah terpengaruh dan sekali masuk ke dunia yang disukai, maka dia tak akan mudah melepaskannya.
Julia menghela napas, lalu kembali fokus ke buku. Dia merasa tak tertarik sama sekali, ia justru membalik lembar buku yang ia baca. "Tidak," jawabnya singkat dan padat.
"Oh! Ayolah, Julia! Ayo kita berfoto berdua!" Hana menarik lengan Julia beberapa kali. "Ayolah!" rengek Hana sekali lagi seraya memasang ekspresi yang memelas. "Foto bersamaku!"
Hana berusaha keras menarik Julia masuk ke peradaban. Selama ini, gadis itu bersikap kuno sekali. Kenapa baca buku? Sekarang ada novel yang bisa dibaca daring! Hana kembali merengek. "Kumohon, Julia ... sekali ini saja."
"Hhh." Julia menghela napas panjang. Hatinya luluh juga saat sang sahabat terlihat meminta belas kasihan darinya. "Baiklah," ucap Julia pada akhirnya. Gadis itu memang tidak suka melihat kemurungan orang lain. "Tapi setelah ini, jangan ganggu aku belajar ya," pesannya kepada sang sahabat.
Hana bersorak gembira ketika Julia mendekatkan meja mereka. Lalu gadis itu menyimpan semua buku pelajarannya ke dalam laci, dan kemudian melirik Hana sekilas. Ia pun langsung bergidik seram saat menyadari ekspresi sahabatnya.
Hana sedang melihatnya tanpa berkedip sama sekali.
"Hei, berhenti menatapku seperti itu!" tegas Julia dengan ekspresi kesal.
Hana hanya tertawa saja melihatnya. Jujur, ia ingin sekali melihat Julia menjadi gadis yang ceria sama sepertinya. Akan tetapi, Hana tak tahu bagaimana cara untuk meruntuhkan dinding es yang selama ini melekat pada sang gadis.
"Eh, ayo, kita nonton Youtube!" ajak Hana sambil membuka aplikasi berwarna merah di ponselnya.
Julia mengernyit kebingungan. "Hm? Apa itu?" tanyanya lugu. Hana tampak syok melihat reaksi Julia, sedangkan yang ditatap dengan pandangan terkejut hanya mengedipkan matanya beberapa kali. "Kenapa?" tanya sang gadis Peterson, bingung.
"Julia, kau itu punya ponsel, kan?" tanya Hana, masih dengan keterkejutannya. Julia mengangguk singkat dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. "Ini, kan?"
Hana tak mampu berkata-kata selama beberapa saat. "Bukan main," gumamnya takjub setelah sadar dari lamunan. "Di zaman sekarang, kau masih pakai ponsel tekan seperti ini?!"
Julia semakin mengerutkan keningnya, merasa jengkel dengan ucapan sang sahabat yang terkesan meremehkan. "Memangnya kenapa? Ponsel jenis ini tahan lama, awet baterai serta mudah digunakan kapan saja."
"Ya, itu benar. Tapi ini sudah sangat ketinggalan zaman, Julia!" Hana tak habis pikir, mengapa anak orang kaya seperti Julia memiliki ponsel keluaran lama yang tidak banyak lagi orang-orang mau memakainya? Julia sepertinya tak punya selera yang bagus. Hana turut prihatin untuknya.
"Coba nanti kau minta sama Papa dan Mamamu untuk membelikanmu ponsel seperti ini!" Hana menunjukkan kecanggihan ponsel yang ia miliki. "Lihat! Dia bisa mengenali wajah kita sekali kita arahkan ke depan! Hebat sekali, bukan?"
Julia hanya tersenyum menyaksikan antusiasme Hana terhadap media komunikasi zaman sekarang. Memang, semakin berkembangnya zaman, maka akan semakin maju pulalah teknologi yang mengikutinya. Hanya saja, Julia pikir semua itu harus diiringi dengan kebijaksanaan dari masing-masing pengguna.
Melihat tingkah Hana, Julia pun beranggapan bahwa itu adalah dampak kecanduan dari benda berbentuk persegi ini.
"Julia, coba lihat video yang ini." Hana menunjukkan sebuah video yang menayangkan langkah-langkah membuka tutup botol. Tayangan tak berfaedah, tetapi memiliki banyak sekali yang melihatnya?
"Aku tak mau," jawab Julia cepat. Video macam apa itu? Membuatnya tak suka saja saat membaca judulnya.
"Eh, coba lihat yang ini, lucu sekali dia."
Julia lagi-lagi menggeleng, dan berucap, "Aku tidak suka melihatnya, Hana. Jauhkan ponselmu sejauh mungkin dariku. Semuanya hanya video-video aneh...."
Sahabat pirangnya tak mengindahkan, dan terus saja menyodorkan konten-konten video yang kurang bermanfaat untuk Julia. Sebenarnya, Julia merasa risih saat tahu Hana sibuk menonton video tentang orang-orang yang melakukan hal aneh, dan juga yang suka merugikan orang lain.
"Apa tujuan mereka berbuat seperti itu?" tanyanya penasaran. Hana yang tertawa terbahak-bahak pun menoleh ke arahnya. "Apa? Kau tak merasa lucu dengan ini? Hei, Juli! Mereka ini sedang melakukan prank! Konyol sekali, bukan? Hihihi."
"Berhentilah menonton itu." Julia langsung merebut ponsel Hana dan mengganti video yang sahabatnya tonton dengan sebuah video tutorial. Cara membuat nasi goreng dan telur gulung. "Sebaiknya kau menonton yang seperti ini saja."
Julia lalu menatap tajam sahabatnya. "Lain kali, carilah video yang lebih bermanfaat di sini. Pasti ada, kan?"
Jujur, dia tidak ingin Hana berubah semakin jauh. Akhir-akhir ini, gadis itu memang sudah merasa ada yang berbeda dengan Hana. Lalu, setelah memiliki ponsel baru yang canggih, gadis itu semakin menjadi-jadi saja.
"Ya, ya, baiklah. Aku akan berhenti menontonnya dulu." Hana terlihat kesal, tetapi setidaknya gadis itu masih mendengarkan ucapan Julia. Setelah pulang sekolah, dia akan mengunduh semua video yang ada di channel itu. Lihat saja!
Julia terlihat menimbang-nimbang sebentar. "Sepertinya ... aku juga akan membeli ponsel baru." Ucapan Julia mendapat respons positif dari sang sahabat. "Sungguh? Benarkah?! Yes, baguslah! Jangan lupa, kau harus punya aplikasi Youtube di ponselmu, ya!" ucap Hana kegirangan.
Julia tersenyum tipis, sahabatnya ini benar-benar gadis yang sangat menyenangkan. Ingin rasanya Julia seperti itu, tapi, apakah dia bisa seceria Hana nanti?
Mengingat selama ini, ada dinding es yang memenjarakannya?
+++
Julia berhasil membujuk sang mama untuk membelikannya ponsel pintar terbaru. Ini semua karena ulah Hana yang terus merecokinya dengan kecanggihan benda pipih dan menyala yang kini berada di genggaman tangannya.
Dengan perasaan senang—walau tak terlalu diperlihatkan, Julia pun disibukkan dengan kegiatannya dalam memilih konten-konten video di Youtube yang dirasanya menarik untuk ia tonton. Gadis itu sudah belajar cara memakai ponsel dari Hana yang sudah kecanduan dengan benda itu.
Julia terus menjelajahi aplikasi berwarna merah tersebut sambil menyenandungkan sebuah lagu dengan lirik yang kurang tepat. Hingga dia menemukan sebuah saluran di sana—Badbuddy. Tak ada yang istimewa dari Youtuber yang mengenakan kostum Brown—salah satu karakter dari media sosial Line yang membacakan komentar di videonya pekan lalu.
Penasaran, akhirnya Julia menonton salah satu video yang ada di sana. Videonya sederhana, konten yang tidak menganggu dan tentu saja tak aneh bagi Julia yang memang tidak suka sesuatu yang mencolok. Hanya sebuah saluran kecil yang memberikan edukasi melalui tayangan video yang disampaikan langsung oleh Badbuddy layaknya guru di sekolah.
Menurut Julia, setiap videonya lucu dan beda dari saluran lain yang pernah ia temukan. Suara penyampai materinya pun terdengar merdu di telinga Julia yang baru kali ini menghabiskan waktunya untuk menonton video di internet daripada belajar seharian. Sampai kemudian, Julia mengomentari salah satu video yang paling ia suka sejauh ini.
"Ah, ternyata dia membalas komentarku cepat juga...." Julia tak bisa melakukan apa-apa selain terperangah saat komentarnya dibalas dengan cepat oleh pemilik saluran Youtube tersebut. Akan tetapi, dia merasa sangat senang saat mendapatkannya.
Tak terasa, perubahan pun mulai terjadi kepada Julia. Alih-alih membuka buku, ia malah menonton video, siang dan malam. Gadis itu menonton semua video yang ada di aplikasi penyedia video terbanyak di dunia tanpa kenal waktu. Julia juga mulai terbiasa memberikan komentar di setiap video dan Badbuddy selalu membalas komentarnya dengan ramah.
Julia senang. Ini pertama kali baginya berinteraksi dengan seseorang di dunia maya.
Di salah satu video terbarunya, Badbuddy melepas kostum. Julia begitu terkejut saat melihat Youtuber tersebut memperlihatkan wajah aslinya. Tak disangka, ternyata Youtuber yang ia gemari selama sebulan terakhir adalah lelaki tampan yang memiliki mata berwarna cokelat gelap yang menawan. Julia sampai terpana ketika menyaksikannya.
Hana yang senang dengan perubahan Julia, mengajarinya memakai media sosial seperti Instagram dan juga Facebook. Gadis bermarga Smith itu turut berbahagia dengan sifat Julia yang tak lagi dingin padanya.
Julia kini sering membicarakan banyak hal—terutama tentang ketertarikannya kepada Badbuddy. Hana setuju dengannya. Selera mereka berdua tak pernah salah.
"Aku jadi ingin tahu dengan kehidupan pribadinya, Hana," komentar Julia di suatu pagi. Hana tertawa geli melihat sahabatnya terlihat begitu murung. Julia benar-benar kecanduan teknologi berkat dirinya.
"Kau tergila-gila dengan Badbuddy rupanya. Mengapa tidak mencari tahu saja, media sosial pribadinya? Kau punya instagram, bukan?" Pertanyaan Hana mendapat gelengan dari Julia. "Aku tetap tak bisa menemukannya, Hana," sahut Julia tak bertenaga.
"Hmm, tanya saja padanya di Youtube! Jangan membuat beban pikiran untuk hal sepele seperti itu, Julia."
Akhirnya, Julia memberanikan diri untuk bertanya kepada Badbuddy agar pria itu mau memberi tahukannya akun media sosial apa saja yang ia punya.
"Tentu saja bisa. Ini akun Instagram milikku, j.lcker_"
Bukan main girangnya Julia. Hana sampai tertawa melihat reaksi putri kesayangan dari pengusaha Peterson itu. "Semoga berhasil, Julia Sayang," ucap Hana kepada sang sahabat. Kebahagiaan Julia adalah yang terpenting baginya.
Julia dan Badbuddy lalu saling mengobrol di Instagram, siang dan malam. Gadis itu pun akhirnya mengetahui nama asli dari Youtuber kesukaannya. Namanya Jacob Leckner. Nama yang indah, pikirnya.
Sampai suatu hari, Julia yang benar-benar ingin dekat dengan idolanya meminta nomor ponsel Jacob. Gadis itu bahkan mengabaikan dinding kebekuan yang selama ini ia bangun tinggi-tinggi, hanya untuk sekadar berbicara banyak hal dengan pria itu.
Semakin lama, hubungan mereka berdua semakin dekat. Julia merasa nyaman dengan pria yang lebih tua dua tahun darinya itu. Perasaannya selalu berbunga-bunga setiap Jacob membalas pesannya dengan kata-kata yang manis. Julia tak mengerti dengan apa yang sedang ia rasakan, seperti ada bermacam perasaan yang bercampur jadi satu.
Seolah-olah, semua perasaan itu sedang memenuhi rongga dadanya. Itu sensasi yang aneh.
Perubahan Julia membuat teman-temannya mendukung usahanya dalam mendekati Jacob. Julia memang mengakui bahwa dia mulai menyukai pria Leckner yang terlihat begitu memikat dengan pesonanya itu. Mereka sangat mendukung gadis Peterson yang belum pernah jatuh cinta. Tak ada yang salah dengan perempuan yang menyatakan perasaan lebih dulu, bukan?
"Ajak saja dia bertemu, Julia," usul Fani, gadis berkucir dua kepada Julia yang sedang fokus memandang ponsel di tangannya. Julia menoleh. "Aku tak berani mengatakannya ...."
Teman-teman sang gadis bersurai cokelat sepinggang merasa gemas. Julia yang sedang jatuh cinta memang agak lucu. Mungkin karena mereka belum terbiasa saja. "Coba sini, pinjam ponselmu," ucap Viola seraya mengambil ponsel Julia secara tiba-tiba.
"Ah, apa yang kalian lakukan!" seru Julia panik. Hana dengan sigap menahan Julia sambil tertawa pelan.
"Mengajak kekasihmu bertemu. Apa lagi?" Ucapan Fani langsung membuat wajah Julia merah padam. Dalam hati, ia mengaminkan ucapan temannya itu.
"Nah, selesai!" Vio mengembalikan ponsel berwarna merah kepada sang pemilik. "Semoga beruntung, Julia!"
Julia tersenyum lebar, sambil mendekap ponselnya, ia berkata, "Terima kasih banyak, teman-teman." Sungguh, ia tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Jacob.
Julia kembali mematut penampilannya di depan cermin. Berkat saran dari Hana dan juga usulan dari Fani dan Viola yang bersikukuh ingin melihat Julia mempunyai seorang kekasih, maka seperti inilah penampilannya sekarang. Untuk pertama kalinya, bagi sang gadis Peterson, ia memakai riasan di wajah dan juga mengenakan gaun pendek selutut. Jujur saja, Julia belum pernah memakai gaun sependek itu. Dia hanya pernah memakai gaun panjang, dan itu pun hanya dipakainya sebanyak dua kalian saja. Gaun yang dipakainya saat ini pun, adalah hasil pencarian di mall yang dilakukannya bersama sang sahabat. Pun dengan peralatan make up yang baru kali pertama ini, dia membelinya. Hana sampai keheranan, sebab Julia terus bertanya mengenai cara memakai berbagai alat hias wajah itu. Pada akhirnya, setelah diajarkan cara menggunakan make up dasar, Julia pun telah siap untuk pergi berkencan bersama cinta pertamanya. Sebuah penantian yang sangat mendebarkan. Julia berputar sekali di depan cermi
Julia turun dari motor besar milik Jacob dengan hati-hati. Pertama kali baginya naik ke boncengan motor seseorang. "Terima kasih banyak untuk hari ini," ucap sang gadis sambil tersenyum begitu kakinya sudah berpijak di tanah. Jacob melepas helmnya, hanya untuk menatap wajah bersemu Julia yang terlihat begitu menggemaskan, ia tertawa. "Sama-sama," ucapnya seraya menatap sang gadis. Ia menaruh helmnya dengan posisi yang kurang tepat. Julia tersenyum, tetapi begitu melihat helm sang pria berguling karena tak ditaruh dengan baik, ia refleks berseru, "Ah, AWAS! Helmmu hampir!" Julia buru-buru menangkap pelindung kepala Jacob tersebut sebelum menyentuh tanah beraspal yang keras. Ia lalu menaruhnya di tangki bensin yang berada di depan sang lelaki dengan hati-hati. "Oh! Terima kasi—" Ucapan Jacob terputus saat Julia yang menundukkan kepalanya terpekik pelan, saat ujung dari tusuk rambutnya tersangkut di jaket hitam sang pria. Entah karena apa benda berujung sebuah permata hija
"Halo semua, perkenalan dia adalah Javier. Mulai sekarang, dia akan membangun saluran Youtube ini bersamaku," ucap Jacob seraya melambaikan tangan ke arah kamera. Pemuda yang duduk di sebelahnya ikut melambaikan tangan, dan berucap kepada warga internet, "Salam kenal, dan salam edukasi!" Julia yang telah selesai mandi bergegas menonton siaran langsung dari sang kekasih, meskipun ia masih mengenakan gaun mandi. Gadis itu hanya terlalu senang saja ketika mendapat pemberitahuan yang masuk ke ponselnya sampai lupa jika ia belum memasang pakaian. "Hmm, wajah mereka sedikit mirip," gumam Julia di sela-sela aktivitasnya menonton video, masih belum memakai baju dan hanya mengenakan handuk. "Tapi kekasihku—Jacob jelas lebih tampan!" komentarnya lagi sambil terus menatap paras rupawan milik sang kekasih dengan tatapan memuja. Rupa-rupanya, Julia sudah jatuh begitu dalam ke pesona yang dimiliki oleh seorang pria Leckner. Pria tampan beralis tebal dan rapi—terlihat seperti ulat bul
Sosok yang mulanya berjalan sekitar 20 langkah dari Julia, mendadak semakin dekat saja dengannya. Julia tidak ingin berpikiran buruk dan menuduh yang tidak-tidak kepada orang yang mengenakan jaket bertudung di atas kepala. Akan tetapi sebenarnya, Julia merasa ada sedikit yang mengganjal pikirannya. Menurut Julia, penampilan orang itu memang terlihat sedikit aneh dan tidak cocok di pertengahan musim panas seperti sekarang. Mengapa ia harus memakai jaket tebal seperti itu? Julia tak mengetahui seperti apa wajah orang yang berjalan di belakangnya, sebab sosok misterius bertudung itu terus menundukkan kepala dan terlihat sangat menakutkan di mata gadis Peterson yang sedari tadi memperhatikan. Itu sikap yang wajar ditunjukkan olehnya. Ia hanya bersikap lebih berhati-hati saja, sebab ini adalah zaman di mana kejahatan merajalela. Terlebih lagi di zaman seperti inj, kita tak tahu apa yang orang lain pikirkan bukan? Entah itu baik atau buruk. Julia kembali melangkah dengan
"Hoi, Javier tidak belajar ya? Bukankah bulan depan dia ujian?" Javier yang baru saja datang dari minimarket dengan membawa empat botol soda di tangannya, langsung tertawa geli saat mendengar pertanyaan teman masa kecilnya—Mark. "Untuk apa belajar?" tukas Javier terdengar meremehkan. Mark seketika tergelak begitu mendengar ucapan sang sahabat, sedangkan Jacob hanya tersenyum mendengar perkataan adiknya. "Belajar itu hanya untuk orang-orang yang tidak percaya diri saja," ucap Javier lagi seraya terkekeh geli, membuat Daniel yang duduk di sebelah Jacob memukul punggung lelaki itu sambil mengeluarkan gelak tawa yang keras. "Adikmu sudah gila rupanya. Hahahaha." Javier lantas memberikan minuman kepada masing-masing orang, lalu duduk sembari membuka minumannya. "Kudengar kau berhenti dari pekerjaanmu sekarang, kenapa?" tanya Javier tanpa menunjuk dan memandang siapa-siapa. Saat Javier sedang bersiap-siap meneguk sodanya, Mark melayangkan pertanyaan. "Kau bertanya kep
Julia yang sudah pulih dari ketakutannya yang sebenarnya tak perlu dikhawatirkan berlebih itu mulai kembali beraktivitas seperti biasa. Gadis itu kembali masuk ke sekolah seolah tak pernah terjadi apa-apa dengannya, dan itu membuat Hana—sahabatnya—merasa sangat bahagia. Tentu saja, apa yang terjadi kepada Julia waktu itu memang sangat menakutkan, tetapi hidup harus terus berjalan. Tak sepantasnya rasa takut itu menjadikan segalanya bertambah semakin buruk dengan tak masuk ke sekolah selama berhari-hari."Julia, kau kemana saja beberapa hari ini?" tanya salah seorang gadis begitu Julia mendudukkan dirinya di atas sebuah kursi kelas. Disusul oleh pertanyaan serupa lainnya dari teman-teman sebaya."Julia, kau sakit?" tanya Melia. Yang disusul pertanyaan serupa dari kembarannya—Mesia. "Ya, kau terlihat pucat. Sakit apa kau, Julia?""Kenapa kau baru datang ke sekolah hari ini, Julia? Minggu depan kita kan sudah ujian," ucap Nancy."Iya! Tugas dan catatan kita ada banyak sekali! Untunglah, p
Julia memandangi kertas yang berada di dalam genggaman tangannya dengan saksama, gadis itu lalu menaruh kembali buku ensiklopedia tebal di tempatnya semula, sebelum ia kembali memusatkan perhatiannya pada kertas kusam bertinta emas. Julia lantas meniup debu yang mungkin saja menempel di kertas pudar tersebut, berharap tulisan di atasnya dapat terlihat dengan jelas. Namun, tidak ada apa pun yang terjadi, tulisannya masih tetap tak terlihat dan itu membuat Julia sedikit merasa kesal. Gadis itu bahkan sampai menaruh peralatan kebersihannya hanya untuk mencari tahu asal usul dari benda yang membuatnya penasaran. Julia pun melangkah lambat guna menghampiri sebuah sofa bertangan yang berwarna krim dan mendudukkan bokongnya di sana dengan nyaman. Sejenak, Julia meluruskan dulu kakinya yang dipaksa berdiri beberapa jam saat bersih-bersih tadi. Gadis itu lalu kembali memfokuskan pandangannya pada kertas yang sepertinya adalah dokumen penting karena di sana ada sebuah cap resmi d
Semenjak kejadian lucu di taman hiburan Gloove World dan kehangatan yang diberikan oleh Jacob berupa kecupan di kening dan bibirnya, Julia jadi sibuk mempersiapkan acara yang akan diselenggarakannya setelah pengumuman kelulusan. Acara itu rencananya akan berlangsung minggu depan, tetapi persiapannya sudah dimulai sejak sekarang. Gadis itu berniat mengundang seluruh teman-teman di sekolahnya dan juga teman-teman bermainnya sewaktu kecil. Pesta itu bertujuan agar tidak ada seorang pun temannya yang akan melupakan kebaikan gadis Peterson selama mengenal sang gadis. Perayaan ini jelas bukan keinginan Julia, mustahil gadis itu melakukannya. Semua ide pesta ini murni dari buah pikiran sang mama. Di sela-sela kegiatannya dalam mempersiapkan pesta, Julia terbayang wajah tampan kekasihnya—Jacob. Baru tiga hari berselang sejak keduanya berpisah dari taman hiburan, Julia sudah sangat merindukan pria berbibir penuh itu. Sepintas ide pun lewat di kepalanya, membuat sang gadi
Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata. Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya. "Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya. Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat. "Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10
Sepekan setelah berkunjung ke rumah keluarga Peterson, Jacob bertandang sendirian ke penjara kota, untuk menjenguk adiknya maupun teman-temannya yang lain. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Jacob pergi menemui Javier. Meski dia memasang ekspresi seolah baik-baik saja di hadapan Julia, sebenarnya pria itu tengah berjuang melawan kepedihan di hatinya mengenai surat usang itu. Jacob menceritakan semua yang terjadi kepada Javier, tentang ibu mereka yang semasa hidupnya hanya berpura-pura gila demi menjaga tumbuh kembang mereka. Dia juga memperlihatkan surat yang selama ini disimpan dengan baik oleh orang yang seharusnya mereka benci, tetapi mendadak ada keraguan di hati keduanya, setelah mengetahui kebenaran yang tersimpan rapat. Javier menangis sesenggukan di balik kaca yang memisahkannya dengan pengunjung, ketika membaca surat yang dituliskan oleh ibunya yang telah tiada. Selama ini, dia hi
Jauh sebelum hari pernikahan Julia dan Jacob berlangsung, tepatnya masa-masa sebelum mereka berdua mendapatkan kerja di sebuah perusahaan, Julia pergi ke rumah orang tua angkatnya yang telah menjaga dan merawatnya dengan baik selama ini. Tentu dia tak pergi sendirian ke rumah keluarga Peterson, karena ada Jacob yang dengan setianya pergi mendampingi kekasihnya itu datang berkunjung ke sana. Setelah hari di mana Julia ditemukan oleh pihak kepolisian dan mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya, membuat Julia syok berat. Julia sepenuhnya percaya dengan keluarga yang selama belasan tahun lamanya merawat dirinya dari kecil hingga tumbuh dewasa, mendadak kecewa karena tak pernah sekalipun mereka mengatakan kebenaran tentang keberadaannya di keluarga itu. Tentang dia yang bukan merupakan anak kandung dari keluarga Peterson yang selama hampir 19 tahun ini, nama
Pernikahan Julia dan Jacob yang dilangsungkan di sebuah gereja Katolik tak jauh dari tempat tinggal mereka berjalan lancar dan juga khidmat, sama seperti harapan kedua orang yang saling mencinta itu akan hari bahagia yang sudah keduanya tunggu-tunggu sejak lama. Awalnya Julia merasa sangat gugup saat dituntun oleh sang papa—Roger—menuju altar pernikahan untuk menemui kekasih hatinya, Jacob, yang saat itu mengenakan jas hitam yang terbuat dari sutra pilihan. Jika saja tak ada campur tangan dari kedua orang tuanya, mungkin saja pernikahan Julia tidak akan semeriah dan juga semewah ini. Memang, sebelumnya mereka berdua sudah mengatakan akan membiayai sendiri pernikahan mereka, tanpa menerima bantuan sedikit pun dari Roger dan Rissa. Namun, setelah menghitung biaya yang akan dikeluarkan saat lamaran dan pernikahan nanti, mereka pun syok karena tabungan mereka ternyata masih sangat tidak cukup untuk
Ada banyak orang pernah berkata, carilah seorang pemimpin, bukan seorang bos. Mengapa? Karena pemimpin itu akan peduli dengan orang yang bekerja dengannya. Mereka bekerja di tempat yang sama, dengan derajat yang berbeda, tetapi diperlakukan sama rata. Diperlakukan dengan baik. Sedangkan bos, hanya akan memberi perintah tanpa peduli kepada anak buahnya. Namun, tak semua pemimpin atau bos bersikap demikian. Ini hanya sebagian kecil saja, sikap-sikap yang bisa ditemukan di masyarakat sekitar. Tak ada seorang pun yang tak ingin memiliki satu atau dua orang atasan yang sangat baik di tempat kerja. Dua di antara pekerja yang merasa demikian adalah Jacob dan Julia. Sepasang kekasih yang berencana menikah di tahun 2020 pada bulan Agustus itu pun merasa beruntung, karena keduanya sama-sama bekerja di Brunner Corporation. Salah satu perusahaan yang cukup bagus untuk melatih kemampuan kerja mereka.  
Julia melirik kekasihnya, begitu pula yang dilakukan oleh Jacob. Keduanya saling tatap dalam diam. Keduanya sama sekali tak menyangka jika mereka akan makan siang bersama dua orang atasan mereka di kantor. Tak ada ekspektasi sebelumnya bahwa dua orang paling berpengaruh di tempat kerja mereka itu akan duduk tepat di hadapan mereka. Awalnya, kecanggungan ini bermula saat Jake dan Melvin tiba di kafetaria dekat kantor untuk makan siang bersama. Namun, setelah mengamati selama beberapa detik, mereka sadar kalau tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang juga sedang mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Mulanya Melvin hendak beranjak pergi ke tempat lain, tetapi Jake dengan cepat menarik jasnya dan membawa pria itu ke meja di mana ada dua orang yang pernah bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu. Dan inilah yang terjadi. Kecanggungan yang dirasakan oleh dua orang pekerja yang harus duduk deng
Tak ada usaha tanpa ada hasil yang diinginkan. Tak ada kerja keras tanpa ada tujuan yang besar di baliknya. Pun begitu dengan setiap kerja keras Jacob dan usaha Julia untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Restu memang telah mereka kantongi bersama. Dan mereka telah merencanakan akan seperti apa pesta pernikahan mereka. Namun, perjalanan keduanya masih sangat jauh. Meskipun Julia telah lulus dari sekolah dan Jacob tak lagi bekerja membuat konten Youtube, mereka berdua tetap dipusingkan dengan satu hal. Pasangan kekasih itu sibuk memikirkan konsep pernikahan, sampai tak menyadari dengan satu pondasi yang penting, yaitu berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk menyiapkan pesta. Walau Julia berasal dari keluarga kaya raya, tetapi hal itu tak membuatnya merasa harus memakai uang kedua orang tuanya untuk pernikahan yang akan dilakukannya bersama kekasihnya, Jacob.
Setiap orang memiliki masa terberat dalam hidupnya. Entah itu merupakan suatu hal yang dulu sangat digemari, tetapi kini apa yang sebelumnya disukai malah menjatuhkannya perlahan. Atau masalah hidup yang lainnya, seperti perekonomian yang menurun atau percintaan yang membuat hati seseorang menjadi patah. Ada banyak sekali hal yang menyebabkan mata ini menumpahkan cairan beningnya. Kesepian, ketakutan, rasa sakit, kebencian ... luka yang tak bisa terobati meski telah datang orang baru. Semua perasaan yang mungkin pernah dirasakan oleh orang-orang, adalah suatu perasaan yang tak bisa disalahkan. Seperti halnya cinta. Kita tak bisa menaruh hati kita kepada seseorang yang memang tak menarik perhatian kita sebelumnya. Sekeras apa pun, dia berusaha, jika hati kita telah menolaknya, tentu tak akan ada rasa bersambut untuknya. Namun, kita semua justru melambuhkan asa kepada seseorang yang tidak mungkin bisa menyamb
Jacob sempat mencuri pandang tatkala melihat interaksi yang terjadi antara adiknya dan juga kekasihnya, Julia. Suatu keadaan di mana sebelum-sebelumnya, dia tak pernah melihat keduanya berinteraksi dengan benar. Dan ini adalah yang pertama kalinya. Jacob pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, tetapi meskipun begitu, seulas senyum lebar terlukis jelas di wajah tampannya. Pria itu merasa sangat bahagia, ketika melihat adiknya Javier, yang dulu tak menyukai hubungan yang terjalin antara dirinya dan Julia, kini sudah mulai menunjukkan lampu hijau terhadap hubungannya dengan sang gadis bersurai cokelat itu. Bohong jika Jacob tak merasa bangga terhadap kemajuan yang ditunjukkan oleh adiknya, Javier. Dia tentu merasa bangga terhadap apa yang adiknya lakukan. Berdasarkan inisiatifnya sendiri, Javier pun mencoba menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan Julia. Gadis yang dulu pernah mereka culik dan mereka sekap d