Julia yang sudah pulih dari ketakutannya yang sebenarnya tak perlu dikhawatirkan berlebih itu mulai kembali beraktivitas seperti biasa. Gadis itu kembali masuk ke sekolah seolah tak pernah terjadi apa-apa dengannya, dan itu membuat Hana—sahabatnya—merasa sangat bahagia. Tentu saja, apa yang terjadi kepada Julia waktu itu memang sangat menakutkan, tetapi hidup harus terus berjalan. Tak sepantasnya rasa takut itu menjadikan segalanya bertambah semakin buruk dengan tak masuk ke sekolah selama berhari-hari.
"Julia, kau kemana saja beberapa hari ini?" tanya salah seorang gadis begitu Julia mendudukkan dirinya di atas sebuah kursi kelas. Disusul oleh pertanyaan serupa lainnya dari teman-teman sebaya.
"Julia, kau sakit?" tanya Melia. Yang disusul pertanyaan serupa dari kembarannya—Mesia. "Ya, kau terlihat pucat. Sakit apa kau, Julia?"
"Kenapa kau baru datang ke sekolah hari ini, Julia? Minggu depan kita kan sudah ujian," ucap Nancy.
"Iya! Tugas dan catatan kita ada banyak sekali! Untunglah, punyaku lengkap. Kau bisa meminjamnya nanti padaku."
Julia tersenyum simpul begitu mendapat beragam pertanyaan dari teman-teman sekelasnya. Ia bahkan sampai kewalahan menjawab pertanyaan itu satu per satu. Beruntung, ada Hana yang dengan senang hati membantunya dalam menjawab setiap pertanyaan. Betapa baiknya teman-temannya itu.
"Mulai sekarang, lebih berhati-hati lagi ya, Julia," pesan Fani dengan wajah cemas. "Jangan sampai terulang kembali! Sekarang, memang sedang tidak aman."
Julia tersenyum dan mengangguk kepada temannya itu. "Tenang saja, aku akan menjaga diri lebih baik lagi ke depannya," tutur sang gadis Peterson seraya mengacungkan jempol.
"Zaman sekarang, ada banyak sekali orang yang berbuat jahat kepada sesamanya. Jadi, aku harap kalian semua tetap waspada di mana pun kalian berada," pesan Bella selaku ketua kelas 12-C kepada seluruh siswi. "Dan jangan mudah terpedaya oleh orang asing. Ingat itu."
Julia yang duduk dengan tenang di kursinya ikut menganggukkan kepala sama seperti teman sekelasnya yang lain, setuju dengan ucapan gadis dengan riasan tipis di wajahnya.
Sesaat kemudian, datanglah Meggie—gadis yang suka bergosip ke tempat duduk Julia, lalu melontarkan pertanyaan, "Julia, apa kabar? Aku menyimak ceritamu dengan baik sekali."
Ucapan gadis itu membuat seluruh warga kelas langsung merotasikan mata. Meggie terlihat tidak peduli. "Tadi kau sempat mengatakan kalau kau diikuti oleh seseorang setelah selesai kencan dengan kekasihmu, bukan?"
Sambil mengedipkan mata dengan ekspresi bingung, Julia menjawab, "Ya, setelah kami berdua berpisah, aku mengambil jalan pintas yang sepi dan di gang itulah aku diikuti oleh seorang pria aneh yang membawa pisau. Memangnya ada apa?"
Meggie memasang ekspresi seolah terkejut dengan penjelasan Julia. Padahal dia hanya ingin mempertegas pernyataan gadis bungsu dari keluarga Peterson yang kaya itu, untuk memengaruhinya semata.
"Kau sama sekali tak menaruh kemungkinan bahwa kekasihmu lah yang melakukan itu semua kepadamu?" tanya Meggie Serra dengan wajah angkuh. Semua warga kelas memandang gadis yang dijuluki Rubah Licik itu dengan kesal.
"Dia mungkin saja berniat mencelakakanmu, Julia." Meggie tampaknya tidak peduli dengan tatapan mencemooh yang ditujukan kepadanya oleh para gadis di kelas. Ia hanya ingin 'menasihati' Julia. Itu saja.
"Hah?" Julia tercengang di tempat. "Aku tak mengerti."
Apa maksud dari ucapan Meggie itu? Jacob lah yang waktu itu membuntutinya? Tapi ... untuk tujuan apa? Semua itu mustahil.
"Jacob tidak mungkin seperti itu, aku percaya dengannya." Julia tersenyum, walau bagaimanapun, ia akan tetap mempercayai kekasihnya sendiri.
"Kau itu hanya terbuai dengan ketenaran kekasihmu saja, kan?! Lebih baik kau berhenti menjalin hubungan dengannya!"
"Julia, jangan dengarkan Meggie!" seru Hana dengan nyaring, ia langsung berdiri dari tempat duduknya dan menutup telinga sahabatnya. "Meggie, jangan kau mencoba memengaruhi sahabatku dengan ucapan yang tak punya dasar!"
Meggie hanya tertawa, membuat Fani yang berdiri di dekatnya mendorong gadis itu hingga membuatnya terjerembap ke lantai. "HEI!" pekiknya tak terima, tetapi teman-teman sekelasnya hanya tertawa saja menyaksikan kejatuhan sang gadis.
"Ck!" Meggie pun bangkit dan meninggalkan kelas dan kerumunan yang memandang kasihan padanya begitu saja. Hana lalu melepaskan telinga Julia yang tadi ia tutupi dengan tangannya. "Julia, kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.
Bunyi bel masuk pelajaran telah berbunyi dengan nyaring, membuat para siswi yang sebelumnya berdiri, sontak berlarian dan memilih duduk di tempat duduknya masing-masing dengan rapi.
"Aku baik-baik saja, Hana. Sekarang, cepat duduklah. Sebentar lagi guru pengawasnya akan masuk," bisik Julia kepada sang sahabat. Hari itu, mereka memang akan melaksanakan ujian percobaan karena ujian penentu kelulusan akan tiba sebentar lagi.
"Hei, dengar," bisik Hana sebelum beranjak ke kursinya. "Jika kau selalu mendengarkan kata-kata orang lain, dan mengabaikan kata hatimu, maka sama saja kau sudah menjadi orang lain."
"Tapi syukurlah kau tak termakan ucapan rubah licik itu, Julia! Jika kau melakukannya, maka akan sulit bagimu untuk menemukan kebahagiaan sejati di suatu saat nanti," tutur Hana seraya mencubit pipi sahabatnya dengan gemas.
Julia tersenyum manis, ia mengangguk sedikit dan berkata, "Terima kasih karena sudah membantuku sejauh ini dengan sangat baik, Hana."
Gadis bermarga Smith lantas tertawa pelan lalu melangkah ke tempat duduknya. Hana mengedipkan sebelah matanya, kemudian berucap, "Tentu saja! Kita kan sahabat!"
"Aku akan selalu menjaga dan melindungimu, Julia."
Julia menyunggingkan senyum lebar begitu mendengar penuturan Hana. Betapa beruntungnya Julia mendapatkan sahabat yang sangat menyayanginya seperti Hana.
+++
Julia dan teman-temannya tengah sibuk mempersiapkan ujian akhir karena mereka sudah kelas tiga di bangku High School, gadis itu bahkan jadi jarang memegang ponsel dan menghubungi kekasihnya—Jacob.
Berbicara tentang pria bersurai hitam dengan iris mata berwarna cokelat gelap, mengingatkan Julia pada hari di mana ia kembali menghubungi sang kekasih.
Betapa khawatirnya Jacob kepada gadis yang memiliki rasi bintang Sagitarius itu.
Begitu Julia menyalakan ponselnya, ternyata ia telah mendapatkan panggilan tak terjawab sebanyak 69 kali, 59 dari Jacob dan sisanya dari teman-teman di sekolah. Julia sampai tercengang karena perbuatan kekasihnya itu benar-benar gigih.
"Kau kemana saja beberapa hari ini, Julia? Aku sangat mencemaskanmu," ucap Jacob dari seberang telepon.
Julia bahkan bisa merasakan kekalutan dan kebahagiaan yang Jacob rasakan saat meneleponnya waktu itu. Semua perasaan sang lelaki bercampur jadi satu dan itu membuat Julia merasa bersalah.
Sekaligus bahagia di saat bersamaan.
"Jika ada masalah, tolong berceritalah padaku, Julia. Aku ingin kau berbagi semua hal tentangmu. Entah itu masa lalumu, apa yang kau sukai atau bahkan sesuatu yang kau benci sekalipun."
"Aku ingin mengetahui semuanya dengan jelas."
Julia benar-benar luluh saat mendengarnya. Jacob memang sosok lelaki terbaik, kekasih yang hebat dan pria yang membuatnya jatuh cinta sejak pertama kali mengenalnya.
Gadis itu tak mungkin bisa menutupi segala sesuatu dari sang kekasih yang jelas-jelas begitu peduli kepadanya. Dengan perasaan yang sudah lebih tenang, Julia pun memutuskan untuk menceritakan apa yang terjadi kepadanya di hari di mana mereka berdua berpisah.
Julia lupa jika tujuannya waktu itu untuk tidak memberitahukan Jacob adalah agar kekasihnya itu tidak terlalu khawatir dan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa Julia.
Benar saja, Jacob benar-benar menyalahkan dirinya atas kesialan yang didapatkan Julia. Pria itu terus-terusan mengucap permohonan maaf dan berjanji tidak akan membiarkan Julia pulang sendirian lagi ke rumah. Hati Julia sakit mendengar suara lirih sang kekasih.
"Tidak, ini bukan salahmu, Sayang." Julia sudah berucap kalimat itu berulang kali, tetapi rasa bersalah Jacob belum menghilang juga. Justru semakin bertambah saat Julia mengatakan ia hampir terkena serangan sang penguntit.
"Maaf, ini semua salahku. Seharusnya waktu itu aku memaksamu pulang bersamaku, Julia."
Julia tak tahu apakah dia harus merasa senang atau merasa bersalah begitu melihat dilema yang tengah dirasakan oleh sang kekasih. Ia lalu menenangkan Jacob, dan mengajak pria itu kencan lagi di lain hari.
"Baiklah." Selepas pembicaraan keduanya selesai tentang masalah yang dialami Julia, gadis itu meminta izin untuk jarang memegang ponsel karena akan sibuk belajar mempersiapkan ujian kelulusan.
Jacob pun memakluminya begitu saja, tetapi ia berpesan agar Julia tidak terlalu lama belajar agar tidak memberatkan pikiran sang gadis.
Julia tersenyum mengingatnya, Jacob memang selalu bisa ia andalkan. Beruntung sekali dia bisa memiliki kekasih hebat seperti seorang Jacob Leckner.
Julia berjanji, tidak akan pernah melepaskannya.
+++
Waktu berlalu dengan cepat, tibalah keluarga Peterson di akhir pekan—saat yang paling mereka tunggu-tunggu dan selalu mereka nantikan, yaitu bersih-bersih rumah secara besar-besaran!
Berbeda dengan keluarga kaya lainnya, keluarga Peterson tidak pernah sekalipun menggunakan jasa pembantu.
Menurut sang kepala keluarga—Charlie, selain sulit dan kurang percaya terhadap orang-orang yang katanya pandai membersihkan rumah, mereka juga ingin lebih produktif dengan cara merawat rumah sendiri ketimbang meminta bantuan dari orang lain.
Jadi, pasangan Peterson yaitu Charlie dan Meggan memutuskan untuk membersihkan rumah mereka di akhir pekan saja, tetapi dilakukan secara besar-besaran bersama anak-anak kesayangan mereka.
Tak terkecuali sudut kecil di dalam rumah mereka sekalipun, sama sekali tidak boleh ada yang terlewat oleh peralatan kebersihan.
"Louis, tolong bantu Papa bersihkan gudang!" teriak Charlie kepada anak sulungnya, Louis yang dipanggil pun mengikuti arah sumber suara dengan tatapan malas.
Semua jadwal kegiatan atau bisnis mereka di hari Sabtu dan Minggu memang khusus dikosongkan, sebab kedua orang tua Julia beranggapan bahwa menghabiskan waktu berkualitas di rumah bersama keluarga adalah kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.
"Sayang, tolong bantu Mama di sebelah sini ya." Julia melepas masker yang ia gunakan dan memberi gestur 'ok' kepada sang mama. "Baiklah, Ma," sahut sang gadis dengan riang.
Hari ini, Julia mengikat rambutnya dengan tinggi. Awalnya Julia bermaksud membuat sanggul kembali agar tidak kesulitan saat membersihkan rumah, tetapi begitu ingat kejadian memalukan di taman langsung membuat gadis itu mengurungkan niatnya.
"Ma, ini taruh di mana?" tanya Julia kepada Meggan, ia mengangkat sebuah kotak berukuran sedang yang berisi beberapa buah buku tak terpakai dan sudah banyak yang dimakan oleh hewan rayap.
Meggan yang sedang membersihkan perabotan elektroniknya menggunakan cairan pembersih menoleh dan diam sesaat seraya memandang kotak yang kini dipeluk oleh Julia. "Hmm, tolong kau taruh itu di ruang baca saja, Sayang. Pisahkan yang masih layak dibaca dan yang sudah rusak ya," ucapnya sebelum kembali beralih pada tugasnya.
Julia mengangguk paham dan berlalu meninggalkan ruang tamu, tetapi sebelum itu Meggan sempat memanggilnya. "Julia!" Panggilan dari sang mama membuat Julia berhenti melangkah dan sibuk memandangi wanita paruh baya yang terlihat kelelahan. "Ya?"
"Tolong kau bersihkan juga rak-rak buku perpustakaan keluarga kita ya, Sayang. Sudah lama Mama ingin membersihkannya tetapi selalu saja lupa. Lalu setelah ini, Mama ingin beristirahat dulu sebelum memasak makan siang."
Selesai berbicara, Meggan kembali fokus membersihkan dan mengelap barang elektronik seperti televisi, vas dan lain sebagainya menggunakan kain pembersih khusus yang ia pesan langsung dari perusahaannya.
Julia yang mendapatkan amanah dari sang mama hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan di mana sang mama berada.
Gadis berkucir kuda itu begitu antusias dengan kegiatan bersih-bersih di keluarga mereka. Walau orang tuanya jarang berada di rumah, tetapi di akhir pekan mereka sekeluarga bisa bersantai bersama-sama tanpa membahas masalah pekerjaan ataupun bisnis.
Julia merasa sangat bersyukur, karena diberkahi oleh keluarga, teman dan kekasih yang sangat baik kepadanya. Gadis itu hanya berharap, semoga kebahagiaannya itu bertahan selamanya.
+++
Semilir angin lembut yang masuk dari jendela yang terbuka lebar, membuat seorang gadis yang sedang sibuk menata buku-buku di rak bergegas menghampiri jendela dan menutupnya dengan rapat.
Julia kembali beranjak ke deretan rak berwarna merah bata dan berjongkok guna mengambil beberapa buku dari dalam kotak untuk di susunnya dengan rapi di sana.
Gadis itu sangat menyukai kegiatan bersih-bersih di akhir pekan, baginya kebersihan adalah bagian dari pola hidup sehat seseorang yang paling utama di dunia ini.
Di tengah kegiatan Julia dalam menyusun buku-buku berdasarkan ukuran, tangannya secara tak sengaja menyenggol sebuah buku hingga buku besar tersebut jatuh dan menimbulkan bunyi 'buk' yang keras.
Julia buru-buru berjongkok dan mengambil buku yang jatuh tersebut yang ternyata adalah buku ensiklopedia bebas dengan abjad A.
Sang gadis lalu berniat mengembalikannya ke tempat semula saat secarik kertas keluar dari dalam halaman buku tebal tersebut.
"Eh, benda apa ini?" tanya Julia. Ia lalu berdiri diam dan memperhatikan lembaran usang yang ada di tangannya dengan bingung.
Julia memandangi kertas yang berada di dalam genggaman tangannya dengan saksama, gadis itu lalu menaruh kembali buku ensiklopedia tebal di tempatnya semula, sebelum ia kembali memusatkan perhatiannya pada kertas kusam bertinta emas. Julia lantas meniup debu yang mungkin saja menempel di kertas pudar tersebut, berharap tulisan di atasnya dapat terlihat dengan jelas. Namun, tidak ada apa pun yang terjadi, tulisannya masih tetap tak terlihat dan itu membuat Julia sedikit merasa kesal. Gadis itu bahkan sampai menaruh peralatan kebersihannya hanya untuk mencari tahu asal usul dari benda yang membuatnya penasaran. Julia pun melangkah lambat guna menghampiri sebuah sofa bertangan yang berwarna krim dan mendudukkan bokongnya di sana dengan nyaman. Sejenak, Julia meluruskan dulu kakinya yang dipaksa berdiri beberapa jam saat bersih-bersih tadi. Gadis itu lalu kembali memfokuskan pandangannya pada kertas yang sepertinya adalah dokumen penting karena di sana ada sebuah cap resmi d
Semenjak kejadian lucu di taman hiburan Gloove World dan kehangatan yang diberikan oleh Jacob berupa kecupan di kening dan bibirnya, Julia jadi sibuk mempersiapkan acara yang akan diselenggarakannya setelah pengumuman kelulusan. Acara itu rencananya akan berlangsung minggu depan, tetapi persiapannya sudah dimulai sejak sekarang. Gadis itu berniat mengundang seluruh teman-teman di sekolahnya dan juga teman-teman bermainnya sewaktu kecil. Pesta itu bertujuan agar tidak ada seorang pun temannya yang akan melupakan kebaikan gadis Peterson selama mengenal sang gadis. Perayaan ini jelas bukan keinginan Julia, mustahil gadis itu melakukannya. Semua ide pesta ini murni dari buah pikiran sang mama. Di sela-sela kegiatannya dalam mempersiapkan pesta, Julia terbayang wajah tampan kekasihnya—Jacob. Baru tiga hari berselang sejak keduanya berpisah dari taman hiburan, Julia sudah sangat merindukan pria berbibir penuh itu. Sepintas ide pun lewat di kepalanya, membuat sang gadi
Julia benar-benar telah melupakan kekecewaan yang ia rasakan kepada sang mama. Buktinya di pagi hari ini saja, gadis itu menyapa semua anggota keluarganya dengan riang gembira. Bahkan, gadis itu memberi kecupan singkat di pipi masing-masing anggota keluarganya. Meggan yang awalnya berpikir sang anak kesayangan masih marah terhadapnya dan akan kembali membahas masalah kemarin di meja makan, sedikit terkejut melihat keceriaan yang ditampakkan oleh Julia. Seolah tak pernah terjadi pertikaian di antara mereka sebelumnya. Charlie yang tak tahu mengapa Julia begitu bersemangat hari itu hanya tertawa. Julia begitu menggemaskan, seolah tak punya beban pikiran. Putri kecilnya memang sangatlah manis. Charlie bangga kepadanya. Berbeda dengan reaksi kedua orang tuanya terhadap kehangatan yang diberikan oleh Julia berupa kecupan singkat di pipi, Louis tampak risih dengan bekas bibir sang adik yang ada di pipi sebelah kanannya. Menurut Louis gadis berusia 18 tahun itu tak pantas bers
Jantung yang terus berdetak kencang mengantarkan perasaan aneh di dada Julia, napasnya menderu atas sebuah alasan yang tidak diketahui penyebabnya setelah mereka selesai menonton film. Ada rasa panas yang terus menggelayutinya, membuatnya bergejolak, penasaran. Bagian tubuh lainnya terasa panas, membuatnya duduk dengan gelisah. Gadis itu buru-buru menundukkan kepalanya dalam-dalam, menghindari tatapan mata sang kekasih yang akan semakin membuatnya berpikiran macam-macam. Mata cokelat gelap yang mampu membuat Julia tenggelam begitu dalam, dan sulit untuk kembali naik ke permukaan. Mata Jacob sungguh menghipnotis Julia! Kelopak matanya yang tidak sipit, dan tidak juga tebal terlihat pas dengan mata setajam elang. Alis ulat bulunya yang rapi, serta bulu mata yang panjang dan lebat. Semua membuat Julia luluh. Padahal dia sudah berguru kepada Hana! Agar tidak gugup di saat seperti ini. Ketika dia hanya berduaan saja dengan pria seksi yang tampan, tetapi apa mau dikata ... Ju
Kejadian yang menurut Julia begitu memalukan tersebut, agaknya membuat sang gadis menjadi sedikit pendiam ketika ditanya ada apa dengan sikapnya yang mendadak berubah siang hari itu. Jacob sendiri, sempat dibuat kebingungan saat ia menanyakan Julia ingin makan apa. Gadis itu hanya diam saja seraya mengetik sesuatu di ponselnya. Begitu selesai, sang gadis menunjukkannya kepada Jacob. Tulisan yang berbunyi, 'Aku tidak lapar' itu membuat Jacob batal membuatkan makanan istimewa untuk sang gadis. Ini semua terjadi setelah insiden di dalam kamar. Awalnya Jacob hanya berkeinginan untuk meminta sang kekasih untuk geser sedikit ke sebelah kiri, sebab gadis itu menghalangi pintu lemari pakaiannya dan Jacob jadi kesulitan mengambil baju dari lubang yang tercipta di depan lemari. Bahkan hingga kedatangan sang kekasih di rumahnya sekali pun, Jacob tak sempat memasang kaca untuk menutup lubang yang terletak di belakang Julia—pada saat kejadian di mana ia meminta sang gadis untuk ming
Jacob menggenggam erat tangan sang kekasih yang berbaring di depannya, tatapan penuh cinta dilayangkan Julia, membuat perasaan sang lelaki menghangat. Kasih sayang Julia memberi harapan kembali dalam hidupnya, Julia bagaikan cahaya yang menyinari langkahnya. Membawanya dari tempat gelap, ke tempat yang terang benderang. Mereka saling bertatapan, tidak ada yang berkedip selama beberapa saat di antara keduanya. Hingga akhirnya Julia tersenyum lucu dan disusul oleh Jacob yang tak tahan lagi, tak lama kemudian mereka berdua pun tertawa lepas bersama-sama. "Sayang, kau kalah!" Julia tertawa bahagia ketika melihat Jacob adalah orang terakhir yang mengedipkan mata. Itu berarti, gadis bersurai cokelat lah yang memenangkan pertandingan menatap tanpa berkedip. "Nanti traktir aku es krim!" Jacob tergelak sesaat, tak kuasa menahan tawa. Gadisnya memang sangatlah menggemaskan. Ia langsung mencubit hidung Julia dengan gemas. "Apa pun untukmu, Tuan Putri," bisik Jacob penuh perhatian.
Jacob berjalan seorang diri di sebuah lorong gelap yang asing. Tangannya lantas meraba-raba dinding yang ia sandari dengan hati-hati, berusaha agar tidak tersandung sesuatu di tengah kegelapan pekat yang sedang menyelimutinya. Sebuah perasaan aneh hinggap di relung hati pria itu. Ada di manakah dia sekarang? Tempat gelap itu begitu asing baginya. Jacob terus melangkah dengan perlahan, menunduk sesekali walau tak bisa melihat kakinya sendiri. Ia terus berjalan lurus, hingga di depan sana terlihatlah sebuah pintu yang mengeluarkan cahaya terang yang sedang terbuka lebar. Sepertinya sebuah ruangan, pikir Jacob kala melihat cahaya di depan. Ia lalu mendekat. Satu-satunya tempat yang terang benderang di tempat asing itu. Begitu tiba di depan pintu, Jacob menutup setengah wajahnya dengan tangan. Ruangan itu begitu terang sekali hingga membuat matanya silau. Setelah menyesuaikan retina matanya terhadap cahaya, Jacob pun masuk secara perlahan. Langkahnya begitu lambat, teta
Jacob tengah bersiap-siap di dalam kamarnya untuk kencannya bersama Julia yang entah sudah berapa kali mereka berdua lakukan bulan itu. Untuk yang ke sekian kalinya, ia akan kembali menjemput Julia di taman Testa. Rencananya hari ini, mereka berdua akan pergi makan-makan di sebuah restoran di kota mereka. Walau tak terlalu terlihat keantusiasannya dalam kencan ini, sesungguhnya Jacob merasa senang sekali di dalam hatinya. Sejak kecil, dia memang tak pandai mengekspresikan kata-kata. Dengan celana jeans panjang warna hitam legam dan dipadukannya dengan kaos putih selengan bergambar band rock asal Amerika—The Rolling Stones, Jacob telah siap menemui sang kekasih. Buru-buru pemuda itu mengambil kunci motor dan keluar dari dalam kamarnya. Semoga cuaca hari ini mendukung aktivitas mereka. Langkahnya begitu cepat, seolah tak ada yang bisa mencegatnya, hingga kemudian ia berpapasan dengan sang adik di dekat pintu keluar. "Ah, Kakak! Kakak mau pergi kemana?" Javier bertanya. Sorot
Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata. Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya. "Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya. Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat. "Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10
Sepekan setelah berkunjung ke rumah keluarga Peterson, Jacob bertandang sendirian ke penjara kota, untuk menjenguk adiknya maupun teman-temannya yang lain. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Jacob pergi menemui Javier. Meski dia memasang ekspresi seolah baik-baik saja di hadapan Julia, sebenarnya pria itu tengah berjuang melawan kepedihan di hatinya mengenai surat usang itu. Jacob menceritakan semua yang terjadi kepada Javier, tentang ibu mereka yang semasa hidupnya hanya berpura-pura gila demi menjaga tumbuh kembang mereka. Dia juga memperlihatkan surat yang selama ini disimpan dengan baik oleh orang yang seharusnya mereka benci, tetapi mendadak ada keraguan di hati keduanya, setelah mengetahui kebenaran yang tersimpan rapat. Javier menangis sesenggukan di balik kaca yang memisahkannya dengan pengunjung, ketika membaca surat yang dituliskan oleh ibunya yang telah tiada. Selama ini, dia hi
Jauh sebelum hari pernikahan Julia dan Jacob berlangsung, tepatnya masa-masa sebelum mereka berdua mendapatkan kerja di sebuah perusahaan, Julia pergi ke rumah orang tua angkatnya yang telah menjaga dan merawatnya dengan baik selama ini. Tentu dia tak pergi sendirian ke rumah keluarga Peterson, karena ada Jacob yang dengan setianya pergi mendampingi kekasihnya itu datang berkunjung ke sana. Setelah hari di mana Julia ditemukan oleh pihak kepolisian dan mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya, membuat Julia syok berat. Julia sepenuhnya percaya dengan keluarga yang selama belasan tahun lamanya merawat dirinya dari kecil hingga tumbuh dewasa, mendadak kecewa karena tak pernah sekalipun mereka mengatakan kebenaran tentang keberadaannya di keluarga itu. Tentang dia yang bukan merupakan anak kandung dari keluarga Peterson yang selama hampir 19 tahun ini, nama
Pernikahan Julia dan Jacob yang dilangsungkan di sebuah gereja Katolik tak jauh dari tempat tinggal mereka berjalan lancar dan juga khidmat, sama seperti harapan kedua orang yang saling mencinta itu akan hari bahagia yang sudah keduanya tunggu-tunggu sejak lama. Awalnya Julia merasa sangat gugup saat dituntun oleh sang papa—Roger—menuju altar pernikahan untuk menemui kekasih hatinya, Jacob, yang saat itu mengenakan jas hitam yang terbuat dari sutra pilihan. Jika saja tak ada campur tangan dari kedua orang tuanya, mungkin saja pernikahan Julia tidak akan semeriah dan juga semewah ini. Memang, sebelumnya mereka berdua sudah mengatakan akan membiayai sendiri pernikahan mereka, tanpa menerima bantuan sedikit pun dari Roger dan Rissa. Namun, setelah menghitung biaya yang akan dikeluarkan saat lamaran dan pernikahan nanti, mereka pun syok karena tabungan mereka ternyata masih sangat tidak cukup untuk
Ada banyak orang pernah berkata, carilah seorang pemimpin, bukan seorang bos. Mengapa? Karena pemimpin itu akan peduli dengan orang yang bekerja dengannya. Mereka bekerja di tempat yang sama, dengan derajat yang berbeda, tetapi diperlakukan sama rata. Diperlakukan dengan baik. Sedangkan bos, hanya akan memberi perintah tanpa peduli kepada anak buahnya. Namun, tak semua pemimpin atau bos bersikap demikian. Ini hanya sebagian kecil saja, sikap-sikap yang bisa ditemukan di masyarakat sekitar. Tak ada seorang pun yang tak ingin memiliki satu atau dua orang atasan yang sangat baik di tempat kerja. Dua di antara pekerja yang merasa demikian adalah Jacob dan Julia. Sepasang kekasih yang berencana menikah di tahun 2020 pada bulan Agustus itu pun merasa beruntung, karena keduanya sama-sama bekerja di Brunner Corporation. Salah satu perusahaan yang cukup bagus untuk melatih kemampuan kerja mereka.  
Julia melirik kekasihnya, begitu pula yang dilakukan oleh Jacob. Keduanya saling tatap dalam diam. Keduanya sama sekali tak menyangka jika mereka akan makan siang bersama dua orang atasan mereka di kantor. Tak ada ekspektasi sebelumnya bahwa dua orang paling berpengaruh di tempat kerja mereka itu akan duduk tepat di hadapan mereka. Awalnya, kecanggungan ini bermula saat Jake dan Melvin tiba di kafetaria dekat kantor untuk makan siang bersama. Namun, setelah mengamati selama beberapa detik, mereka sadar kalau tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang juga sedang mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Mulanya Melvin hendak beranjak pergi ke tempat lain, tetapi Jake dengan cepat menarik jasnya dan membawa pria itu ke meja di mana ada dua orang yang pernah bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu. Dan inilah yang terjadi. Kecanggungan yang dirasakan oleh dua orang pekerja yang harus duduk deng
Tak ada usaha tanpa ada hasil yang diinginkan. Tak ada kerja keras tanpa ada tujuan yang besar di baliknya. Pun begitu dengan setiap kerja keras Jacob dan usaha Julia untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Restu memang telah mereka kantongi bersama. Dan mereka telah merencanakan akan seperti apa pesta pernikahan mereka. Namun, perjalanan keduanya masih sangat jauh. Meskipun Julia telah lulus dari sekolah dan Jacob tak lagi bekerja membuat konten Youtube, mereka berdua tetap dipusingkan dengan satu hal. Pasangan kekasih itu sibuk memikirkan konsep pernikahan, sampai tak menyadari dengan satu pondasi yang penting, yaitu berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk menyiapkan pesta. Walau Julia berasal dari keluarga kaya raya, tetapi hal itu tak membuatnya merasa harus memakai uang kedua orang tuanya untuk pernikahan yang akan dilakukannya bersama kekasihnya, Jacob.
Setiap orang memiliki masa terberat dalam hidupnya. Entah itu merupakan suatu hal yang dulu sangat digemari, tetapi kini apa yang sebelumnya disukai malah menjatuhkannya perlahan. Atau masalah hidup yang lainnya, seperti perekonomian yang menurun atau percintaan yang membuat hati seseorang menjadi patah. Ada banyak sekali hal yang menyebabkan mata ini menumpahkan cairan beningnya. Kesepian, ketakutan, rasa sakit, kebencian ... luka yang tak bisa terobati meski telah datang orang baru. Semua perasaan yang mungkin pernah dirasakan oleh orang-orang, adalah suatu perasaan yang tak bisa disalahkan. Seperti halnya cinta. Kita tak bisa menaruh hati kita kepada seseorang yang memang tak menarik perhatian kita sebelumnya. Sekeras apa pun, dia berusaha, jika hati kita telah menolaknya, tentu tak akan ada rasa bersambut untuknya. Namun, kita semua justru melambuhkan asa kepada seseorang yang tidak mungkin bisa menyamb
Jacob sempat mencuri pandang tatkala melihat interaksi yang terjadi antara adiknya dan juga kekasihnya, Julia. Suatu keadaan di mana sebelum-sebelumnya, dia tak pernah melihat keduanya berinteraksi dengan benar. Dan ini adalah yang pertama kalinya. Jacob pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, tetapi meskipun begitu, seulas senyum lebar terlukis jelas di wajah tampannya. Pria itu merasa sangat bahagia, ketika melihat adiknya Javier, yang dulu tak menyukai hubungan yang terjalin antara dirinya dan Julia, kini sudah mulai menunjukkan lampu hijau terhadap hubungannya dengan sang gadis bersurai cokelat itu. Bohong jika Jacob tak merasa bangga terhadap kemajuan yang ditunjukkan oleh adiknya, Javier. Dia tentu merasa bangga terhadap apa yang adiknya lakukan. Berdasarkan inisiatifnya sendiri, Javier pun mencoba menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan Julia. Gadis yang dulu pernah mereka culik dan mereka sekap d