Jantung yang terus berdetak kencang mengantarkan perasaan aneh di dada Julia, napasnya menderu atas sebuah alasan yang tidak diketahui penyebabnya setelah mereka selesai menonton film.
Ada rasa panas yang terus menggelayutinya, membuatnya bergejolak, penasaran. Bagian tubuh lainnya terasa panas, membuatnya duduk dengan gelisah.
Gadis itu buru-buru menundukkan kepalanya dalam-dalam, menghindari tatapan mata sang kekasih yang akan semakin membuatnya berpikiran macam-macam. Mata cokelat gelap yang mampu membuat Julia tenggelam begitu dalam, dan sulit untuk kembali naik ke permukaan.
Mata Jacob sungguh menghipnotis Julia! Kelopak matanya yang tidak sipit, dan tidak juga tebal terlihat pas dengan mata setajam elang. Alis ulat bulunya yang rapi, serta bulu mata yang panjang dan lebat. Semua membuat Julia luluh.
Padahal dia sudah berguru kepada Hana! Agar tidak gugup di saat seperti ini. Ketika dia hanya berduaan saja dengan pria seksi yang tampan, tetapi apa mau dikata ... Julia sudah dilanda kegugupan yang hebat.
Sebelum-sebelumnya, dia tak pernah merasa canggung jika hanya berduaan saja dengan sang kekasih. Namun, sejujurnya saat itu mereka berdua memang berada di ruang terbuka seperti di taman, atau di area hiburan yang penuh dengan orang-orang yang tengah berekreasi.
Jelas saja dia tidak dilanda kegugupan karena begitu ramai tempatnya. Akan tetapi, kini ... mereka hanya berdua saja di dalam rumah.
Terlebih lagi, ini adalah rumah sang lelaki. Mengapa di hatinya yang terdalam, Julia justru merasa takut? Namun, di satu sisi ... gadis itu tetap penasaran atas perasaan aneh yang baru pertama kali ia rasakan. Apalagi mereka baru saja selesai menonton drama erotis.
Berdasarkan cerita Hana, perasaan panas bergejolak di beberapa bagian tubuhnya disebut dengan terangsang. Aasannya karena melihat atau mendapatkan sesuatu yang begitu menggoda iman.
Bukan hanya Julia saja yang mendapat perasaan panas itu, melainkan lelaki dengan bibir penuh berwarna merah muda, ada sedikit bagian yang gelap di bibirnya, karena sewaktu remaja sempat menyesap nikotin dalam bentuk rokok tipis, tetapi tidak mengurangi pesonanya.
Untunglah, Jacob sudah berhenti dari kebiasaan masa remajanya yang labil itu, ia kini tidak lagi merokok dengan alasan kesehatan.
Jacob lalu tersenyum canggung, dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sudah jelas lelaki itu salah tingkah karena film yang mereka tonton begitu panas dan harus diakui olehnya, ada sesuatu yang terus berontak di bawah sana.
Adegan yang ditampilkan di film memang menggoda, terutama pemeran wanita di dalamnya. Mereka seolah menunjukkan daya tarik seksual mereka.
Tak ada lelaki yang tidak naik gairahnya setelah menonton film dengan adegan sensual yang menggoda seperti yang ditunjukkan oleh film yang dirilis tahun 2011.
Mengenyahkan pikiran kotornya, Jacob mencoba melepas suasana tegang di antara mereka. Ia berdeham beberapa kali. Lalu menatap gelas berisi minuman warna oranye yang belum tersentuh oleh sang kekasih. "Apa kau haus?" Tanyanya sambil meraih segelas minuman di atas meja, lalu memberikannya kepada Julia. "Minum dulu."
Minuman yang semulanya dingin, mendadak tak lagi terasa kebekuannya. Sebab, tangan Jacob sudah begitu panas. Pria itu menahan napas sesaat. Dia adalah pria normal yang sedang menahan ketegangan. "Filmnya ... agak berlebihan ya? Hahaha," komennya sambil tertawa canggung.
Dalam diamnya, Julia mengangguk malu-malu. Sebenarnya, di balik film itu terdapat sebuah pesan bahwa hubungan yang berlebihan itu tidak bagus. Tak tahu harus berkata apa, tidak mungkin Julia berucap ia ingin mencoba seperti itu juga. Jantungnya terus berdetak kencang di dalam sana, begitu berdebar-debar dengan ritme beraturan, tetapi ... rasanya sungguh nyaman. Entah mengapa.
Julia lalu meraih minuman yang disodorkan oleh Jacob, tetapi karena ia menundukkan kepalanya sedari tadi dan tidak melihat benda yang diberikan kepadanya, otomatis tangannya tak sengaja menyenggol gelas yang terisi penuh.
"Ah! Maaf!" Julia berseru kaget saat gelas berisi minuman rasa jeruk itu tumpah ke badan Jacob, mengakibatkan lelaki itu basah kuyup di bagian bawahnya. Celananya basah. Dengan refleks Julia mengelap bagian yang basah, yaitu di perut dan sekitar paha menggunakan tangannya. "Astaga! Bagaimana ini ...."
"Sudah, sudah. Tak apa-apa. Aku akan mandi sekarang," ucap Jacob menenangkan sang kekasih. Ditambah menghindari sentuhan lain yang diberikan oleh Julia, pikirnya lagi seraya menahan napas.
Jacob pun beranjak meninggalkan sang kekasih yang diam mematung di tempat duduknya. Julia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan bersalah, seraya menatap kepergian Jacob. "Ba-bagaimana ini?" gumamnya gugup. Perasaannya dilanda kecemasan.
Julia lalu melirik ke tempat di mana Jacob duduk sebelumnya. Sofanya basah, dan itu semua karena kecerobohannya. Julia benar-benar merasa bersalah terhadap pria itu. Padahal sang kekasih sibuk, tetapi malah harus merapikan kesalahan yang Julia buat.
Sejujurnya di dalam hatinya yang terdalam, Julia memang belum siap mengikuti pelajaran Hana, itu masih terlalu sulit baginya yang belum pernah melakukan apa pun dengan lawan jenis.
Sayangnya, Julia lupa. Hana pun belum pernah mempunyai pengalaman yang nyata, tetapi dia sudah bisa mengajarkan orang lain dengan ilmu yang didapatnya dari film dan novel yang gadis itu baca.
Imajinasi Hana memang luar biasa, tetapi gadis dengan marga keluarga Smith itu tidak pernah mempraktikannya.
Sembari menunggu Jacob mandi, Julia pun mengelilingi ruang tamu rumah minimalis dan nyaman itu sendirian.
+++
Jacob menghirup napas sebanyak yang ia bisa, meraup udara serakus mungkin.
Pria itu lalu menyandarkan tubuhnya di balik pintu setelah masuk ke dalam kamar pribadinya. Bahu lebarnya naik turun, keringat mengalir pelan dari pelipisnya.
Tadi suasananya sudah benar-benar pas, tetapi pada akhirnya semua menjadi berantakan. Walau bagaimanapun juga, Jacob hanya ingin memiliki waktu berharga yang menyenangkan dengan sang kekasih.
Berhubung tubuhnya basah dan lengket karena minuman jeruk, serta shower kamar mandi di kamarnya sedang tidak dapat digunakan, Jacob akan mandi di kamar Javier saja.
Membahas tentang adik kesayangannya yang hanya terpaut tiga tahun dengannya itu membuat Jacob sedikit bingung dengan sikapnya akhir-akhir ini.
Javier yang biasanya manja dengannya akan menunjukkan ketidaksukaan kepada gadis manapun yang mencoba mendekati sang kakak. Seumur hidupnya, hanya ada satu orang gadis yang direstui oleh Javier untuk menjadi pasangan Jacob.
Seraya mengambil handuk di dalam kamar mandi, Jacob merenung sesaat.
Javier tak pernah menyetujui kakaknya dengan gadis lain, itu adalah fakta yang tidak diketahui oleh orang banyak. Javier hanya setuju jika Jacob kembali kepada Emily. Adiknya begitu menyayangi gadis berambut cokelat terang itu, dan gadis yang menjadi sahabat adiknya itu adalah mantan kekasih Jacob beberapa tahun silam.
Sekarang, saat sang kakak menjalin hubungan dengan gadis yang bukan Emily, Javier terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan padanya.
Bahkan, di hari ini pun, di saat ia akan memperkenalkan Julia padanya, adik manjanya itu pergi entah kemana.
Jacob sedikit menyayangkan sikap Javier yang keras kepala itu sejauh ini. Sang adik memang begitu pintar, dan bersemangat. Adiknya itu bahkan sampai loncat kelas dan telah menyelesaikan ujian kelulusan. Padahal seharusnya, dia masih duduk di kelas dua.
Umurnya lebih muda dari Julia, tetapi lulus bersamaan dengan gadis itu.
Menghentikan lamunannya, Jacob bergegas keluar dari dalam kamar dan menuju kamar sang adik yang terletak di dekat dapur. Dia tak ingin kekasihnya menunggu lebih lama lagi dari ini.
+++
Julia menatap sebuah hiasan di atas meja dekat perapian yang bentuknya menyerupai sebuah kotak musik berbentuk bulat, namun ada pernak-pernik salju di dalamnya. Julia mengangkatnya perlahan, dan sedikit menggoyangkan benda tersebut hingga taburan yang seperti salju berguguran dari atas.
Sang gadis bersorak. "Indahnya!" ucapnya gembira.
Julia terus memandanginya dengan sorot mata yang cerah, wajahnya berbinar penuh kebahagiaan hanya karena bermain dengan benda sederhana yang dia temukan di rumah kekasihnya.
Setelah menghabiskan waktu selama beberapa menit untuk memandangi benda di tangannya, Julia akhirnya menaruh hiasan tersebut kembali ke tempatnya.
Merasa belum puas mengelilingi ruang tamu dan area sekitarnya, sang gadis berhidung kecil segera melangkah pelan menelusuri ruangan lain. Julia tiba di sebuah ruangan yang tidak dikunci, mengabaikan tata krama bertamu ke rumah seseorang, sang gadis pun masuk begitu saja.
Alangkah terkejutnya Julia begitu melangkah ke dalam ruangan yang ternyata adalah kamar tidur tersebut. Ada sebuah ranjang berukuran besar dengan kasur yang dipakaikan seprai berlogo tim sepak bola Manchester United, yang setahu Julia adalah tim kebanggaan Jacob.
Belum ingin mengambil kesimpulan apa-apa, membuat Julia melangkahkan kakinya ke dalam kamar yang tidak lebih luas dari ruang tamu sebelumnya. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, menatap warna cat kamar yang berwarna biru tua, dan menatap lampu yang dihiasi kap bertahtakan permata tiruan yang berjuntai dengan indah.
Kamar dengan desain yang unik, barang-barang yang ada di sana pun jumlahnya tak banyak. Hanya ada kasur besar, lemari baju, lemari kecil di sebelah ranjang, dan sebuah meja komputer yang cukup besar. Oh, dan jangan lupakan bak sampah kecil berwarna merah yang diletakkan di dekat pintu bertuliskan kamar mandi.
Julia dengan semangat mendekati sebuah gantungan pintu di depan lemari pakaian dan mengusapnya beberapa kali. Tertulis nama Jacob di sana. Lucu sekali.
"Tunggu, berarti ini ...." Julia tercengang, sampai-sampai menutup mulutnya sendiri karena terlambat menyadari sesuatu. Berdasarkan apa yang tertangkap olehnya, dapat disimpulkan bahwa ini kamar kekasihnya. Ini kamar Jacob!
"Julia? Apa yang kau lakukan di sana?"
Sang gadis tersentak di tempatnya berdiri, ia dengan cepat membalikkan badan begitu mendengar suara berat yang memanggil namanya dengan lembut. Jantungnya langsung berdegup kencang saat melihat kondisi Jacob yang berdiri di depannya sekarang. Persis seperti seseorang yang panik ketika ketahuan mencuri.
Jacob berdiri di depannya dalam keadaan setengah telanjang, bagian bawah tubuhnya hanya tertutupi oleh selembar handuk berwarna putih yang melingkari pinggang dan area paha sang pria dengan erat.
Julia hanya diam, menatap dan menjelajahkan matanya ke hasil karya Tuhan yang diberikan secara cuma-cuma, untuk ia nikmati walau hanya sekadar lewat tatapan mata.
Tetesan air jatuh menitik dari helaian hitam Jacob, dan dengan sensualnya mengalir di dada bidang sang kekasih yang polos tak tertutup kain. Bahunya yang lebar dan tegap itu terlihat nyaman dijadikan sandaran. Anting di telinga kanannya tidak ia lepas, sekalipun saat mandi.
Wajah tampannya yang terlihat kebingungan masih basah oleh air yang sempat mengguyurnya ketika mandi. Julia benar-benar berterima kasih karena telah diberikan kesempatan menatap keindahan di depannya. Salahkan Hana yang sempat mengajari gadis itu cara bersyukur saat melihat pemandangan indah dari perut kotak-kotak.
Oh, Hana! Kau malaikatku! Jacobku tampan sekali, batin Julia kegirangan dalam hati, sudah ditingkat cinta yang terlalu akut.
"Julia? Kau kenapa?" Jacob berjalan mendekati sang kekasih, takut jika Julia mengalami sebuah istilah di mana ada roh jahat masuk ke dalam tubuhnya. Gadis itu hanya menatap Jacob tanpa suara dan itu membuatnya heran. "Sayang?"
Julia terlihat seperti orang linglung, tetapi sesungguhnya di dalam pikirannya yang telah direcoki dengan berbagai imajinasi liar oleh Hana, Julia sedang membayangkan adegan romantis dengan sang kekasih.
Jacob tak bisa menunggu lebih lama lagi hingga kekasihnya menyingkir dari depan lemari pakaian, ia sudah kedinginan dan harus memakai baju secepatnya. "Julia, hei, sadarlah," ucapnya kepada sang gadis. Merasa tak didengar, Jacob menyentuhkan tangan basahnya di leher putih dan jenjang milik Julia.
"Huaah!" Julia refleks menepis tangan seseorang yang mengejutkannya menggunakan kedua tangan, layaknya mengusir serangga terbang. "Pergi, pergi!" pekiknya.
"Julia! Tenanglah!" Jacob menahan pergerakan liar sang kekasih dengan menangkap kedua tangannya lalu menurunkannya secara perlahan, sama seperti saat keduanya bertemu di taman untuk pertama kalinya.
Julia lalu menengadahkan wajah dan mendapati bahwa Jacob begitu dekat dengan dirinya. Aroma sampo mint yang bercampur dengan wangi stroberi membuat Julia mabuk kepayang, napasnya naik-turun tak beraturan.
Jacob lantas mendekatkan wajah mereka tanpa suara, Julia yang tak sanggup kala mendapat sebuah tatapan intens dari sang kekasih lantas menutup matanya rapat-rapat.
Tubuh Jacob yang perlahan merapat padanya membuat Julia menahan napas. Aroma tubuh yang dibaui oleh indra penciumannya, dan deru napas sang kekasih ... semua ... terasa begitu dekat dan melenakan.
"Juli," panggil Jacob dengan suara pelan. Memang biasa saja bagi orang lain yang mendengarkannya, tetapi bagi Julia suara Jacob saat itu terdengar begitu erotis, sama seperti di film-film yang Hana tonton.
"Y-ya?" jawab Julia dengan gugup dan perut yang seolah diaduk-aduk karena gelisah. Akankah seperti drama panas yang mereka tonton sebelumnya?
"Bisakah ... kau ...." Jacob menggantungkan kalimatnya hingga membuat Julia penasaran setengah mati.
Tak tahan lagi, Julia pada akhirnya membuka kedua mata dan memandang dada bidang yang berada persis di depan wajahnya. Napasnya kembali tercekat. Jacob tadi memintanya untuk apa?
Jacob semakin merapatkan tubuh mereka, dan berbisik dengan lembut di belakang telinga sang gadis, "Minggir sebentar?"
Julia tersentak mendengar ucapan Jacob. "Apa?"
Dia tak salah dengar, bukan?
Jacob tersenyum simpul, dan kembali berkata, "Bisakah kau minggir sebentar, Sayang? Aku mau mengambil baju ganti."
Julia merasa suaranya tercekat di tenggorokan, bahunya yang tegang merosot seketika dan ... gugurlah semua ekspektasi Julia di siang hari itu.
Kejadian yang menurut Julia begitu memalukan tersebut, agaknya membuat sang gadis menjadi sedikit pendiam ketika ditanya ada apa dengan sikapnya yang mendadak berubah siang hari itu. Jacob sendiri, sempat dibuat kebingungan saat ia menanyakan Julia ingin makan apa. Gadis itu hanya diam saja seraya mengetik sesuatu di ponselnya. Begitu selesai, sang gadis menunjukkannya kepada Jacob. Tulisan yang berbunyi, 'Aku tidak lapar' itu membuat Jacob batal membuatkan makanan istimewa untuk sang gadis. Ini semua terjadi setelah insiden di dalam kamar. Awalnya Jacob hanya berkeinginan untuk meminta sang kekasih untuk geser sedikit ke sebelah kiri, sebab gadis itu menghalangi pintu lemari pakaiannya dan Jacob jadi kesulitan mengambil baju dari lubang yang tercipta di depan lemari. Bahkan hingga kedatangan sang kekasih di rumahnya sekali pun, Jacob tak sempat memasang kaca untuk menutup lubang yang terletak di belakang Julia—pada saat kejadian di mana ia meminta sang gadis untuk ming
Jacob menggenggam erat tangan sang kekasih yang berbaring di depannya, tatapan penuh cinta dilayangkan Julia, membuat perasaan sang lelaki menghangat. Kasih sayang Julia memberi harapan kembali dalam hidupnya, Julia bagaikan cahaya yang menyinari langkahnya. Membawanya dari tempat gelap, ke tempat yang terang benderang. Mereka saling bertatapan, tidak ada yang berkedip selama beberapa saat di antara keduanya. Hingga akhirnya Julia tersenyum lucu dan disusul oleh Jacob yang tak tahan lagi, tak lama kemudian mereka berdua pun tertawa lepas bersama-sama. "Sayang, kau kalah!" Julia tertawa bahagia ketika melihat Jacob adalah orang terakhir yang mengedipkan mata. Itu berarti, gadis bersurai cokelat lah yang memenangkan pertandingan menatap tanpa berkedip. "Nanti traktir aku es krim!" Jacob tergelak sesaat, tak kuasa menahan tawa. Gadisnya memang sangatlah menggemaskan. Ia langsung mencubit hidung Julia dengan gemas. "Apa pun untukmu, Tuan Putri," bisik Jacob penuh perhatian.
Jacob berjalan seorang diri di sebuah lorong gelap yang asing. Tangannya lantas meraba-raba dinding yang ia sandari dengan hati-hati, berusaha agar tidak tersandung sesuatu di tengah kegelapan pekat yang sedang menyelimutinya. Sebuah perasaan aneh hinggap di relung hati pria itu. Ada di manakah dia sekarang? Tempat gelap itu begitu asing baginya. Jacob terus melangkah dengan perlahan, menunduk sesekali walau tak bisa melihat kakinya sendiri. Ia terus berjalan lurus, hingga di depan sana terlihatlah sebuah pintu yang mengeluarkan cahaya terang yang sedang terbuka lebar. Sepertinya sebuah ruangan, pikir Jacob kala melihat cahaya di depan. Ia lalu mendekat. Satu-satunya tempat yang terang benderang di tempat asing itu. Begitu tiba di depan pintu, Jacob menutup setengah wajahnya dengan tangan. Ruangan itu begitu terang sekali hingga membuat matanya silau. Setelah menyesuaikan retina matanya terhadap cahaya, Jacob pun masuk secara perlahan. Langkahnya begitu lambat, teta
Jacob tengah bersiap-siap di dalam kamarnya untuk kencannya bersama Julia yang entah sudah berapa kali mereka berdua lakukan bulan itu. Untuk yang ke sekian kalinya, ia akan kembali menjemput Julia di taman Testa. Rencananya hari ini, mereka berdua akan pergi makan-makan di sebuah restoran di kota mereka. Walau tak terlalu terlihat keantusiasannya dalam kencan ini, sesungguhnya Jacob merasa senang sekali di dalam hatinya. Sejak kecil, dia memang tak pandai mengekspresikan kata-kata. Dengan celana jeans panjang warna hitam legam dan dipadukannya dengan kaos putih selengan bergambar band rock asal Amerika—The Rolling Stones, Jacob telah siap menemui sang kekasih. Buru-buru pemuda itu mengambil kunci motor dan keluar dari dalam kamarnya. Semoga cuaca hari ini mendukung aktivitas mereka. Langkahnya begitu cepat, seolah tak ada yang bisa mencegatnya, hingga kemudian ia berpapasan dengan sang adik di dekat pintu keluar. "Ah, Kakak! Kakak mau pergi kemana?" Javier bertanya. Sorot
"Javi, kau sudah menyiapkan bahan video kita hari ini?" Jacob berjalan menghampiri meja kerja adiknya. Lengan panjang kaos biru tuanya ia lipat sampai siku, kemudian ia bersedekap di depan dada setelah tiba di depan sang adik. "Sudah," jawab Javier tanpa menatap sang kakak, ia masih menekuni komputernya. "Aku akan menyerahkannya sebentar lagi. Kakak hanya tinggal membaca dan memahaminya saja lagi, oke?" Jacob tersenyum tipis, lalu mengelus rambut ikal berwarna cokelat terang sang adik dengan lembut. "Baiklah, terima kasih, Adikku," ucapnya. "Kakak ke bawah dulu. Kau bisa di sini lebih lama, jangan lupa matikan lampu setelah keluar dari ruangan ya." Javier hanya melirik singkat sang kakak, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Beruntung, ia hanya perlu menyalin artikel dari internet dan tinggal memperbaiki di beberapa bagian saja, maka materi malam itu akan selesai. Hingga tak beberapa lama berselang kemudian, sebuah dering telepon masuk memecah konsentrasi bungsu keluarga L
Mark terkesiap seketika, mulutnya menganga begitu lebar. Ia segera menoleh ke samping dan menyikut Javier berulangkali. "Hei! Hei! Javi, ternyata itu kau? Hebat sekali, Javi!" ucapnya terdengar antusias. Bahkan melebihi apa yang tengah Javier rasakan kini. Daniel menepuk-nepuk pelan punggung sang sahabat. "Itu hebat, cepat naiklah ke atas. Peresmiannya akan berlangsung malam ini juga, hm, sepertinya," imbuh Daniel terdengar kurang yakin. "Apa pun itu, naiklah ke panggung." Javier menghela napas sebelum merapikan mantel kerah tinggi yang ia beli dua tahun yang lalu di sebuah mall. Langkahnya terlihat begitu yakin saat ia berjalan menaiki setiap anak tangga. Semua mata tertuju hanya padanya. Tak terkecuali sang master, yang sebelumnya menghubungi Javier dengan alasan pertemuan penting. Lampu sorot yang begitu terang seketika menyinari setiap langkahny
"Wah, Javi! Aku tak menyangka, jika master kita yang baru itu adalah kau!" ucap Mark seraya memeluk sahabat sejak taman kanak-kanaknya itu dengan erat, ia ikut merasa bahagia sekaligus bangga atas pencapaian yang pemuda Leckner itu dapatkan. Javier tersenyum dan membalas pelukan Mark. "Terima kasih, sobat," balasnya sambil menepuk punggung Mark beberapa kali. Daniel bersedekap di depan dada, lalu berucap, "Well, selamat. Aku bangga padamu, hanya saja aku tak menyangka mereka mengujimu dengan cara yang sangat konyol seperti malam tadi." Mark langsung mendorong Javier hingga pelukan keduanya terlepas begitu saja, ia lalu menyahut cepat, "Ya! Aku juga ikut panik saat itu! Aku pikir Anthonius sudah benar-benar menggila! Ternyata semua hanya ujian untuk Javier saja." Javier tertawa pelan saat mendengar keluhan
Julia berjalan sendirian di pinggir jalanan kota New York yang ramai. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan, sebab ia terbiasa pergi keluar rumah dengan ditemani oleh seseorang—misalnya sang kakak. Walau kakaknya menemaninya dengan setengah terpaksa, tetapi itu saja sudah merupakan sesuatu yang bagus. Namun, karena hari itu Louis terlihat begitu sibuk, sehingga dia tidak bisa keluar dari kamar dan pergi menemani sang adik jalan-jalan di luar.Julia sangat paham dengan kesibukan sang kakak, dan tidak ingin menganggu pekerjaan yang digeluti olehnya. Kakaknya itu memang sedang menyiapkan sebuah kegiatan amal di salah satu panti asuhan di dekat balai kota, yang berarti lokasinya juga tidak terlalu jauh dari kantor gubernur.Sebuah lokasi yang pas untuk sebuah tempat yang sering dilalui oleh orang-orang. Apalagi Louis begitu senang ketika bepergian ke sana, tidak terlihat seperti dirinya yang biasanya. Di s
Terkadang, dalam sebuah mimpi itu ada sebuah hal yang sangat indah yang tidak dapat ditemukan begitu saja di dunia nyata. Dalam lelapnya di sebuah sel sempit yang harus dibaginya bersama para tahanan penjara yang lain, Louis melihat sosok bidadari cantik yang selama ini selalu dirindukan olehnya. "Maria," panggil Louis penuh haru. Air matanya menetes ketika wanita itu tersenyum penuh kelembutan padanya. Senyum yang selalu bisa menentramkan dan menenangkan kondisi hatinya. Sosok bergaun putih itu melambai ke arah Louis yang langsung berlari menghambur kepada sang wanita. "Maria! Maria!" teriak Louis penuh semangat. Kerinduan di hatinya ini sangatlah menyesakkan dada. Dia rindu wanita ini. Sangat. "Louis," panggil Maria seraya mengangkat tangannya perlahan. Maria lalu mengelus rahang sang pria yang mendadak berubah menjadi seorang remaja berusia 17 tahun. Rupanya persis seperti dirinya 10
Sepekan setelah berkunjung ke rumah keluarga Peterson, Jacob bertandang sendirian ke penjara kota, untuk menjenguk adiknya maupun teman-temannya yang lain. Tanpa sepengetahuan kekasihnya, Jacob pergi menemui Javier. Meski dia memasang ekspresi seolah baik-baik saja di hadapan Julia, sebenarnya pria itu tengah berjuang melawan kepedihan di hatinya mengenai surat usang itu. Jacob menceritakan semua yang terjadi kepada Javier, tentang ibu mereka yang semasa hidupnya hanya berpura-pura gila demi menjaga tumbuh kembang mereka. Dia juga memperlihatkan surat yang selama ini disimpan dengan baik oleh orang yang seharusnya mereka benci, tetapi mendadak ada keraguan di hati keduanya, setelah mengetahui kebenaran yang tersimpan rapat. Javier menangis sesenggukan di balik kaca yang memisahkannya dengan pengunjung, ketika membaca surat yang dituliskan oleh ibunya yang telah tiada. Selama ini, dia hi
Jauh sebelum hari pernikahan Julia dan Jacob berlangsung, tepatnya masa-masa sebelum mereka berdua mendapatkan kerja di sebuah perusahaan, Julia pergi ke rumah orang tua angkatnya yang telah menjaga dan merawatnya dengan baik selama ini. Tentu dia tak pergi sendirian ke rumah keluarga Peterson, karena ada Jacob yang dengan setianya pergi mendampingi kekasihnya itu datang berkunjung ke sana. Setelah hari di mana Julia ditemukan oleh pihak kepolisian dan mendengar kenyataan bahwa dia bukanlah anak kandung dari keluarga yang selama ini mengasuhnya, membuat Julia syok berat. Julia sepenuhnya percaya dengan keluarga yang selama belasan tahun lamanya merawat dirinya dari kecil hingga tumbuh dewasa, mendadak kecewa karena tak pernah sekalipun mereka mengatakan kebenaran tentang keberadaannya di keluarga itu. Tentang dia yang bukan merupakan anak kandung dari keluarga Peterson yang selama hampir 19 tahun ini, nama
Pernikahan Julia dan Jacob yang dilangsungkan di sebuah gereja Katolik tak jauh dari tempat tinggal mereka berjalan lancar dan juga khidmat, sama seperti harapan kedua orang yang saling mencinta itu akan hari bahagia yang sudah keduanya tunggu-tunggu sejak lama. Awalnya Julia merasa sangat gugup saat dituntun oleh sang papa—Roger—menuju altar pernikahan untuk menemui kekasih hatinya, Jacob, yang saat itu mengenakan jas hitam yang terbuat dari sutra pilihan. Jika saja tak ada campur tangan dari kedua orang tuanya, mungkin saja pernikahan Julia tidak akan semeriah dan juga semewah ini. Memang, sebelumnya mereka berdua sudah mengatakan akan membiayai sendiri pernikahan mereka, tanpa menerima bantuan sedikit pun dari Roger dan Rissa. Namun, setelah menghitung biaya yang akan dikeluarkan saat lamaran dan pernikahan nanti, mereka pun syok karena tabungan mereka ternyata masih sangat tidak cukup untuk
Ada banyak orang pernah berkata, carilah seorang pemimpin, bukan seorang bos. Mengapa? Karena pemimpin itu akan peduli dengan orang yang bekerja dengannya. Mereka bekerja di tempat yang sama, dengan derajat yang berbeda, tetapi diperlakukan sama rata. Diperlakukan dengan baik. Sedangkan bos, hanya akan memberi perintah tanpa peduli kepada anak buahnya. Namun, tak semua pemimpin atau bos bersikap demikian. Ini hanya sebagian kecil saja, sikap-sikap yang bisa ditemukan di masyarakat sekitar. Tak ada seorang pun yang tak ingin memiliki satu atau dua orang atasan yang sangat baik di tempat kerja. Dua di antara pekerja yang merasa demikian adalah Jacob dan Julia. Sepasang kekasih yang berencana menikah di tahun 2020 pada bulan Agustus itu pun merasa beruntung, karena keduanya sama-sama bekerja di Brunner Corporation. Salah satu perusahaan yang cukup bagus untuk melatih kemampuan kerja mereka.  
Julia melirik kekasihnya, begitu pula yang dilakukan oleh Jacob. Keduanya saling tatap dalam diam. Keduanya sama sekali tak menyangka jika mereka akan makan siang bersama dua orang atasan mereka di kantor. Tak ada ekspektasi sebelumnya bahwa dua orang paling berpengaruh di tempat kerja mereka itu akan duduk tepat di hadapan mereka. Awalnya, kecanggungan ini bermula saat Jake dan Melvin tiba di kafetaria dekat kantor untuk makan siang bersama. Namun, setelah mengamati selama beberapa detik, mereka sadar kalau tempat itu sudah penuh dengan orang-orang yang juga sedang mencari makanan untuk mengganjal perut mereka. Mulanya Melvin hendak beranjak pergi ke tempat lain, tetapi Jake dengan cepat menarik jasnya dan membawa pria itu ke meja di mana ada dua orang yang pernah bertemu dengan mereka beberapa hari yang lalu. Dan inilah yang terjadi. Kecanggungan yang dirasakan oleh dua orang pekerja yang harus duduk deng
Tak ada usaha tanpa ada hasil yang diinginkan. Tak ada kerja keras tanpa ada tujuan yang besar di baliknya. Pun begitu dengan setiap kerja keras Jacob dan usaha Julia untuk mempersiapkan pernikahan mereka. Restu memang telah mereka kantongi bersama. Dan mereka telah merencanakan akan seperti apa pesta pernikahan mereka. Namun, perjalanan keduanya masih sangat jauh. Meskipun Julia telah lulus dari sekolah dan Jacob tak lagi bekerja membuat konten Youtube, mereka berdua tetap dipusingkan dengan satu hal. Pasangan kekasih itu sibuk memikirkan konsep pernikahan, sampai tak menyadari dengan satu pondasi yang penting, yaitu berapa biaya yang harus mereka keluarkan untuk menyiapkan pesta. Walau Julia berasal dari keluarga kaya raya, tetapi hal itu tak membuatnya merasa harus memakai uang kedua orang tuanya untuk pernikahan yang akan dilakukannya bersama kekasihnya, Jacob.
Setiap orang memiliki masa terberat dalam hidupnya. Entah itu merupakan suatu hal yang dulu sangat digemari, tetapi kini apa yang sebelumnya disukai malah menjatuhkannya perlahan. Atau masalah hidup yang lainnya, seperti perekonomian yang menurun atau percintaan yang membuat hati seseorang menjadi patah. Ada banyak sekali hal yang menyebabkan mata ini menumpahkan cairan beningnya. Kesepian, ketakutan, rasa sakit, kebencian ... luka yang tak bisa terobati meski telah datang orang baru. Semua perasaan yang mungkin pernah dirasakan oleh orang-orang, adalah suatu perasaan yang tak bisa disalahkan. Seperti halnya cinta. Kita tak bisa menaruh hati kita kepada seseorang yang memang tak menarik perhatian kita sebelumnya. Sekeras apa pun, dia berusaha, jika hati kita telah menolaknya, tentu tak akan ada rasa bersambut untuknya. Namun, kita semua justru melambuhkan asa kepada seseorang yang tidak mungkin bisa menyamb
Jacob sempat mencuri pandang tatkala melihat interaksi yang terjadi antara adiknya dan juga kekasihnya, Julia. Suatu keadaan di mana sebelum-sebelumnya, dia tak pernah melihat keduanya berinteraksi dengan benar. Dan ini adalah yang pertama kalinya. Jacob pun kembali mengalihkan perhatiannya kepada hal lain, tetapi meskipun begitu, seulas senyum lebar terlukis jelas di wajah tampannya. Pria itu merasa sangat bahagia, ketika melihat adiknya Javier, yang dulu tak menyukai hubungan yang terjalin antara dirinya dan Julia, kini sudah mulai menunjukkan lampu hijau terhadap hubungannya dengan sang gadis bersurai cokelat itu. Bohong jika Jacob tak merasa bangga terhadap kemajuan yang ditunjukkan oleh adiknya, Javier. Dia tentu merasa bangga terhadap apa yang adiknya lakukan. Berdasarkan inisiatifnya sendiri, Javier pun mencoba menjalin komunikasi dan hubungan yang baik dengan Julia. Gadis yang dulu pernah mereka culik dan mereka sekap d