Beranda / Romansa / CALON MERTUAKU / Penghuni Cermin 2

Share

Penghuni Cermin 2

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-07 18:38:49

“Oh, iya, tadi kamu bilang takut. Takut apa?” tanya Om lagi.

“Takut hantu, Om. Yang ada di lantai dua kamar paling pertama. Dia ada di dalam cermin rambutnya acak-acakan, dia suruh Indah pergi dari sini,” jawabku sambil membuka bungkusan kue bolu. Aku potong pakai pisau dapur. Tak lupa aku berikan beberapa potong buat Om Andi. Sepertinya kami akan bercerita banyak.

“Terus kenapa kamu tidak pergi setelah disuruh sama dia?” Benar, kan, dia menaggapi cerita soal hantu di atas.

“Om pelihara hantu, ya? Apa jangan-jangan hantu kepala terbang itu peliharaan Om, terus yang masuk ke kamar Indah, terus dia …” Aku terpaksa berhenti. Malu menceritakan apa yang sudah terjadi di kamarku. Karena aku tidak menolak sama sekali. Justru aku menahan agar tubuh itu tidak hengkang dari pelukanku.

“Terus apa? Kenapa berhenti.” Om Andi meminum air putih usai menghabiskan sepotong bolu.

“Terus Indah bangun, makhluknya berniat jahat membunuh Indah.”

“Oh, kirain berniat yang lain.” Senyumannya begitu je
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CALON MERTUAKU    Terduga

    Aku ikut ke mana Om Andi pergi. Tentu saja setelah menggunakan baju yang pantas seperti katanya. Sepertinya aku cari mati saja. Sudahlah di desa ini tidak kenal dengan siapa-siapa selain calon mertuaku. Ikutan pula sok ramah bukan main. Hasilnya aku dipandang oleh ibu-ibu di sini. Bahkan ada anak kecil yang melihat sambil menunjukku. Kemudian mereka bisik-bisik. Duh, kalau sudah seperti ini ingin rasanya aku cari di mana Om Andi, tapi tidak mungkin. Dia tadi sedang sibuk membantu pengurusan jenazah temannya. Aneh sekali kalau dipikir-pikir. Tiba-tiba saja meninggal. Padahal tadi malam saat berkunjung teman Om Andi masih baik walau batuk-batuk.Satu jam kemudian akhirnya calon mertua menyambangiku. Dia terlihat berpeluh di bawah terik matahari, dan aku sempat pangling melihatnya. Astagah, isi kepalaku di tengah orang ramai kenapa harus seperti ini? “Nora, sebaiknya kamu pulang sendirian. Tidak baik kamu di sini lama-lama. Pihak keluarga teman Om tidak suka dengan kamu.” Perkataan Om

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-08
  • CALON MERTUAKU    Kedatangan Anton 1

    Aku bangun di pagi hari dengan agak lesu. Sosok misterius itu tak lagi mendatangi kamarku. Ya, sudahlah mungkin dia iseng saja padaku. Aku yang terlalu memainkan perasaan. Padahal wajahnya saja tidak aku lihat. Aku bangkit dari pembaringan dan membersihkan diri di kamar mandi. Rumah terasa sepi, Om Andi sepertinya tidak ada di rumah. Tidak aku dengar suara berisik dari tadi sama sekali. Selesai mandi tiba-tiba saja calon mertuaku datang. Dia masuk menerobos dari pintu depan. Ada yang aneh dari diri Om Andi. “Om, itu kenapa lehernya berdarah.” Ih, aku ngeri melihatnya. Masak, sih, tidak terasa sakit sama sekali. Lekas aku ke kamar dan memberikannya tissue.“Oh, ini tidak apa-apa, Nora. Bukan darah, Om.” Iya, bener, Om Andi membersihkan dengan tissue, tapi bekas goresan atau gorokan pisau gitu, tidak ada sama sekali. Terus, darahnya berasal dari mana? “Jadi darah siapa, Om?” “Om tadi ke kebun pagi-pagi. Ketemu ular, jadi Om bunuh, mungkin darah binatang itu. Kamu tumben pakai baju

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • CALON MERTUAKU    Kedatangan Anton 2

    Iya juga, ya. Dulu aku pernah bertanya kenapa Bang Angga tidak ke kampung duluan bilang sama orang tua untuk mengurus pernikahan. Kata Bang Angga itu urusan gampang. Ayahnya pasti setuju. “Maaf, Ayah, saya sibuk dinas.” “Ingin rasanya Ayah bilang kalian anak durhaka. Tapi … kalian tetap anak Ayah. Kapan pesta pernikahannya. Maaf, Ayah tidak akan bisa datang.” Wow, sepertinya Om Andi merasa tidak dihargai sekali. “Ehm, tiga bulan lagi Ayah,” jawab Anton. “Sudah kamu ajak tidur anak orang?” “Ayah!” Suara Anton langsung meninggi. “Tinggal jawab saja apa susahnya.” “Saya bukan seperti Ay—” “Sabar, Anton, sabar, bukan begini caranya bicara dengan orang tua.” Tukang ojeg yang kemarin kelihatan melerai perdebatan ayah dan anak. “Belum, Ayah, saya menjaganya dengan baik.” Anton, kelihatan sekali dia berusaha meredam amarahnya. “Abang, tak baik bertanya aib orang, Bang. Walau memang benar mereka pernah, tapi bukan harus ditanya terang-terangan begini.” Hmm, tukang ojeg kemarin meman

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-09
  • CALON MERTUAKU    Pergi atau Tinggal 1?

    Malam ini malam terakhirku di rumah Om Andi. Setelahnya aku tidak akan datang lagi ke mari. Karena apa? Selain karena tidak ada hubungan kekerabatan sama sekali. Desa ini juga sangat jauh, bisa pegal-pegal aku kalau sering bolak-balik. Sekalipun alasan Idul Fitri, rasanya tidak masuk akal. Tiba-tiba saja aku memikirkan nasib Om Andi yang akan aku tinggal sendirian di sini. Sudahlah Bang Angga meninggal, Anton dinas jauh dan aku rasa tidak akan ada ceritanya menetap di sini. Apalagi namanya polisi, kadang pindah dinas sana sini bisa sampai lupa dengan kampung sendiri.Om Andi sendirian di masa tua, tanpa istri, tanpa anak, tanpa cucu. Kasihannya. Ah, tapi lebih kasihan diriku. Sudah sering dapat nafkah lahir dan batin dari Bang Angga, lalu kehilangan secara mendadak. Jujur saja aku tidak siap, tapi namanya mati siapa yang tahu, bukan? Mungkin Om Andi sedang memikirkan saranku untuk menikah lagi. Agar ada yang merawatnya ketika sakit. Dipikir-pikir lagi fisik Om Andi sangat kuat, ya?

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • CALON MERTUAKU    Pergi atau Tinggal 2

    “Abang kenapa?” tanyaku padanya. Baru aku sadar, sosok Tante Nora yang menyeramkan hilang, begitu juga dengan kuburan yang menenggelamkan tubuhku tadi. “Abang kangen sama Indah. Abang kesepian di dalam kuburan.” “Abang nggak kepikiran bawa Indah ke kuburan, kan?” Logikaku seperti mati suri di dalam pelukannya. Ya, sebegitu melenakannya hubungan kami dulu. “Nggak, kalau bisa di sini kenapa harus di dalam kuburan?” “Bang, please ini di tengah hutan.” Aku melepaskan pelukan Bang Angga. “Apa bedanya, tidak ada sama sekali.” Dia menatapku sangat dalam. Sorot mata yang dulu sangat lembut itu kemudian berubah menjadi sangat obsessif. Seperti Bang Angga dengan versi yang berbeda. Aku terlena, jelas sekali dengan tatapan sedemikian rupa. Aku hanya bisa diam saja ketika Bang Angga melakukan hal yang sama padaku lagi untuk yang entah keberapa kalinya. Namun, kali ini rasanya sangat berbeda. Jauh lebih liar dan sanggup menuntaskan dahagaku akan sentuhan dari seorang lelaki berkali-kali lipa

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-10
  • CALON MERTUAKU    Setumpuk Uang 1

    Aku masuk ke dalam speed boat tak lama begitu sampai di pelabuhan. Kapal kecil ini berangkat tak lama setelahnya. Aku melihat ke luar, oh si pengecut itu datang juga menggunakan motor. Tapi aku enggan melihatnya. Om Andi terus aku perhatikan masih menatap kepergianku entah sampai kapan. Hal itu bukan urusanku. Aku jijik dengannya. Bisa-bisanya dia mendatangiku tadi malam. Rasanya aku ingin menyikat tubuhku dengan sikat kawat, agar semua jejak tentangnya hilang. Perjalanan yang aku tempuh akan cukup panjang. Penumpang masih sepi di dalam speed. Aku bertemu dengan abang-abang yang mengajakku ngobrol saat sampai di desa. Dia menyapaku sejenak.“Besok-besok jangan pergi ke tempat tu lagi, yee. Tak elok, tak bagus untuk anak muda,” katanya. Penasaran aku pun cari tahu. “Kenapa, Bang?” “Dulu waktu abang kecik-kecil ada cerite di sane ade hantu polong yang buat desa tu tak aman. Lepas tu senyap, lepas tu die datang lagi. Sejak Pak Haji Yunus meninggal, dah gelap desa tu, dah. Tak ade cah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • CALON MERTUAKU    Setumpuk Uang 2

    “Tolonglah, Indah, kalau ke kantor aku males banget ada bunganya. Kalau sama kamu, kan, nggak,” rengeknya lagi. “Kali ini nggak bisa, Vi, uangku juga habis buat ongkos bolak-balik sama makan di desa.” Aku berbohong, biar sajalah. Aku lanjut menarik baju, eh, ini punya Tante Nora, kenapa bisa aku bawa ya? Aku keluarkan semuanya dan detik itu juga aku serta Silvi terbelalak. Ada tumpukan uang merah yang berjatuhan. Aku hitung ada satu, dua, tiga, empat, lima. Gila aja lima puluh juta. Ini uang siapa? “Tuh, ada uangnya, Indah. Aku pinjam dikit aja, loh, pleease, Indah, gajian aku balikin, suer,” desak Silvi lagi. Terus perutnya berbunyi keroncongan. Inilah aku yang gampang kasihan dengan orang. Ya sudah dari tumpukan uang lima puluh juta itu aku tarik saja satu juta dan berikan padanya. Silvi sangat senang bahkan mencium tanganku. “Eh, Indah. Kalau kamu kesepian sama susah habis ditinggal Bang Angga, nanti aku kenalin deh sama cowok lain. Aku ngerti, kok, kalian udah ngapain aja.” S

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-11
  • CALON MERTUAKU    Ilmu Pengasihan 1

    Mayat Selvi sudah dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk selanjutnya divisum dan dicari penyebab kematiannya. Tentu saja aku diminta keterangan karena jelas sekali aku orang terakhir yang dia ajak bicara sebelum meregang nyawa. Aku menjawab ala kadarnya saja. Selvi bilang tumbal, aku katakan sama persis tanpa ditambah dan dikurangi lagi. “Mbak Indah mungkin tahu kalau Mbak Selvi ada ikut ritual atau sekte tertentu?” tanya polisi padaku. “Soal itu saya nggak tahu, Pak.” Itu saja jawabanku, tidak mengada-ngada. Ih, ngeri juga kalau Selvi jadi ikut ritual sesat. Sudah tahu hidup banyak dosa malah nambah-nambahin dosa lagi. Kamar Selvi akhirnya diberi garis kuning kepolisian. Aku masuk ke kamar dan melihat tumpukan uang pemberian Om Andi yang masih sisa 49 juta. Tidak tahu akan aku apakan. Ya sudah biarkan saja tersimpan di sana. Uang pribadiku bahkan uang sisa tabunganku dengan Bang Angga masih ada sampai sekarang. Untuk beberapa hari ke depan, minggu, bulan, bahkan mungkin tahun, ra

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-13

Bab terbaru

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status