Share

Isak Tangis

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-05 09:16:35

Benar dugaanku, jika sekali saja aku mudah mendapatkan Nora, selanjutnya bukan hal yang mustahil lagi. Tapi jujur saja aku melihat kebahagiaan di matanya. Mungkin dia juga menyukaiku. Dia mulai sering bolos mengaji hanya agar bisa bertemu dan menghabiskan malam denganku.

Kami tak takut dengan hantu, yang lebih kami takutkan kalau kepergok oleh keluarga Nora. Tapi kami yang sudah kesetanan tak peduli lagi. Asalkan kami sama-sama puas. Aku tak pernah membuat Nora kecewa dalam berhubungan.

Sekali waktu pernah gadis yang telah aku rusak meminta terang-terangan padaku. Katanya dia kepikiran kalau tak merasakan padahal baru dua hari kami tak bertemu. Hasrat Nora bergelora, aku juga sama.

Cinta semakin menggebu dalam hati kami. Bahkan sehelai benang tak kami gunakan walau di tengah malam di sisi semak belukar. Puas adalah satu kata yang kami cari dari setiap jengkal tubuh yang kami jelajahi.

Lalu pada suatu hari dan beberapa hari seterusnya dia tak pernah lagi datang padaku. Padahal aku
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • CALON MERTUAKU    Rajam

    “Karena kau tak tahu diri, Andi. Sudah kita ini miskin, sukai saja gadis yang biasa-biasa, Nak. Kenapa harus Nora?” Emakku tak kalah mendebat. Hari ini kami bukan seperti ibu dan anak. “Mak, sudahlah. Sudah terjadi.” Aku tak sampai hati membuat emakku bersedih lebih dalam. “Tak bisa, Nak, tak bisa. Kau jangan lari dari tanggung jawab. Jangan selepas kau hamili anak orang kau pergi. Emak tak ridho, tak masuk surga kau karena durhaka. Paham tak kau?” “Saya tak pernah percaya surga dan neraka, Mak.” “Terserah kau saja, Andi. Emak akan ke rumah Haji Yunus malam ini juga. Emak akan minta maaf karena melahirkan dan membesarkan anak tolol macam kau.” “Untuk apa Mak ke sana? Haji Yunus menolak tadi saat saya ingin bertanggung jawab atas kehamilan Nora.” “Emak akan tetap pergi.” Emakku membuka telekung lusuhnya. Beliau berganti dengan kain dan baju panjang serta selendang. Emak jalan kaki tanpa alas di malam gelap dan harus sampai ke rumah Pak Haji Yunus. Aku pun ikut dari belakang. Tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-05
  • CALON MERTUAKU    Pandangan Setan

    Malam ini juga aku dinikahkan oleh Sahrul selaku wali dari Nora Syafitri. Sebelum memulai akad nikah serba mendadak bahkan tanpa hidangan satu piring nasi pun. Aku diminta mengucap kalimat syahadat oleh salah seorang ustad. Apa gunanya? Ada atau tidaknya kalimat syahadat aku akan tetap hidup mencari uang sendirian. Tidak hanya itu saja, ada dua saksi datang menyaksikan pernikahan kami. Nora sama sekali tidak berias pun berinai. Dengan baju yang melekat di badannya serta selendang lusuh pemberian emakku saja dia duduk diam menanti ijab dan qabul bergantian diikrarkan. Nora terlihat pasrah, dia tak punya tempat bergantung selain aku. Aku sudah berhasil membuat Haji Yunus sakit hati. Aku terbata-bata mengucapkan dua kalimat syahadat di usia hampir kepala tiga. Kapan terakhir kali aku sholat? Entahlah, aku tidak tahu pasti. Yang jelas emakku hampir bosan mengingatkanku yang bebal. Andai sholat bisa membuatku kaya, akan aku lakukan. Tapi tidak, kan, aku masih bersusah payah bahkan demi

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • CALON MERTUAKU    Suami Jahanam

    Selesai mandi Nora berwudhu. Gila, padahal air sangat dingin dan dia tahan begitu saja. Nora ingin naik ke rumah panggung kami yang hampir reot. Aku ingin memegang tangannya tapi dicegah. “Jangan, Bang. Nora ada wudhu, nanti batal,” katanya. Oh, begitu ternyata. Aneh sekali, padahal dia rela saja aku sentuh di dekat pohon besar. Saat sudah wudhu malah tidak mau.Dia membuka lemari kayuku yang reot dimakan rayap. Lalu dia tutup. Ya, bajunya tidak ada di sana, dan dia pakai yang tadi malam saja. Setelahnya gadis lugu yang rambutnya panjang serta dijalin dua terus menunaikan ibadah wajib yang telah bertahun-tahun lamanya aku tinggalkan. Kusyu sekali tanpa terganggu dengan suara batuk emakku. “Abang tak sholat?” tanyanya ketika melipat telekung lusuh milik emakku. “Tak, malas! Tak ada gunanya sholat bagi Abang.” Dia diam saja, karena takut denganku, terlihat dari matanya yang langsung berubah cara pandangnya. Mungkin Nora terkejut. Kalau dia mau terima silakan, kalau tidak juga kena

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • CALON MERTUAKU    Bubur Kacang Hijau

    “Andi, kau kalau tak kaya, pakai otak kau sikit. Kalau kau bunuh Sahrul, terus kau masuk penjara, anak dikau ni lahir tak ade ayah. Bebal betul jadi orang.” Emak datang mengambil dan melempar parang tajam yang aku bawa. Nora sudah bersembunyi di balik tubuh Sahrul. “Dia pun tak ada otak, menghina keluarga kita terus, Mak.” “Memang kita patut kena hina, Andi. Emak tak pandai urus kau. Dah umur 30, sholat pun tak pernah, kau dah macam kafir. Puasa tak peduli, zakat jangan tanya lagi kite miskin, orang macam kau ni besok, ada duit sikit pun dah nak kawin lagi banyak-banyak. Cuih!” Aku tidak mengerti kenapa emak malah menghinaku. Kawin banyak-banyak katanya, yang ada perempuan lain memandangku hina. “Nak Sahrul, pulanglah dari sini. Kalau tak penting sangat, tak usah datang kemari. Aku pandailah cari duit untuk bagi makan adik kau. Dah jangan datang hina kami lagi. Pergi! Pergi!” Emakku marah. “Memang saya nak pergi. Tak sudi di sini lama-lama. Nora, kalau ada ape pun cakap dengan Aba

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • CALON MERTUAKU    Pesan Emak

    Terus kenapa masih mempertahankan agama ini. Lebih baik hidup sepertiku yang bebas tanpa kewajiban. Kalau ujung-ujungnya sama saja masuk neraka, bukan? Kadang aku berpikir jadi lelaki itu enak. Sudah di dunia kuat di akhirat jelas masuk surga dan disambut bidadari yang cantik jelita. “Bang, tolong, Bang.” Panggilan Nora membuatku terkejut. Segera saja saku berlari. Emak memuntahkan kacang hijau yang disuapkan Nora. “Tolong apa?” Aku juga bingung. “Tolong pegang Emak sekejap ajee.” Nora sepertinya ke kamar dan dia membawa minyak yang aromanya hangat. Dia balurkan di dada dan punggung emakku. Beberapa saat kemudian emakku tertidur dengan tarikan napas sangat berat di dada. “Bang, keluar kejap.” Nora menarik tanganku. “Kenapa, Nora?” “Bawa Emak ke rumah sakit di seberang besok. Nora ikut,” ucapnya hati-hati. “Kau tahu Abang tak ade duit, kan?” Bukan aku tak mau, tapi ke mana aku harus meminjam? Namaku sudah telanjur buruk di depan orang lain. “Tahu.” “Jadi?” “Jual perhiasan Nor

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-06
  • CALON MERTUAKU    Peliharaan

    Emak kami makamkan di kota seberang saja. Sebab untuk dibawa pulang kampung ternyata harus menyewa pompong yang sangat mahal. Bahkan uang hasil penjualan emas milik Nora saja tidak cukup karena telah dipotong biaya rumah sakit dan mengurus penguburan Emak. Sejenak aku terpekur di depan pusara emakku. Satu demi satu orang yang aku sayangi pergi. Mulai dari atuk yang katanya kalah bertarung dengan Haji Yunus, ayahku yang kena imbasnya sampai sakit, dan terakhir Emak. Tinggallah Nora dan anakku dalam kandungannya. Sepanjang perjalanan pulang kami hanya diam membisu. Nora memeluk tanganku dan bersandar di bahu. Pergi bertiga pulang berdua dalam waktu sehari semalam sangat menyakiti hatiku. Ditambah berpapasan pula lagi dengan Sahrul. “Ehm, Nora, Abang turut berduka cita, ye. Tak ape, namenya orang hidup dah sampai ajalnye.” Seharusnya dia bicara seperti itu padaku, tapi terserah. Aku tidak mau ribut karena hal-hal kecil. Nanti saja kalau ada masanya dia akan aku buat meminta ampun di b

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • CALON MERTUAKU    Kilau Emas

    “Bang, dah Shubuh?” Nora terbangun dengan mata yang belum terbuka. “Belum, kejap lagi.” Aku berbaring. Tulangku serasa lepas melihat wajah makhluk tadi. Untung saja jantungku tidak berhenti berdetak. “Bang, Nora rindu betul dengan Abang.” Aku paham apa maksudnya, tapi rasanya sudah tidak penasaran seperti dulu. Lagi pula apa dia tak lelah seharian di kota seberang mengurus banyak hal. “Besok aje, Nora, hari ini Abang penat betul.” Dia langsung cemberut dan tidur lagi. Terserah. Lalu Shubuh masuk tak lama setelah itu. Nora bangun, dan lekas Sholat. Aku melihat tata caranya beribadah di dekat jendela. Samar-samar aku lihat ada penampakan yang katanya peliharaan atuk dulu. Tapi dia langsung menjauh ketika mendengar Nora mengaji. “Bang, kita tak buat tahlilan untuk Emak?” tanya Nora sambil melipat telekungnya. “Nora, duit dari mane? Abang pakai duit Nora dah banyak.”“Paling tidak hari pertame sampai ketige, Bang, tujuan untuk orang tahu kalau Emak dah tak ade.” “Ade tak ade Emak,

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • CALON MERTUAKU    Adzan Pertama

    “Bang Andi, nak ke mane?” Suara Nora terdengar dan Emak langsung menghilang. Istriku datang sambil membawa lampu minyak. Kenapa dia tak tidur saja sampai shubuh seperti biasa. Mengganggu saja. “Tak ade, tangkap ikan,” jawabku asal, kalau aku katakan sejujurnya bisa kena ceramah aku. “Cari ikan dalam hutan, Bang?” Nora tak percaya denganku. “Dah siap, dapat untuk makan besok.” Aku menyerahkan ikan ukuran sedang dalam ember pada Nora. Dia terlihat senang karena tak harus makan ikan asin lagi. Karena Emak sudah hilang, aku pun memutuskan pulang dengan istriku saja. Sampai di rumah Nora mengasapi ikan di atas bara api. Besok pagi biasanya sudah kering dan menghitam, dan akan awet selama beberapa hari. Setelahnya kami berdua tidur. Kembali Nora memelukku dan mengatakan rindu. Kasihan rasanya sejak menikah aku selalu mengabaikannya. Entah mengapa rasanya memang tidak terlalu menggebu seperti kami belum menikah dulu. Padahal aku yakin dia pasti tersiksa. Aku memenuhi permintaannya, t

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08

Bab terbaru

  • CALON MERTUAKU    Akhir yang Keji

    Akhirnya aku bisa bebas dari penggunaan obat anti depresan. Dua tahun ketergantungan malah membuatku semakin mendalami perasaan bersalah. Tapi, sengaja aku tinggalkan satu butir untuk jaga-jaga. Andaikata dia datang lagi dalam ingatanku yang terlalu jauh. Seiring berjalannya waktu penampakan Om Andi mulai jarang muncul. Mungkin karena keinginanku yang begitu kokoh untuk melupakannya. Adrian pula kini sudah besar, sudah mulai masuk sekolah dasar. Sesekali dia bertemu dengan omnya kalau Anton ada perjalanan ke kotaku. “Nggak ada rencana menikah gitu, Kak?” Widuri duduk di rumah makan milikku. Aku tersenyum melihatnya. “Untuk apa juga? Adrian sudah bahagia dengan menganggap kakek dan neneknya sebagai kedua orang tuanya.” Aku menyediakan teh hangat untuk Widuri yang menunggu kedatangan Anton. Anak Om Andi itu membawa Adrian juga dua anaknya pergi membeli camilan. “Sampai kapan, Kak? Gimanapun Kakak itu mamanya Adrian, loh. Nggak boleh kenyataan ditutupi terlalu lama.” “Mungkin dia ag

  • CALON MERTUAKU    Empat Tahun Kemudian

    Aku di sini. Masih di rumah orang tuaku. Aku tidak pergi ke mana-mana, karena tak punya rumah lain untuk kembali. Tepatnya setelah ke luar dari rumah sakit jiwa. Iya, dua tahun lamanya aku mendekam di sana. Bagaimana tidak? Ternyata perbuatan dosa yang aku lakukan selama bertahun-tahun membuahkan hasil yang sangat menyakitkan. Dua tahun di rumah sakit jiwa, aku sering melihat penampakan Bang Angga terkadang juga Om Andi. Iya, aku ingat semua kejadian. Hanya saja aku tidak bisa mengendalikan diri ketika harus menjerit, menangis atau tertawa. Aku tahu Om Andi sudah mati. Aku lihat mayatnya di dalam kantong jenazah. Tapi hati kecilku menolak, karena anak di dalam kandunganku butuh ayahnya.“Adrian, sini, Nak, Kakak bawa mobil-mobilan.” Adrian, nama anakku buah hasil hubungan terlarang bersamanya. Umurnya sudah empat tahun. Dia tumbuh menjadi anak lelaki yang ganteng, mirip seperti ayahnya yang tidak pernah menikahiku. Warga di sini tahunya kalau Adrian anak bungsu mamaku. Ya, sebuah

  • CALON MERTUAKU    Perpisahan

    Kami bertiga menatap Kak Indah dengan rasa iba. Padahal baru beberapa hari dia ditinggal oleh Ayah. Sudah persis, tepatnya aku tebak Kak Indah memang jadi gila.“Om, nanti kita punya anak, Om, harus baik-baik sama anak sendiri.” Begitu kata Kak Indah.“Macem manelah. Akibat bermain hati ditambah berzinah. Rosak sudah akal dan pikiran,” ucap Bang Dani. Dia pun pamit pulang.“Akan kau bawa juga Kak Indah pulang, dengan keadaan dia macam orang tak ade akal?” tanya Bang Rizal yang membawa berkas surat tanah ayahku. “Iyalah, Bang, gimanapun saya udah janji sama kedua orang tuanya. Oh, iya, Bang, hutang rumah sakit tidak usah dibayar lagi. Juga uang hasil jual tanah Ayah nanti ambillah secukupnya untuk memperbaiki kehidupan Abang. Anggap saja balas budi dari saya karena Abang telah membebaskan kami dari cengkeraman ilmu hitam.” Hal itu tadi lupa aku katakan padanya. “Terima kasih, Anton, dah dianggap lunas hutang rumah sakit saya sudah senang. Masalah uang tanah nanti saya serahkan semue

  • CALON MERTUAKU    Berakhir

    Aku tidak tahu apa jadinya kalau Bang Rizal dan Bang Dani tidak datang menolongku. Tubuhku sudah terlilit akar pohon getah. Sejak mereka datang langsung saja tanpa basa basi membabat akar tanaman yang melilitku. Selanjutnya mereka menyiramkan pohon rambutan dengan air doa yang diberikan oleh seorang guru. Aroma busuk dan anyir darah seketika menguar. Tawa seorang wanita tua jadi semakin memekakkan telinga. Bang Dani langsung bergerak cepat memotong dahan pohon rambutan dengan parang panjang yang dia bawa. Bang Rizal datang menolong mematahkan apa yang bisa dipatahkan. Aku sendiri masih terduduk lemas akibat hantaman di kepala tadi. Ada kepala yang terbang ke arah mereka berdua. Dengan tertatih aku bergerak. Aku ambil batang kayu rambutan yang telah patah bercabang dan terpaksa menusuk kepala itu dengan kayu. Ya, mengerikan sekali, kepala tersangkut di kayu dan tak bisa lagi terbang. Aku membantu Bang Rizal dan Dani menumbangkan pohon rambutan itu. Batangnya yang sudah berusia sang

  • CALON MERTUAKU    Cinta Buta

    Bang Rizal membawaku berlari, sesekali dia menengok ke belakang. Tak lama sesduah itu Dani menyusul. Di tangannya aku lihat ada pisau panjang dan tajam. Persis seperti yang sering dibawa Om Andi kalau sedang ke kebun, katanya. “Ayo, lekas kite cari di mane pohon rambutan tu.” Dani berlari lebih kencang dari pada kami. Aku menoleh lagi dan melihat ke arah rumah Om Andi. Dia terkurung di sana. Di lantai dua ragam makhluk jadi-jadian dan menyeramkan seolah-olah berkumpul dan ingin lepas dari sana. Kami bertiga akhirnya masuk ke dalam hutan yang kata Dani adalah milik atuknya dulu.“Ini jejak ape?” Bang Rizal melihat ke arah jalan masuk di dalam hutan karet. Untung mereka berdua membawa senter. Aku perhatikan ada jejak darah agak kering dan ada yang segar di tanah. Juga seperti ada benda yang diseret. Dari daun-daunan kering yang menyingkir membentuk jalan setapak.“Ape Anton agaknye yang di dalam sane?” Bang Rizal menatap wajah Bang Dani.Setelah itu keduanya langsung berjalan mengik

  • CALON MERTUAKU    Runtuh

    Aku hanya bisa berharap satu hal, yaitu Anton baik-baik saja. Bukan tidak mungkin Om Andi membunuhnya. Aku … anggap saja sangat memahami calon mertuaku walau baru beberapa bulan kenal. Lalu masalah anak dalam kandunganku? Aku akan jujur pada Mama dan Papa, lalu menerima apa pun hukuman dari mereka. Huuuft, angin dingin di malam hari begitu kencang berhembus. Pemilik kedai menawarkan padaku untuk masuk, tapi aku sangat takut ke dalam rumah orang asing lagi. Cukuplah pengalaman dengan Om Andi aku jadikan pelajaran. “Nah, minum teh hangat ni kalau memang tak nak masuk ke rumah.” Ibu pemilik kedai memberikan segelas teh besar padaku. Aku yang memang lapar dan haus lekas saja meminumnya. Rasanya tenggorokanku lega. “Ibu, ada jual makanan nggak. Kalau ada saya mau pesan?” tanyaku padanya.“Mi rebus, mi goreng, nak yang mane?” “Mi rebus,” jawabku. Aslinya aku kurang suka makan-makanan serba instan, tapi apa daya aku tidak punya pilihan lain. Mi rebus datang dengan telur rebus matang dan

  • CALON MERTUAKU    Mengerikan

    Sambil menunggu kedatangan Bang Rizal serta Dani aku menanyakan beberapa hal pada Kak Indah. Salah satunya nasib anak dalam kandungannya yang tak lain tak bukan tetap adik kandungku. Di usia hampir kepala tiga dapat adik bayi itu adalah hal yang lucu bagiku. Apalagi jalannya sedemikian rupa. “Ya, dilahirin, dibesarin, biar nggak seperti kedua orang tuanya,” jawab Kak Indah sambil mengelus perutnya. “Oh. Terus, ada rencana menikah lagi?” tanyaku penasaran. Model perempuan seperti Kak Indah, agak susah ditebak jalan hidupnya. Bukan lurus-lurus seperti Widuri yang kegiatannya pulang, kerja, pulang, kerja saja. “Nggak, deh, udahan aja. Kalau hanya demi nafsu nggak mau. Pokoknya udah end semua urusan tentang laki-laki. Ketemu sama ayah kamu adalah pelajaran sangat berharga bagi Kakak.”Ya, itu kata dia. Padahal aku yakin juga Bang Angga dan Ayah ketemu Kak Indah juga mendapat pelajaran yang sangat berharga. Lama sekali dua abang ini kembali. Akhirnya aku memutuskan jalan duluan ke rum

  • CALON MERTUAKU    Induk Racun

    Aku duduk di kursi yang ada di dekat kamar ayah. Sembari menunggu dua sejoli ini keluar. Tak lama selang beberapa menit saja Indah terisak dengan air mata yang berlinang, disusul Ayah.Kak Indah melaluiku begitu saja. Dia seperti kecewa denganku. Ya, aku juga bingung harus bersikap apa. Yang satu ayahku, yang satu lagi tidak ada kaitan apa-apa denganku. “Anton, dari mana?” tanya ayahku dengan hanya menggunakan handuk saja. Beliau sudah tidak ada malu lagi berbuat dosa di depan anaknya.“Dari rumah sakit. Menemani Bang Rizal sama Dani. Istrinya tiba-tiba muntah darah,” jawabku.“Oh. Bilang dengan mereka, jangan terlalu usil sama urusan orang lain. Jangan usik ketenangan orang di sini.” Ayah pergi ke dapur dan menenggak segelas air putih. “Apa Ayah penyebab istri keduanya sakit?” Aku jadi berpikir bahwa tuduhan Dani adalah benar. “Kalau iya kenapa, kalau tidak kenapa? Jangan mereka pikir mereka kuat. Ayah jauh lebih kuat,” ujar Ayah dengan bangganya. “Ayah!” Aku sudah tidak tahan la

  • CALON MERTUAKU    Tirakat

    Dua orang istri dari Bang Rizal dan Bang Dani telah dibawa ke ruang UGD. Kami bertiga menunggu di luar. Aku menepati janji mengurus administrasi saudara jauhku, sebab aku tahu uangnya di kantong mungkin tidak banyak. “Dah, tak ape. Untuk Rizal biar saye saje yang bayarkan.” Bang Dani mencegahku menangani pembiayaan. “Nggak apa-apa, saya sudah janji.” Aku harus menjaga ucapanku. “Saye takutnye uang itu ade sangkut pautnya dengan Pak Cik Andi. Bang Rizal nanti bisa jadi korban. Saye butuh Bang Rizal untuk melanjutkan pembangunan pesantren.” Ucapan Bang Dani melukai harga diriku. Tanpa sadar aku membanting pena di depan perawat yang sedang menanti tanda tangan kami. Aku menatap matanya, pun dengan dia. Kami sama-sama berkeras. Uang ini adalah murni uang hasil kerjaku. “Sudah, sudah. Begini, Bang Dani, saye dah sepakat untuk pinjam uang Anton, tak payahlah Abang bayarkan.” Bang Rizal melerai kami. Sesaat setelahnya kami sama-sama menarik napas.Kami menunggu hingga kedua istri dikel

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status