Reynaldi di jemput oleh kedua orang tua angkatnya dengan penuh cinta. Widyawati memeluk tubuh putra angkatnya seraya berucap, “Oh, putraku.., Mami kangen sekali. Sekarang rumah terasa sepi kalau nggak ada kamu.” “Rey juga kangen sama Mami..,” ucapnya mengecup kening wanita paruh baya yang masih tampak cantik dan energik. “Hello my boy...,” peluk erat Richard pada putra angkatnya. “You Know..., Mami kamu terus minta Papi pulang cepat. Sampai Papi tidak ikut rapat pertemuan pengusaha Batu Bara. Ternyata, setelah kamu pergi ke Surabaya.., kami merasa ada yang hilang dan kurang dari hidup kami. Lalu, kami menulis semua kebahagiaan saat bersama kamu. Akhirnya kami semakin sadar, kalau kamu adalah anak lelaki kami yang telah dipersiapkan oleh sang Pencipta.” Sembari berjalan menuju mobil yang di parkir, mereka saling berbicara tentang sebuah kerinduan yang kini berasa begitu sulit untuk di lepaskan saat rasa cinta dan sayang telah berakar jadi sebuah serpihan kerinduan. “Rey..., Mami s
Reynaldi dan Widyawati pun ke Rumah Sakit usai mendapat kabar kecelakaan mobil yang terjadi di tol. Sopir yang membawa kedua orang tua Elmira meninggal di tempat. Sedangkan kedua orang tua Elmira luka berat. Elmira yang anak tunggal tanpa adik dan kakak hanya mempunyai seorang paman, adik dari papinya yang tinggal di New Zealand. Sedangkan kakak dari maminya telah wafat beberapa tahun yang lalu karena sakit. Karena itu, Widyawati sangat prihatin dengan keadaan Elmira. Di dalam mobil itu, Reynaldi yang terlihat lelah tertidur di bangku depan sebelah Imam sopir pribadi Widyawati. Melihat putranya terlelap, ada rasa bersalah Widyawati yang meminta putranya ikut ke Rumah Sakit. Namun, karena ia telah janji pada Elmira untuk ke Rumah Sakit, maka ia pun mau tak mau harus menunaikan janjinya. “Pak Imam.., nanti kalau di lampu merah.., tolong di setel kursi anak saya. Kasihan dia kalau sampai tidur seperti itu.., saya takut lehernya sakit,” pinta Widyawati pada sopirnya. Tepat pada saat lam
Reynaldi yang terjaga dari tidurnya, terkejut mendengar Elmira yang akan bermalam di rumahnya, karena kesedihan atas kecelakaan yang terjadi pada kedua orang tuanya hingga ia tidak mampu menolak keputusan Widyawati. “Hari ini aja Mira menginap di rumah kita. Besok pagi aja dia udah balik ke rumahnya. Mami nggak tega kalau Mira sendirian di rumahnya,” tutur Widyawati saat Reynaldi keluar dari mobil tanpa berkata sedikit pun ada Elmira. Dan Elmira yang tahu kalau Reynaldi masih marah padanya hanya menunduk dan dengan kepintarannya memanfaatkan situasi yang terjadi saat itu dengan berkata, “Tante.., apa sebaiknya Mira pulang ke rumah aja yaa..?” “Udah kamu bermalam disini aja dulu. Rey mungkin lagi lelah.., jadi bawaannya seperti itu. Jangan diambil pusing,” cicit Widyawati saat Elmira mulai memasang kesedihan di wajahnya dengan merangkul bahu gadis cantik itu ke dalam rumahnya. Sementara Reynaldi yang masuk ke rumahnya lebih dahulu, langsung berjalan menuju tangga dan melangkahkan ka
Tepat pukul satu dini hari, Elmira keluar dari kamarnya dengan membawa ponsel dan dengan mengendap-endap layaknya seorang maling pemula, ia berjalan mendekati kamar Reynaldi. Tepat di depan kamar lelaki tampan itu, Elmira memegang gagang pintu kamar Reynaldi. Dengan perlahan, ia membuka pintu Reynaldi yang tak terkunci. Dengan jantung berdebar cukup kuat, Elmira yang tergila-gila pada lelaki tampan itu telah memaksakan diri masuk ke dalam kamar Reynaldi dalam penerangan lampu kamar yang temaram. Perlahan Elmira mendekati tempat tidur king size terbuat dari kayu jati dengan kelambu berwarna cream muda yang menutupi setengah dari tempat tidur tersebut. Dilihatnya Reynaldi bertelanjang dada saat tertidur pulas. Elmira memandang lelaki tampan itu dalam lampu yang temaram. Nyaris tak terdengar Elmira yang jantungnya kian berdegup kencang mendekati lelaki tampan itu. Elmira yang tak kuasa menahan diri mencium pipi lelaki tampan itu. Tidak puas hanya mencium pipi Reynaldi, Elmira pun menge
Usai menyumbangkan darahnya ke Rumah Sakit, Reynaldi pun berpamitan pada Widyawati untuk ke kantor. Sementara Widyawati menunggu sahabatnya di Rumah Sakit. Hari ini adalah hari pertama Reynaldi aktif kembali ke kantor. Sekitar jam setengah sepuluh Reynaldi pun sampai di kantor.“Pak Imam sekarang ke Rumah Sakit lagi aja. Nanti kalau sudah sampai rumah sakit, tolong Bapak hubungi mami saya,” perintah Reynaldi saat turun dari mobil. Lalu, lelaki tampan itu pun masuk ke dalam gedung dan melangkah panjang ke arah lift menuju kantornya yang berada di lantai tujuh.Ting...!Reynaldi keluar dari lift disambut oleh sekuriti yang memberikan hormat dengan berdiri sigap dari tempat duduknya dan berkata, “Selamat pagi Pak..”“Selamat pagiii...,” jawab Reynaldi tersenyum kecil. Lalu, lelaki tampan itu mengayuhkan langkahnya berjalan menuju ruang kerjanya. Dinda yang melihat Reynaldi berjalan menuju ruang kerjanya tergopoh-gopoh keluar menyambut kedatangan Reynaldi yang telah cukup lama digan
Elmira yang terbangun dari tidurnya karena rasa lapar, memandang jam pada dinding kamar itu dan memicingkan matanya untuk melihat jam pada dinding tersebut.“Aduh..! Udah hampir jam sepuluh pagi.., apa ya alasannya sama tante Widya..,” ujarnya berseloroh dengan memegang kepalanya agar mampu berpikir untuk memberikan jawaban.“Oh iya, ngomong aja nggak bisa tidur karena keingat sama mami papi.., Ok laah, gue mau cuci muka dulu,” ucapnya lagi bermonolog.Dengan bermalas-malasan Elmira melangkahkan kaki menuju wastafel. Ia mencuci muka dan menyikat gigi lalu, kembali ke kamarnya untuk merapikan rambut panjangnya dan keluar dari kamarnya.Elmira keluar dari kamar dengan langkah panjangnya menuju tangga. Lalu, ia pun menuruni setiap anak tangga dengan perlahan hingga sampai di lantai bawah. Saat kakinya menyentuh lantai bagian bawah, dilihat Ina berjalan persis di depannya.“Bi Inah.., kok sepi rumahnya. Pada kemana semua penghuni rumah ini?” tanya Elmira memandang ke arah Inah pemban
Tepat pukul lima sore kala Reynaldi telah selesai menandatangani berkas masuk dan keluar, ia menghubungi Dinda untuk mengambil berkas tersebut dengan menggunakan telepon direct.“Dinda.., ambil semua berkas yang sudah saya tanda tangani,” perintah Reynaldi.Kemudian, ia meraih ponselnya dan menghubungi Meytha untuk melepas rindu pada kedua anaknya. Terlebih, Bintang kini sudah mau berbicara dengannya walaupun tidak sebanyak obrolannya pada Bulan.Berulang kali Reynaldi menghubungi ponsel Meytha namun telepon yang dihubunginya tidak aktif. Sampai akhirnya Dinda masuk ke dalam ruang kerja Reynaldi dan mendengar sang CEO menggerutu tidak jelas.“Kenapa nggak bisa dihubungi sih..?!” ucapnya kesal pada diri sendiri yang berkali-kali menghubungi Meytha.“Uhm.., maaf Pak Rey.., bisa saya ambil berkasnya?” tanya Dinda dengan suara nyaris tak terdengar karena kuatir ia akan kena imbas atas kekesalan Reynaldi. “Tunggu..! Hmm.., kalau mau menghubungi nomor ponsel.., apa bisa pakai telepon
Reynaldi yang yakin adanya kelicikan yang dilakukan oleh Elmira, membuat ia menghubungi Widyawati. Karena sebelum melaporkan hal ini pada Richard, ia terbiasa membicarakan semua hal dengan Widyawati.“Malam Maa.., apa udah akan makan malam?” tanya Reynaldi kala Widyawati menjawab panggilan teleponnya.“Rey.., sepertinya Mami nggak bisa makan malam, karena papinya Elmira baru saja meninggal,” tutur Widyawati dengan suara parau.Sejenak Reynaldi menelan ludahnya dan menarik napas panjang. Lalu, Reynaldi bertanya, “Jam berapa Mami pulang ke rumah?” “Mungkin dini hari.., karena selepas isya jenazah akan dikebumikan dan akan dilakukan tahlilan di rumah Elmira. Apa kamu sibuk? Kalau memang tidak sibuk berangkatlah bersama papimu,” pinta Widyawati pada putranya.“Lalu.., bagaimana dengan tante Imelda..? Apa dia sudah melewati masa kritis?” tanya Reynaldi tanpa mengiyakan keinginan Widyawati.“Alhamdulillah.., tante Imelda mampu melewati masa kritis. Tapi, sejauh ini dia nggak tau kala