Di hari keenam, Reynaldi tidak dapat mengajak si kembar untuk jalan-jalan, karena pada hari ini si kembar yang akan masuk sekolah di hari Senen melakukan pengenalan sekolah. Sama seperti siswa dan siswi yang lainnya yang ke sekolah untuk melakukan piket dan kerja bakti bersama usai libur sekolah selama sepuluh hari. Karena itu, lewat pesan dari kepala sekolah, maka Bulan dan Bintang diminta masuk pula dengan pakaian bebas/tidak memakai seragam.“Mey..., Jam berapa mereka datang dari sekolah?” tanya Reynaldi saat akan menjemput kedua anaknya.“Jam dua belas. Tapi, setelah itu saya nggak bisa kasih izin dia untuk jalan-jalan. Saya mau mereka istirahat setelah kerja bakti di sekolah,” tolak Meytha atas keinginan Reynaldi.Tak lama kemudian, Wulandari keluar dari dalam dengan membawakan satu cangkir kopi untuk Reynaldi dan satu cangkir teh untuk Meytha.“Silakan diminum Nak ’Rey. Meytha, Ibu mau melayat orang meninggal. Anak-anak nanti Ibu yang jemput, soalnya rumah Mbah Tumijem yang
Usai Reynaldi pergi dari rumahnya, Meytha pun mengajak kedua anaknya ke meja makan. Mereka menikmati makan siang tanpa berbicara. Lalu, Meytha yang ingin putranya bersikap seperti biasa dengan mengobrol seperti sedia kala saat di meja makan, membuka percakapan.“Kak Bintang.., tadi gimana di sekolah yang baru? Apa teman-temannya baik-baik semua?” tanya Meytha memandang dan tersenyum pada Bintang.“Semua teman pada baik, Maa. Cuma, Bintang belom bisa ngomong pake bahasa Jawa,” keluh Bintang pada Meytha.“Bulan juga Maa.., nggak bisa ngomong pake bahasa Jawa. Tapi, teman yang tadi satu meja sama Bulan itu bisa pake bahasa Indonesia,” ucap Bulan dengan polosnya.Bintang adalah seorang anak lelaki yang selama ini sering terlambat bangun pagi, karena selalu memastikan Meytha telah tidur nyenyak usai menangis. Dan sudah beberapa kali, Bintang sering menghapus sisa air mata Meytha saat terlelap.Bintang, anak lelaki yang begitu menyayangi sang mama yang ia tahu tanpa seorang suami. Kare
Reynaldi yang tinggal pada sebuah penginapan dekat wilayah rumah Meytha pun terdiam dan termangu. Ia sama sekali bingung dengan sikap dari Meytha. Namun dalam hati yang terdalam Reynaldi yakin, kalau Meytha masih mencintainya.Saat dirinya tengah melamun, terdengar dering ponselnya, tampak Widyawati menghubungi putra angkatnya.“Rey.., gimana hasil pertemuan dengan Meytha dan keluarganya?” tanya Widyawati.Lalu, Reynaldi pun menceritakan seluruh kejadian yang terjadi antara mereka. Sampai akhirnya, Widyawati menawarkan diri untuk ke Kediri bertemu dengan ibunda Meytha.“Rey.., apa nggak sebaiknya Mami ke sana yaa?” tanya Widyawati.“Nggak usah Mii.., Rey yakin bisa membuat keluarga Meytha menerima Rey kembali.“Jadi kapan kamu pulang, bawa Meytha dan si kembar ke Jakarta?” tanya Widyawati.“Mii.., untuk masalah itu sepertinya belum bisa. Saya belum bisa pulang di hari minggu. Rencananya pak Mustapa aja yang pulang lewat jalur darat esok hari. Kalau Rey, mungkin di hari Senen so
Tepat pukul setengah tujuh pagi, Reynaldi yang menyewa mobil di tempatnya menginapnya telah sampai di rumah Meytha. Tampak suasana pagi terlihat sibuk di keluarga itu. Terlebih, Meytha masih berada di pasar untuk berjualan. Otomatis, si kembar mengurusi semua keperluan pribadinya di pagi ini.“Nenek.., Nek...!” Setengah berteriak Bintang memanggil neneknya yang ada di dapur untuk membuatkan kopi untuk Reynaldi yang telah berada di ruang tamu.“Yaa.., Bintang ada apa? Tunggu Nenek lagi buat kopi dulu,” sahut Wulandari dari dapur.Setelah membuatkan kopi, Wulandari pun membawa kopi tersebut ke ruang tamu.“Silakan diminum, Nak Tomo.., Eehh.., maaf Nak Rey..,” ucap Wulandari meletakan kopi.Reynaldi yang terkejut mendengar Wulandari memanggilnya Utomo pun bertanya pada wanita tua itu.“Ibu.., apa Meytha udah cerita tentang saya?” tanya Reynaldi pada Wulandari.“Meytha belum cerita sama sekali. Semalam Bulan yang cerita, kalau Om Rey papanya. Padahal sejak awal Ibu udah curiga kare
Usai mengantar Bulan dan Bintang ke sekolah, Reynaldi kembali ke rumah Meytha dengan berjalan kaki. Sesampai di rumah itu, Reynaldi pun berpamitan pada Wulandari dan berjanji akan menjemput kedua anaknya di sekolah.“Buu.., saya permisi dulu. Nanti jam 12 saya jemput anak-anak,” Reynaldi berpamitan ada Wulandari saat wanita tua itu sedang menyiram tanaman.“Tomo.., masalah Bintang tolong kamu lebih bersabar. Kamu hati-hati di jalan dan terima kasih udah antar anak-anak ke sekolah,” ucap Wulandari melepas kepergian Reynaldi sampai batas tanah yang tidak ditembok.“Sampaikan salam saya untuk Meytha, ya Buu,” pinta Reynaldi berlalu dari rumah tersebut.Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai oleh Reynaldi pun berlalu dari kediaman Wulandari menuju TPU, tempat dimana almarhum Bimantoro bersama adiknya Meytha. Sesampai dilokasi TPU, Reynaldi yang sejak hari minggu meminta dilakukan perbaikan pada mahkam kedua orang yang sangat dikasihi oleh Meytha dan Wulandari itu sedang dalam pemug
Reynaldi kembali berjalan kaki dari sekolah menuju rumah Meytha saat menjemput Bulan dan Bintang. Dan saat wali kelas dari kedua anaknya menyapa dirinya Reynaldi pun memperkenalkan namanya dan Bulan yang bangga mempunyai seorang papa, memegang tangan Reynaldi saat wali kelas kedua anaknya bertanya padanya.“Bapak dengan orang tua dari Bintang dan Bulan? Kenalkan saya wali muridnya, dengan Inten,” Inten, wali murid si kembar memperkenalkan diri pada Reynaldi yang jadi pusat perhatian dari orang tua murid yang menjemput putra-putri mereka karena penampilannya yang berbeda dari masyarakat desa pada umumnya.“Iya Buu.., saya Papa dari Bulan dan Bintang,” jawab Reynaldi menyambut uluran tangan Inten.“Berarti Bapak juga pindah dari Jakarta ke kediri? Atau Bapak pindah tugas?” tanya Inten memandang ke arah Bintang yang agak menjauh dari Reynaldi.“Saya belum bisa pindah, jadi bolak-balik Jakarta-Kediri. Kalau istri saya memang ingin tinggal di kampung halaman orang tuanya, sekalian biar
Usai Reynaldi menyelesaikan semua pembayaran pada tukang yang mengerjakan pemugaran makam keluarga Meytha, juga membayar satu tahun perawatan atas kedua makam berikut tanaman mawar putihnya, Reynaldi pun berpamitan pada tukang bangunan dan tukang kebun dan bersih-bersih pada area TPU tersebut.Lalu, Reynaldi pun ke Bandara Juanda dengan menggunakan mobil sewaan mengingat jarak yang cukup jauh dari Kediri ke Bandara Juanda. Saat dalam perjalanan menuju Bandara, Reynaldi pun menghubungi Widyawati.“Mii.., dua puluh menit lagi Rey sampai ke Bandara. Nanti kalau dah sampai di Jakarta, biar Rey pulang pakai taxi Bandara aja, biar pak Mustapa nggak lembur,” ujar Reynaldi pada Widyawati.“Maunya Mami sama Papi yang akan jemput. Kalau nanti kamu udah di dalam pesawat kirim pesan aja, biar kami langsung jalan,” tutur Widyawati diujung telepon.“Ooh, Mami sama Papi yang jemput. Uhm.. Mii.., nggak usah aja dijemput, biar Rey pakai taxi.., kasian papi sama Mami capek di jalan,” ungkap Reynald
Reynaldi di jemput oleh kedua orang tua angkatnya dengan penuh cinta. Widyawati memeluk tubuh putra angkatnya seraya berucap, “Oh, putraku.., Mami kangen sekali. Sekarang rumah terasa sepi kalau nggak ada kamu.” “Rey juga kangen sama Mami..,” ucapnya mengecup kening wanita paruh baya yang masih tampak cantik dan energik. “Hello my boy...,” peluk erat Richard pada putra angkatnya. “You Know..., Mami kamu terus minta Papi pulang cepat. Sampai Papi tidak ikut rapat pertemuan pengusaha Batu Bara. Ternyata, setelah kamu pergi ke Surabaya.., kami merasa ada yang hilang dan kurang dari hidup kami. Lalu, kami menulis semua kebahagiaan saat bersama kamu. Akhirnya kami semakin sadar, kalau kamu adalah anak lelaki kami yang telah dipersiapkan oleh sang Pencipta.” Sembari berjalan menuju mobil yang di parkir, mereka saling berbicara tentang sebuah kerinduan yang kini berasa begitu sulit untuk di lepaskan saat rasa cinta dan sayang telah berakar jadi sebuah serpihan kerinduan. “Rey..., Mami s
Tepat pukul delapan pagi suasana rumah Meytha telah ramai. Tenda telah di pasang di depan rumah dan di depan rumah tetangganya. Suasana hari ini berbeda dengan suasana sepuluh tahun lalu, dimana semua serba mendadak. Bahkan beberapa kerabat Wulandari dan almarhum Bimantoro tidak ke Jakarta, karena acara pernikahan Meytha yang dianggap terlalu tergesa-gesa.Hiasan Janur kuning dipasang di depan pintu pagar kanan dan kiri yang dibuka lebar. Ruang tamu disulap dengan sentuhan permadani berwarna biru. Disediakan dua kursi untuk mempelai, dua kursi untuk saksi dan wali serta dua kursi untuk orang tua. Untuk kerabat dekat semua berkumpul di ruang keluarga, dimana seluruh sofa diletakan diluar rumah menyatu dengan kursi plastik yang di pinjam di kantor RW, tempat duduk beberapa tetangga kanan kiri dan samping kanan dan kiri pula. Hari ini, Meytha menggunakan pakaian kebaya putih dan kain batik berwarna coklat dengan rambut disanggul modern. Tampak wajah Meytha sangat cantik, sampai Bula
Satu hari sebelum hari bersejarah bagi Reynaldi dan Meytha akan dilakukan, tampak kesibukan terlihat di rumah Meytha Kasturi. Ibu-ibu pengajian dekat kompleks perumahan tempat tinggal mereka, datang ke rumah, melakukan doa bersama untuk kelancaran ijab kabul yang akan dilakukan esok hari dan atas permintaan Wulandari, pernikahan pun akan dilakukan di rumah itu, karena wanita itu merasa almarhum suaminya akan hadir dan melihat kalau putrinya menikah dengan orang yang dicintainya.Sementara itu, Reynaldi yang mengikuti tradisi dan aturan yang diberlakukan oleh Widyawati, tidak diperbolehkan bertemu dengan mempelai wanita selama tujuh hari sebelum hari pernikahan. Maka, ia pun wajib mengikuti tradisi dari keluarga Widyawati. Bahkan, untuk menanyakan kabar Meytha lewat ponsel saja, dilarang oleh Widyawati dan itu membuat Reynaldi menjadi uring-uringan.“Mami.., boleh ya Rey hubungi Meytha.., juga besok kami udah bertemu.., yaa.., Mii,” rajuk Reynaldi layaknya seorang anak kecil.“Rey..
Kedua anak kembar mereka banyak bertanya tentang rumah yang akan mereka tempati dan Meytha pun menjelaskan hal yang tidak terlalu mendetail pada si kembar yang selalu bertanya banyak hal.Untuk rumah yang pernah ditempati sampai dua puluh lima tahun itu tidak mengalami perubahan, walaupun pada bagian dalamnya, telah banyak yang direnovasi mengikuti gaya dapur atau pun kamar mandi jaman sekarang, namun pada setiap bagian kamarnya tidak diubah oleh Reynaldi. Bulan menempati kamar yang dulu ditempati oleh Meytha, dan Bintang menempati kamar yang di tempati oleh almarhum adiknya Meytha. Kedua kamar itu berada di depan ruang keluarga. Untuk Wulandari menempati kamarnya yang dulu, sedangkan kamar khusua untuk tamu yang berada di depan ruang tamu, menjadi kamar Meytha. Untuk Siti, pembantu rumah tangga yang telah ada di rumah itu, rencananya akan tidur bersama Wulandari. “Buu.., rencananya saya mau buat satu kamar lagi di dekat halaman belakang untuk Siti, hanya saja saya mau minta pendapat
Hubungan yang berlanjut antara Meytha dan Reynaldi lewat LDR selama dua bulan ini kian bertambah mesra, hingga akhirnya kenaikan kelas si kembar menjadi satu jalan menuju jarak antara keduanya kian mendekat. Seperti saat ini, Reynaldi datang pada hari kenaikan kelas si kembar. Meytha mengambil rapor Bintang Hutama Putra dan Reynaldi mengambil rapor Bulan Hutami Putri. Selama enam bulan berada dalam lingkungan pedesaan membuat si kembar sangat mengerti, arti sebuah kesederhanaan dari teman-teman sekelasnya yang mayoritas orang tuanya menjadi petani dan pedagang. Reynaldi mengabadikan perpisahan si kembar bersama temen sekelasnya dengan berfoto dan memvideokan kebersamaan mereka. Sementara, Reynaldi sendiri cukup dikenal oleh kepala sekolah dan semua guru, setelah melakukan perbaikan halaman sekolah anaknya, yang awalnya hanya berupa tanah berwarna merahan, kini berisi paving dan di tata juga bagian tamannya.Bukan hanya itu, Reynaldi pun memperbaiki ruang UKS dan tiga kamar mandi untu
Kehamilan Elmira membuat Widyawati dan Richard memiliki rasa kasihan pada gadis muda nan cantik jelita itu. Walaupun Elmira pernah melakukan sebuah kesalahan, namun bagi Richard kesempatan kedua untuk menjadi pribadi yang baik diberikan olehnya. Dan keputusan Reynaldi untuk mengambil bayi yang sedang dikandung oleh Elmira disetujui oleh kedua orang tuanya serta mendapat dukungan penuh dari Meytha. Bagi Meytha keadaan buruk yang dialaminya dulu, lebih buruk yang dialami Elmira, karena itu membuat hati Meytha tergerak untuk mengambil bayi yang dikandung Elmira saat bayi itu dilahirkannya. Dan atas permintaan Elmira, ia ingin Reynaldi bisa mengantarkannya ke dokter kandungan ketika akan memeriksa kehamilannya.Hingga jadwal seminggu sekali Reynaldi untuk menemui kedua anak kembarnya pun pastinya, akan menjadi berubah akibat kewajibannya mengantar Elmira ke dokter kandungan. Seperti pada hari ini, putrinya mengeluh saat Reynaldi membatalkan kepulangannya pada minggu pertama ke Surabaya, s
Widyawati yang mendengar ucapan Richard jelas sangat terkejut dengan apa yang dikatakan suaminya. Richard pun tersenyum lebar melihat raut wajah Widyawati yang tampak tersenyum kecut. “Emang Papi punya niat untuk nikah lagi?” tanya Widyawati serius. “Sayang.., bukannya kamu ingin kita membantu Elmira untuk mencari ayah dari bayi yang dikandungnya?” tanya Richard masih tersenyum lebar. “Nggak lucu..! Kenapa Papi yang harus maju? Maksud Mami kan.., Rey bisa minta izin sama Meytha.., siapa tahu dia setuju,” ucap Widyawati tetap ada keinginannya karena kasihan pada Elmira. “Sayang.., sekarang coba kamu tempatkan dirimu menjadi Meytha.., kira-kira apa yang akan kamu lakukan? Apa lagi Elmira berperilaku tidak baik. Apa kamu pikir, Meytha akan mau terima usulan itu?” tanya Richard memandang Widyawati yang terlihat baru menyadari kesalahannya. “Hmm.., gimana dong Pii.., aku kasihan sama Elmira. Aku takut dia stress dan akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya,” tutur Widyawati dengan
Widyawati dan Reynaldi pun menemui Imelda bersama putrinya di ruang tamu. Reynaldi langsung duduk di sofa panjang dan Richard duduk pada sofa tunggal di bagian tengah. Sedangkan Elmira dan Imelda duduk pada sofa tunggal yang berdampingan. Terlihat Widyawati berjalan menuju sofa yang di duduki Imelda dan wanita paruh baya itu mendekati Imelda dan membungkuk untuk melihat kaki palsu Imelda. “Mel.., apa terasa sakit waktu kamu pakai?” tanya Widyawati mengamati kaki palsu yang digunakan Imelda. “Yaa agak sakit. Tapi, hatiku ini lebih sakit.., Wid,” ucapnya dengan kelopak mata yang telah basah. Melihat sahabatnya menangis tanpa bersuara, Widyawati pun terkejut dan memegang tangannya dan berucap, “Ada apa Mel..? Apa ada masalah?” Mendengar pertanyaan sahabatnya, isak tangis Imelda pun semakin kuat. Dan Elmira yang melihat Imelda menangis tanpa mampu mengatakan tujuan mereka ke rumah itu, bersimpuh di hadapan Widyawati. Gadis cantik itu memegang kaki Widyawati dan menangis pula. “Hey..,
Kepergian Reynaldi kali ini berbeda dari biasanya. Hari ini kedua anaknya melepas kepergian Reynaldi dengan memeluk dan menyampaikan pesan untuk seorang papa yang kini hadir dalam kehidupan mereka. “Papa ingat ya, sampai Jakarta telepon kakak sama adek..,” pinta Bintang saat memeluk Reynaldi. “Iyaa.., nanti sampai di bandara Surabaya aja udah Papa telepon. Gitu juga waktu di Bandara Jakarta Papa akan telepon lagi,” janji Reynaldi dengan mengangkat jari telunjuk dan tengahnya. “Papa.., bisa setiap hari telepon Bulan? Kalau bisa Papa teleponnya pagi sebelum Papa kerja, kalau siangnya waktu Papa makan siang dan malamnya waktu Bulan lagi belajar. Biar Bulan bisa denger suara Papa tiap hari,” tutur putri cantik Reynaldi dengan manjanya. “Yaa, sayang Papa akan telepon setiap nggak sibuk. Papa juga pastinya kangen sama kalian semua,” ucap Reynaldi memandang putri kecilnya, mencium pipinya dan memandang mesra ke arah Meytha. Setelah itu, Meytha mencium punggung tangan Reynaldi. Lalu, tanp
Satu hari sebelum acara seserahan, Widyawati yang meminta tolong kakak sepupunya untuk membawakan kebaya berwarna jingga berikut aksesoris serta lengkap dengan selop dan make up yang akan dipakai acara seserahan pun datang. “Widya.., apa cukup ukuran tubuhnya ‘L’? Katamu kan udah pernah punya anak, 2 pula,” tanya Pipit kakak sepupu Widyawati kala ia telah berada di kamar hotel. “Badannya masih bagus.., nggak melar kayak Mbak Pipit.., hehehehe,” canda Widyawati ada saudara sepupunya. Lalu, mereka mengobrol tentang Reynaldi dan kondisi perusahaannya di Jakarta. Kemudian, Pipit pun meminta pada Widyawati untuk memperkenalkan Meytha padanya. “Kenalkan aku sama calon menantumu, sekalian coba kebaya yang aku bawa ini..,” pinta pipit. Sesaat Widyawati melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, ia pun berucap, “Sore aja sekalian liat kedua cucuku. Soalnya kalau gini hari kita kesana.., calon menantuku baru pulang dari pasar. Kasihan kalau kita ganggu. Apa lagi dia tiap ha