แชร์

Part 8 : Memanjat Tembok

ผู้เขียน: Zain losta masta
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2022-05-02 02:28:18

PART 8

Sindi segera berlari menuju pintu rumah dengan tergesa-gesa. Ia menggedor-gedor pintu rumah tetangganya itu dengan begitu keras.

"TOLONG! TOLONG! BUKA PINTUNYA, KAK WIRA!" tangannya mengetuk kakinya menendang sambil berteriak histeris.

Kak Wira adalah tetangganya. Beliau adalah ibu seorang anak. Usianya hanya terpaut lima tahun lebih tua. Jika hari libur kuliah tiba, ia sering berkunjung ke rumah itu untuk bermain dengan Sifa anak kak Wira yang baru saja berusia genap tiga tahun. Di rumah itu, kak Wira tinggal dengan suaminya, orangtuanya, dan juga adiknya.

Setelah lama berteriak memanggil Kak Wira yang tak juga menyahut dari dalam, Sindi pun tak punya pilihan. Ia kemudian mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga, akhirnya pintu itu pun terbuka. Ia segera berlari memasuki rumah tersebut seperti orang yang kesurupan setan. Ia bahkan tak mengucapkan salam, sungguh pada waktu itu Sindi benar-benar tidak seperti biasanya yang sopan dan bertata krama. Malam itu, ia mendadak berubah
บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Bus Penyelamat   PART 9 : Desa terpencil

    Sindi terhenyak mendengar suara ketukan itu. Rencana awal untuk menelepon pacarnya langsung sirna. Suara ketukan misterius itu kembali terdengar nyaring dari balik pintu rumahnya. Dengan setengah berjinjit Sindi melangkah penuh waspada menuju ruangan depan. Ia bersembunyi di balik tirai jendela untuk mengintip keluar sana. Nafasnya terengah-engah. Jantungnya terasa berdebar. Entah mengapa kedua kakinya terasa lemas. Dengan ragu-ragu, ia mengintip ke segala arah yang ada di luar sana. Suara ketukan misterius itu tiba-tiba saja lenyap. Namun Sindi masih juga tidak berani untuk beranjak dari tempat itu.Krrinnngg.. kriingg.. ponselnya kembali berdering nyaring. Sindi hampir melompat karena terperanjat. Ponsel itu hampir jatuh saat ia ingin menutupi speakernya dengan tangan dan menolak panggilan tersebut. Namun, tiba-tiba saja matanya menyala-nyala ketika melihat layar ponselnya. Ia dengan cepat segera menjawab telepon itu."Sindi.. buka pintunya.. aku mau masuk.." suara itu terdengar se

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-06
  • Bus Penyelamat   PART 10 : Tanah Yang Suram

    PART 10 Sinar matahari pagi tampak menyilaukan dari balik jendela. Tak terasa malam berlalu dengan begitu cepat. Suara burung yang berkicau mulai terdengar ribut riuh menghiasi hari. Sindi baru saja terbangun dari tidurnya. Sepertinya, di pagi itu ia sedikit kesiangan dari pada yang biasanya. Setelah bersiap-siap, dia pun segera keluar rumah untuk memulai pekerjaannya. Di balkon rumah, Buyung dan Ole sudah menunggu dengan menu sarapan pagi dan secangkir kopi hangat. Setelah mengganjal perut dengan sarapan pagi yang seadanya, mereka bertiga pun segera berangkat menemui para petani yang sedang menggarap ladang mereka di kebun.Sindi sengaja membelikan beberapa oleh-oleh dari kota sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Barang-barang tersebut seperti pisau, parang, cangkul, dan juga topi. Hari itu pekerjaan mereka adalah membagi-bagikan oleh-oleh tersebut kepada puluhan orang petani setempat bagi mereka yang benar-benar membutuhkannya. Hal tersebut dia lakukan agar proses pendekatan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-10
  • Bus Penyelamat   Part 11 : Penyubur Tanaman

    Setelah cukup lama berbincang-bincang, akhirnya Buyung memberitahu Sindi tentang kronologinya. Ternyata orang-orang ini marah karena mereka tidak mendapatkan bagian atas oleh-oleh yang telah Sindi bagikan di hari kemarin. Menurut mereka, Sindi tidak adil dan tidak membagikannya sama rata kepada para warga yang ada di sana. Hari ini mereka datang untuk menagih bagian untuk mereka. Wajah Sindi yang tadinya tampak berseri dengan senyuman manis, seketika itu langsung terlipat. Ia menjadi bingung dan sedikit takut melihat sikap para warga tersebut yang tampak cukup beringas. Sindi memanggil Ole, dan kemudian berbisik kepadanya. Ia menyuruh orang-orang ini tenang, dan berjanji akan membagi-bagikan hadiah kepada mereka dalam waktu tiga hari ke depan. Ia juga butuh waktu untuk pergi membelinya ke Kota Raya, karena di desa tersebut tidak ada toko yang menjualnya. Ole pun mengangguk, dan segera menyampaikan hal tersebut kepada para warga. Syukurlah, setelah Ole dan Buyung menerangkan pada merek

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-25
  • Bus Penyelamat   PART 12 : Syair Malam

    Part 12 Ia mulai melempar pandang ke luar sana, lalu memasang kedua telinganya itu dengan lebar untuk mendengarkan sesuatu. Mengapa suara yang indah itu belum juga terdengar bersenandung dengan lagunya yang sendu itu? Bukankah sejak dua malam yang lalu ia selal bernyanyi? Ataukah dia sudah tertidur pulas di rumahnya? Sindi masih penasaran melempar matanya ke dalam gelap di luar sana. Saat itu, jarum jam di tangannya sudah menunjukkan pukul dua lewat dini hari. Perlahan-lahan suara hujan itu mulai melemah, hanya menyisakan rintik-rintik gerimis kecil yang jatuh menimpa atap. Tak lama berselang, suara yang indah itu pun mulai terdengar di ujung telinganya. Sindi yang tadinya sudah kembali ke ranjang untuk melanjutkan tidurnya itu, sekarang ia kembali bangkit dan berdiri di balik jendela untuk mendengarkan nyanyian yang misterius tersebut. Nadanya benar-benar indah dan menyayat. Walaupun ia tidak mengerti dengan setiap kalimat yang dinyanyikan oleh sosok wanita yang misterius itu, namun

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-27
  • Bus Penyelamat   PART 13 : Hujan Deras

    Sudah pukul sepuluh malam lewat tiga belas. Hujan deras masih berkecamuk hebat menyiram tanah dan hutan. Sindi mulai gelisah berada di tempat itu. Ia merasa kurang nyaman, karena di rumah Pak Muradi banyak sekali para pria yang menginap di sana. Jika di hitung, hanya dia dan istri Pak Muradi-lah yang dari kaum hawa, selebihnya adalah para pria. Beruntunglah tak lama kemudian hujan deras itu pun akhirnya mulai reda, yang tersisa hanyalah gerimis-gerimis kecil yang lembut menimpa atap. Sindi tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dia pun segera mengajak Buyung untuk pulang. “Malam sudah larut, sebaiknya kalian berdua hati-hati di jalan, ya. Kondisi jalan sedang tidak baik, licin karena basah oleh hujan” ujar istri Pak Muradi dari ambang pintu. Mereka berdua pun mengangguk dan segera pamit pergi dengan motor trail Buyung yang telah menyala. Perlahan-lahan motor trail Buyung mulai bergerak meninggalkan halaman rumah pak Muradi. Suaranya semakin pelan dan lenyap ke dalam malam ya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-30
  • Bus Penyelamat   PART 14 : Bercerita

    Wajah Sindi sudah mulai tampak sedikit tenang. Buk Tiah berlari kecil menuju pintu dan kemudian mengintip di balik jendela wajahnya tampak cemas, seakan-akan ada sesuatu yang mangancam dari luar sana. Tak lama kemudian, beliau pun segera kembali menuju kursi di ruangan tamu. Buyung mulai bercerita. Saat itu, hujan gerimis masih tedengar lembut bercucuran dari langit. Jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas dini hari. Sebuah lampu minyak menyala terang di atas meja, tak dapat dibayangkan jika tak ada cahaya lampu minyak tersebut, pastilah seluruh ruangan itu akan menjadi gelap gulita dan menakutkan. Sindi duduk di kursi dengan mata yang menganga menatap wajah Buyung, ia sudah tidak sabar lagi untuk mendengar Buyung memulai ceritanya. Sekitar empat puluh tahun yang lalu, ada sebuah rumah tua yang berdiri di tepi jalan dekat area pemakaman umum yang tadinya kita lewati. Rumah tersebut adalah rumah yang paling besar dan megah di antara rumah-rumah warga yang lain. Rumah itu adalah m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-05-30
  • Bus Penyelamat   PART 15 : Ketukan

    Bukan hanya sekedar membeli tanah, para pendatang baru itu juga membeli beberapa budak yang dipekerjakan oleh sang Depati di ladangnya. Mereka membeli sekitar dua puluh orang lebih para pekerja dari sang Depati, dan kemudian mempekerjakan mereka di ladang yang telah mereka beli tersebut. Syukurlah para pendatang itu adalah orang-orang yang baik, mereka meperlakukan para pekerja tersebut dengan baik. Mereka memberi mereka makan dan juga tempat tinggal yang layak. Selain itu, mereka juga memberi upah mereka dengan gaji yang setimpal dengan pekerjaan yang mereka lakukan.. Hari demi hari terus berlalu, akhirnya sang Depati yang lansia itu pun menutup usianya. Kekuasaan di desa Serampeh masih dipegang oleh anak-anaknya yang bengis dan juga kejam. Karena mereka tidak memberikan upah dan makanan yang layak kepada para pekerja mereka tersebut, beberapa para pekerja itu pun banyak yang sakit-sakitan dan tidak sanggup lagi untuk bekerja secara maksimal. Saat itulah sebuah bencana mulai berdata

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-06-01
  • Bus Penyelamat   PART 16 : Sungai Batang Merao

    “Kenapa kau pulang di malam yang selarut ini? Apa yang terjadi?” tanya Buyung pada Ole. Ole tidak langsung menjawabnya, ia segera menyelinap masuk ke dalam rumah tanpa bicara. “Mana mereka?” Tanya Sindi sambil mengernyitkan alis matanya. “Mereka berdua aku tinggalkan di dekat sungai, mobil tak bisa menyeberang, karena arus sungai Batang Merao yang meluap, sepertinya akan kembali surut hingga pagi besok.” Jawab Ole sambil mengelap rambutnya yang basah dengan handuk.“Apa? Meri dan Irma kau tinggalkan di sana? Di malam yang selarut ini? Di tengah hutan yang mencekam ini? Apa kau sudah gila, Ole!” Sindi marah dengan tatapan mata yang melotot pada Ole.“Ssstt.. Sindi... Pelankan nada suaramu..” Buk Tiah memegang lengan Sindi sambill menempelkan jari telunjuknya di bibir. Memberi isyarat agar Sindi segera menurunkan volume suaranya. Seakan baru tersadar, Sindi dengan buru-buru segera menutup mulutnya dengan tangan. “Kenapa kau meninggalkan mereka berdua di tempat itu? Mereka kan b

    ปรับปรุงล่าสุด : 2022-06-04

บทล่าสุด

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status